BAB VI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI GILI INDAH
6.1. Gambaran Umum Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu gugusan kepulauan sunda kecil yang meliputi pulau Lombok (4.738,7 km2) dan Pulau Sumbawa (15.414,45 km2). NTB terletak antara propinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur. Pulau Lombok terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lornbok Timur, sedangkan Pulau Sumbawa dibagi kabupaten Sumbawa Besar, Dompu dan Bima. NTB didiami 3.707.700 jiwa
yang menyebar di Pulau Lombok dan
Surnbawa. Meski luasnya hanya 30% dari daratan NTB, Lombok menanlpung 70% (2.631.500 jiwa) penduduk NTB, sisanya (1.076.200 jiwa) bermukim di Sumbawa. Masyarakat NTB dibagi ke dalam tiga kelompok etnis ash. Kelompok etnis Lombok didominasi oleh masyarakat Sasak dan dua kelompok etnis lainnya di Sumbawa, yaitu Tau Samawa di kabupaten Sumbawa Besar dan Dou Mbojo di kabupaten Dompu dan Bima. Sedangkan kelompok etnis minoritas lainnya adalah suku Bugis, Makasar, Jawa, dan Bali. Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang banyak dikunjungi turis mancanegara atau sebagai tempat rekreasi sehari-hari bagi wisatawan domestik. Pulau yang puluhan tahun lalu nyaris tidak dikenal masyarakat Lombok tiba-tiba populer. Gili Trawangan menyimpan pesona paduan alam yang menarik. Paling tidak bisa diukur dari ramainya kunjungan wisatawan ke pulau ini. Pulau dengan bibir pantai berpasir putih dan dipoles dengan pantai yang jernih menjadikan pulau ini menjadi objek primadona pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) bersanding dengan dua pulau kecil tetangganya, Gili Meno dan Gili Air. Dalam
catatan pengalaman
Sudarsono (2000), keistimewaan ini
mendorong Pemerintah Daerah Lombok Barat menjadikan Gili Trawangan dan dua pulau tetangganya, Gili Meno dan Gili Air, sebagai desa Gili Indah yang sebelumnya secara administratif temasuk wilayah Desa Pemenang Barat, kecamatan Tanjung Lombok Barat. Padahal penduduk tiga pulau mungil ini tidak mencapai 4.000 jiwa. Sementara ukuran sebuah desa minimal memiliki penduduk
5.000 jiwa. Sebagai keistimewaan tersendiri bagi Desa Gili Indah, karena sebagai tujuan wisata terkemuka. Untuk mencapai pulau ini kita dapat menempuh dengan angkutan umum dari dari ibu kota propinsi, Mataram, menuju pelabuhan wisata Bangsal selama 35 menit. Dari pelabuhan Bangsal, Gili Trawangan dapat dicapai dengan perahu bercadik selama kurang lebih 45 menit. Gili Trawangan merupakan pulau kecil terletak di belahan Lombok Utara yang luasnya sekitar 320 ha dengan lingkar pulau seluas sekitar 10 km. Topografi Gili Trawangan merupakan daerah pantai dengan kemiringan 0 - 20 %, dataran rendah 0 - 5 m dan perbukitan 0
- 70 % dpl.
Gili Trawangan berada pada 115
derajat. 46' -1 16 derajat Bujur Timur dan 80 derajat. 12' - 8 derajat. 55' Lintang Selatan. Di samping untuk lahan usaha pariwisata, penduduk memanfaatkan lahan untuk pemukiman dan ladang. Sebagian lagi merupakan lahan perkebunan kelapa yang mulai ditanam sekitar tahun 1970-an. Namun demikian tidak sedikit lahan yang ditelantarkan dan ditumbuhi ilalang dan semak, terutama bagian barat dan utara pulau yang sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagai lahan usaha. Fegetasi pertanian yang ditanam di Gili Trawangan antara lain jagung, ketela pohon, sayuran, dan tanaman palawija lainnya.
