45
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif
eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi dan identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam spons Clathria (Thalysias) sp, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas terhadap Larva udang Artemia salina L. dan uji in vitro terhadap sel HeLa. Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) dengan cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Adapun tahapan dari penelitian ini yaitu : penyiapan bahan, ekstraksi dan pemisahan, uji aktivitas antikanker, dan identifikasi senyawa antikanker dengan menggunakan uji fitokimia dan GC-MS 4.2
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – September 2014 bertempat di
Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Genetik Kelautan dan Rekayasa Genetik Universitas Udayana. Uji aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dilakukan di Laboratorium LPPT Institut Pertanian Bogor (IPB) dan analisis GCMS dilakukan di Laboratorium Bersama FMIPA Universitas Udayana.
45
46
4.3
Bahan dan Peralatan Penelitian
4.3.1
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spons Clathria
(Thalysias) sp yang diperoleh dari perairan Sanur, Bali yang tumbuh didasar laut dengan kedalaman ± 8 meter dari permukaan laut. Identifikasi sampel spons dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada. Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, pembersihan, dan pemotongan bahan. Bahan biologi sebagai uji toksisitas adalah larva Artemia salina L., bahan untuk uji antikanker menggunakan sel kanker serviks (human servical cell line), HeLa. 4.3.2
Bahan Kimia Bahan–bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam
derajat p.a dan teknis yang telah didestilasi seperti : etanol, metanol, n-heksana, etilasetat, kloroform, n-butanol, akuades, silika gel GF254, silika gel 60, Dimetil Sulfoksida, kalsium klorida anhidrat (CaCl2), ragi, asam asetat glasial, asam formiat, aseton, NaOH 10%, asam sulfat pekat, asam klorida 2 N, benzena, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, natrium klorida dan etanol 95%. 4.3.3
Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas,
neraca analitik, blender, pisau, penguap putar vakum, lampu UV, seperangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom, desikator, tabung reaksi, plat tetes, bak kaca/akuarium, plastik hitam, pipet mikro dengan berbagai ukuran,
47
multiwell plate (24 well), culture flask (25 cm), culture flask (75 cm), pipet tetes, pipet volume (1 mL dan 10 mL), kertas saring, dan seperangkat alat GC-MS. 4.4
Prosedur Penelitian
4.4.1
Skrining Sampel
4.4.1.1 Penyiapan ekstrak Spons Clathria (Thalysias) sp sebanyak 100 gram yang diambil dari perairan Sanur, Bali diekstraksi secara maserasi masing-masing dengan pelarut metanol dan etanol. Kedua ekstrak tersebut diuapkan dengan penguap putar vakum sehingga menghasilkan ekstrak kasar (crude extract) yang kering. Kedua ekstrak kasar (metanol dan etanol) diuji toksisitasnya menggunakan larva Artemia salina L. Ekstrak yang menunjukkan toksisitas paling tinggi selanjutnya dipisahkan, diuji antikanker terhadap sel HeLa, dan diidentifikasi senyawanya. 4.4.2
Isolasi Metabolit Spons clathria (Thalysias) sp sebanyak 2800 gram diekstraksi secara
maserasi dengan metanol sampai terendam. Setiap 24 jam filtratnya disaring dan ampasnya dimaserasi lagi dengan metanol. Ekstraksi dilakukan sampai diperkirakan semua metabolit terekstrak. Semua filtrat metanol diuapkan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) sampai menghasilkan ekstrak kasar (crude extract) metanol. Sebanyak 19,31 gram crude ekstrak metanol dilarutkan dalam pelarut air sebanyak 5 x 50 mL sampai semua ekstrak larut. Ekstrak air ini dipartisi dengan n-heksana (5 x 50 mL). Ekstrak nheksana (EH) dikumpulkan dan residunya (ekstrak air) dipartisi kembali dengan kloroform (5 x 50 mL) kemudian ekstrak kloroform (EK) dan ekstrak air (EA)
48
dikumpulkan. Ketiga ekstrak (EH, EK, dan EA) diuapkan menggunakan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana (EH), ekstrak kental kloroform (EK), dan ekstrak kental air (EA). 4.4.3
Uji Toksisitas terhadap larva Artemia salina L. Uji toksisitas dengan larva Artemia salina L., mengikuti metode Meyer
(1982). Media untuk larva dibuat dengan menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu satu bagian dibuat gelap dengan cara ditutup menggunakan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Telur Artemia salina L., diletakkan secukupnya pada bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam sehingga telur menetas dan siap digunakan untuk pengujian. Seberat 20 mg ekstrak dilarutkan dengan 2 mL pelarut. Larutan diambil sebanyak 500 μL, 50 μL, dan 5 μL. selanjutnya masingmasing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Setelah pelarutnya menguap, maka ke dalam masing-masing tabung reaksi tadi ditambah 50 μL dimetilsulfoksida, 1 mL air laut, dan 10 ekor larva udang. Kemudian ditambah air laut sampai volumenya 5 mL sehingga dicapai konsentrasi ekstrak 1000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Masing-masing konsentrasi diulang sebanyak 3 kali. Konsentrasi 0 ppm juga dibuat sebagai kontrol tanpa penambahan ekstrak. Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil yang dilubangi kecilkecil. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan terhadap kematian larva Artemia salina L,. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan analisis data untuk mencari konsentrasi kematian (LC50). Ketiga ekstrak diatas diuji toksisitasnya.
