BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan yang telah dibahas pada Bab III serta mengetahui tingkat keberhasilan setiap spesifikasi yang telah diajukan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian perbagian maupun keseluruhan sistem. Bagian-bagian yang akan diuji adalah -
Modul charger aki kering
-
Modul penghsil sinyal (kotak 1, kotak 2, PWM 1, PWM 2)
-
Modul H-bridge
-
Modul step-up tegangan
-
Modul Filter
4.1. Pengujian Charger Aki Kering Catu daya merupakan bagian yang sangat penting bagi seluruh bagian, karena bagian catu daya bertanggung jawab untuk menyediakan daya yang nantinya akan dibutuhkan oleh seluruh bagian pada sistem. Sesuai dengan perancangan yang telah dibahas pada Bab III, catu daya yang dirancang harus memiliki tegangan keluaran sebesar 12 VDC. Pada ssat dilakukan pengujian tanpa menggunakan beban, nilai keluaran dari charger aki kering adalah 13,86 volt. Gambar 4.1 berikut ini menunjukkan pengujian modul charger aki tanpa beban yang sudah dibuat.
32
Gambar 4.1. Pengujian modul charger aki kering tanpa beban Pengujian modul charger aki kering juga dilakukan dengan memberikan beban resistor yang dipasang paralel dengan multimeter merk FLUKE 115 TRUE RMS MULTIMETER. Hasil pengujian dengan memasang beban resistor dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini Tabel 4.1. Uji beban modul charger aki kering
Beban (Ω)
Tegangan Keluaran Saat Dibebani (volt)
Regulasi (%)
20
9,18
33,77
50
10,98
20,78
70
11,72
15,44
100
12,27
11,47
Regulasi tegangan merupakan kemampuan suatu sistem untuk menghasilkan pendekatan nilai tegangan yang konstan melalui perubahan dari kondisi beban. Regulasi tegangan dapat dirumuskan
33
𝑉𝑅 =
𝑉𝑁𝐿 − 𝑉𝐹𝐿 𝑥100% 𝑉𝐹𝐿
Dimana VR = Regulasi tegangan VNL = Tegangan keluaran saat tidak dibebani VFL = Tegangan keluaran saat dibebani maksimum Dengan melihat hasil uji coba pada Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa drop tegangan pada modul charger aki kering akan semakin besar jika diberi beban resistor yang mendekati 0 ohm.
4.2. Pengujian Modul Penghasil Sinyal Tahap pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hasil keluaran yang dihasilkan oleh modul-modul penghasil sinyal dimana sinyal-sinyal yang dihasilkan ini akan menentukan on atau off-nya MOSFET pada modul H-bridge. Gambar 4.2 berikut ini menunjukkan modul penghasil sinyal yang akan diuji.
ground
Vcc
PWM 2
PWM 1
Kotak 2
Kotak 1
Gambar 4.2. Modul penghasil sinyal
34
Sinyal-sinyal yang dihasilkan ada 4 yaitu sinyal PWM (PWM 1), PWM 2 (inverting PMW), kotak (kotak 1), dan kotak 2 (inverting kotak). Hasil pengujian modul penghasil sinyal dengan menggunakan osiloskop dapat dilihat pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6 berikut ini
Gambar 4.3. Sinyal PWM (PWM 1)
Gambar 4.4. Sinyal inverting PWM (PWM 2)
35
Gambar 4.5. Sinyal kotak (kotak 1)
Gambar 4.6. Sinyal inverting kotak (kotak 2)
Keempat sinyal yang dihasilkan ini mempunyai amplitudo dan frekuensi yang berbeda. Tabel 4.2 berikut ini akan menunjukkan amplitudo dan frekuensi yang dihasilkan oleh masing-masing sinyal
Tabel 4.2. Hasil uji coba modul penghasil sinyal Sinyal
Amplitudo (volt)
Frekuensi (Hz)
PWM 1
11
1000
PWM 2
10,8
1041
Kotak 1
13
52,08
Kotak 2
11,6
52
36
Keempat sinyal yang dihasilkan oleh modul penghasil sinyal diharapkan mempunyai amplitudo 12 volt dengan frekuensi 50Hz untuk sinyal kotak 1 dan kotak 2. Sedangkan untuk frekuensi sinyal PWM 1 dan PWM 2 yang diharapkan adalah 1kHz. Jika melihat hasil uji coba modul penghasil sinyal pada Tabel 4.2, keempat sinyal yang dihasilkan oleh modul penghasil sinyal ini sudah cukup sesuai dengan perancangan.
