22
BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Sifat Anatomi Bambu
4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode). Jarak antar buku pada bambu tali lebih besar dibandingkan jarak antar buku pada bambu ampel. Bentuk penampakan bambu tali dan ampel dapat dilhat pada Gambar 10 dan 11.
(a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.
(a) (b) (c) Gambar 11 (a) Bambu ampel bagian pangkal, (b) Bambu ampel bagian tengah, dan (c) Bambu ampel bagian ujung. Bambu memiliki diameter luar yang semakin besar dari pangkal ke ujung. Selain itu, bambu tali dan ampel juga memiliki tebal yang semakin kecil dari pangkal ke ujung. Karakteristik bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Lampiran 1.
23
4.1.2
Ikatan Vaskuler Pembuluh Keberadaan ikatan pembuluh bervariasi dalam jumlah dan bentuk, baik
arah horizontal maupun aksial (vertikal) dari batang. Ikatan pembuluh mempunyai ukuran yang semakin besar ke arah bagian dalam. Jumlah total ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke bagian ujung (Liese 1980). Hasil pengamatan tipe ikatan vaskuler dengan mikroskop terhadap penampang melintang bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tipe ikatan vaskuler pada masing-masing bagian bambu tali dan bambu Ampel Jenis Bambu Tali Ampel
Bagian Horizontal
Pangkal Buku Ruas III III III IV III IV IV III IV III IV III
Tepi Inti Dalam Tepi Inti Dalam
Bagian Vertikal Tengah Buku Ruas III III III III III III IV III IV III IV III
Ujung Buku Ruas III III III III III III III III III III III III
Pola ikatan vaskuler pada bambu tali berbeda pada bagian horizontal dan vertikal. Ikatan vaskuler bambu tali didominasi oleh vaskuler dengan ikatan tipe III dan IV. Ikatan vaskuler dengan tipe IV hanya terdapat pada bagian inti dan dalam ruas pangkal bambu, sedangkan bagian lainnya memiliki vaskuler dengan ikatan bertipe III. Untuk membedakan ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu tali dapat dilihat pada Gambar 12 (a), 12 (b), dan 12 (c).
D
T
D
T
D
T
(a) (b) (c) Gambar 12 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah dalam bambu tali, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruas bagian pangkal sebelah inti bambu tali, dan (c) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian tengah sebelah tepi bambu tali. Pada bambu ampel, ikatan vaskulernya lebih teratur. Ikatan vaskuler bambu ampel terdiri dari ikatan bertipe III dan IV. Vaskuler dengan ikatan tipe IV terdapat pada buku pangkal dan tengah bagian tepi, inti, dan dalam. Sedangkan
24
bagian lainnya memiliki vaskuler dengan ikatan bertipe III. Untuk membedakan ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu ampel dapat dilihat pada Gambar 13 (a), 13 (b), dan 13 (c).
D
T
D
T
D
T
(a) (b) (c) Gambar 13 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada ruas bagian pangkal sebelah dalam bambu ampel, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruas bagian tengah sebelah inti bambu ampel, dan (c) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah tepi bambu ampel. 4.1.3
Distribusi Vaskuler Pembuluh Distribusi vaskuler meliputi jumlah vaskuler/mm2 dan proporsi luas
vaskuler pada arah horizontal dan vertikal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan luas proporsi vaskuler Arah Vertikal Parameter
Jenis bambu
Tali Julmah Vaskuler /mm2
Arah Horizontal
Proporsi luas vaskuler (%)
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Ratarata
3,23
3,51
7,02
4,92
4,87
4,56
Inti
1,67
1,42
1,84
1,67
1,33
1,95
1,65
Dalam
0,83
1,00
0,91
1,42
0,58
1,59
1,06
1,99
2,73
2,54
2,42
Tepi
3,02
3,79
3,27
2,93
2,24
3,19
3,07
Inti
0,78
1,81
1,55
1,98
1,98
2,58
1,78
Dalam
0,69
1,03
1,03
1,38
1,03
2,07
1,20
1,85
2,02
2,18
2,02
Tepi
65,85
77,04
71,2
79,6
76,29
80,82
75,13
Inti
52,94
61,37
59,95
69,54
58,3
76,02
Dalam
42,05
46,49
38,52
58,44
41,11
77,98
63,02 50,76 5 62,97
Rata-rata
Ampel
Bagian ujung
3,79
Rata-rata
Tali
Bagian tengah
Tepi
Rata-rata
Ampel
Bagian pangkal Buku Ruas
57,62
62,88
68,42
Tepi
69,44
77,61
67,89
75,38
64,49
81,4
72,70
Inti
33,39
64,69
49,74
73,99
72,19
75,2
61,53
Dalam
31,3
45,97
40,42
63,41
54,1
71,18
51,06
Rata-rata
53,73
61,80
69,76
61,77
25
Dari Tabel 5 terlihat bambu tali memiliki rata-rata jumlah vaskuler dan proporsi luas vaskuler lebih besar dibandingkan bambu ampel. Perbedaan jumlah vaskuler/mm2 bambu tali dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat
Jumlah Vaskuler/mm2
pada Gambar 14. 8 6 4
Tepi
2
Inti
0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Dalam