6.2. Rezim BKSDA NTB Balai Konsemasi Sumberdaya Alam Provinsi Nusa Tenggara Barat (BKSDA NTB) merupakan lembaga khusus yang melaksanakan program konservasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara struktural, lembaga ini berada di bawah Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaannya, lembaga ini berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Begitu juga dengan BKSDA yang ada di provinsi yang lain di seluruh wilayah Republik Indonesia. Khusus untuk di Provinsi NTB. salah satu lokasi program konservasi adalah di Desa Gili Indah. Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Gili Indah terdiri dari tiga pulau kecil yaitu Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan. Secara administrafit, masing-masing pulau terdapat satu dusun yang dikepalai oleh kepala dusun (kadus). Kawasan ini juga disebut dengan
sebutan Gili Matra yaitu singkatan dari Gili Meno, Air, clan Trawangan. Kawasan ini telah ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan Swat Keputusan Menteri Kehutanan No. 851Kpts-I111993 tanggal 16 Februari 1993 dengan luas kawasan 2.954 hektar. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 99IKpts-1112001 tanggal 15 Maret 2001 kawasan Gili Air, Meno dan Trawangan ditetapkan menjadi TWAL Gili Matra dengan luas kawasan 2.954 hektar, (BKSDA NTB, 2003) Dari hasil anaiisa terhadap penentuan jenis kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan Desa Gili Indah, program kegiatan konservasi merupakan menjadi prioritas pertama, kemudian diikuti dengan program budidaya rumput laut. Selengkapnya dapat dilihat dari Tabel 8 berikut: Tabel 8 Jenis Kegiatan Pemanfaatan di Kawasan Konservasi Desa Gili Indah Jenis Kegiatan Pemanfaatan Konservasi Budidaya rumput laut Wisata pantai Pelabuhan Akomodasi/pelayanan wisata Perikanan tangkap Sumber: Makhul(1999)
Bobot 0,278 0,211 4123 0,113 0,109 0,088
Prioritas 1 2 3 4 5 6
Dari Tabel 8 tersebut menunjukkan bahwa kegiatan konservasi bisa berdampingan dengan kegiatan budidaya rumput laut, pelabuhan, pariwisata dan perikanan tangkap. Kegiatan konservasi bersifat positif terhadap keempat jenis kegiatan tersebut. Dengan adanya konservasi terumbu karang yang berfungsi sebagai penahan gelombang dapat melindungi wilayah daratan yang digunakan sebagai pelabuhan. Selain itu, keberadaan biota yang langka dan unik akan terlindungi dan terjaga kelestariannya sehinga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik terutama diving dan snorkeling. Sedangkan dampak positif terhadap sektor perikanan tangkap adalah terlindungnya habitat ikan sehingga kelangsungan surnberdaya ikan dapat terpelihara. Berkaitan dengan konservasi yang diiakukan di Indonesia, secara umum pengelolaan kawasan konservasi masih berbasis pada pemerintah pusat
(goverment based management). Pada rezim ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sedangkan kelompok-kelompok masyarakat pengguna (user groups) hanya menerima informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah. Dalam pelaksanaannya pengelolaan berbasis pemerintah pusat ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) aturan-aturan yang dibuat kurang terintemalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan; (2) biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum. Awig-awig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan dan ditaati bersama, dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk mengatur hubungan antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam dan masyarakat dengan pencipta. Umumnya, kawasan konservasi tidak boleh dijamah oleh manusia dengan tujuan supaya biota yang ada didalamnya tidak terganggu. Akan tetapi, karena kawasan ini merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, dan tanah di kawasan ini sudah berstatus hak milik pribadi @rivate property right), maka solusi untuk menjembatani konservasi adalah dengan pembagian wilayah atau zonasi. Saat ini, kawasan ini dibagi menjadi enarn zona berdasarkan pada peruntukannya. Misalnya zona A hanya diperbolehkan untuk wisata scuba diving (menyelam) dan snorkling saja. Begitu juga dengan tempat pendaratan kapal nelayan, mereka sudah disiapkan tempat khusus agar sewaktu nelayan membuang jangkar, tidak merusak terumbu karang disekitarnya.
Gambar 6 Peta Zonasi Kawasan Konservasi Desa Gili Indah (Safria. A., et. a1
2006)
Sebelum suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan antara lain: Survey potensi bawah laut seperti species ikan serta potensi laimya yang ada di bawah laut. Survey ini dilakukan selama 10 hari oleh 2 grup, dimana masing-masing grup terdiri dari 4 orang. Setelah dilakukan survey, kemudian dilakukan penataan blog atau batasbatas kawasan yang akan dijadikan kawasan konservasi. Hal ini berkaitan dengan lahan milik masyarakat di sekitamya. Setelah melalui semua tahapan persiapan, kemudian dikeluarkan Swat Keputusan (SK) Menteri mengenai Penunjukan sebagai kawasan konservasi. SK ini keluar setelah diketahui batas-batas (luarldalam) wilayah kawasan konservasi, termasuk titik referensi yaitu bempa peta penentuan batas sesuai dengan bukti fisik yang ditandatangani oleh Bupati, KSDA, Menteri Kehutanan melalui Dijen