4.3. Pengujian Modul H-Bridge Pengujian modul H-bridge ini dilakukan untuk mengetahui keluaran yang dihasilkan oleh modul H-bridge, dimana sinyal yang dihasilkan akan menentukan arah aliran arus listriknya. Gambar 4.7 berikut ini menunjukkan modul H-bridge yang akan diuji
Kotak 2
Kotak 1
PWM 2
Keluaran H-bridge
PWM 1
Keluaran H-bridge
Gambar 4.7. Modul H-bridge Modul penghasil sinyal digabung dengan modul H-bridge kemudian keluaran dari modul H-bridge dilihat dengan menggunakan osiloskop. Sinyal yang dihasilkan oleh gabungan kedua modul ini dapat dilihat pada Gambar 4.8
37
Gambar 4.8. Sinyal PWM 3 level Berdasarkan pengujian yang dilakukan, sinyal PWM 3 level keluaran dari modul H-bridge ini mempunyai mempunyai 3 level tegangan sebesar 13,2 volt untuk bagian high-nya, nol untuk bagian tengahnya, dan -14,6 volt untuk bagian low-nya. Dengan kata lain, sinyal PWM 3 level tersebut mempunyai amplitudo sebesar 13,2 – (-14,6) = 27,8 volt. Frekuensi sinyal PWM 3 level ini adalah 54,05 Hz. Jika keluaran modul Hbridge diukur dengan menggunakan multimeter merk FLUKE 115 TRUE RMS MULTIMETER, nilai yang terukur adalah 8,52 VAC atau setara dengan 12 VDC. Sinyal PWM 3 level yang dihasilkan ini sudah sesuai dengan perancangan.
4.4. Pengujian Modul Step-up Tegangan Pengujian modul step-up tegangan ini bertujuan untuk mengukur
tegangan
keluaran yang akan digunakan untuk menaikkan tegangan PWM 3 level. Pada saat dilakukan pengujian modul tanpa beban dengan menggunakan multimeter merk FLUKE 115 TRUE RMS MULTIMETER, modul step-up tegangan ini dapat menghasilkan tegangan sebesar 311 VDC. Gambar 4.9 berikut ini menunjukkan modul step-up tegangan yang dibuat
38
Gambar 4.9. Modul step-up tegangan Ketika modul step-up tegangan ini dihubungkan ke sistem untuk menaikkan tegangan PWM 3 level, nilai tegangan PWM 3 level keluaran modul H-bridge yang terukur oleh multimeter merk FLUKE 115 TRUE RMS MULTIMETER adalah 183,5 VAC atau setara dengan 259,5 VDC. Tegangan keluaran yang dihasilkan seharusnya adalah sekitar 220 VAC atau setara dengan 311 VDC. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi drop tegangan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh nilai hambatan masukan sistem yang dicatu lebih besar daripada hambatan keluaran dari modul step-up tegangan yang dibuat.
4.5. Pengujian Modul Filter Sinyal masukan yang dilewatkan Band Pass Filter ini merupakan keluaran dari modul H-bridge yaitu sinyal PWM 3 level. Pengujian modul filter ini bertujuan untuk mengetahui keluaran sinyal yang nantinya akan digunakan untuk mencatu beban AC, sehingga dapat mengetahui apakah filter yang dibuat sudah mirip dengan sinyal
39
sinusoida yang dihasilkan oleh PLN atau belum. Gambar 4.10 berikut ini menunjukkan modul filter LC yang dibuat.
Gambar 4.10. Modul filter LC
Keluaran sinyal PWM 3 level setelah melewati modul filter LC yang dirancang seperti pada Gambar 4.10 dapat dilihat pada Gambar 4.11 berikut ini.
Gambar 4.11. Sinyal keluaran filter LC 40
Hasil uji coba filter LC pada Gambar 4.11 menunjukkan bahwa sinyal sinus yang dihasilkan masih kurang bagus karena bentuk sinyal sinus yang dihasilkan agak kotak pada bagian kanannya. Sedangkan frekuensi yang keluaran filter LC sudah cukup sesuai dengan perancangan.
