66
BAB V
OPTIMASI INDUKSI FUSI MENGGUNAKAN PEG PADA PROTOPLAS TANAMAN JERUK Ringkasan Konsentrasi dan lama inkubasi dalam larutan PEG sangat berpengaruh terhadap induksi fusi protoplas jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma. Konsentrasi PEG yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi fusi protoplas sedangkan konsentrasi yang rendah menghasilkan frekuensi fusi yang rendah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa kombinasi enzim selulase Onozuka (R-10 Yakult) 1% dengan maserozim (R-10-Yakult) 1% dalam larutan CPW dapat mengisolasi protoplas sebanyak 13.9 X 105 protoplas/gram dari mesofil daun dan 15.1 X 105 protoplas/gram dari kalus embriogenik. Semakin lama waktu inkubasi dalam larutan PEG maka semakin banyak jumlah protoplas yang mengalami fusi baik PEG konsentrasi tinggi (30%) maupun konsentrasi rendah (4%). Penggunaan induksi PEG 30% lebih efektif untuk menginduksi terjadinya fusi dari pada 4%. Tipe fusi yang dihasilkan adalah binner fusi (hetero fusi dan homo fusi) dan multi fusi. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan dari binner fusi yang diinduksi dengan PEG 30% adalah 1.6 dari inkubasi 5 menit, 3.6 dari inkubasi 10 menit dan 4.8 dari inkubasi 15 menit. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan dari binner fusi menggunakan PEG 4% adalah 1.2 dari inkubasi 5 menit, 1.8 dari inkubasi 10 menit dan 3.0 dari inkubasi 15 menit. Frekuwensi fusi meningkat setelah penambahan 200 µl larutan pencuci. Ratara-rata jumlah heterofusi dari induksi PEG 30% menjadi 7.2 dan 3.6 dari induksi fusi PEG 4%.
Kata kunci: Fusi protoplas, optimasi fusi,konsenterasi PEG, jeruk siam Simadu, dan Mandarin Satsuma.
67
OPTIMIZATION OF FUSION INDUCTION USING A PEG ON CITRUS PROTOPLAST Abstract Concentration and duration of incubation in a solution of PEG strongly affected the fusion induction of siam Simadu with mandarin Satsuma. High concentrations of PEG can increase the frequency of fusion, while the low concentration produces a low frequency of fusion. From the results showed that the combination of cellulase Onozuka (Yakult R-10) 1% with macerozim (-R-10 Yakult), 1% in CPW solution can isolate protoplasts 13.9 x 105 protoplasts /g leaf mesophyl and 15.1 x 105 protoplasts /g embryogenic callus. The longer time of incubation in PEG solution, more number of protoplast fusion either a high concentration of PEG (30%) or low concentration (4%). Using of PEG 30% more effective for inducing fusion of the use of 4% PEG. Fusion type resulting from the induction of fusion with PEG is a binary fusion (hetero and homo fusion) and multi-fusion. The average amount of hetero fusion generated from induction of binary fusion by PEG 30% is 1.6 from 5-minute incubation, 3.6 from 10 minute incubation and 4.8 from 15 minutes incubation. Average number of hetero fusion resulting from binary fusion using PEG 4% is 1.2 from 5-minute incubation, 1.8 from 10 minute incubation and 3.0 from 15 minutes incubation. Fusion frequency increased after the addition of 200 µl washing solution. Average number of induction hetero fusion from PEG 30% is 7.2 and 3.6 from PEG 4%.
Keywords : Protoplasts fusion, optimization fusion, PEG concentration, citrus siam Simadu, and Mandarin Satsuma.
68
Pendahuluan
Fusi protoplas adalah salah satu metode dalam pemuliaan tanaman menggunakan sel somatik sebagai bahan persilangan, khususnya bila hasil persilangan interspesifik dan intergenerik selalu gagal karena adanya faktor genetik alami (inkompatible). Usaha untuk memfusikan sel somatik pada tanaman sudah dimulai sejak tahun 1930 han menggunakan bahan kimia oleh Winkler, Kuster dan Michel (Power et al. 1975; Saunders and Bates 1972). Fusi protoplas telah didemonstrasikan
pada
sejumlah
spesies.
Michel
pada
tahun
1937
mendemonstrasikan fusi protoplas menggunakan NaNO 3 sebagai bahan penginduksi terjadinya fusi protoplas. Fusi yang terjadi sangat jarang dan produk hasil fusi yang dihasilkan tidak dapat dikulturkan (Power et al. 1970). Carlson (1970) menghasilkan tanaman hibrida somatik melalui fusi protoplas antara tanaman Nicotiana glauca Graham dan N. Langsdorfii Weinm. Power et al. (1975) juga telah berhasil memfusikan protoplas Petunia dengan Parthenocissus menghasilkanhibrida yang tidak sejati karena semua kromosom Petunia hilang. Kameya, (1984) menggunakan dextran sulfat untuk fusi protoplas dan Gleba dan Sidorov, (1984) mengunakan dimetil sulfoksida (DMSO) dan Conconavalisa A untuk menginduksi fusi protoplas. Fusi protoplas dapat terjadi secara spontan atau dapat dinduksi secara kimiawi atau fisik dengan energi listrik (Grosser and Gemitter, 1990). Secara kimia dapat diinduksi menggunakan larutan garam tertentu (NaNO 3, NaCl, KNO 3 , dan KCl), asam lemak, ion kalsium dan pH tinggi, polifenil alkohol (PVA), dextran sulfat, polietilen glikol (PEG) (Boss, 1987; Purwito, 1999; Veilleux et al., 2005).dan induksi fusi dengan arus listrik (Sihachakr, 1998; Purwito, 1999; Veilleux et al., 2005). Metode fusi secara kimia yang banyak digunakan saat ini adalah penambahan PEG pada campuran protoplas karena sederhana dan efisien (Mouraho Filho 1995; Mouraho Filho et al. 1996). Metode ini pertama kali dilaporkan oleh Kao dan Mychailuck (1975) pada tanaman Vicia hajastana. Menurut Constabel (1980), PEG yang efektif untuk menginduksi fusi protoplas adalah PEG 1540 (BM=1300-1600), 4000 (BM=3000-3700) dan 6000 (BM=6000-7000). Konsentrsai PEG optimal bagi
69
suatu jenis protoplas dapat diperoleh melalui serangkaian percobaan karena sangat tergantung kepada berat molekul PEG yang digunakan, konsentrasi PEG dan lama inkubasi dalam larutan PEG. Constabel (1980) menunjukkan bahwa konsentrasi PEG optimal untuk fusi protoplas adalah 25-33%. Yang et al. (1988); Cheng-qi et al. 2004) menggunakan PEG konsentrasi rendah (4%) untuk memfusikan protoplas padi (Oriza sativa L.) dengan padi liar (O. Meyeriana L.) Penggunaan PEG dalam induksi fusi protoplas di beberapa laboratorium pada tanaman jeruk telah banyak digunakan untuk mendapatkan hibrida baru seperti di Amerika serikat (Gemitter Junior et al. 1992; Grosser 1994), di Israel (Vardi et al. 1987; Spiegel-Roy 1996); Jepang (Kobayashi and Ohgawara 1988, Miranda et al. 1997); Prancis (Ollitrault and Luro 1995; Ollitrault et al. 1996), dan di Brazil (Oliveira et al. 1994).. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi PEG dan lama inkubasi dalam larutan PEG yang dapat menghasilkan frekuwensi fusi yang tinggi dari protoplas tanaman jeruk.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan JanuariMaret, 2008. Protoplas yang digunakan untuk induksi fusi adalah protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik
dari nuselus yang dikultur pada media MW+3mg/l
BA+500mg/l ekstrak malt (EM) dan mesofil daun in vitro hasil perbanyakan tunas pada media MW+500mg/l dari tanaman jeruk siam Simadu. Penggunaan dua jenis protoplas tersebut dilakukan untuk memudahkan di dalam pengamatan karena adanya perbedaan warna protoplas yang dihasilkan tanpa harus menggunakan penanda berdasarkan pewarnaan. Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas adalah kombinasi enzim selulase Onozuka RS10-Yakult 1% dan
maserozim RS10-Yakult 1% dengan
70
penambahan 0,7 M manitol, 24,5 mM CaCl2, 0,92 mM NaH 2 PO 4, dan 6,15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0,22 mikron. Metode yang digunakan untuk isolasi protoplas menggunakan kombinasi metode Grosser and Gemitter Junior (1990) dan Sihachakr, (1998). Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan yang saling berurutan yaitu isolasi protoplas dan fusi protoplas.
Isolasi protoplas Isolasi protoplas dari mesofil daun in vitro dilakukan dengan cara bagian mesofil
helaian daun
digores secara merata dengan pisau jarak ± 1- 2 mm
(horizontal). Helaian daun yang telah didigores dimasukkan ke dalam 5 cawan petri (50mm x 15mm) yang telah berisi 5 ml larutan enzim dimana bagian mesofil daun yang sudah digores diletakkan pada bagian bawah sehingga bagian yang luka langsung kontak dengan larutan enzim. Isolasi protoplas dari kalus dilakukan dengan cara memasukkan kalus ke dalam 5 cawan petri (50mm x 15mm) yang telah berisi 5 ml larutan enzim Inkubasi daun in vitro dan kalus dalam larutan enzim dilakukan tanpa cahaya pada suhu ruang selama 16 jam (overnight). Untuk membantu lepasnya sel protoplas dari jaringan mesofil daun dan kalus dilakukan penggoyangan secara horizontal selama 30-60 detik pada akhir inkubasi. Suspensi siap untuk disaring dan dilakukan pemurnian protoplas. Pemurnian rotoplas dilakukan dengan cara
disaring agar terpisah dari
jaringan daun dan kalus dengan cara mengambil larutan enzim yang mengandung suspensi protoplas dengan pipet steril dengan saringan metallic sieve ukuran 63 µm ke dalam tabung gelas. Suspensi dibagi ke tabung sentrifus ukuran 15 ml, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit untuk mengendapkan protoplas. Larutan enzim (supernatan) dibuang dengan cara menyedot dengan pipet steril secara hati-hati agar endapan protoplas tidak terbawa sehingga tinggal pellet saja. Untuk mengapungkan protoplas sehingga diperoleh protoplas yang murni dilakukan dengan larutan purifikasi (campuran sukrosa 25% dengan manitol 13%).