PHKA, bam kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri mengenai penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi. Selain kegiatan pokok diatas, ada juga kegiatan-kegiatan teknis yang menunjang program konservasi, seperti pemasangan rambu suar yang berlokasi di Gili Meno dan Gili Air. Pemasangan rambu suar ini dimaksudkan untuk keselamatan pelayaran. Dan pemasangan Mouring Buoy (pelampung) secara teratur pada jarak setiap 100 m pada batas luar kawasan, dan setiap 25 m pada batas blok. Sedangkan batas kegiatan dapat dilakukan pemasangan pelampung setiap 15 m untuk areal yang cukup luas atau pelampung tanda yang dapat dijadikan rambu-rambu untuk melakukan kegiatan, misalnya di daerah penyelaman dapat dipasang 1 atau 2 pelampung dengan bedera selam di atasnya. Jumlah pelampung sampai saat ini sebanyak 31 unit. Salah satu tujuannya adalah agar kapal yang bersandar tidak membuang jangkar ke laut. karena dapat merusak temmbu karang yang ada didalamnya. Disamping kegiatan-kegiatan rersebuf
masih ada kegiatan-kegiatan
lainnya yang lebih detail dan lebih teknis yang berimplikasi terhadap biaya konservasi. Inilah kelemahan dalam penelitian ini, mungkin ada komponen kegiatan yang luput dari valuasi ekonomi, dan kedua nilai yang diberikan dalam valuasi terlalu tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi karena dalam penelitian ini hanya membandingkan Benefit-Cost antara KSDA dengan masyarakat adat
(Satgas) (tidak untuk mengetahui biaya konservasi secara valid), maka nilai-nilai valuasi yang diperoleh telah cukup untuk menggambarkan perbedaan antara kedua lembaga tersebut. Luas kawasan terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Gili Matra sekitar 448,7634 Ha. Jenis-jenis terumbu karang yang dominan pada wilayah pinggiran pantai (< 3 meter) adalah jenis ruble atau patahan karang ha1 ini disebabkan oleh kegiatan manusia @engeboman, pengambilan karang sebagai bahan baku kapur) dan kondisi alam (badai Tsunamillanina). Sedangkan pada perairan dengan kedalaman 3 meter sld 10 meter didominasi oleh 2 jenis karang yaitu ruble adan soft coral. Dengan jenis antara lain Heliophora Sp, Anthipates Sp, Montiphora dan Acrophora. Untuk kedalaman lebih dari 10 meter, terumbu karang yang dominan adalah hard coral. Pada tahun 2003 lalu hingga saat ini, transpalantasi terumbu karang menggunakan meja beton baru dilakukan di lima
site masing-masing site terdapat 5 meja beton, sehingga jurnlah meja beton keseluruhan adalah 25 meja.
6.3. Awig-awig Rezim Satgas Gili Indah Awig-muig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan dan diataati bersama dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk mengatur hubungan antar manusia, masyarakat dengan masyarkat, masyarakat dengan alam dan masyarakat dengan pencipta dan karena lahir atas kesepakatan bersama maka Awig-awig pada hakekatnya adalah aturan lokal yang merupakan hak untuk mengatur lingkungannya sendiri dan merupakan aturanlkesepakatan yang dibuat dan dijalankan bersama. Di Desa Gili Indah Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat telah membuat sebuah Keputusan Xomor 12iPem.1.1 .'06!1998 tentang Awig-wig Pemeliharaan dan Pengelolaan Ekosistem Terurnbu Karang. Pembuatan Awig-wig ini dilaksanakan oleh Pengurus Kelompok Pelenarian Lingkungan Terurnbu Karang (KPLTK). Di desa ini terdapat 3 KPLTK yang mewakili tiga dusun. Keputusan ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan
potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan
kondisinya yang terancam
kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai undang-undang dan peraturan tentang pengarutan pemanfaatan dan pelestarian SDA. Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan awig-awig desa yang terdiri dari 19 bab dan 33 pasal, yaitu Ketentuan Umum, Zonasi Dusun Gili Air, Zonasi Dusun Gili Meno, Zonasi dusun Gili Trawangan, Koleksi Biota Laut, Budidaya Mutiara, Kelembagaan dan Sumber Dana Pengelolaan, Sangsi, Ketentuan Peralihan, dan Penutup. Dokumen
ini
ditandatangani
oleh
Wakil
(Lembaga
Masyarakat
Desa;LMD), Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Dokumen ini juga ditandangani oleh Camat Tanjung sebagai yang mengetahui dan disahkan oleh Bupati Lombok Barat. Dokumen ini dilengkapi dengan sketsa yang bersifat makro yang menggambarkan letak zona-zona dengan landmarks serta petunjuk mengenai kegiatan-kegiatan apa yang boleh, boleh dengan izin dan tidak boleh di zona-zona tersebut. Namun aturan tersebut dianggap gagal dalam penerapannya. Kemudian muncul aturan lokal yang baru yang dibuat oleh Lembaga Musyawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU), tepatnya tanggal 19 Maret 2000 dan kemudian direvisi/disempurnakan pada tanggal 30-31 Agustus 2004 oleh berbagai komponen
baik
nelayan,
tokoh
masyarakat/tokoh
agama,
Pemerintah
DesaIKecamatan dan LSM. Aturan ini lahir atas juga karena adanya persoalanpersoalan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Aturan formal yang dibuat oleh pemerintah dianggap tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan tersebut akibat dari lemahnya penegakan hukum. Dalam awig-awig ini memuat tentang pemeliharaan dan pengelolaan terumbu karang kaitannya dengan pemanfaatan sektor perikanan dan sektor pariwisata. Dalam awig-awig dijelaskan mengenai zonasi untuk beberapa jenis pengelolaan kawasan pesisir, yakni zona konservasi, zona pemanfaatan untuk wisata serta zona pemanfaatan bagi perikanan (Awig-awig Desa Gili Indah. 2001). Diberlakukannya awig-awig di Kabupaten Lombok Barat setelah rusaknya beberapa kawasan terumbu karang yang karena beberapa ha1 sebagai berikut (Satria et all, 2002):
(I) Penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi yang dapat memsak lingkungan seperti bom, potasium sianida atau penangkapan ikan secara destruktif lainnya yang dapar mengancam kelestarian laut.
