BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1
Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah
akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam penelitian ini rekahan didefinisikan sebagai permukaan diskontinuitas yang memotong batuan atau mineral, yang menyebabkan hilangnya kohesi, terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa (Nelson, 1985). Terdapat dua klasifikasi yang mendefinisikan rekahan secara spesifik, yaitu klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan dan klasifikasi rekahan berdasarkan sudut pandang geologi. Klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan (Dennis, 1987 op.cit. Koestler dkk, 1995) mendefinisikan rekahan berdasarkan tiga mode, yaitu: a. Mode I merupakan rekahan ekstensional dan juga dapat diuraikan sebagai mode rekahan bukaan atau regangan. Pergerakannya searah sumbu y (Gambar 5.1. A). Rekahan yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah kekar. b. Mode II dan mode III adalah rekahan gerus. Mode II menguraikan rekahan gerus dengan pergerakan pada arah tepi dari bidang diskontinuitas atau searah sumbu x (Gambar 5.1. B). Sedangkan Mode III menguraikan pergerakan gerusan dari rekahan sejajar terhadap tepi dari rekahan atau searah sumbu z (Gambar 5.1. C).
Gambar 5.1 Mode Rekahan. A adalah Mode I, rekahan ekstensional; B dan C adalah Mode II dan III, rekahan gerus (Dennis, 1987 op. cit. Koestler dkk., 1995).
36
Menurut Nelson (1985), Twiss dan Moores (1992), pada rekahan yang berasosiasi dengan tektonik terdapat dua sistem rekahan, yaitu : a) Sistem rekahan yang berhubungan dengan sesar (fault-related fracture system) Rekahan yang umum hadir adalah dua set shear fracture, set pertama akan sejajar dengan sesar yang ada, sedangkan set yang kedua akan membentuk sudut sekitar 600 dan disebut conjugate shear fracture. Rekahan lain yang dapat hadir adalah satu set extension fracture yang sejajar dengan tegasan utama, terletak pada pertengahan sudut antara dua set shear fracture tersebut. b) Sistem rekahan yang berhubungan dengan lipatan (fold-related fracture system) Rekahan yang hadir memiliki pola yang kompleks, seperti terlihat pada Gambar 5.2b. Pada gambar ini orientasi dari rekahan dinyatakan dalam sistem koordinat ortogonal yang berhubungan dengan geometri lipatan. Sumbu a terletak pada bidang lapisan dan tegak lurus terhadap sumbu lipatan, sumbu b paralel terhadap sumbu lipatan dan umumnya terletak pada bidang perlapisan, sedangkan sumbu c tegak lurus terhadap bidang perlapisan.
(a)
(b)
Gambar 5.2 (a) pola rekahan gerus yang dipengaruhi oleh sesar, dan (b) pola rekahan gerus yang berhubungan dengan lipatan (Twiss dan Moores, 1992)
Rekahan tidak terjadi secara acak, namun mengikuti pola tertentu, sehingga dengan data yang memadai dapat ditemukan suatu hubungan antara rekahan dengan gaya penyebabnya. Salah satu analisis mengenai rekahan tersebut ialah analisis fraktal. Fraktal berasal dari bahasa Latin fractus yang artinya memecah untuk membentuk bentuk geometri yang tidak teratur (irregular 37
fragmen). Besarnya tingkat ketidakteraturan ini disebut sebagai dimensi fraktal. Menurut Turcotte (1997), rumus atau persamaan matematis yang digunakan dalam menganalisa fraktal disebut sebagai Power Law, yakni : N = k (S) –c N = Jumlah kumulatif rekahan K = Konstanta S = Spasi satu variabel C = Dimensi Fraktal, merupakan kemiringan (slope) garis kurva. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari apakah sistem rekahan di daerah penelitian memiliki perilaku penskalaan mengikuti dimensi fraktal. Selain itu, akan dipelajari pula intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian. Penelitian dilakukan pada daerah yang berada pada zona struktur yang sama, yaitu struktur lipatan yang terbentuk pada litologi batugamping dan batupasir. Di beberapa tempat pada litologi tersebut diambil 4 sampel data rekahan, yang kemudian diolah untuk melihat seperti apa karakteristik rekahan di daerah tersebut. Dan satu sampel data diambil pada litologi berbeda yaitu Batupasir feldspatic wacke (lampiran A), Satuan Batupasir-Napal Lempungan kemudian dibandingkan karakteristiknya terhadap salah satu sampel batugamping pada kondisi struktur yang sama, yaitu pada jalur sesar geser.