4.6. Pengujian Sistem Keseluruhan 4.6.1. Pengukuran Efisiensi Daya dan Kapasitas Maksimum Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui batas kemampuan maksimum sistem secara keseluruhan dalam melayani beban dan mengetahui besar efisiensi daya dari sistem yang dirancang. Efisiensi daya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 𝜂=
𝑃𝑜𝑢𝑡 𝑥 100% 𝑃𝑖𝑛
dimana 𝜂
= efisiensi daya
Pout = daya keluaran = Vout x Iout Pin = daya masukan = Vin x Iin Pengujian dilakukan dengan cara memasang beban lampu yang mempunyai kapasitas
daya
bervariasi
secara
bergantian.
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan multimeter. Prinsip pengukuran efisiensi daya yang dilakukan adalah
Iout
Iin
Vin
SISTEM UPS
Gambar 4.12. Pengukuran efisiensi daya 41
Vout
Tegangan masukan (Vin) merupakan tegangan searah (DC), sedangkan tegangan keluarannya (Vout) merupakan tegangan efektif dari tegangan sinusoida (VRMS) yang terukur melalui multimeter. Hal ini berlaku juga arus masukan (Iin) dan arus keluarannya (Iout) juga. Hasil pengujian efisiensi daya dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini Tabel 4.3. Pengukuran efisiensi daya Beban (watt) 7
137,2
Iout (ampere) 43m
Efisiensi Daya (%) 67,27
955m
119,2
61m
61,6
12,3
1,24
109,2
82m
58,71
40
12,23
1,75
90,2
119m
50,15
60
12,18
2,26
77,3
155m
43,52
100
12,13
2,73
51,69
217m
33,87
200
12,04
3,32
19,21
412m
19,8
Vin (volt)
Iin (ampere)
Vout (volt)
12,44
705m
10
12,36
25
Berdasarkan Tabel 4.3 , sistem UPS dengan menggunakan inverter PWM 3 level yang dirancang mempunyai efisiensi daya rata-rata sebesar ῆ= =
67,27+61,6+58,71+50,15+43,52+33,87+19,8 7 334,92 7
= 47,85% Dari hasil pengukuran efisiensi daya yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata efisiensi daya untuk beban yang bervariasi dari 7 watt sampai dengan 200 watt adalah 47,85% saja, sehingga dapat dikatakan bahwa spesifikasi alat dimana efisiensi daya yang dihasilkan seharusnya dapat mencapai 70% tidak terpenuhi. Pada saat dilakukan uji coba dengan beban lampu 200 watt, efisiensi daya yang dihasilkan sangat rendah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa spesifikasi alat dimana UPS seharusnya dapat mencatu sebuah komputer Pentium 4 juga tidak terpenuhi karena
42
daya yang dibutuhkan untuk mencatu sebuah komputer Pentium 4 kurang lebih sekitar 350 watt. Kegagalan kedua spesifikasi tersebut dikarenakan modul step-up tegangan yang bekerja kurang baik dan daya maksimum yang seharusnya dapat dihasilkan masih kurang besar.
4.6.2. Pengukuran Waktu Kemampuan Aki Kering Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama aki kering mampu mencatu sistem. Uji coba ini akan dilakukan dengan beberapa macam beban secara bergantian. Nilai beban ini akan mempengaruhi lamanya aki dalam mencatu sistem. Aki kering yang digunakan adalah 1 buah aki kering 12 V/7,2 Ah. Hasil pengukuran waktu pembuangan muatan aki kering dengan nilai beban yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4. Pengukuran waktu kemampuan aki kering Beban (watt)
Iin (ampere)
Waktu
Iin x Waktu (Ah)
10
955m
4,5 jam
4,3
60
2,26
50 menit
1,88
100
2,73
12 menit
0,546
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa semakin besar nilai beban, maka kemampuan aki kering untuk mencatu sistem UPS semakin singkat. Nilai beban ini juga mempengaruhi kapasitas ampere hournya, dimana semakin besar nilai beban maka semakin kecil kapasitas ampere hournya.