(2) Pengrusakan laut dengan menggunakan muroami, miniayem dan sejenisnya.
(3) Pengambilan karang untuk bahan kapur dan bangunan yang dilakukan penduduk setempat maupun pengusaha lainnya yang dapat berpengaruh negatif bagi ekologi pesisir dan laut
(4) Aktivitas transportasi wisata pantai dan kegiatan penyelaman (diving).
6.4. Proses Pembuatan Zonasi Pembentukan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kelestarian ter~unbukarang di Desa Gili Indah didirikan pada bulan Febmari 1998 lalu. Adapun tahap-tahap yang dilalui seperti tahap uji publik/sosialisasi, tahap inisiasi, diskusi bersama masyarakat di tingkat Desa Gili Indah, diskusi dengan masyarakat di tingkat kabupaten, dan terakhir adalah pengesahan peraturan perundangan berbasis masyarakat. Jangka waktu keselumhan dari proses ini sekitar 6 bulan. Menurut Bachtiar (2000), pada tahap uji publik/sosialisasi peraturan ini dilakukan melalui upacara resmi yang melibatkan Bupati Kabupaten Lombok Barat, dan para pihak yang terkait dengan program pelestarian terumbu karang. Acara ini sangat penting temtama dalam pengelolaan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah desa setempat. Bagaimanapun, sosialisasi dari program tersebut mempakan bagian dari team COREMAP yang harus dilakukan kepada masyarakat. Termasuk bagiamana memberikan kompensasi kepada masyarakat yang melakukan penangkapan ikan dengan cara destruktif. Dalam pertemuan selanjutnya, perjanjian ini selalu didiskusikan supaya tidak tejadi kesalahpahaman dikemudian hari. Tahap inisiasi adalah tahapan dimana masyarakat yang termotivasi untuk t m t berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan tenunbu karang. Sebuah tim dari universitas Mataram mengunjungi pulau ini dan bertemu dengan beberapa stake holder. Dalam pertemuan ini dihadiri oleh para nelayan dan beberapa orang
dari para wisatawan. Namun dalam pertemuan ini tidak menghasilkan output yang jelas, karena kepedulian dari para wisatawan yang sangat kecil. Akhimya pertemuan ini dianggap gaga1 dalam mendapatkan respon yang positif dalam pengelolaan terumbu karang. Para nelayan yang menghadiri pertemuan untuk rnengurangi penangkapan ikan dengan cara destruktif. Mereka bersedia menghentikan aktivitasnya menangkap ikan dengan cara merusak ini asalkan mereka diberikan kompensasi sebagai ganti mgi pendapatan mereka yang hilang. Akhimya kesepakatan antara pengelola proyek COREMAP dengan para nelayan disepakati. Namun nilai kompensasi yang diminta oleh para nelayan dianggap oleh pihak COREMAP terlalu tinggi, Dalam tahap ini, rencana pengelolaan sementara {tentative management plurflMP) telah ditangani oleh para stakeholder, khususnya oleh para nelayan yang mempunyai pemahaman lebih. Terdapat sekitar 45 kelompok masyarakat yang menerima rencapa pengelolaan sementara ini (TMP). Mereka diataranya adalah nelayan, petani rumput laut, pengusaha diving, dan para pengusaha penginapan, restoran, dan transportasi. Dalam TMP yang rendana akan diterapkan ini, para stakeholder ini telah diminta untuk memberikan komentar atau pendapatnya mengenai draft rencana untuk menggambarkan wilayah (zona) yang dibutuhkan. Zonasi ini pusat dari rencana pengelolaan terumbu karang. Dalam ksempatan ini diperkirakan semua stakeholder mengemukanan keinginannya atau pandangannya mengenai rencana zonasi ini. Yang mengejutkan adalah hanya satu kelompok masyarakat yang menginginkan zonasi. Tidak banyak komentar mengenai Th4F' ini, pertemuan selanjutnya dilakukan secara lebih khusus dalam pertemuan rencana zonasi. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Taman \Xiisata .&lam Gili In&& Tahun
1997,'1998, pembagian blok pada ka;alvasan T\I'.AL Gili Indah ditata ke dalam dua blok, yairu blok perlindungan dan blok pemanfaaran. Blok perlindungan secara khusus diperlakukan untuk kepentingan perlindungan flora-fauna maupun ekosistem sehingga tidak diperkenankan adanya pengembangan fisik, kecuali fasilitas untuk monitoring dan pengamanan kawasan perlindungan. Fungsi pokok dari blok perlindungan adalah untuk melindungi keanekaragaman populasi flora
dan fauna berikut habitatnya, serta potensi pantai dan lingkungan pesisir. Daerah ini diperlukan juga untuk kepentingan rehabilitasi dan pemulihan kawasan yang telah mengalami kerusakan akibat tekanan dari masyarakat dan pengunjung untuk perbaikan. Blok pemanfaatan merupakan daerah yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pariwisata dengan memperhatikan aspek-aspek kelestarian sumberdaya yang ada. Kriteria potensi sumberdaya alam dan kondisi lingkungan me~pt3kan prioritas utarna dalam menentukan areal blok pemanfaatan. Secara umum, kriteria keanekaragaman flora dan fauna berikut kondisi habitat di blok pemanfaatan relatif lebih rendah daripada di blok perlindungan. Potensi sumberdaya alam di blok pemanfaatan lebih diproyeksikan untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan daerahlnasional. Oleh karena itu faktor potensi dan peluang sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan nlerupakan ha1 yang dipertimbangkan dalam menentukan wilayah blok pemanfaatan. Penentuan blok didasarkan pada analisis kriteria dan potensi yang memperhatikan daya tarik (potensi kawasan) dan unsur penunjang. Berdasarkan kriteria yang diuraikan di atas, pembagian blok dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Blok perlindungan: Kriteria yang diperhatikan adalah tingkat bahaya yang tinggi, keanekaragaman dan penutupan terumbu karang yang paling baik, keanekaragaman