38
5.2
Data
5.2.1
Metode Pengambilan Data Pengamatan terhadap sistem rekahan dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan metode scanline sampling
(Gambar 5.3). Dalam metode ini
pencatatan atribut rekahan dilakukan sepanjang garis pengamatan, yang dibatasi 1 meter ke atas dan 1 meter ke bawah dari garis pengamatan.
Gambar 5.3 Hal-hal yang dicatat selama observasi rekahan. B-B’ adalah scanline. A adalah tebal dan atau bukaan rekahan, S adalah spasi rekahan, dan L adalah panjang rekahan (Sapiie, 1998 op. cit. Anshori, 2006)
Rekahan yang dicatat dan diobservasi adalah rekahan yang memotong garis pengamatan. Salah satu ujung dari garis pengamatan menjadi datum dalam pengukuran jarak rekahan. Hal-hal yang perlu dicatat dalam pengamatan adalah nomor identitas rekahan, jarak dari datum, kedudukan rekahan (jurus / kemiringan), ketebalan, panjang, tipe, bentuk, material pengisi, dan hubungan potong-memotong.
5.2.2
Lokasi Pengambilan Data
Pengukuran dilakukan pada tiga lokasi yaitu : a. Lokasi 1 Koordinat awal
: 110o33'43.1"BT dan 07o53'38.7" LS
Kedudukan garis pengukuran
: 30, N 255o E, dengan panjang 26 m
Kedudukan lapisan
: N 60o E / 6o
Litologi
: Packstone 39
Foto 5.1 Tempat pengamatan rekahan lokasi 1. Pengamatan dilakukan di sebelah timur K. Oyo
b. Lokasi 2a Koordinat awal
: 110o33'58.2" BT dan 07o53'42" LS
Kedudukan garis pengukuran
: 30, N 76º E, dengan panjang 11.5 m
Kedudukan lapisan
: N 650 E / 80
Litologi
: Packstone
Foto 5.2 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2a. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo
40
c. Lokasi 2b Koordinat awal
: 110o33'0.8" BT dan 07o53'41.1" LS
Kedudukan garis pengukuran
: 30, N 70º E, dengan panjang 20.5 m
Kedudukan lapisan
: N 850 E / 100
Litologi
: Packstone Foto 5.3 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2b. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo
d. Lokasi 3 Koordinat awal
: 110o33'30" BT dan 07o53'41.7" LS
Kedudukan garis pengukuran
: 40, N 88o E, dengan panjang 7.3 m
Kedudukan lapisan
: N 25o E / 18o
Litologi
: Packstone
Foto 5.4 Tempat pengamatan rekahan lokasi 3. Pengamatan dilakukan disebelah barat K. Oyo
41
e. Lokasi 4 Koordinat awal
: 110o33'3.9" BT dan 07o52'46.8" LS
Kedudukan garis pengukuran
: 30, N 255o E, dengan panjang 11.5 m
Kedudukan lapisan
: N 74o E / 10o
Litologi
: Batupasir (Feldspatic wacke) Foto 5.5 Tempat pengamatan rekahan lokasi 4. Pengamatan di K. Widoro.
Lokasi 4
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Gambar 5.4 Peta lokasi pengamatan rekahan 3 lokasi di K. Oyo dan 1 lokasi di K. Widoro.
42
5.2.3 Data Lapangan Data rekahan hasil pengukuran terlampir (Lampiran G).
5.2.4
Pemilahan Data Dalam pengamatan rekahan perlu dilakukan pemilahan data berdasarkan
jenis rekahan. Jenis rekahan ditentukan saat pengamatan lapangan dengan melihat geometri maupun jenis pergerakan yang ada. Pada pengamatan yang dilakukan di empat lokasi diperoleh dua jenis rekahan, yaitu rekahan gerus (shear fractures) dan rekahan terbuka (extensional fractures). Setelah
dipilah
berdasarkan
jenis
rekahan,
dilakukan
pemilahan
berdasarkan orientasi rekahan, meliputi jurus dan kemiringan rekahan. Rekahanrekahan yang sejenis dan memiliki orientasi yang relatif sama dikelompokkan menjadi satu set rekahan tertentu.