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 14 Jumlah vaskuler / mm2 pada arah horizontal. Dari Gambar 14 terlihat bahwa bambu tali dan ampel memiliki jumlah vaskuler/mm2 yang semakin banyak dari dalam ke tepi. Begitu juga bagian ruas bambu tali dan bambu ampel memiliki jumlah vaskuler/mm2 lebih banyak dibandingkan dengan bagian buku. Sedangkan proporsi luas vaskuler bambu tali
Proporsi Luas Vaskuler (%)
dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat pada Gambar 15. 100 80 60 40 20 0
Tepi Inti Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Dalam
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 15 Proporsi luas vaskuler pada arah horizontal. Dari Gambar 15 terlihat pola yang sama dengan Gambar 14. Bagian tepi memiliki luas proporsi yang lebih besar dibandingkan bagian tengah dan dalam, namun selisih jumlah vaskuler/mm2 bagian tepi ke dalam lebih curam dibandingkan proporsi luas vaskuler. Hal ini dikarenakan bagian tepi memiliki ukuran vaskuler yang lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan ujung. Hal ini senada dengan Liese (1980) yang menyatakan bahwa pada bagian tepi, ikatan
26
pembuluh berukuran kecil dan berjumlah banyak. Sedangkan Pada bagian dalam ikatan pembuluh berukuran besar dan berjumlah sedikit. Perbedaan jumlah vaskuler/mm2 dan proporsi luas vaskuler juga terjadi pada arah vertikal. Perbedaan jumlah vaskuler/mm2 dan proporsi luas vaskuler pada arah vertikal
Jumlah Vaskuler/mm2
dapat dilihat pada Gambar 16. 8 6 4
Pangkal
2 0
Tengah Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ujung
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 16 Jumlah vaskuler /mm2 pada arah vertikal. Dari Gambar 16 terlihat pola sebaran jumlah vaskuler/mm2 tidak sama pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Pada buku bambu tali dan ampel memiliki pola yang berbeda dengan ruas bambu tali dan ampel. Pada buku bambu tali dan ampel memiliki pola semakin ke atas semakin banyak jumlah vaskuler/mm2. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tebal buluh yang semakin kecil dari pangkal ke ujung. Menurut Grosser dan Liese (1971) diacu dalam Nuryatin (2012), semakin sempit dinding buluh bambu maka terlihat ukuran dan jumlah ikatan vaskuler juga akan semakin kecil, sehingga nilai kerapatan akan semakin meningkat dari pangkal ke ujung buluh. Sedangkan pada bagian ruas bambu tali dan ampel memiliki pola jumlah vaskuler/mm2 yang mengalami peningkatan dari pangkal ke tengah, namun mengalami sedikit penurunan pada bagian ujung. Hal ini diduga, pertumbuhan vaskuler pada bambu mengalami puncak pada bagian tengah dan menurun pada ujung buluh. Selain itu, pada bambu tali dan ampel memiliki standar deviasi yang sangat tinggi. Bahkan pada bagian ujung buku bambu tali memiliki standar deviasi yang lebih besar dibandingkan rata-rata jumlah vaskuler /mm2. Hal ini disebabakan perbedaan jumlah vaskuler/mm2 yang begitu besar pada bagian tepi dan dalam, sehingga menyababkan standar deviasi menjadi besar. Proporsi luas vaskuler bambu tali dan ampel pada arah vertikal dapat dilihat pada Gambar 17.
Proporsi Luas Vaskuler (%)
27
100 80 60 40 20 0
Pangkal Tengah Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ujung
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 17 Proporsi luas vaskuler pada arah vertikal. Dari Gambar 17 terlihat bahwa porporsi luas vaskuler pada semua bagian, baik bambu tali maupun ampel memiliki pola yang sama. Proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari pangkal ke ujung. Jika dibandingkan dengan Gambar 16 dengan Gambar 17, terlihat pola yang berbeda antara keduanya. Pada Gambar 16, jumlah vaskuler/mm2 tidak selalu mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke ujung. Namun pada Gambar 17, proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke ujung pada semua posisi bambu tali dan ampel. 4.2 Sifat Fisis Bambu 4.2.1 Kadar air (KA) Hasil perhitungan KA kering udara pada bagian pangkal, tengah, dan ujung baik pada buku maupun ruas, tersaji pada Tabel 6 dan Gambar 18. Tabel 6 Kadar air kering udara bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis bambu Tali Ampel
Bagian pangkal Buku Ruas 20,77 19,20 19,29 17,87
Kadar Air (%) Bagian tengah Bagian ujung Buku Ruas Buku Ruas 19,18 17,75 17,58 16,82 17,74 16,42 16,56 16,02
Rata-rata 18,55 17,32
Dari Tabel 6 terlihat adanya perbedaan KA pada masing-masing bagian. Bambu tali memiliki KA 16,82% hingga 20,77% denga rata-rata 18,55%. Sedangkan pada bambu ampel, KA-nya berkisar 16,02 hingga 19,29% dengan rata-rata 17,32%. Selain terdapat perbedaan antar jenis, terdapat pula perbedaan KA antar bagian bambu. Untuk memperjelas perbedaan antar bagian dapat dilihat pada Gambar 18.
28
KA (%)
25 20 15 10
Pangkal
5
Tengah
0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ujung
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 18 KA bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Berdasarkan Gambar 18, pada bambu tali dan ampel terlihat bahwa terdapat penurunan KA dari bagian pangkal ke ujung. Menurut Nuryatin (2000), hal ini diakibatkan pada bagian ujung memiliki proporsi ikatan serabut yang lebih banyak dan didukung oleh proses lignifikasi yang lebih banyak sehingga lebih stabil dan mengakibatkan kandungan KA yang relatif lebih rendah dibandingkan bagian tengah dan pangkal. Bagian buku bambu tali dan ampel memiliki KA lebih besar daripada bagian ruas. Selain itu, KA bambu tali lebih besar dibandingkan KA bambu ampel. Menurut Sattar (1995) diacu dalam Nuryatin (2000), perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi dan komposisi kimia antar jenis yang mempengaruhi besarnya volume udara dalam batang bambu. Nilai KA pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Nuryatin (2000), nilai KA pada bambu tali sebesar 13,93% pada bagian pangkal dan 12,02% pada bagian ujung. Selain itu, hasil penelitian ini juga jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian penelitian Bachtiar (2008) yang memperoleh KA pada pangkal sebesar 12,20% dan pada tengah sebesar 12,15%. Perbedaan ini diduga disebabakan oleh pada saat pengujian curah hujan di Bogor sangat tinggi, sehingga mempengaruhi nilai KA. Menurut Habib (2010), Bambu cenderung menyerap jumlah air yang besar bila terendam atau tertimpa hujan dan bila hal ini berlangsung pada waktu yang cukup lama, bambu dapat menyerap hingga 100% dari berat keringnya. 4.2.2 BJ dan Kerapatan Hasil pengujian BJ dan kerapatan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tersaji pada Tabel 7, Gambar 19, dan Gambar 20.
29
Tabel 7 BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Sifat Fisis BJ Kerapatan (g/cm3)
Jenis bambu
Bagian pangkal
Bagian tengah
Bagian ujung
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Tali
0,66
0,67
0,70
0,72
0,70
0,73
0,70
Ampel
0,78
0,70
0,71
0,64
0,73
0,65
0,70
Tali
0,79
0,80
0,83
0,85
0,83
0,85
0,83
Ampel
0,92
0,83
0,83
0,79
0,85
0,76
0,83
Rata-rata
Besarnya BJ pada bambu tali adalah 0,66-0,73 dengan rata-rata 0,70. Sedangkan pada bambu ampel BJ-nya berkisar 0,65-0,78 dengan rata-rata 0,70. Sedangkan kerapatan pada masing-masing bambu adalah 0,79-0,85 g/cm3 dengan rata-rata kerapatan 0,83 g/cm3 pada bambu tali dan 0,76-0,92 g/cm3 dengan ratarata kerapatan 0,83 g/cm3 pada bambu ampel. Perbedaan BJ pada masing-masing bagian bambu yang dapat dilihat pada Gambar 19. 1
BJ
0.8 0.6 0.4
Pangkal
0.2
Tengah
0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ujung
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 19 BJ bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Menurut Nuryatin (2012), BJ bambu dipengaruhi oleh kandungan sklerenkim pada bambu. Vaskuler dengan ikatan bertipe III dan IV relatif memiliki sklerenkim yang hampir sama, walaupun memiliki jumlah rantai serabut yang berbeda. Sehingga vaskuler dengan tipe ikatan III dan IV tidak memiliki perbedaan BJ yang signifikan. Dari Gambar 19, pada bambu tali terlihat bahwa BJ semakin meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung. Struktur anatomi bambu erat kaitannya dengan sifat-sifat fisis dan mekanis bambu. Bila dikaitkan dengan proporsi luas vaskuler, maka BJ bambu tali memiliki pola yang sama dengan pola proporsi luas vaskuler, yaitu semakin meningkat dari pangkal ke ujung.
30
Hal berbeda terjadi pada bambu ampel yang memilki BJ cenderung menurun dari bagian pangkal ke ujung. Sedangkan pada buku bambu ampel memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Jika dikaitkan dengan proporsi luas vaskuler, BJ bambu ampel memiliki pola yang berbeda dengan proporsi luas vaskuler. Pada bambu ampel, mengalami penurunan dari bagian pangkal ke bagian ujung. Sedangkan proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke bagian ujung. Hal yang sama juga terlihat pada perbadingan BJ antara bagian buku dan bagian ruas. Pada bagian buku bambu ampel memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan zat ekstaktif bambu ampel mengalami penurunan dari pangkal ke ujung. Zat ekstraktif bambu ampel pada pangkal dan buku diduga lebih besar dibandingkan tengah dan ujung, serta ruas. Sehingga menyebabkan BJ bagian pangkal lebih besar dibandingkan bagian tengah dan ujung, serta BJ bagian buku lebih besar dibandingkan bagian ruas. Perbedaan besarnya kerapatan pada
Kerapatan (g/cm3 )
masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 20. 1 0.8 0.6 0.4
Pangkal
0.2
Tengah
0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ujung
Ampel Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 20 Kerapatan bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Berdasarkan Gambar 20, besar kerapatan bambu tali dan ampel memiliki pola yang sama dengan BJ-nya. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995), susunan serat pada ruas memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang, sehingga mentebabkan kerapatan yang semakin besar dari pangkal ke ujung. 4.2.3 Penyusutan Dimensi Penyusutan adalah penurunan dimensi akibat penurunan kadar air di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer 1993). Besar penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 21.
31
Tabel 8 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu
Penyusutan Dimensi Bambu (%)
Arah penyusutan
Tali Ampel
Bagian pangkal
Bagian tengah
Bagian ujung
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Ratarata
Tebal
4,80
2,89
3,78
4,95
4,65
6,38
4,58
Lebar
4,27
4,29
5,19
4,75
5,29
3,74
4,59
Tebal
3,17
3,73
5,37
5,98
4,18
4,13
4,43
Lebar
5,77
4,69
4,84
4,61
8,71
4,79
5,57
Dari Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata penyusutan tebal bambu tali dan ampel lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penyusutan lebarnya. Selain itu, rata-rata penyusutan tebal bambu tali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata penyusutan tebal bambu ampel. Sedangkan rata-rata penyusutan lebar bambu tali lebih kecil dibandingkan rata-rata penyusutan lebar bambu ampel. Rata-rata penyusutan tebal bambu tali dan ampel adalah 4,58% dan 4,43%. Sedangkan ratarata penyusutan lebar bambu tali dan ampel adalah 4,59% dan 5,57%. Untuk melihat perbedaan penyusutan dimensi pada masing-masing bagian, dapat dilihat pada Gambar 21. 16 Penyusutan (%)
14 12 10 8 6
Pangkal
4
Tengah
2
Ujung
0
Tebal
Lebar
Tebal
Buku
Lebar
Ruas
Tebal
Lebar
Tebal
Buku
Tali
Lebar
Ruas Ampel
Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 21 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 21 terlihat bahwa penyusutan dimensi pada masing-masing bagian bambu tali dan ampel memiliki pola yang berbeda-beda pada masingmasing dimensi. Hasil pengamatan Yap (1967) diacu dalam Nuryatin (2000), untuk bambu yang ditebang pada musim penghujan penyusutan hingga kondisi
32
kering udara besarnya adalah sekitar 10-20% (penyusutan tangensial atau penyusutan lebar) dan 15-30% (penyusutan radial atau penyusutan tebal). Sedangkan pada bambu dewasa, dengan KA 20%, penyusutan bambu sebesar 414% pada bagian tebal dan 3-12% pada bagian diameter/tebal (Dransfield dan Widjaja 1995). Hasil penelitian Nuryati (2000), besarnya penyusutan tebal bambu tali sebesar 19,85% pada bagian pangkal dan 12,48% pada bagian ujung. Selain itu penyusutan lebar sebesar 19,19% pada bagian pangkal dan 12,69% pada bagian ujung. Sedangkan pada bambu ampel besar penyusutan hingga KA 11,3% adalah 9,7-14% pada penyusutan tebal dan 6,0-11,9 % pada penyusutan lebar (Dransfield dan Widjaja 1995). Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Perbedaan dalam penyusutan contoh uji dari spesies yang sama di bawah kondisi yang sama diakibatkan oleh tiga faktor, yaitu: a.
Ukuran dan bentuk potongan. Hal ini mempengaruhi orientasi serat dalam potongan dan keseragaman kandungan air di seluruh tebal.
b.
Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut.
c.
Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat, terjadi tegangan internal karena perbedaan penyusutan. Hal ini sering mengakibatkan penyusutan yang lebih besar bila dibandingkan saat tidak terjadi tegangan internal. Penyusutan pada bambu berbeda jika dibandingkan penyusutan kayu.
Karena pada bambu, penyusutan dimulai pada saat pengeringan atau di atas titik jenuh serat. Hal ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi antara kayu dan bambu. Pada bambu strukturnya didominasi oleh parenkim sebagai jaringan dasar yang dindingnya cukup tipis sehingga pada saat pengeringan (masih di atas titik jenuh serat), air bebas yang keluar dari rongga sel parenkim mengakibatkan tahanan dalam lumen akan menjadi berkurang. Sehingga dinding sel parenkim yang tipis akan melisut (collapse) dan proses penyusutan akan dimulai sebelum dinding sel menyusut. Dengan demikian pada tanaman bambu, besarnya penyusutan akan lebih besar dibandingkan kayu (Nuryatin 2000).
33
4.2.4
Pengembangan Dimensi Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Pengembangan merupakan proses
saat air memasuki struktur dinding sel. Secara sederhana pengembangan adalah kebalikan dari proses penyusutan. Besar pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 22. Tabel 9 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Pengembangan Dimensi Bambu (%) Jenis Bambu
Bagian pangkal
Bagian tengah
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Ratarata
Tebal
2,96
2,65
2,37
3,35
2,32
3,19
2,97
Lebar
2,42
3,09
1,31
1,92
1,62
1,55
1,99
Tebal
2,39
1,96
1,54
4,26
3,33
6,50
3,33
Lebar
0,92
1,85
1,79
3,10
1,75
1,45
1,81
Arah pengembangan
Tali Ampel
Bagian ujung
Terlihat pada Tabel 9, rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pengembangan tebalnya. Selain itu, rata-rata pengembangan tebal bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan ampel. namun rata-rata pengembangan lebar bambu tali lebih besar dibandingkan lebar ampel. Rata-rata pengembangan tebal bambu tali dan bambu ampel adalah 2,97% dan 1,99% dan rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel adalah 3,33% dan 1,81%. Perbedaan pengembangan dimensi pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 22. Pengembangan (%)
12 10 8 6 4
Pangkal
2
Tengah
0
Ujung Tebal
Lebar
Tebal
Buku
Lebar
Ruas
Tebal
Lebar
Tebal
Buku
Tali
Lebar
Ruas Ampel
Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 22 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.
34
Dari Gambar 22 terlihat bahwa kecenderungan pengembangan tebal lebih besar dari pada pengembangan lebar,serta pengembangan pada bagian ruas lebih besar dari pada bagian buku. 4.3 Sifat Mekanis Bambu 4.3.1 Modulus of Elastisity (MOE) Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah berat jenis bambu. Berat jenis bambu merupakan ungkapan banyaknya zat kayu atau sel dinding sel. Bambu yang mempunyai berat jenis besar berarti mempunyai jumlah zat dinding sel persatuan volume yang besar. Selanjutnya zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu berarti jumlah sel sklerenkim pada bambu tersebut. Besar nilai MOE pada masing-masing bagian pada bambu tali dan ampel disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 MOE buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel Jenis Bambu Tali Ampel
Nilai MOE (kgf/cm2) Bentuk Bilah
Bagian pangkal Buku Ruas 105.237 116.724
Bagian tengah Buku Ruas 122.500 140.980
Bagian ujung Buku Ruas 118.482 155.541
Buluh
28.431
41.702
46.178
Bilah Buluh
117.975
107.776
53.809
106.167
128.414
102.776
69.617
109.194
101.683
Ratarata 126.577 38.770 112.050 75.036
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa MOE bilah bambu tali berkisar 105.237-155.541 kgf/cm2 dengan rata-rata 126.577 kgf/cm2 dan MOE pada bilah bambu ampel nilai MOE berkisar 102.776-128.414 kgf/cm2 dengan rata-rata 112.050 kgf/cm2. Sedangkan rata-rata MOE pada buluh utuh bambu tali dan bambu ampel adalah 38.770 kgf/cm2 dan 75.036 kgf/cm2. Bila dikaitkan dengan BJ, besar BJ bambu tali sama dengan BJ bambu ampel. Namun kekuatan MOE bilah bambu tali cenderung lebih besar dari pada bilah bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan bambu ampel lebih banyak mengandung zat ekstraktif dibandingkan bambu tali. Hasil penelitian Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) diacu dalam Krisdianto et al. (2007), menyebutkan bahwa kandungan silika dan abu pada bambu tali sebesar 0,37% dan 2,75%, jauh
35
lebih kecil dibandingkan kandungan silika dan abu pada bambu ampel sebesar 1,78% dan 3,09%. Besarnya kadungan zat ekstraktif pada bambu ampel menyebabkan bambu ampel memiliki BJ yang besar namun MOE yang lebih kecil, karena zat ekstraktif tidak memberikan tambahan kekuatan pada bambu ampel. Perbedaan besar nilai MOE pada masing-masing bagian pangkal, tengah
MOE (kgf / cm2 )
dan ujung, serata bagian buku dan ruas dapat terlihat jelas pada Gambar 23. 180000 150000 120000 90000 60000 30000 0
Pangkal Tengah Buku
Ruas Tali
Buku
Ujung
Ruas
Ampel Bilah Jenis dan Bagian Bambu
Tali
Ampel Buluh
Gambar 23 MOE bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Mengamati perbedaan besarnya MOE pada Gambar 23, pada bambu tali terdapat kecendrungan bagian ujung bambu memiliki nilai MOE lebih besar daripada pangkal. Hasil yang sama juga diperoleh Nuriyatin (2000) yang menunjukan kecenderungan peningkakan nilai MOE dari bagian pangkal ke ujung pada 4 dari 5 jenis bambu yang diuji. Menurut Liese (2003) diacu dalam Nuryatin (2012), panjang serabut berkolerasi sangat kuat terhadap MOE. Serabut tersusun dari sejumlah lapisan dengan berbagai orientasi mikrofibril. Susunan sel serabut tersebut akan memberikan kotribusi yang besar terhadap fleksibelitas bambu. Perbedaan besar MOE juga berbeda pada bagian buku dan ruas. Pada bambu tali, ruas bambu memiliki MOE lebih besar dari pada bagian buku. Namun kecendrungan yang berbeda terdapat pada bambu ampel. Pada bambu ampel, bagian pangkal meliliki kecendrungan MOE lebih besar dari pada bagian ujung. Menurut Jansen (1981) diacu dalam Nuryatin (2000), nilai MOE ditentukan oleh % skelerenkim. Karena adanya perbedaan % skelerenkim ini dicermin kan oleh perbedaan BJ. Sedangkan menurut Liese (1980), batang bambu terdiri atas bagian buku dan ruas. Pada bagian ruas, orientasi sel semuanya aksial tidak ada yang radial sedangkan sklerenkim pada buku dilengkapi oleh sel radial.
36
MOE buluh bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan buluh bambu ampel. Sedangkan bilah bambu ampel memiliki MOE yang lebih kecil dari bilah bambu tali. Hal ini dikarenakan jarak antar buku pada bambu ampel lebih pendek dibandingkan bambu tali. Sehingga diduga menyebabkan MOE pada buluh utuh bambu ampel menjadi lebih besar dibandingkan dengan bambu tali. Pola yang berbeda juga terjadi antara besar MOE bilah bambu ampel dengan buluhnya. MOE bilah bambu ampel memiliki kecenderungan semakin kecil dari pangkal ke ujung, sedangkan MOE buluh bambu ampel memiliki kecenderungan semakin besar dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga dipengarugi oleh jarak antar buku pada contoh uji. Saat membandingkan besar MOE pada buluh utuh dengan bilah bambu, terlihat bahwa MOE pada buluh utuh lebih kecil dibandingkan dengan bilahnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kekuatan belah bambu yang sangat lemah. Sehingga menyebabkan sebelum bambu mengalami kerusakan patah, bambu sudah mengalami kerusakan belah. Hal ini terlihat dari pola grafik elastisitas pengujian buluh utuh yang menyerupai gergaji. Grafik elastisitas buluh utuh dapat dilihat pada Gambar 24. 700
Beban (kgf)
600 500 400 300 200 100 0
0
0.5
1
Bilah
1.5
2 2.5 Defleksi (cm) Buluh Utuh 1
3
3.5
4
4.5
Buluh Utuh 2
Gambar 24 Grafik elastisitas buluh utuh dan bilah bambu. Gambar 24 memperlihatkan bahwa saat bilah bambu mengalami kerusakan, yaitu ketika beban mencapai maksimum, beban akan langsung turun. Sedangkan pada grafik elastisitas buluh utuh, terlihat bahwa setelah buluh mengalami kerusakan pada saat beban mencapai maksimum, beban akan jatuh
37
namun mampu naik kembali bahkan mampu melewati beban maksimum sebelumnya (Gambar 24 pada buluh utuh 2). Hal ini diduga kerusakan yang terjadi pada bambu saat beban maksimum berupa belah pada bambu bukan patah pada bambu, sehingga bambu masih mampu menahan beban yang ada. Bentuk kerusakan pada buluh utuh dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Bentuk kerusakan buluh utuh pada pengujian MOE dan MOR. Bila dikaitkan dengan jumlah buku, MOE pada ruas, dan MOE pada buku
.
bilah, maka rumus regresi yang dapat digunakan untuk menduga kekuatan MOE buluh utuh adalah Y = 4507,09 + 18191,48 X1 – 021 X2 +0,34 X3, dengan Y adalah MOE pada buluh utuh, X1 adalah jumlah buku, X2 adalah MOE pada ruas bilah, dan X3 adalah MOE pada buku bilah. Namun dari ketiga faktor ini, tidak ada faktor yang berpengaruh nyata terhadap MOE buluh utuh. Diduga masih ada faktor lain yang lebih mempengaruhi kekuatan MOE buluh utuh. 4.3.2 Modulus of Rupture (MOR) Tegangan pada batas patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai MOR pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 MOR buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel Jenis Bambu Tali Ampel
Nilai MOR (kgf/cm2) Bentuk Bilah
Bagian pangkal Buku Ruas 1.025 1.070
Buluh Bilah Buluh
1.324
312 1.275 402
Bagian tengah Buku Ruas 1.256 1.317 1.196
232 1.384 447
Bagian ujung Buku Ruas 1.213 1414 234 1.040
1126 601
Ratarata 1.216 259 1.224 483
Berdasarkan Tabel 11, MOR pada bilah bambu tali berkisar antara 1.0251.444 kgf/cm2 dengan rata-rata 1.216 kgf/cm2. Pada bilah bambu ampel MOR
38
berkisar antara 1.040-1.284 kgf/cm2 dengan rata-rata 1.224 kgf/cm2. Sedangkan rata-rata MOR pada buluh bambu tali adalah 260 kgf/ cm2 dan rata-rata MOR pada bulug bambu ampel adalah 483 kgf/ cm2. Untuk mengetahui perbedaan
MOR (kgf / cm2 )
MOR pada masing-masing bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 26. 2100 1800 1500 1200 900 600 300 0
Pangkal Tengah Buku
Ruas Tali
Buku
Ujung
Ruas
Ampel Bilah Jenis dan Bagian Bambu
Tali
Ampel Buluh
Gambar 26 MOR bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 26 terlihat bahwa pada bilah dan buluh bambu tali dan ampel memiliki kecenderungan pola yang sama dengan pola nilai MOE. Menurut Nuryatin (2000), beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara nilai MOE dan MOR, sehingga pendugaan MOR dengan MOE dapat dilakukan. MOR buluh utuh juga bisa diduga dengan mengaitkan jumlah buku, MOR pada ruas bilah, dan MOR pada buku bilah. Persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menduga MOR buluh utuh adalah Y = -286,70 + 153,05 X1 – 0,28 X2 + 0,56 X3, dengan Y adalah MOR pada buluh utuh, X1 adalah jumlah buku, X2 adalah MOE pada ruas bilah, dan X3 adalah MOE pada buku bilah. Dari ketiga faktor tadi, jumlah buku dan MOR pada buku bilah memberikan pengaruh nyata, sedangkan MOR pada ruas bilah tidak berpengaruh nyata. 4.3.3
Tekan sejajar serat Besarnya kekuatan tekan yang dialami bambu tergantung pada luasan
daerah tekan atau potongan melintang bambu yang ditekan. Tekan sejajar arah serat pada batang perlu mempertimbangkan gejala terjadinya tekuk (buckling). Besarnya nilai kekuatan tekan sejajar serat pada bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 12.
39
Tabel 12 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm2)
Jenis Bambu
Bentuk
Bagian pangkal Buku Ruas 347 379
Bilah
Tali
Buluh
Ampel
Bagian tengah Buku Ruas 302 508
Bagian ujung Buku Ruas 339 412
Ratarata 381
Bilah
408 328
467 400
446 518
481 543
472 428
500 486
462 451
Buluh
529
544
464
511
498
395
490
Dari Tabel 12 terlihat bahwa besar kekuatan tekan sejajar serat pada bilah bambu tali berkisar 302-508 kgf/cm2 dengan rata-rata 381 kgf/cm2 dan besar kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara 408-500 kgf/cm2 dengan rata-rata 462 kgf/cm2. Sedangkan pada bambu ampel besar nilai kekuatan tekan sejajar serat pada bilah berkisar antara 328-543 kgf/cm2 dengan rata-rata 451 kgf/cm2 dan kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara 464-544 kgf/cm2 dengan rata-rata 490 kgf/cm2. Perbedaan besar nilai kekuatan
Tekan Sejajar Serat (kgf / cm2 )
tekan sejajar serat pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 27. 800 600 400 Pangkal
200 0
Tengah Ujung Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas
Ampel
Buku
Ruas
Buku
Tali
Bilah
Ruas
Ampel Buluh
Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 27 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 27 terlihat bahwa kekuatan tekan sejajar serat bilah bambu tali dan lebih kecil dibandingkan kekuatan tekan buluh utuhnya. Hal ini dikarenakan pada buluh utuh bambu tali dan ampel memiliki kekuatan tekuk yang lebih besar sehingga menyebabkan kekuatan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel lebih besar.
40
Selain itu, kekutan tekan bagian buku bambu tali dan ampel memiliki kekuatan tekan lebih kecil dibandingkan pada bagian ruas. Pada buku, serat-serat ini saling bertautan dan sebagian memasuki diafragma dan cabang-cabang. Sebagai akibat dari diskontinyuitas ini buku-buku pada umumnya merupakan titik terlemah dari batang bambu (Ghavami 1988 diacu dalam Habib 2010). 4.3.4
Tarik Sejajar Serat Kekuatan tarik sejajar serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu
dalam
hal
kemampuannya
untuk
menahan
gaya-gaya
yang
cederung
menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Besarnya kekuatan tarik sejajar serat pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Nilai tarik sejajar serat (kgf/cm2)
Jenis Bambu
Bagian pangkal
Bagian tengah
Bagian ujung
Rata-rata
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Buku
Ruas
Tali
756
2563
777
2954
1034
2941
1837
Ampel
1056
2255
938
2256
1193
2555
1709
Dari Tabel 13 terlihat bahwa kisaran kekuatan tarik sejajar serat bambu tali adalah 756 - 2954 kgf/cm2 dengan rata-rata 1837 kgf/cm2. Sedangkan pada bambu ampel kekuatan tarik sejajar serat berkisar anrata 938 - 2.555 kgf/cm2 dengan ratarata 1.709 kgf/cm2. Perbedaan kekuatan tarik sejajar serat pada masing-masing
Tarik Sejajar Serat (kgf / cm2 )
bagian dapat dilihat pada Gambar 28. 3500 3000 2500 2000 1500
Pangkal
1000
Tengah Ujung
500 0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas Ampel
Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 28 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.