ikan
karang
yang
relatiif
masih
baik,
keunikan
biotaltenunbu karang, mangrove dan biota laimya, pendaratan penyu. Lokasi: pantai dan perairan laut bagian utara dan barat Gili Trawangan dan bagian utara dan selatan Gili Meno serta Danau Meno: dan bagian barat dan utara Gili Air. 2)
Blok pemanfaatan: kriteria yang diperhatikan adalah tingkat bahaya yang rendah, aksesibilitas yang baik, potensi sumberdaya hayati tinggi untuk dimanfaatkan, areal budidaya rumput laut, akTi\itas penduduk, faktor penunjang laimya seperti air jemih, pasir putih untuk bejemur, air tenang untuk snorkling dan diving, ombak yang tinggi untuk selancar. Lokasi: Pantai dan perairan laut bagian barat, timur dan selatan Gili Trawangan dan Gili Meno dan sebagian besar Gili Air (daerah selain blok perlindungan).
Areal yang diperbolehkan untuk pembangunan sarima dan prasarana di TWAL Gili Indah termasuk Gili Trawangan adalah maksimum 10% dari luas blok pemanfaatan di ketiga gili. Hal ini sesuai dengan ketentuan PP 18 tahun
1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Pembangunan sarana dan prasarana di blok pemanfaatan adalah di luar daratan ketiga gili tersebut, karena status kawasan konsemasi TWAL Gili Indah mencakup perairannya saja, (Thisriani, 2002).
6.5. Pemuda Sagtas Desa Gili Indah Satuan Tugas atau Satgas Desa Gili Indah merupakan salah satu anggota dari Lembaga Musawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU). Lembaga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam terbentuknya LMNLU yang ada saat ini. Kelahiran lembaga ini lebih disebabkan karena kepentingan masyarakat setempat atas manfaat terumbu karang sebagai salah satu obyek wisata alarn laut. Lembaga ini juga muncul akibat kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan dengan potasium atau bahan peledak laimya. Terumbu karang yang menjadi daya tarik wisatawan asing menjadi berkurang, menyebabkan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata di Gili Indah menurun. Keresahan masyarakat ini direspon oleh sekelompok pemuda desa Gili Indah untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kerusakan terumbu karang yang lebih parah. Akhimya mereka membentuk front yang disebut Front Satuan Tugas Gili Indah (Satgas Gili Indah). Desa Gili Indah sendiri merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombuk Barat bagian utara. Kawasan ini merupakan salab satu tujuan daerah wisata yang merupakan andalan untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) khususnya Pemda Lombok Barat. Sumber daya alam yang terdapat di Desa Gili Indah yang merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara maupun Nusantara adalah keindahan terumbu karang yang terkenal dengan sebutan karang biru (Blue coral) serta keanekaragman ikan hiaslikan kamng yang menjadi daya tarik wisatawan. Disarnping sumberdaya alam tersebut terdapat pula jenis biota laut yang langka seperti Kim% Akar bahar, Kepala
kambing, Tritin Terompet, Penyu belimbing, penyu Sisik, Penyu Hijau dan masih banyak jenis lainnya yang membentuk dirinya dalam suatu ekosistem laut sekaligus merupakan surnber plasmanuftah yang pada hakekatnya merupakan sumber daya alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya masyarakat disekitar kawasan laut Desa Gili Indah dan masyarakat lain pada umumnya. Pemuda Satgas Gili IndaIl merupakan salah satu komponen masyarakat yang terlibat dalam program konservasi di Desa Gili Indah. Sebagian besar dari mereka adalah para pengusaha pariwisata yang memperoleh manfaat dari keberadaan sumberdaya di kawasan konservasi. Kesadaran akan pentingnya arti pelestarian sunlber daya alam tersebut, khususnya terumbu karang yang terdapat di wilayah Taman Wisata Alam Laut Gili Indah menyebabkan mereka turut ambil bagian dalam program ini. Kegiatan ini sejalan dengan program konservasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Konservasi Sumberdaya Slam (KSDA) Nusa Tenggara Barat, sebagai instansi pemerintah yang mengelola Taman Wisata Alam Laut di wilayah Desa Gili Indah. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka sekelompok pemuda tersebut membentuk yayasan yang memberikan perhatian khusus terhadap usaha pelestarian terumbu karang. Berdasarkan hasil musawarah pemuda Desa Gili Indah tanggal 16 Januari 2000 bertempat di Dusun Gili Trawangan, disepakati untuk membentuk Yayasan Front Pemuda Satgas Gili yang kepengurusannya tersusun sebagai berikut : Pelindung Penasihat : Kepala Desa Gili Indah Kepala Dusun di Tiga Gili Pembina
: Petugas KSDA pos TWAL Gili Indah
Ketua
: Usman Ali
Wakil Ketua
:
Sehetaris
: Acok Zanibasok
Bendahara
: Sokding.