43
Tabel 5.1 Set, dan orientasi umum rekahan Lokasi Jenis Rekahan
1
shear fracture (rekahan gerus) extension fracture (rekahan terbuka)
2
a
shear fracture (rekahan gerus) extension fracture (rekahan terbuka)
b shear fracture (rekahan gerus) extension fracture (rekahan terbuka)
3
4
shear fracture (rekahan gerus) extension fracture (rekahan terbuka)
shear fracture (rekahan gerus)
extension fracture (rekahan terbuka)
Kelompok
SFA SFB SFC EFA EFB EFC
Orientasi Umum Strike Dip N….ºE (°) 158 75 192 80 13 78 158 74 193 71 14 71
SFC
326
72
EFA EFB EFC
143 250 326
76 74 73
SFA SFB SFC EFA EFB EFC
153 200 325 134 209 320
78 74 75 73 69 67
SFB
204
65
EFA EFB EFC
156.5 200 315
65 74 72
SFA SFB SFC SFD EFA EFC
163 294 350 124 96 240
73 65 70 74 78 65.5
44
Lokasi 1
Gambar 5. 5 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 1.
Lokasi 2a
Gambar 5. 6 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2a.
45
Lokasi 2b
`
Gambar 5. 7 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2b.
Lokasi 3
Gambar 5. 8 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 3.
46
Lokasi 4
Gambar 5. 9 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 4.
47
5.3
Pengolahan Data
5.3.1
Pola Distribusi Rekahan Data rekahan yang diperoleh dari singkapan pada beberapa lokasi
pengamatan hanya mempresentasikan sebagian kecil area dari suatu jalur sesar geser. Pengamatan rekahan juga terbatas pada skala mesoskopik, sehingga untuk memodelkan kondisi pada skala lebih besar (makroskopik) atau skala yang lebih kecil (mikroskopik) harus diketahui karakter penskalaan (scaling) dari parameterparameter properti rekahan. Menurut Koestler et al. (1995) scaling bertujuan untuk pengisian data pada skala yang berbeda dengan skala pengamatan (scale gap), dengan melakukan ekstrapolasi dari data yang ada. Oleh karena itu perlu diketahui pola distribusi sistem rekahan yang ada, apakah mengikuti distribusi normal, logaritmik, atau eksponensial. Analisis pola distribusi rekahan dalam penelitian ini menggunakan parameter spasi rekahan, dengan melakukan pengeplotan data pada grafik dengan skala sumbu linier dan logaritmik. Data yang diplot adalah nilai spasi rekahan pada sumbu x, terhadap jumlah kumulatifnya pada sumbu y. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi yang ada.
5.3.2. Spasi Rekahan Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 2002). Oleh karena itu pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan-rekahan dalam set yang sama. Dua rekahan yang berdekatan pada satu set yang sama belum tentu sejajar, karena itu diambil kedudukan rata-ratanya agar menjadi sejajar dan dapat diukur spasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan Si = So x Cosβ x Cosα x Cosө, dengan So = jarak semu yang diukur di lapangan, β = sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal, α = sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan rekahan, ө = sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal. Spasi rekahan (Si) dari tiap kelompok rekahan dapat dilihat pada lampiran G.
48
Untuk mengetahui pola distribusi spasi rekahan maka dilakukan pengeplotan antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan pada grafik linier dan logaritmik. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi observasi (Grafik 5.1 hingga 5.10). Lokasi 1 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi
70 jumlah kumulatif
60 50
y = -0.535x + 52.972
40
R 2 = 0.8387
Populasi 1 Populasi 2
30
Linear (Populasi 1) Linear (Populasi 2)
y = -0.0072x + 4.3993
20
2
R = 0.7884
10 0 0
200
400
600
spasi rata-rata
Grafik 5.1 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 1.
Grafik logaritmik
jumlah kumulatif
Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 y = 228.94x -0.5952 R2 = 0.9892
Populasi 1 Populasi 2
10
Power (Populasi 1) y = 1827.2x -1.2164 R2 = 0.951
Power (Populasi 2)
1 1
10
100
1000
0.1 spasi rekahan
Grafik 5.2 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw di lokasi 1.
49
Lokasi 2a Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan
jumlah kumulatif
60 50
y = -0.7571x + 48
40
Populasi 1
R 2 = 0.6327
Populasi 2
30 20
y = -0.049x + 10.412
10
R 2 = 0.7847
Linear (Populasi 1) Linear (Populasi 2)
0 0
50
100
150
200
250
spasi rekahan
Grafik 5.3 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 2a.
Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan
jumlah kumulatif
100 Populasi 1
y = 360.03x -0.8821 R2 = 0.973 10
Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2)
y = 5E+09x -4.3906 R2 = 0.8492 1 1
10
100
1000
spasi rekahan
Grafik 5.4 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2a.
50
Lokasi 2b Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan
80 70
jumlah kumulatif
60 Populasi 1
50
y = -0.9657x + 65.467 R2 = 0.7434
40
Populasi 2 Linear (Populasi 2) Linear (Populasi 1)
30 20
y = -0.0377x + 12.328 R2 = 0.777
10 0 0
100
200
300
400
spasi rekahan
Grafik 5.5 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 2b.
Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan
jumlah kumulatif
100 y = 462.73x -0.8308 R2 = 0.9937
Populasi 1 Populasi 2
10
Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) y = 23517x -1.6854 R2 = 0.9137
1 1
10
100
1000
spasi rekahan
Grafik 5.6 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2b.
51
Lokasi 3 Grafik linier
jumlah kumulatif
Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Populasi 1
y = -3.8x + 122.33
Populasi 2
R 2 = 0.8912
Linear (Populasi 1) Linear (Populasi 2)
y = -0.0222x + 5.9046 R 2 = 0.6953
0
50
100
150
200
250
300
spasi rekahan
Grafik 5.7 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 3.
Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan
jumlah kumulatif
100
10 Polpulasi 1
y = 1559.4x -1.3601 R2 = 0.9728
Power (Polpulasi 1)
1 1
10
100
1000
0.1 spasi rekahan
Grafik 5.8 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 3.
52
Lokasi 4 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif
80
Series1
y = -1.2057x + 74.2 R2 = 0.7847
60 40
Series2 Linear (Series1)
y = -0.0547x + 10.316 R2 = 0.7662
20
Linear (Series2)
0 0
50
100
150
200
250
spasi rekahan
Grafik 5.9 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 4.
Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100
jumlah kumulatif
Populasi 1 y = 1429.2x -1.1989 R2 = 0.971 y = 3E+10x -4.8798 R2 = 0.8736
10
Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2)
1 1
10
100
1000
0.1 spasi rekahan
Grafik 5.10 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 4.
53
Berdasarkan grafik antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan tersebut, dapat diketahui persamaan garis regresinya (Tabel 5.2 a dan b). a. Grafik linier ; Lokasi 1 2a 2b 3 4
Y = -k(x) + c -k c 1.5283 50.75 0.0072 4.3993 0.7571 48 0.049 10.412 0.9657 65.467 0.00377 12.328 3.8 122.33 0.0222 5.9046 1.2057 74.2 0.0547 10.316
R2 0.8299 0.7884 0.6327 0.7849 0.7434 0.777 0.8912 0.6953 0.7847 0.7662
b. Grafik logaritmik ; Lokasi 1 2a 2b 3 4
y=k(x)-c k c 228.94 0.5952 1827.2 1.2164 360.03 0.8821 5E+09 4.3906 462.73 0.8308 23517 1.6854 15559.4 1.3601 1429.2 1.1989 3E+10 4.8798
R2 0.9892 0.951 0.973 0.8492 0.9937 0.9137 0.9728 0.971 0.8736
Tabel 5.2 Nilai k, c, dan R2. Nilai ini diperoleh dari persamaan regresi pada grafik antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatif rekahan di empat lokasi observasi.
54
5.3.3 Interpretasi dan Pembahasan Terdapat 5 pengukuran rekahan pada 4 lokasi yang berbeda, yaitu lokasi 1, lokasi 2, lokasi 3, dan lokasi 4. Pengukuran rekahan pada lokasi 1, 2, dan 3 dilakukan sepanjang K. Oyo sedangkan lokasi 4 di K. Widoro (Bunder). Setelah data diplot pada grafik linier dan logaritmik, dilakukan regresi pada data yang bertujuan untuk memprediksi hubungan dari data yang ada. Pada grafik linier diperoleh nilai R2 (koofisien determinasi) yaitu dengan kisaran 0.6327 – 0.8912. Koofisien determinasi mendekati angka 1 menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Pada pengeplotan spasi rekahan dengan menggunakan grafik logaritmik dan dilakukan regresi power law (fungsi pangkat dengan bilangan eksponensial negatif) diperoleh nilai R2 berkisar antara 0.8492 sampai 0.9937. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola distribusi (dari spasi rekahan) mengikuti distribusi power law. Menurut Mandelbrot (1983) op. cit. Turcotte (1997) distribusi power law merupakan penciri utama dari dimensi fraktal. Dimensi fraktal mengindikasikan distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda. Terdapat dua garis regresi power law untuk spasi rekahan di lokasi 1, 2, dan 4, sedangkan pada lokasi 3 terdapat satu garis regresi power law. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar.