71
Pemurnian protoplas dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml sukrosa 25% + 3 ml larutan manitol 13% dalam larutan CPW ke dalam tabung sentrifus yang berisi pellet dan diresuspensi dengan pipet secara perlahan. Kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 1200 rpm sehingga protoplas terapung pada bagian permukaan larutan furifikasi membentuk cincin. Pencucian protoplas dilakukan dengan cara protoplas yang terapung diambil dengan pipet secara perlahan dan dimasukkan dalam tabung sentrifus yang baru. Selanjutnya dicuci dengan menambahkan 5 ml larutan pencuci (0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2) untuk menghilangkan pengaruh enzim dan sukrosa. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit sehingga terbentuk pellet protoplas. Supernatan dibuang dengan pipet secara perlahan dan hati-hati. Pencucian dilakukan sebanyak dua kali dengan cara yang sama, pada akhir pencucian, pellet protoplas diresuspensi dengan 1- 2 ml larutan pencuci (tergantung jumlah protoplas yang dihasilkan)
secara
perlahan. Protoplas yang telah diresuspensi diambil 0.1 ml dan diencerkan kembali dengan larutan pencuci sebanyak 0.9 ml (10 kali). Kemudian dimasukkan dalam gelas haemositometer lalu dilakukan penghitungan protoplas secara mikroskopis. Haemositometer yang dipergunakan mempunyai bidang-bidang volume, dimana setiap bidang volume = 1.25 mm3 (panjang x lebar x kedalaman = 10 mm x 0.5 mm x 0.25 mm). Banyaknya protoplas dihitung persetiap bidang pandang volume tersebut sebanyak 3 kali. Rata-rata dari 3 kali penghitungan adalah jumlah protoplas per volume bidang pandang (1.25 mm3 ) atau 800 x jumlah rata-rata protoplas per ml sampel. Pengamatan dilakukan terhadap rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan untuk menentukan densitas protoplas yang diperoleh.
Fusi protoplas Protoplas yang berasal dari kalus embriogenik dan mesofil daun dicampur dengan perbandingan volume yang sama (1:1 v:v). Campuran protoplas tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri plastik steril berdiameter 5 cm masing-masing sebanyak 200 µl. Untuk menginduksi terjadinya fusi dilakukan secara kimiawi
72
dengan menambahkan larutan PEG 8000 konsentrasi
30 % dan 4% sebagai
perlakuan dengan cara menambahkan 25 µl larutan PEG di empat titik sekeliling suspensi protoplas yang telah dicampur. Inkubasi dilakukan selama 5, 10 dan 15 menit. Dari hasil perlakuan tersebut akan diperoleh waktu inkubasi dalam larutan PEG konsentrasi tinggi yang paling baik untuk menginduksi terjadinya fusi pada protoplas tanaman jeruk. Pengamatan dilakukan secara mikroskopik (in verted) dengan cara menghitung jumlah dan persentase protoplas yang mengalami fusi setelah diberi perlakuan PEG. Dari pengamatan tersebut akan dapat dilihat tipe fusi protoplas yang terjadi (homo fusi, binner fusi, dan multi fusi). Untuk meningkatkan terjadinya frekuensi fusi dilakukan dengan cara menambahkan 200 µl larutan pencuci (0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2) karena protoplas yang menempel akan berfusi setelah diberikan larutan pencuci. Kemudian diamati kembali secara mikroskopik untuk mengetahui keadan protoplas setelah penambahan larutan pencuci.