Raisman Purnawadi
Sumber anggaran operasional dari Front Pemuda Satgas Gili adalah partisipasi dari unsur rnasyarakat, baik para pengusaha, perorangan, Lernbaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun pemerintah yang men&
perhatian
terhadap usaha pelestarian tenunbu karang. Dengan dana tersebut diharapkan upaya pelestarian terumbu karang dapat diwujudkan, sehingga sumberdaya alam menjadi lestari dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Desa Gili Indah menjadi lebih baik di masa kini dan masa yang akan datang. Lembaga ini kemudian diperkuat dengan aturan-aturan lokal yang dibuat bersama dengan masyarakat setempat. Pranata hukum adat ini disebut dengan
awig-awig yang antara lain berisi sebagai berikut: 1. Apabila ditemukan dan terbukti ada oknum yang melakukan pengeboman dan pernotasan serta pangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun Iainnya diharuskan membuat swat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut serta dibebani denda uang maksimal Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) untuk kemudian di lepas kembali.
2. Apabila oknum tersebut untuk kedua kalinya terbukti melakukan perbuatan itu lagi, dilakukan pengemsakan/pembakaran terhadap alat serta sarana yang dipergunakan dalam kegiatannya.
3. Apabila setelah dikenakan sanksi pada poin pertama dan kedua tersebut diatas oknum tersebut masih dilakukan kegiatannya dan terbukti, maka kelompok nelayan akan menghakirninya dengan pemukulan masal tidak sampai mati. Dari hasil analisa SWOT dampak penerapan wig-awig terhadap tingkat kesejahteraan nelayan dapat digolongkan ke dalam faktor eksternal (peluang dan ancaman) atau dikatakan dampak langsung, dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) atau dikatakan sebagai dampak tidak langsung. Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan, dan dampak negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan. Dengan menggunakan matrik dapat diberikan bobot dan skor pada parameter yang telah ditentukan. sehingga diperoleh nilai. Nilai ini akan mernberikan kesimpulan tentang efektifitas ekonomi penerapan awig-awig terhadap pembahan ringkat kesejahteraan nelayan. .4nalisa ini didasarkan pada logika yang
dapat
memaksimalkan kekuatan
istrettgtlts)
dan
peluang
(opportunities) suatu kegiatan. Namun secara bersamaan dapat meminirnalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa ini dikatakan analisis situasi.
Hasil penelitian Satria et. A/. (2005) rnenyatakan bahwa kesuksesan Awig-awig yang diterapkan dalam sistem community base management masih dipertanyakan. Kegagalan awig-awig dalam rnengatasi konflik antar stake holder dalam pengalokasian sumberdaya pesisir di Desa Gili Indah. Masalah hak pelnanfaatan dan hak rnengelola antar rnasyarakat masih sulit definisikan. Kekuatan hak kepemilikan rnasih sulit dalam penerapan community base nzanage~izenf, khususnya dalam keanekaragaman sumberdaya seperti di Gili
Indah. Faktor yang mempenganthi lemahnya awig-awig di Gili Indah adalah karena dibuat tanpa rnernperhatikan aspirasi dari rnasyarakat setempat. Ketidakadilan antara pihak pengusaha dengan rnasyarakat nelayan disekitarnya tidak dipertimbangkan.