5.3.4
Intensitas Rekahan pada Batugamping Intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian dapat diketahui
melalui pengeplotan data intensitas rekahan terhadap jarak pada grafik logaritmik di setiap lokasi pengamatan. Intensitas rekahan ditentukan melalui persamaan sebagai berikut:
Hasil pengolahan nilai intensitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran H. Setelah diketahui nilai intensitas setiap lokasi pengamatan, maka dilakukan pengeplotan pada grafik yang menghubungkan antara intensitas rekahan dengan jarak pengukuran (Grafik 5.11 hingga 5.15).
55
Grafik Intensitas Rekahan Lokasi 1 Grafik Intensitas Rekahan
intensitas rekahan
0.05 0.04 0.03
Shear fracture
0.02
Extension fracture
0.01 0 0
1000
2000
3000
jarak pengukuran (cm )
Grafik 5.11 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 1. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture.
Lokasi 2a Grafik Intensitas Rekahan
intensitas rekahan
0.12 0.1 0.08
Shear fracture
0.06
Extension fracture
0.04 0.02 0 0
500
1000
1500
jarak pengukuran (cm )
Grafik 5.12 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi2a. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Nilai extension fracture semakin menurun terhadap jarak sedangkan nilai shear fracture semakin meningkat. Intensitas rekahan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jarak.
56
Lokasi 2b
intensitas rekahan
Grafik Intensitas Rekahan 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0
Shear fracture Extension fracture
0
500
1000
1500
2000
2500
jarak pengukuran (cm )
Grafik 5.13 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 2b. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Intensitas rekahan cenderung menurun terhadap peningkatan jarak.
Lokasi 3 Grafik Intensitas Rekahan
intensitas rekahan
0.2 0.15 Shear fracture
0.1
Extension fracture
0.05 0 0
200
400
600
800
1000
jarak pengukuran (cm )
Grafik 5.14 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 3. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Extension fracture memiliki pola pada jarak 500 cm.
57
Lokasi 4 Grafik Intensitas Rekahan
intensitas rekahan
0.10 0.08 Shear fracture
0.06
Extension fracture
0.04 0.02 0.00 0
500
1000
1500
jarak pengukuran (cm )
Grafik 5.15 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 4. Intensitas shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. Intensitas shear fracture rekahan cenderung meningkat terhadap jarak pengukuran.
Intensitas rekahan merupakan suatu besaran/nilai perbandingan antara panjang total rekahan terhadap panjang pengukuran/scanline. Di bawah ini merupakan nilai intensitas pada masing-masing lokasi.
Lokasi
1
Litologi
Packstone
2a Packstone 2b
3 4
Packstone
Batupasir (Feldspatic wacke)
Jenis Rekahan Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture
Persen Intensitas Intensitas rata-rata Rata-Rata (1/cm) (%) 0.017
1.7
0.005
0.5
0.033
3.3
0.014
1.4
0.027
2.7
0.007
0.7
0.091
9.1
0.023
2.3
0.03
3
0.04
4
Tabel 5.3 Nilai Total Intensitas Rekahan pada tiap lokasi.
58
Interpretasi Menurut Price (1966) op. cit. Nelson (1985) intensitas rekahan akan tinggi pada daerah dengan strain yang besar. Salah satu tempat dimana memiliki strain yang besar adalah zona sesar. Intensitas rekahan pada masing-masing lokasi memiliki nilai yang berbeda-beda, dan terlihat secara jelas pada grafik intensitas per interval 100 cm diatas. o Terlihat pada grafik intensitas di atas nilai rata-rata extension fracture tertinggi terdapat pada lokasi 3 dengan nilai 9.1%, kemudian menurun di lokasi 2 dan paling rendah di lokasi 1 dengan nilai 1.7%. o Nilai intensitas rata-rata shear fracture tertinggi terdapat di lokasi 4 dengan nilai 4% , kemudian menurun dari lokasi 3 hingga lokasi 1 dengan nilai 0.5%. o Terdapat dua litologi yang berbeda yaitu batugamping dan batupasir. Pada batugamping nilai intensitas rekahan extension fracture lebih tinggi dari pada shear fracture, dan nilai intensitas tersebut semakin menurun dari lokasi 3 menuju lokasi 1. Sedangkan pada batupasir nilai intensitas rata-rata shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. o Pada daerah zona sesar yang sama, yaitu lokasi 4 dan lokasi 1, nilai intensitas rata-rata shear fracture tinggi terdapat pada batupasir, dan nilai intensitas rata-rata extension fracture tinggi pada batugamping. o Nilai intensitas rekahan lebih tinggi pada batupasir daripada batugamping. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa faktor litologi dan jarak terhadap struktur yang ada akan mempengaruhi terhadap nilai intensitas rekahan.
59