49
Ekstrak yang memperlihatkan toksisitas paling tinggi selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan. Uji toksisitas dianalisis dengan menghitung jumlah larva Artemia salina L. yang mati dalam tiap vial selama 24 jam. Efek toksik diperoleh dari pengamatan dengan menghitung % kematian (mortalitas) larva Artemia salina Leach pada tiap konsentrasi. Persen kematian diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : % kematian =
Dari persen kematian bioindikator, kemudian dibuat grafik antara % kematian vs log konsentrasi, dan diperoleh garis lurus dengan persamaan : y = bx + a. Dimana : y = % kematian x = Log Konsentrasi (C) Nilai LC50 diperoleh dari anti log C, dimana x merupakan logaritma konsentrasi bahan toksik pada y = 50, yaitu nilai 50 % bioindikator, sehingga persamaan regresi menjadi: x= dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan berikut: b= a= Keterangan: Y
: nilai persen kematian (mortalitas)
50
X
: logaritma konsentrasi ekstrak
a
: intersep
b
: slope/kemiringan
x
: nilai log konsentrasi pada Y = 50
LC50 24 jam 4.4.4
: anti log x
Pemisahan dan Pemurnian Metabolit Sekunder Pemisahan metabolit menggunakan metode kromatografi kolom dengan
fase diam silika gel 60 (70-230 mesh ASTM) dengan eluen terbaik hasil kromatografi lapis tipis (KLT). A. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang terdapat dalam sampel, yaitu dengan cara mencoba-coba berbagai eluen dengan polaritas yang berbeda-beda. KLT juga bertujuan untuk menentukan eluen yang paling baik yang nantinya digunakan sebagai fase gerak dalam kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan dalam KLT adalah silika gel GF254 dan fase geraknya adalah campuran dari beberapa pelarut. Fraksi kental yang paling aktif dilarutkan ke dalam sedikit pelarutnya, kemudian larutan tersebut diambil sedikit dengan menggunakan pipa kapiler dan ditotolkan pada plat KLT tepat pada garis batas bawah. Garis yang dibuat adalah masing-masing 1 cm untuk batas atas dan batas bawah, yang sebelumnya disesuaikan agar batas bawah berada sedikit di atas permukaan pengembang. Setelah kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah
51
dijenuhkan dengan uap fase gerak. Penjenuhan dilakukan dengan menaruh kertas saring pada sisi dalam bejana. Setelah fase gerak mencapai batas atas, lempeng plat diangkat dengan dikeringkan di udara terbuka. Pemisahan yang terjadi dalam sampel dapat diamati dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain itu dapat juga digunakan uap iodin atau menyemprot plat KLT menggunakan pereaksi pendeteksi noda. Noda yang terbentuk diamati. Fase gerak yang memberikan jumlah noda yang paling banyak dengan jarak pemisahan yang bagus selanjutnya akan dipilih sebagai eluen dalam analisis kromatografi kolom. B. Kromatografi Kolom Kromatografi kolom dilakukan untuk pemisahan dan pemurnian ekstrak pekat dengan fase diam berupa silika gel (70-230 mesh ASTM) dan fase geraknya adalah eluen terbaik hasil analisis kromatografi lapis tipis. Pemisahan dengan teknik kromatografi kolom diawali dengan pembuatan kolom yaitu silika gel 60 ditambah sedikit eluen sehingga menjadi bubur. Eluen dimasukkan ke dalam kolom dengan kran kolom dalam keadaan tertutup. Setelah itu kolom disumbat longgar dengan kapas atau glass wol. Kemudian kran kolom dibuka dan aliran eluen diatur kecepatannya lalu bubur sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung udara di dalam kolom. Bila semua bubur telah masuk, eluen tetap dialirkan kira-kira 4 jam dan dijaga agar bubur tidak kering atau pecah sampai terjadi pemampatan sempurna. Setelah kemampatan kolom diperkirakan homogen maka sebanyak kurang lebih 1,28 gram sampel dilarutkan dalam eluen kemudian dimasukkan ke dalam