4.6.3. Pengukuran THD (Total Harmonic Distortion) THD merupakan distorsi periodik dari gelombang sinus tegangan, arus, atau daya dengan kelipatan dua, tiga, empat, dan seterusnya, dengan bentuk gelombang yang frekuensinya merupakan kelipatan di luar bilangan satu terhadap frekuensi 50Hz. Atau dengan kata lain, jika dideretkan Fourier, sebuah sinyal non-sinusoidal tersusun dari komponen sinus beramplitudo A0 dengan frekuensi f0, ditambah dengan suku-suku 43
harmonik dengan ampitudo A1 yang mempunyai frekuensi 2f0, A2 yang mempunyai frekuensi 3f0, dan seterusnya. Persamaan berikut akan menunjukkan definisi dari THD berdasarkan penjelasan di atas
𝑇𝐻𝐷 =
𝐴1 𝑅𝑀𝑆 2 + 𝐴2 𝑅𝑀𝑆 2 + 𝐴3 𝑅𝑀𝑆 2 + … + 𝐴𝑛 𝑅𝑀𝑆 2 𝐴0 𝑅𝑀𝑆 2
Dimana A0 = Amplitudo frekuensi dasar A1 = Amplitudo harmonik kedua A2 = Amplitudo harmonik ketiga A3 = Amplitudo harmonik keempat A4 = Amplitudo harmonik ke-n Nilai 𝐴𝑛 𝑅𝑀𝑆 itu sendiri dapat dicari dengan
𝐴𝑛 2
Pada uji coba ini, pengukuran THD dilakukuan dengan menggunakan Automatic Distortion Meter merk GW GAD-201G. Alat ini dihubungkan secara parallel dengan beban yang dipasang.
Tabel 4.5. Pengukuran THD saat diberi beban Beban (watt)
THD (%)
7
6,5
10
6,8
25
9
40
13,5
60
20
100
30
200
40
44
Hasil pengujian THD untuk beban 7 watt sampai 200 watt mempunyai THD lebih besar dari 5%. Hal ini menunjukkan bahwa spesifikasi sistem yang menyebutkan bahwa THD sistem kurang dari 5% tidak terpenuhi. Hal ini dikarenakan Band Pass Filter yang dirancang untuk menapis sinyal PWM 3 level masih kurang baik dalam meredam THD, sehingga bentuk sinyal sinus yang dihasilkan masih kurang bagus.
4.6.4. Pengukuran Regulasi Tegangan Regulasi tegangan merupakan kemampuan suatu system untuk menghasilkan pendekatan nilai tegangan yang konstan melalui perubahan dari kondisi beban. Regulasi tegangan dapat dirumuskan 𝑉𝑅 =
𝑉𝑁𝐿 − 𝑉𝐹𝐿 𝑥100% 𝑉𝐹𝐿
Dimana VR = Regulasi tegangan VNL = Tegangan keluaran saat tidak dibebani VFL = Tegangan keluaran saat dibebani maksimum Hasil pengukuran untuk tegangan keluaran tanpa beban dengan menggunakan multimeter merk FLUKE 115 TRUE RMS MULTIMETER adalah 145,1 VAC. Untuk menentukan kualitas dari regulasi tegangan, terdapat 3 parameter utama dalam melakukan pengukuran kemampuan untuk mempertahankan nilai keluaran yaitu
Tabel 4.6. Tabel parameter untuk menentukan kualitas tegangan Parameter
Simbol
Line regulation
Sv
Berdasarkan perubahan tegangan input
Load regulation
Ro
Berdasarkan perubahan beban system
Temperatur dependence
ST
Penjelasan
Berdasarkan perubahan suhu pada komponen-komponen elektronika
45
Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4.3 diperoleh nilai regulasi tegangan pada Tabel 4.7 berikut ini Tabel 4.7. Pengukuran regulasi tegangan saat pembebanan Beban (Watt)
Vout
Regulasi Tegangan (%)
7
137,2
5,44
10
119,2
17,85
25
109,2
24,74
40
90,2
37,84
60
77,3
46,73
100
51,69
64,38
200
19,21
86,76
Dari hasil pengukuran regulasi tegangan pada saat diberi beban dapat dilihat bahwa semakin besar nilai beban pada sistem, semakin besar pula nilai regulasi tegangannya. Selain itu sistem yang dibuat sangat tidak stabil karena perbedaan regulasi tegangan yang cukup besar untuk nilai-nilai beban yang selisih sedikit.
46