41
Besarnya nilai kekuatan tarik pada bambu tali memiliki kecenderungan yang yang serupa dengan nilai kecenderungan nilai MOE. Hal ini dikarenakan luas proporsi vaskuler dan BJ bambu tali memiliki pola yang sama. Sedangkan pada bambu ampel memiliki kecenderungan yang agak berbeda dengan pola MOE namun pada bagian ruas bambu ampel memiliki pola yang sama dengan proporsi luas vaskuler bambu ampel. Kekutan tarik bagian buku bambu tali lebih kecil bila dibandingkan dengan kekuatan tarik bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan ikatan serabut yang terjadi pada buku bambu ampel lebih kuat dibandingkan dengan ikatan serabut pada bambu tali. Menurut Wangaard (1950) diacu dalam Nuryatin (2000) menyatakan bahwa keteguhan tarik sejajar serat sangat tergantung pada kekuatan serabut (sifat kohesi) dan dipengaruhi oleh dimensi kayu, elemen penyusun dan susunannya dalam kayu. Kekuatan tarik terbesar akan diperoleh spesimen dengan serabut lurus serta berdinding tebal. Serat miring akan mengurangi kekuatan tarik. Menurut Liese (1980), pada bagian ruas (internode) memiliki sel-sel yang berorientasi aksial. Sedangkan pada bagian buku (node), orientasi seratnya adalah transversal interkoneksi. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan contoh tarik sejajar serat pada Gambar 29.
(a) (c) (b) Gambar 29 (a) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada buku, (b) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada ruas bambu tali, (c) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada ruas bambu ampel. Dari Gambar 29 terlihat bahwa kerusakan pada contoh uji tarik sejajar serat berupa buku (a), kerusakan terjadi tepat di tengah (buku). Sedangkan kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas tidak terjadi tepat di tengah. Pada bambu tali, yang memiliki pangjang ruas rata-rata lebih besar dari panjang contoh uji tarik sejajar serat, kerusan terjadi pada spanjang areal tertipis. Sedangkan kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas bambu ampel terjadi
42
pada buku. Hal ini dikarenakan rata-rata panjang ruas bambu ampel lebih pendek dibandingkan pangjang contoh uji dan titik terlemah dari bambu berada di buku. 4.3.5 Geser Sejajar Serat Kekuatan geser pada bambu lebih besar dibandingkan kekuatan geser pada kayu. Besarnya nilai kekuatan geser sejajar serat pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu
Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm2) Bagian pangkal Buku
Bagian tengah
Ruas
Buku
Bagian ujung
Ruas
Buku
Ruas
Ratarata
Tali
74
86
70
88
70
96
81
Ampel
106
109
96
113
104
117
108
Dari Tabel 14 terlihat bahwa rata-rata kekuatan geser sejajar serat bambu tali lebih kecil dibandingkan kekutan geser bambu ampel. Kekuatan geser sejajar serat bambu tali sebesar 81 kgf/cm2, sedangkan kekuatan geser bambu ampel sebesar 108 kgf/cm2. Perbedaan kekuatan geser sejajar serat pada masing-masing
Geser Sejajar Serat (kgf / cm2 )
bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 30. 160 140 120 100 80
Pangkal
60
Tengah
40
Ujung
20 0
Buku
Ruas
Buku
Tali
Ruas Ampel
Jenis dan Bagian Bambu
Gambar 30 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 30 terlihat bahawa kekuatan geser pada bagian ruas lebih besar dibandingkan kekutan geser pada bagian buku. Hal ini diduga disebakan oleh orientasi serat pada buku bambu memiliki orientasi yang transversal interkoneksi. Selain itu, perbedaan kekuatan geser juga terjadi pada bagian
43
pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung. Pada bagian ruas bambu tali dan bambu ampel, kekuatn geser semakin meningkat dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga disebabkan oleh proporsi luas vaskuler yang semakin besar dari bagian pangkal ke bagian ujung. Sedangkan pada bagian buku bambu memiliki kecenderungan yang berlawanan.
Pada
bagian
buku
bambu
kekutan
geser
serat
memiliki
kecenderungan semakin kecil dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaar ikan serat yang terjadi pada buku bambu.