52
kolom dengan hati-hati sambil kran dibuka dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Eluen secara terus-menerus dialirkan ke dalam kolom sampai terjadi pemisahan. Eluat ditampung setiap 3 mL dalam satu botol penampung. Elusi dihentikan setelah diperkirakan semua komponen keluar dari kolom. Setiap botol eluat dilihat pola nodanya pada plat kromatografi lapis tipis. Eluat yang memiliki pola pemisahan noda yang sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi yang diperoleh diuji toksisitasnya. Fraksi yang paling toksik akan diuji kemurniannya. C. Uji kemurnian Uji kemurnian dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan beberapa macam pelarut pengembang atau fase gerak yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Jika isolat tetap menunjukkan noda tunggal pada plat kromatografi dengan fase gerak yang berbeda, ini menunjukkan isolat relatif murni secara KLT dan selanjutnya dilakukan uji antikanker terhadap sel HeLa dan akan dianalisis senyawanya. 4.4.5
Uji Antikanker secara in vitro terhadap sel HeLa Sel kanker leher rahim HeLa dikultur pada media D-MEM dan dihitung
jumlah sel awal di bawah mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan penambahan tripsin. Selanjutnya sampel disentrifugasi hingga terbentuk dua lapisan yaitu endapan dan supernatan. Supernatannya dibuang sedangkan endapan dibentuk pelet dan ditambahkan media komplit 1 mL. Selanjutnya sel dihitung di bilik hitung.
53
Setelah sel mencukupi, sel ditanam pada 96 multi-well plate. Tiap sumuran berisi 5 x 103 sel dalam 100 mL sel penumbuh. Inkubasi sel selama 1-2 jam hingga sel melekat. Selanjutnya ditambahi sampel dengan berbagai konsentrasi pada setiap well sebanyak 100 μL. Jadi total setiap well berisi 200 μL. Sumuran yang hanya berisi media D-MEM sebagai kontrol media, sedangkan sumuran yang mengandung media D-MEM dan sel komplit tanpa ekstrak sebagai kontrol sel. Inkubasi dalam inkubator CO2 5% selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah 24 jam dilihat selnya di bawah mikroskop. MTT sebanyak 10 μL dengan konsentrasi 5 mg/mL ditambahkan pada masing-masing well. Inkubasi kembali selama 4 jam sampai terbentuk formazan. Reaksi MTT dihentikan dengan cara menambahkan SDS 50 μL sebagai stop solution, diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama selama 12 jam. Formazan dielusikan dari sel dengan 150 μL DMSO. Selanjutnya dibaca absorbansinya atau Optical Density (OD) menggunakan ELISA microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Pada metode MTT, persentase daya hambat (% inhibisi) terhadap sel HeLa dapat dihitung dengan rumus berikut : % Inhibisi =
x 100 %
Setelah diperoleh persen daya hambat, kemudian dibuat grafik antara % daya hambat vs konsentrasi sampel, dan diperoleh garis lurus dengan persamaan : y = bx + a Nilai IC50 diperoleh dari nilai x, dengan mensubstitusikan y = 50, yaitu nilai yang menyebabkan penurunan absorbansi sebanyak 50%. x=
54
Keterangan : y
: persen daya hambat
x
: konsentrasi bahan uji
a
: konstanta
b
: slope/kemiringan Kuatnya aktivitas antikanker menurut Cho (1998) dikategorikan sebagai
berikut: IC50
5 ppm = sangat aktif; IC50 5-10 ppm = aktif; IC50 11-30 ppm =
sedang; IC50 > 30 ppm = tidak aktif. 4.4.6
Identifikasi Isolat Aktif Identifikasi isolat aktif menggunakan uji golongan senyawa kimia (uji
fitokimia) serta dengan kromatografi gas-spektrometri massa. A. Uji golongan senyawa kimia (uji fitokimia) Uji golongan senyawa kimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi pendeteksi golongan senyawa, meliputi (Harborne, 1987) : 1.