Hasil dan Pembahasan
Isolasi protoplas Metode isolasi protoplas dilakukan dengan cara yang terbaik dari penelitian sebelumnya (studi isolasi protoplas). Dari hasil isolasi protoplas yang telah dilakukan diperoleh bahwa jumlah protoplas yang dihasilkan densitasnya cukup tinggi yaitu 105 protoplas/g sumber protoplas. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik lebih banyak dibandingkan jumlah protoplas yang dihasilkan dari mesofil daun (Tabel 16). Densitas protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik adalah 15.1 x105 protoplas/gram kalus dan 13.9 x105protoplas/gram mesofil daun. Adanya perbedaan densitas protoplas yang dihasilkan disebabkan oleh sel-sel yang terdapat pada kalus embriogenik
lebih mudah diisolasi
karena
kalus yang
73
Tabel 16. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari mesofil daun dan kalus embriogenik yang diisolasi dengen enzim selulase 1%+maserozim 1% yang diinkubasi selama 16 jam. ------------------------------------------------------------------------------------------------------Sumber protoplas Mesofil daun Kalus embriogenik digunakan
Densitas protoplas (protoplas/gsumber protoplas) 13.9 x105 15.1 x105
merupakan kumpulan dari populasi sel yang merupakan hasil proses
dediferensiasi dari jaringan nuselus membentuk kalus embriogenik yang sangat friabel sedangkan mesofil daun merupakan jaringan yang sudah lengkap dan mempunyai kandungan lignin yang lebih banyak. Banyaknya kandungan lignin yang terkandung di dalam jaringan daun tergantung dari asal tanaman donor. Jaringan daun yang berasal dari hasil kultur in vitro mengandung kandungan lignin yang lebih sedikit dibandingkan kandungan lignin jaringan daun yang berasal dari pertanaman di lapang. Bila diamati secara mikroskopik, kalus yang digunakan banyak mengandung sel-sel tunggal dan pre-embrio (Gambar 12). Selain perbedaan jumlah dari protoplas yang dihasilkan, perbedaan juga ditunjukkan oleh adanya warna hijau pada bagian dalam protoplas yang diisolasi dari jaringan daun (Gambar 12E). Warna hijau tersebut disebabkan oleh kandungan klorofil yang terdapat pada daun. Sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak memperlihatkan warna hijau karena sel-sel dari kalus tidak mengandung klorofil (Gambar 12F). Adanya perbedaan warna protoplas yang dihasilkan dari kalus dan daun sangat menguntungkan pada saat induksi fusi sehingga lebih mudah diamati peluang terjadinya fusi yang diinginkan. Terjadinya hetero fusi, homo fusi, dan multifusi dapat teramati secara jelas di bawah mikroskop. Hetero fusi akan terlihat merupakan gabungan dari dua protoplas yang berwarna kehijaun (protoplas dari daun) dengan protoplas yang tidak berwarna (protoplas dari kalus). Demikian juga halnya dengan homo fusi terlihat merupakan gabungan dari dua protoplas yang berwarna hijau atau gabungan dari dua protoplas
74
yang tidak berwarna sedangkan yang multi fusi merupakan gabungan lebih dari dua protoplas.
Fusi protoplas Polietilen glikol HOCH2(CH2-O-CH2)nCH2OH (PEG) adalah senyawa kimia yang larut dalam air. PEG dalam air mempunyai muatan sedikit negatif dan mampu membentuk ikatan hidrogen dengan membran plasma pada protoplas. Dalam fusi protoplas, PEG berfungsi sebagai jembatan antar dua protoplas atau lebih sehingga agregasi protoplas terjadi. Menurut Kao dan Michayluk (1975) proses fusi diawali dengan aglutinasi protoplas tanaman oleh PEG. Aglutinasi akan terjadi jika ditambahkan PEG ke dalam suspensi protoplas pada konsentrasi 25-30%. Penambahan ion Ca2+ dalam campuran PEG dengan suspensi protoplas dapat meningkatkan frekuensi protoplas berfusi karena PEG dapat mengikat Ca2+ sehingga membentuk jembatan antara membran dan PEG. Terbentuknya jembatan tersebut akan meningkatkan agregasi protoplas (Veilleux et al. 2005). Menurut Constabel (1980) konsentrasi PEG yang optimal bagi suatu jenis protoplas hanya dapat diperoleh melalui rentetan percobaan. Hal ini disebabkan oleh kepekaan protoplas berbeda-beda karena tergantung kepada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah berat molekul dari PEG yang digunakan, macam dan bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas, macam larutan yang digunakan, lama perlakuan, kondisi fisik, temperatur, cahaya dan konsentrasi PEG yang digunakan. Konsentrasi PEG
yang tinggi dapat
bersifat
tanaman.sehingga tidak bisa diregenerasikan.
toksik terhadap protoplas
Dosis 41% ke atas PEG 6000
merupakan sitotoksik bagi tumbuh-tumbuhan pada umumnya sehingga pemakaian konsentrasi PEG pada induksi protoplas sangat perlu diperhatikan (Kao dan Michayluk 1975). Konsentrasi PEG yang baik digunakan untuk fusi protoplas adalah pada konsentrasi 25-33% (Constabel 1980). Pramana dan Lukas (1988) mendapatkan konsentrasi PEG terbaik untuk fusi protoplas angrek berkisar antara 25-35% dengan konsentrasi optimalnya adalah 30%.