6.6. Ruang Lingkup Kelembagaan Adat Lembaga adat n~ernilikiperanan yang sangat strategis dalam pengelolaan surnberdaya alam. Terlebih lagi ketika lernbaga formal tidak rnampu melakukannya dengan efisien dan optimal. Maka masyarakat yang rnenyadari akan arti pentingnya kelestarian sunlberdaya alam untuk kehidupan rnereka, akan mengambit tindakan sendiri untuk rnengamankan sumberdaya tersebut. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Lombok Barat, rnereka pemah merasakan masa-rnasa kritis atas ketersediaan sumberdaya ikan disekitarnya. Kelangkaan ini disebabkan karena eksploitasi yang berlebiian oleh oknurn-oknum nelayan sendiri dan dengan cara rnemsak lingkungan. Akibatnya hasil tangkapan rnenurun drastis setelah terumbu karang yang berfungsi sebagai ternpat ikan-ikan berkernbang biak rusak. Menyadari akan dampak kedepan dari aktivitas ini, kernudian rnereka yang rnenggantungkan hidupnya dari h a i l tangkapan ikan di laut dan terumbu karang untuk wisata bertekad untuk rnenidak siapapun yang melakukan penangkapan ikan dengan rnemsak tenunbu karang. Sehingga kepunahan sumberdaya ikan di rnasa mendatang bisa di atasi. Saat ini terdapat 32 kelompok nelayan yang terdapat di setiap kecamatan di Kabupaten Lornbok Barat bagian Utara, ditambah satu kelompok Satuan Tugas
(Satgas) Desa Gili Indah. Mereka adalah kelompok-kelompok nelayan yang punya komitmen kuat secara bersama untuk melindungi sumberdaya yang ada di sekitar laut tempat mereka menangkap ikan. Sebelumnya kelompok-kelompok ini rnasih besifat sporadis dan berjalan sendiri-sendiri. Namun dalam pejalannya, mereka menyadari bahwa bertindak dengan sendiri-sendiri tidak memberikan hasil yang signifikan. Kemudian rnereka melakukan konsolidasi untuk rnembentuk wadah bersama yang lebih besar lengkap dengan perangkat aturannya. Sehingga pada tanggal 17 April tahun 2000, kelompok-kelompok nelayan ini mendeklarasikan dirinya bergabung dalanl wadah yang disebut dengan Lembaga Musawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU). Sebelum awig-awig tentang pengelolaan surnberdaya perikanan yang saat ini dikelola oleh LMNLU atau seje~snya terbentuk. Pemah ada model pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat yang disebut dengan awig-awig Desa Gili Indah yamg ditetapkan melalui keputusan Kepala Desa, serta ditandatangani oleh Bupati Lombok Barat. Namun tidak bisa berjalan efektif dan optimal. Dalam awig-awig ini cakupannya lebih luas seperti mengatur pembagian wilayah dengan masing-masing peruntukannya (zonasi), laranganlarangan, dan sanksi-sanksi ekonomi berupa denda. Akan tetapi awig-awig ini tidak jalan sebagiamana diharapkan karena oleh masyarakat dan pengusaha wisata setempat dianggap terlalu rumit. Disamping itu, sebagian rnasyarakat dan pengusaha wisata juga tidak terlibat dalam pembentukan awig-awig tersebut sehingga rnasyarakat kesulitan mencema makna dalam awig-awig tersebut. Akan tetapi karena pengeboman ikan yang menyebabkan rusaknya terumbu karang sebagai obyek utama pariwisata tetap marak. Masyarakat setempat yang berkepentingan terhadap kelestarian terumbu karang kernudian berinisiatif untuk melindungi terurnbu karang secara bersama-sama dengan cara melakukan patroli laut dan menangkap setiap o h u m yang rnelakukan pengeboman ikan. Untuk meligitimasi tindakan ini, mereka bersepakat untuk rnembuat aturan tersendiri yang berlaku terbatas di kawasan Gili Indah. Setelah rnereka sepakat, kemudian mereka membentuk lembaga yang disebut dengan Satgas (Satuan Tugas) Gili Indah. Terbentuknya Sagtas ini tidak terlepas dari
dukungan petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat karena mereka merniliki tujuan yang sama. Setelah Satgas ini terbentuk, lengkap dengan perangkat aturannya. Kemudian oleh kelompok nelayan di empat kecarnatan di Lombok Barat bagian utara tergugah untuk me~nbentuklembaga yang sejenis dengan tujuan yang lebih luas. Tidak hanya melindungi terumbu karang sebagai tempat pemijahan ikan, juga mencakup pembagian wilayah penangkapan berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan. Tabel 9 Perbandingan Karakteristik Tiga Awig-awig (AA) PengeloPaao. Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Lonlbok Barat, AA pengelolaan AA anti born dan AA anti bom Karakteristik terumbu karang Desa Gili Indah potas LMNLU COREMAP Kawasan Kecamatan Gili Indah Gili Indah pengelolaan Tanjung Asal ide Sponsor (proyek) Masyarakat Masyarakat Fasilitator Universitas Masyarakat lokal Masyarakat lokal Obyek Terumbu karang Terumbu karang Terumbu karang Motivasi Lingkungann Wisata Perikanan Lembaga KPTK (tidak LMD (perangkat Tokohlpimpinan pengelola terbentuk) desa) adat Dukungan sarana Tidak ada Tidak ada Speed boat, HT Dukungan Tidak ada Tidak ada PPNS, jagawana personil Anti bom dan anti Zonasi Isi AA Anti born potas Hasil Berhasil(7) Berhasil (lo) Gaga1 (4) implementasi Sumber: Bachtiar (2005)
