BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai berikut. Tradisi upacara Nyuguh merupakan tradisi yang memang rutin dilakukan oleh masyarakat adat Kuta setiap tahunnya antara tanggal 17-25 Shafar. Hal ini dilandasi dengan kepercayaan warga masyarakatnya yang apabila tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana yang akan menimpa masyarakat Kampung Adat Kuta. Selain itu, kegiatan upacara Nyuguh ini merupakan bentuk rasa syukur warga terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan panen yang berlimpah. Kegiatan inti dari upacara Nyuguh biasa diselenggarakan masyarakat Kuta di pinggir Sungai Cijolang dengan dipimpin oleh Aki Kuncen Bapak Maryono. Terdapat berbagai tahap upacara Nyuguh mulai dari tahap persiapan, penyelenggaraan, dan penutup acara.
Pada tahap persiapan, masyarakat
terlebih dahulu akan melakukan musyawarah bersama menentukan hari yang akan digunakan untuk upacara Nyuguh. Kemudian dari jauh-jauh hari warga menyiapkan ijuk, kiray dan berbagai macam hasil kebun dan ladangnya. Tak lupa panggung hiburan yang dibuat didepan Balai Sawala untuk tempat berkumpulnya warga sebelum berangkat menuju Sungai Cijolang Untuk mengarak Dongdang. Panggung tersebut juga dipersiapkan untuk hiburan kesenian warga Kuta.
Ronggeng Kaleran bersama kesenian lainnya
diantaranya Gondang Buhun dan Gembyung dipertunjukan di awal ritual Nyuguh sembari mengumpulkan warga di depan Balai Sawala. Setelah segala bentuk hiburan selesai barulah sesepuh kampung akan memulai doa awal ritual sebelum berangkat mengarak Dongdang ke Sungai
Gilang Gartika, 2015 RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
86
Cijolang. Di tepi Sungai Cijolang telah tersedia tiang yang terbuat dari bambu untuk kemudian para perwakilan keluarga menggantungkan ketupat disana. Setelah ketupat tergantung barulah sang Kuncen Bapak Maryono memulai ritualnya.
Dalam ritual ini akan diakhiri dengan makan bersama dengan
warga lainnya. Sebelum warga kembali ke tempat/rumahnya masing-masing, ketupat tersebut akan digantungkan di depan Balai Sawala hingga pukul sembilan malam. Adapun fungsi dari ritual Nyuguh ini ialah sebagai bentuk tradisi yang memang sudah turun temurun dilaksanakan, kemudian dalam rangka penolak bala karena di percaya bulan shafar adalah bulan dimana 70.000 penyakit diturunkan.
Serta sebagai bentuk syukur dan pengharapan agar di tahun
mendatang panen mereka akan kembali melimpah.
Karena dalam
pelaksanaanya terdapat penggabungan antara unsur hiburan dan unsur ritual maka fungsi dari kesenian ini adalah Psudo-Ritual. Yang artinya ritual yang semu. Kesenian dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, begitu pula dengan masyarakat Kampung Adat Kuta. Meskipun terkenal dengan komunitas adat yang terikat dengan adat dan budaya leluhurnya, akan tetapi masyarakat Kuta telah mengetahui dan menggemari beberapa kesenian diantaranya Ronggeng Kaleran atau bisa juga disebut Ronggeng Buhun.