75
A
B
C
D
E
F
Gambar 12. Penampakan gambar sumber protoplas yang digunakan sebelum isolasi, pada saat inkubasi dalam larutan enzim serta protoplas yang dihasilkan (A=tunas in vitro, B=kalus embrio- genik,C=inkubasi daun dalam larutan enzim, D=inkubasi kalus dalam larutan enzim, E=protoplas dari mesofil daun(20x) dan F=protoplas dari kalus (20x). Induksi fusi dengan PEG konsentrasi 30% Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa lama inkubasi berpengaruh terhadap
keberhasilan fusi setelah penambahan PEG 30%. Jumlah
protoplas yang berfusi semakin banyak seiring dengan lama waktu inkubasi dalam larutan PEG. Berdasarkan hasil pengamatan tipe fusi yang dihasilkan diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi semakin banyak pula jumlah protoplas yang berfusi baik yang hetero fusi, homo fusi maupun multi fusi (Gambar 13). Rata-rata jumlah multi fusi lebih banyak dari hetero fusi dan homo fusi. Hal ini sudah terlihat pada pengamatan inkubasi selama 5 menit dalam larutan PEG 30%. Rata-rata jumlah multi fusi yang dihasilkan adalah 4,8 fusan
pada inkubasi 5 menit, 7 fusan pada
inkubasi 10 menit, dan 7.4 fusan pada inkubasi 15 menit. Bila dibandingkan dengan
Rata-rata protoplas berfusii
76
8 7 6,8 7,4 5,6 7 5,6 6 4,8 3,6 5 3 4 3 1,6 2 1 0 5 menit 10 menit 15 menit
Hetero fusi Homo fusi Multi fusi
Lama inkubasi
Gambar 13. Tipe fusi (hetero, homo, dan multi fusi) dan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan setelah perlakuan PEG 30% inkubasi 5, 10, dan15 menit. hasil fusi yang binner, homo fusi lebih banyak dari hetero fusi. Hal ini disebabkan oleh peluang terjadinya homo fusi dua kali lipat dari peluang terjadinya hetero fusi. Homo fusi dapat terjadi antara dua protoplas dari mesofil daun atau dua protoplas dari kalus sehingga peluangnya lebih tinggi. Rata-rata jumlah fusan yang hetero fusi adalah 1.6 inkubasi 5 menit, 3 fusan inkubasi 10 menit, dan 5.6 fusan inkubasi 15 menit serta 3.6 fusan inkubasi 5 menit, 5.6 fusan inkubasi 10 menit, dan 6,8 fusan inkubasi 15 menit. Terjadinya fusi protoplas diinduksi oleh adanya PEG yang dapat memacu terjadinya adhesi antar protoplas meskipun dapat terjadi secara spontan (Kao dan Michayluk 1975; Constabel 1980; Purwito 1999). Kemampuan PEG memacu adhesi protoplas diawali dengan aglutinasi sehingga dapat merubah fungsi membran sel protoplas. Pada saat awal membran sel tertutup, protein permukaan pindah untuk membentuk daerah yang kaya lipid. Selama periode tersebut pengaruh dehidrasi PEG pada membran sel dan kemampuan PEG mengikat posfolipid dalam membran menginduksi adhesi antar sel-sel yang berdampingan (Gamborg et al. 1981; Veilleux et al. 2005). Selain itu, cara penambahan PEG di empat titik pada campuran suspensi protoplas juga berpengaruh terhadap kemampuan PEG menginduksi fusi. Penambahan PEG pada bagian yang berlawanan akan meningkatkan frekuensi fusi karena adanya dorongan dari larutan PEG yang berlawanan sehingga dapat
77
meningkatkan frekuensi penempelan antara protoplas yang satu dengan protoplas lainnya. Sihachakr (1998) menambahkan PEG dalam empat titik yang berlawanan disekitar suspensi protoplas untuk memfusikan protoplas pada tanaman kentang dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman. Demikian juga Husni et al. (2004) menggunakan cara yang sama untuk memfusikan protoplas tanaman terung dengan tekokak dan protoplas yang difusikan juga dapat diregenerasikan menjadi tanaman. Tipe hasil fusi protoplas biasanya menghasilkan beberapa macam tipe karena sel fusan yang dihasilkan tidak bersifat spesifik (random) sehingga tanaman yang dihasilkan melalui fusi protoplas mengandung variabilitas genetik yang tinggi. Variasi genetik yang tinggi dapat berasal dari regeneran protoplas hasil fusi yang hetero, homo fusi, dan multi fusi. Selain itu variasi juga dapat disebabkan oleh terjadi penggabungan hanya pada sitoplasma saja yang biasa disebut sibrid atau terjadi akibat proses subkultur yang berulang pada saat kultur dan regenerasi. Gamborg et al. (1981) melaporkan bahwa PEG efektif menginduksi terjadinya fusi dengan frekuwensi mencapai 50% lebih. Hasil fusi protoplas yang dihasilkan juga bersifat non-spesifik dan keragaman genetik yang dihasilkan sangat tinggi. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Wenzel (1980); Grosser et al. (1990); Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) bahwa populasi dari tanaman yang diregenerasikan dari hasil fusi protoplas juga mengandung variabilitas genetik yang tinggi. Sel-sel fusan yang terbentuk ada yang berupa hasil fusi antara dua jenis protoplas yang berbeda yang disebut dengan hetero fusi. Ada yang berupa hasil fusi dari dua jenis protoplas yang sama yang disebut dengan homo fusi dan fusi lebih dari dua protoplas yang sama, berbeda atau campuran yang disebut multi fusi (Kao dan Michayluk 1975; Constabel 1980; Sihachakr 1998; Purwito 1999; Husni et al. 2004 dan Veilleux et al. 2005). Perbedaan tipe hasil fusi yang diperoleh tersebut dapat dilihat pada gambar 14.
78
A
C
B
Gambar 14. Penampakan hasil fusi protoplas dengan perlakuan PEG 30% perbesaran 20x.(A=hetero fusi, B=homo fusi dan C=multi fusi). Frekuwensi protoplas berfusi meningkat pada tipe hetero dan homo fusi setelah penambahan 200 µl larutan pencuci (Gambar 15). Rata-rata jumlah hetero fusi meningkat dari 4.8 fusan menjadi 7.2 fusan, homo fusi dari 7 fusan menjadi 8.4, fusan, dan multi fusi
menurun dari 7.4 fusan
menjadi 6.8 fusan. Peningkatan
frekuensi fusi dapat disebabkan oleh modifikasi pH medium, adanya polikation dalam media seperti Ca2+, atau dengan efek dehidrasi. Bertambahnya frekuensi berfusi pada penelitian ini disebabkan oleh adanya ion Ca2+ dalam larutan pencuci yang ditambahkan berupa CaCl2 . Puite (1991) melaporkan bahwa penambahan CaCl2 dalam larutan pencuci dapat memacu fusi karena PEG dapat mengikat ion Ca2+ atau kation lain. Kation Ca2+ dapat membentuk jembatan antara membran protoplas dan PEG sehingga meningkatkan agregasi. Adanya ion
Ca+ tinggi dalam larutan
hipotonik dapat meningkatkan frekuwensi fusi antar protoplas (Kao dan Michayluk 1975; Veilleux et al. 2005). Bila dibandingkan
rata-rata jumlah protoplas,
multi fusi lebih sedikit
dibandingkan rata-rata jumlah binner fusi. Penurunan jumlah tersebut diduga disebabkan oleh semakin besarnya agregat protoplas yang terbentuk dari multi fusi akibat semakin banyaknya jumlah protoplas yang berfusi setelah penambahan larutan pencuci. Dengan semakin bertambah besarnya agregat-agregat multi fusi yang
7 7,4
8,4 7,2
6,8
4,8 5
Hetero fusi Homo fusi Multi fusi
0
Jumlah protoplas berfusi
10
79
Sebelum
Sesudah
Penambahan larutan pencuci
Gambar 15. Perbandingan rata-rata jumlah protoplas berfusi sebelum dan sesudah penambahan larutan pencuci 200 µl ke dalam suspensi protoplas yang telah difusi dengan PEG 30%. terbentuk akan memperkecil peluang jumlah multi fusi yang teramati pada bidang pandang yang terlihat dibawah mikroskop pada perbesaran yang sama (20 kali). Sedangkan yang binner fusi peluang teramati di bawah mikroskop tetap sama sehingga jumlah protoplas yang binner fusi yang teramati lebih banyak.
Induksi fusi dengan PEG konsentrasi rendah (4%). Penggunaan PEG 4% untuk induksi fusi dilakukan untuk melihat apakah PEG konsentrasi rendah dapat memacu terjadinya fusi karena besarnya konsentrasi menentukan keberhasilan kultur dalam regenerasi setelah fusi. Constabel (1980) melaporkan bahwa penggunaan dosis PEG untuk induksi fusi perlu diperhatikan karena di atas dosis tertentu mempengaruhi keberhasilan pada saat kultur .Gamborg et al. (1981) mengatakan bahwa penambahan PEG konsenterasi rendah (5% PEG 1540) pada susupensi protoplas dapat juga meningkatkan adhesi protoplas. Yang et al. (1988); Cheng-qi et al. (2004) menggunakan PEG konsentrasi rendah (4%) untuk memfusikan protoplas padi (Oriza sativa L.) dengan padi liar (O. meyeriana L.).