-
Lsnbaga %lusawarah Nelayan Lombok TJtara atau LMNLU merupakan organisasi yang di b u t d m dibentuk oleh masyarakat nelayan Lombok Utara secara bersama-sama sebagai wadah tempat berkumpul untuk mengatur diri sendiri secara mandiri dan independent. Dalam awig-awig LMNLU disebutkan beberapa peran dari LMNLU antara lain: (1) Berperan sebagai peIaksana pengawasan dan penegakan awig-awig; (2) Berperan dalam melakukan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat nelayan; (3) mengelola sumberdaya
kelautan dan perikanan; (4) Dan melakukan pengkapann dan pemrosesan terhadap pelanggaran awig-awig. Lembaga ini berpusat di Desa Gangga Kecarnatan Gangga Kabupaten Lombok Barat. Meskipun belum ada fasilitas dan sarana kantor yang ideal untuk menjalankan aktivitas organisasi. Lembaga ini tetap bisa menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga adat yang melindungi sumberdaya laut. Untuk membantu kelancaran operasionalnya, pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan bantuan satu buah kapal (speed boat), alat komunikasi seperti HP dan HT, mega phone, teropong kepada kelompok ini. Sedangkan untuk biaya operasional sehari-hari seperti bahan bakar, konsu~nsipetugas, masih ditanggung bersanla oleh LMNLU. Biaya operasional selama ini diperoleh dari denda yang dikenakan kepada pengebom yang tertangkap. Setiap ada pelaku pengeboman yang tertangkap, mereka dibawa ke majelis kerama nelayan untuk dilakukan persidangan n~enuruthukunl adat di wilayah tejadinya pelanggaran. Setelah diperkuat dengan bukti-bukti pelanggaran dan saksi, oknum
kemudian
ditetapkan sebagai
tersangka dan
diharuskan
menandatangani surat pengakuan pelanggaran dan swat pernyataan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Keputusan ini ditetapkan melalui proses sidang adat dengan disaksikan oleh segenap masyarakat seternpat.
Jumlah denda yang harus dibayar tersangka ditetapkan melalui sidang adat yang dipimpin oleh hakim adat. Denda yang diperolah dari hasil pelaksanaan awig-awig dialokasikan untuk: LMNLU 50 persen, Majelis Krama Nelayan 15 persen, Kelompok nelayan 35 persen yang diperuntukan bagi kegiatan operasional lembaga dan pernbinaan kelompok nelayan. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2005, lembaga ini telah memproses dan memberi sanksi tsrhadap 19 kasus pelanggaran, mulai dari kasw pengambilan karang, pengLakapan ikan hias, pengeboman, pemotasan, dan penangkapan ikan bagi nelayan yang tidak memiliki ijin. Dua diataranya tidak bisa deselesaikan melalui hukum adat, yang akhimya diserahkan kepada pihak kepolisian untuk ditindak menurut hukum formal. Oknum pelaku tidak hanya dari nelayan sekitar Lombok, tapi ada juga dari Gili Manuk (Bali), Sumenep (Madura), Selayar (Makasar), maupun dari Pulau Sumbawa. Setelah
tahun 2005 tidak ada lagi kasus-kasus seperti di atas karena aturan yang dibuat dijalankan dengan konsisten.
7.7. Potensi Wisata Desa Gilli Indah Desa Gili Indah yang terletak di Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombuk Barat bagian utara merupakan salah satu tujuan daerah wisata yang merupakan andalan untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) khususnya Pemerintah Daerah Lombok Barat. Slunberdaya alam yang terdapat di Desa Gili Indah yang merupakan daya tank tersendiri bagi wisatawan mancanegara maupun Nusantara adalah keindahan terumbu karang yang terkenal dengan sebutan karang biru (Blue coral) serta keanekaragman ikan hiaslikan karang yang berwama wami. Disamping sumberdaya alanl tersebut terdapat pula jenis biota laut yang langka seperti Kima, Akar bahar, Kepala kambing, Tritin Terompet, Penyu belimbing, penyu Sisik, Penyu Hijau dan masih banyak jenis lainnya yang membentuk dirinya dalam suatu ekosistem laut sekaligus merupakan sumber plasmanuftah yang pada hakekatnya merupakan sumber daya alanl yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya masyarakat di sekitar kawasan laut Desa Gili Indah dan masyarakat lain pada umurnnya. Dengan demikian, kekayaan sumberdaya alam tersebut kiranya perlu dimanfaatkan secara bijaksana dan lestari. Pemanfaatan sumberdaya alam laut selama ini baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok terutama pemanfaatan sumberdaya ikan terkesan tanpa memperhatikan asas kelestarian ekosistem. Hal ini terbukti adanya usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh sekelompok orang maupun perorangan dengan menggunakan bahan terlarang seperti bahan peledak (born) dan potasium sianida Disanlping darnpak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut diaras terdapat pula kegiatan lain >-angjuga ikut mendukung rusaknya ekosistem bawah laut seperti kegiatan pariwisata lchususnya kegiatan diving terutama sarana berupa pin dan alat angkut berupa boat yang melakukan lego jangkar di daerah terurnbu karang termasuk alat transportasi bagi wisatawan yang disediakan oleh masyarakat (koperasi).