Pereaksi pendeteksi golongan senyawa flavonoid Test dengan NaOH 10% 0,02 g sampel + beberapa tetes pereaksi NaOH 10%, reaksi positif apabila terjadi perubahan warna menjadi coklat Test Wilstatter 0,02 g sampel + beberapa tetes HCl pekat + 2-3 potongan kecil logam Mg, reaksi positif apabila memberikan warna merah-orange.
55
Test Bate-Smith dan Metacalf 0,02 g sampel + beberapa tetes HCl pekat kemudian dipanakan 15 menit dalam penangas air, reaksi positif apabila memberikan warna merah yang konsisten. 2.
Pereaksi pendeteksi golongan senyawa alkaloid Test Dragendorff 0,02 g sampel + HCl 0,1 N + beberapa tetes pereaksi Dragendorff, reaksi positif apabila terdapat endapan warna merah Test Mayer 0,02 g sampel + HCl 0,1 N + beberapa tetes pereaksi Mayer, reaksi positif apabila terbentuk endapan warna putih Test Wagner 0,02 g sampel + HCl 0,1 N + beberapa tetes pereaksi Wagner, reaksi positif apabila terbentuk endapan warna coklat.
3.
Pereaksi pendeteksi golongan senyawa triterpenoid dan steroid Pereaksi Liebermann-Burchard 0,02 g sampel + dua tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat, reaksi positif apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu-merahcoklat untuk triterpenoid dan warna biru-hijau untuk steroid Pereaksi H2SO4 10% 0,02 g sampel + pereaksi H2SO4 10% , reaksi positif apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu-merah-coklat untuk triterpenoid dan warna biru-hijau untuk steroid
56
4.
Uji Saponin dengan busa/buih (The froth test) 0,02 g sampel + 10 mL H2O panas, reaksi positif bila terbentuk busa stabil
kira-kira 10 detik setelah dikocok kuat-kuat dan tidak hilang bila ditambahkan asam klorida encer. 5.
Pereaksi pendeteksi senyawa asam fenolat 0,02 g sampel + beberapa tetes pereaksi feri (III) klorida 1%, reaksi positif
apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu, biru atau hitam yang kuat B. Kromatografi gas – spektroskopi massa Isolat aktif antikanker terhadap sel HeLa diidentifikasi senyawanya menggunakan GC-MS dengan menggunakan parameter kerja yang telah baku pada alat tersebut. Spektrum massa dari isolat aktif yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan spektrum pembanding yang telah terprogram pada alat GCMS (standard reference) sehingga senyawa hasil isolasi dapat diperkirakan strukturnya. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
57
Spons Clathria Thalysias sp (basah) Dibersihkan, dicuci dengan air, dibilas Etanol, dicuci dengan air, dipotong kecil-kecil, haluskan
Serbuk Spons Dimaserasi dengan Metanol Diuapkan Pelarutanya Diuji Toksisitas
Ekstrak Kental Metanol
Dilarutkan dengan Air Dipartisi dengan Pelarut Kloroform dan nHeksana Pelarut diuapkan dengan rotary evaporator
Partisi NHeksana
Partisi Kloroform
Partisi Air
Uji Toksisitas dengan Larva Artemia Salina L
Ekstrak Paling Toksik Dianalisis dengan KLT untuk mengetahui eluen terbaik Dipisahkan dengan Kromotografi Kolom (silika gel 60; eluen n-heksana : etil asetat (8:2)
Eluat 1
Eluat 2
Eluat 3
.....
Eluat 160
Dianalisis dengan KLT Penggabungan Eluat digabungkan berdasarkan Pola noda yang sama
Fraksi A
Fraksi B
Fraksi C
Fraksi B Paling Toksik
Fraksi D
Uji Toksisitas terhadap Artemia Salina L
Uji Anti Kanker terhadap Sel Hela Uji Fitokimia dan uji kemurnian Identifikasi senyawa toksik dengan GCMS
Senyawa Toksik Teridentifikasi
Gambar 4.1 Skema Kerja Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Clathria (Thalysias) sp terhadap sel Hela