80
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi dalam larutan PEG maka semakin banyak rata-rata jumlah protoplas yang berfusi. Rata-rata jumlah multi fusi yang dihasilkan lebih banyak dari pada yang binner fusi (Gambar 16). Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan adalah 1.2 yang hetero fusi, 1.8 yang homo fusi, dan 3.0 yang multi fusi pada induksi fusi selama 5 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan dari induksi fusi selama 10 menit adalah 2.2 hetero fusi, 3.8 homo fusi, dan 4.0 multi fusi serta
2.4 hetero fusi, 4.2
homo fusi, dan 4.8 hetero fusi dari induksi fusi selama 15 menit. Sebagaimana hasil fusi yang digunakan dengan PEG 30%, tipe fusi yang dihasilkan dengan PEG 4% juga bersifat rendom. Tipe fusi yang dihasilkan ada yang binner (hetero dan homo fusi) dan multi fusi. Hal ini jelas terlihat dari penggabungan dari dua protoplas yang berbeda (hetero fusi), penggabungan dari dua protoplas yang
Rata-rata protoplas berfusi
sama (homo fusi), gabungan dari beberapa protoplas (multi fusi) (Gambar 17).
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
3,8 3 2,2
4,2
4
4,8
2,4
1,8
Hetero fusi
1,2
Homo fusi Multi fusi
5 menit
10 menit
15 menit
Lama Inkubasi
Gambar 16. Tipe fusi (hetero, homo, dan multi fusi) dan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan setelah perlakuan PEG 4% inkubasi 5, 10, dan 15 menit.
81
B
C A
Jumlah protoplas berfusi
Gambar 17. Induksi fusi antara protoplas yang diisolasi dari mesofil daun dankalus untuk mendeteksi fusi hetero karion dengan PEG 4% (perbesaran 20x) (A=heterofusi, B=homo fusi dan C=multi fusi)
5,6
6 5 4
5,6
4,8 4 3
3,6
3
Hetero fusi
2
Homo fusi Multi fusi
1 0
Sebelum
Sesudah Penambahan larutan pencuci
Gambar 18. Perbandingan rata-rata jumlah protoplas berfusi sebelum dan sesudah penambahan larutan pencuci 200 µl ke dalam suspensi protoplas yang telah difusi dengan PEG 4%. Penambahan 200 µl larutan pencuci
yang mengandung CaCl2 setelah
perlakuan inkubasi dalam larutan PEG 4% juga dapat meningkatkan frekunsi fusi sebagai mana penambahan larutan pencuci pada induksi fusi dengan PEG 30% (Gambar 18). Dari gambar 18 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah hetero fusi
82
bertambah jumlahnya dari 3 fusan menjadi 3.6 fusan, homo fusan dari 4 fusan menjadi 5.6 fusan, dan multi fusan dari 4.8 fusan menjadi 5.6 fusan. Simpulan 1. Kombinasi enzim selulase Onozuka (R-10 Yakult) 1% dengan maserozim (R10-Yakult) 1% dalam larutan CPW dapat mengisolasi protoplas sebanyak 13.9 X 105 protoplas/gram dari mesofil daun dan
15.1 X 105 protoplas /g
dari kalus embriogenik. 2. Lama waktu inkubasi dalam larutan PEG berpengaruh terhadap
banyak
jumlah protoplas yang mengalami fusi. 3. Penggunaan PEG 30% lebih efektif dalam menginduksi terjadinya fusi dari pada 4%. 4. Tipe fusi yang dihasilkan adalah binner fusi (hetero fusi dan homo fusi) dan multi fusi. Rata-rata jumlah hetero fusi yang dihasilkan dari PEG 30% adalah 1.6 fusan pada inkubasi 5 menit, 3.6 fusan, pada inkubasi 10 menit dan 4.8 fusan pada inkubasi 15 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan adalah 1.2 hetero fusi, 1.8 homo fusi, dan 3.0 multi fusi pada induksi fusi selama 5 menit. Rata-rata jumlah fusan yang dihasilkan dari induksi fusi selama 10 menit adalah 2.2 hetero fusi, 3.8 homo fusi, dan 4.0 multi fusi serta 2.4 hetero fusi, 4.2 homo fusi, dan 4.8 hetero fusi dari induksi fusi selama 15 menit. 5. Frekuwensi protoplas berfusi (hetero dan homo fusi) meningkat setelah penambahan 200 µl larutan pencuci. Rata-rata jumlah hetero fusi meningkat dari 4.8 fusan menjadi 7.2 fusan, homo fusi dari 7 fusan menjadi 8.4, fusan, dan multi fusi menurun dari 7.4 fusan menjadi 6.8 fusan dari PEG 30% dan hetero fusi dari 3 fusan menjadi 3.6 fusan, homo fusan dari 4 fusan menjadi 5.6 fusan dan multi fusan dari 4.8 fusan menjadi 5.6 fusan dari PEG 4%.
83
Daftar Pustaka Boss W. 1987. Fusion-permissive protoplasts. A plant system for studyng cell fusion. In: Cell Fusion. (Eds.) A.E. Sowers. Plenum Press, New York. 145-166. Carlson PS. 1970. Methionine sulfoxinine-resistant mutants of tobacco. Science 180:1366-1368. Cheng-qi Y, Kai-xian Q, Gang-ping X, Zhong-chang W, Yue-lei C, Qiu-heng Y, Xue-qing Z, Ping W. 2004. Production of bacterial blight resistant lines from somatic hybridization between Oryza sativa L. and O. meyeriana L. Constabel F, Koblitz H, Kirkpatrick JW, Rambold S. 1980. Fusion of cell sap vacuoles subsequent to protoplast fusion. Can. J. Bot. 58:1032-1034. Gamborg OL, Shyluk JP, Shahin EA. 1981. Isolation, Fusion and Culture of plant Protoplasts. In: Thorpe, T.A (Eds.). Plat Tissue Culture (Methods and applications in agriculture):Academic Press p.115-153. Gleba YY, Sidorov VA. 1984.Mechanical isolation and single cell culture of isolated protoplast and somatic hybrid Cells. In: Cell Culture and Somatic Cell Genetc of Plants.1:423-427. Academic Press. Inc. New York-LondonTokyo-Sydney. Gmitter FG, Grosser JW, Moore GA. 1992. Citrus. In: Hammerschlag, F.A. and R.E. Litz (Eds.). Biotechnology of perennial fruit crops. Wallingford:CAB International p.335-369. Grosser JW, Gmitter FG. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW. 1994. Observations and suggestion for improving somatic hybridization by plant protoplast isolation, fusion, and culture. Hort Sci, 29:1241-1243. Husni A, Mariska I, Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8. Kao KN, Michayluck MR. 1975. Nutritional requirements for growth of Vicia hajastana cell and protoplast at a very low population density in liquid media. Planta.125:105-110. Kameya T. 1984. Fusion of protoplast by dextran and electrical stimulus. In: Cell Culture and Somatic Cell Genetc of Plants.1:423-427. Academic Press. Inc. New York-London-Tokyo-Sydney.
84
Kobayashi S and Ohgawara T.1988. Production of somatic hybrid plants through protoplast fusion in Citrus. J. Agric. Rev. Quarterly. 22:181-188. Miranda M, Motumura T, Ikeda F, Ohgawara T, Saito W, Endo T, Omura M, Moriguchi T. 1997. Somatic hybrids obtained by fusion between Poncirus trifoliate (2x) and Fortunella hindsii (4x) protoplasts. Plant cell Reports, 16:401-405. Mouraho Filho FAA. 1995. Protoplast fusion of citrus for rootstock and secion improvement with emphasis on wide hybridization. Gainesvile: Ph.D Thesis of University of Florida 152p. Mouraho Filho FAA, Gemitter FG, Grosser JW. 1996. New tetraploid breeding parents for triploid citrus cultivar development. Fruit Varieties Journal, University Park, 50(2):76-80. Oliveira RP, Mendes BMJ, Tulmann Neto A. 1994. Cultura de celulas em suspensao de dois porta-enxertos de citros. Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal. 6(2):141-144. Ollitrault P, Luro F. 1995. Amelioration des agrumens et biotechnologie. Fruit, 50 :267-279. Ollitrault P, Dambier D, Luro F. 1996. Somatic hybridization in Citrus; some new hybrids and alloplasmic plants. Proc. Int. Soc. Citricult.2:907-912. Power JB, Cummins SE, Cocking EC. 1975. Fusion of isolated plant protoplasts. Nature 255:1016-1018. Pramana B, Lukas S. 1988. PEG treatment for inducing the protoplasts fusion in Vanda sp. Orchidaceae. 23p. Asean Orchid Congress, Jakarta. Purwito A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Puite KJ. 1991. Somatic hybridization. In Biotol (Biotechnology by Open Learning) (Eds.). Biotechnology Innovations in Crops Improvement. ButterworthHeinemann Ltd., Oxford. Saunders JA, Bates GW. 1972. Chemically induced fusion of plant protoplasts.In: Cell Fusion (Eds.) A.E. Sowers. Plenum Press, New York. 497-520. Spiegel-Roy P, Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge Press. 221 p.
University
85
Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of Prtoplasts of Eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale, Bat.360.Universite Parissud, France (Tidak dipublikasi). Vardi A, Breiman A, Galun E. 1987. Citrus cybrids: production by donor-recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58. Veilleux RE, Compton ME, Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant Improvement In Trigiano RN and Gray DJ (Eds) Plant Development and Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC. Wenzel, G. 1980. Protplast techniques incorporated into applied breeding program. In: L. Ferenczy L and G. L. Farkas, (eds.). Advences in rotoplast Research. Pergamon Press. Oxford, pp 327-340. Yang ZQ, Shiknai T, Yamada Y. 1988. Asymmetric fertile rice (Oryza sativa L.) protoplast. Theor. Appl. Genet. 76:801-808.