Bentuk atau struktur
penyajian dari Ronggeng Kaleran ini berbentuk seni hiburan yang dimana masyarakat atau penonton memberikan saweran sebagai upah hiburan yang telah diberikan oleh sang ronggeng tersebut. Dalam istilah ronggeng terdapat susunan mulai dari sembah, kawitan, dan soderan. Ritual memberikan sesaji pada saat akan memulai pertunjukan ini merupakan simbol penghormatan bagi para leluhur, juga mengundang dan meminta ijin atas kelancaran acara pertunjukan tersebut. Kesenian Ronggeng Kaleran memiliki fungsi hiburan dalam masyarakat Kampung Kuta, namun menurut pengamatan peneliti fungsi ronggeng tidak Gilang Gartika, 2015 RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
87
hanya semata sebagai hiburang saja, akan tetapi sebagai salah satu ajang silaturahmi warga, bahkan menjadi aset atau identitas warga Kampung Adat Kuta dan dapat mendatangkan wisatawan untuk berkunjung ke Kampung Adat Kuta. Simbol-simbol yang terdapat pada pola garis yang berupa garis lurus/horizontal dan garis melingkar. Kedua pola tersebut merupakan polapola yang selalu ada dalam penyajiannya yang menimbolkan kebersamaan, gotongroyong, dalam rangka suka cita masyarakat Kampung Adat Kuta. Adapun melalui gerak sembah yang merupakan simbol penghormatan baik bagi penonton yang hadir, Tuhan Yang Maha Esa, juga bagi dirinya sendiri. Busana yang dikenakan menyimbolkan wanita Sunda yang terhormat, dilihat dari kebaya yang dikenakannya dan tatanan rambut yang menggunakan sanggul besar. Soderpun memiliki arti penghormatan bagi pengibing yang telah diberikan soder. Pertunjukan tidak akan lengkap apabila tidak dilengkapi dengan sajian musik. Sajian musik diawal pertunjukan yakni tatalu merupakan lambang pemberitahuan atau undangan bagi masyarakat agar segera hadir ke area pentas. Simbol-simbol ini kemudian dapat kita simpulka bahwa makna dari Ronggeng Kaleran dalam upacara adat Nyuguh ini merupakan makna penghibur bagi masyarakat adat Kuta. B. Rekomendasi Setelah melakukan penelitian, peneliti merasa ada beberapa hal yang dapat dibenahi dalam mengelola kesenian di Kampung Adat Kuta, khususnya Ronggeng Kaleran. Peneliti memiliki rekomendasi atau saran kepada beberapa pihak, diantaranya: 1. Bagi Ketua Adat Kampung Kuta
Gilang Gartika, 2015 RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
88
Kampung Adat Kuta terkenal dengan masyarakatnya yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai dan tradisi yang diturunkan secara turuntemurun oleh nenek moyangnya.
Tradisi merupakan identitas bagi
masyarakat adat dan pedoman bagi kehidupan bermasyarakatnya. Seni juga
merupakan
salah
satu
identitas
bagi
warga
masyarakat
penyelenggaranya. Tradisi merupakan suatu hal yang perlu dijaga, sama halnya dengan kesenian Ronggeng Kaleran yang perlu dijaga sehingga pada akhirnya dapat menjadi salah satu identitas bagi masyarakat Kampung Adat Kuta. 2. Grup Kesenian di Kampung Adat Kuta Ronggeng Kaleran merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Kampung Adat Kuta. Mengingat bahwa kesenian tersebut kini minim akan generasi penerus dikarenakan tampilan pada Ronggeng Kaleran kurang menarik di mata para pemuda-pemudi saat ini. Busana yang dikenakan oleh penari ronggeng sangatlah sederhana, alangkah lebih baiknya jika rias dan busana penari ronggeng dikemas dengan semenarik mungkin sehingga mampu mengimbangi perubahan jaman. Agar menarik lebih banyak peminat kesenian tersebut. 3. Bagi masyarakat luas Budaya dan adat-istiadat merupakan sesuatu hal yang baik untuk dijaga hingga kini.
Dengan cara mengharagai budaya milik sendiri
merupakan salah satu cara kita mencintai dan menjaga budaya yang sudah diturunkan secara turun temurun oleh leluhur kita. Suatu kebudayaan dapat menjadi salah satu pedoman kita hidup dalam bermasyarakat apabila kebudayaan tersebut kita bina dengan baik. 4. Bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Gilang Gartika, 2015 RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
89
Mempertahankan Kampung Adat pada jaman serba maju ini bukanlah hal yang mudah. Butuh dorongan dari berbagai pihak agar kebudayaan tersebut tidak tergerus oleh jaman.
Maka peranan dari DISPARBUD
sangatlah berperan penting dalam keberlangsungan sebuah kesenian atau kebudayaan yang dimiliki. Dengan rajin mempublikasikan dan mampu menghargai kesenian tradisional dengan seringnya kesenian tersebut dipertunjukan, maka kesenian tersebut tidak akan hilang begitu saja malah akan mendambah satu aset dan pemasukan baru bagi dinas pariwisata jika kesenian itu dapat kelola dengan baik.
Gilang Gartika, 2015 RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu