BAB IV INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI
1. ION POSITIF a. Mekanisme Hilangnya Energi Radiasi Selama melewati materi, ion positif terutama kehilangan energi akibat berinteraksi dengan eletron atom penyusun materi. Interaksi ini menyebabkan: 1) disosiasi molekul 2) eksitasi atom dan molekul 3) ionisasi atom dan molekul, proses ini yang paling mudah diukur dan digunakan dalam mendeteksi ion positif Partikel alpha merupakan salah satu contoh radiasi ion positif. Partikel telah diketahui jumlah dan energi awalnya dapat dibuat supaya seluruh diserap dalam kamar pengion, karena partikel alpha hanya melewati yang pendek di dalam materi sebelum berkurang energinya menjadi termal. Dengan demikian ionisasi total yang dihasilkan tiap partikel alpha dapat diukur. Dari hasil eksperimen telah diketahui bahwa: a. pembentukan pasangan ion di udara memerlukan energi sebesar 35 eV, b. pembentukan pasangan ion dalam gas monoatomik memerlukan energi minimum 21,9 eV (untuk unsur xenon) dan maksimum 43 eV (untuk helium), c. energi yang diperlukan untuk membentuk satu pasangan ion dalam gas poliatomik (NH3) adalah 39 eV. d. energi yang diperlukan untuk membentuk satu pasangan ion dalam semikonduktor germanium adalah 2,9 eV. Sebagian besar hilangnya energi ion positif digunakan sebagai energi elektron yang lepas dari atom atau molekul. Energi maksimum yang diperoleh elektron dari tumbukan dengan partikel alpha berenergi 6 MeV adalah 3 keV. Energi rata-rata yang diberikan ke elektron selama melewati materi adalah sekitar 100-200 eV. Sebagian besar elektron sekunder (sinar delta) memiliki energi yang cukup untuk menyebabkan ionisasi pada atomatom lain. Dengan demikian 60% sampai dengan 80% ionisasi yang dihasilkan oleh partikel alpha (ion positif) adalah disebabkan karena ionisasi sekunder. Pada saat kecepatan ion positif berkurang menjadi suatu nilai yang hampir sama dengan kecepatan elektron valensi dalam atom, maka terdapat fenomena baru yang penting, yaitu ion-ion mulai mengadakan tumbukan elastik dengan atom (bukan terjadi eksitasi elektron atom). Tumbukan antara ion positif dengan atom ini disebut sebagai penghentian inti (nuclear stopping). Universitas Gadjah Mada
1
Pada saat kecepatan ion positif hampir sama dengan kecepatan elektron dalam kulit K maka ion akan mulai mengambil elektron dalam atom dan muatan rata-rata partikel akan berubah dari Z menjadi. Z-1. Secara rata-rata, ion-ion positif yang melewati suatu materi akan mengosongkan semua elektron orbital yang berkecepatan kurang dari kecepatan ion positif Sebagai kesimpulannya, terdapat tiga fenomena penting yang terjadi jika positif melewati materi, yaitu: a. Ion-ion positif dengan kecepatan cukup tinggi dapat mengambil atau mengosongkan (stripping) semua elektron dalam materi dan mekanisme hilangnya energi adalah karena ionisasi dan eksitasi elektron orbital atom penyusus materi, b. Ion-ion dengan kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan elektron dalam kulit K, maka ion positif akan mulai mengambil (pick up) elektron. Mekanisme hilangnya energi masih tergolong secara elektronik. c. Ion-ion positif dengan kecepatan hampir sama dengan elektron valensi, maka mekanisme hilangnya energi adalah tumbukan elastik antara ion positif dengan atom penyusun mateni, meskipun ion positif bermuatan.
b. Jangkauan Karena massa ion positif sangat besar dibandingkan dengan massa elektron, maka jarak yang ditempuh selama melewati materi oleh ion positif dengan energi tertentu adalah hampir sama berupa garis linier pada awalnya. Jarak ini disebut sebagai jangkauan (range) yang tergantung pada jenis dan energi dari radiasi ion positif. Massa yang besar ini menentukan karena dua alasan:
Fraksi hilangnya energi tiap tumbukan adalah sangat kecil (maksimal adalah 4m/M, dengan m adalah massa elektron dan M adalah massa ion positif), dengan demikian untuk menghentikan radiasi ion positif diperlukan jumlah tumbukan yang sangat besar dan pengaruh fluktuasi pada hilangnya energi rata-rata untuk setiap tumbukan menjadi minimal.
Pembelokan (defleksi) ion positif untuk setiap tumbukan adalah sangat kecil, sehingga panjang jejak sesungguhnya adalah hampir sama dengan proyeksinya pada arah gerak awal (jarak linier).
Berdasarkan tingkat fluktuasi pada rata-rata hilangnya energi dan jejak yang terjadi, maka terdapat suatu distribusi jangkauan, yang disebut sebagai straggling (yang besarnya hanya beberapa persen saja).
Universitas Gadjah Mada
2
Jangkauan ion positif pada umumnya ditentukan dengan metode absorpsi, baik dengan absorber padat maupun absorber gas (untuk yang Iebih tepat) pada berbagai tekanan. Salah satu contoh kurva serapan ditampilkan pada Gambar 4-1 yang menunjukkan banyaknya ion yang berada di dalam gas pada jarak r dari sumber untuk berbagai nilai r. Kurva garis-garis putus, yang bentuknya mendekati kurva Gaussian, diperoleh dengan mengintegralkan kurva garis miring dan menunjukkan distribusi jangkauan atau jumlah straggling. Jarak r yang berhubungan dengan titik maksimum dan kurva integral disebut sebagai jangkauan rata-rata (R). Jarak r yang diperoleh dengan mengekstrapolasi bagian yang mendekati garis lurus dari kurva integral sampai ke sumbu absis adalah jangkauan ekstrapolasi (Rex). Pada umumnya jangkauan rata-rata digunakan dalam berbagai tabel dan dalam hubungan jangkauan-energi. Jangkauan ekstrapolasi sering digunakan dalam literatur lama dan lebih mudah ditentukan secara eksperimen. hubungan antara kedua jangkauan sudah tersedia, perbedaan antara keduanya kurang lebih sebesar 1,1 % untuk partikel alpha dengan energi biasa.
c. Days Penghenti (Stopping Power) Hubungan antara energi radiasi ion positif dan jangkauannya lebih jelas lagi jika dinyatakan dalam dE/dx, yaitu laju dari hilangnya energi partikel bermuatan dalam melewati materi. Dalam medium tertentu besaran dE/dx disebut sebagai daya penghenti (stopping power) atau ionisasi jenis (specific ionization), yang merupakan fungsi dari energi, muatan dan massa ion. Interaksi antara partikel bermuatan dan elektron atom mirip dengan Coulomb. Jika ion berkurang muatannya dengan cara mengambil selama melewati materi, maka interaksi Coulomb dan laju hilangnya akan berkurang. Besarnya daya penghenti dapat ditentukan dengan persamaan yang diturunkan berdasarkan mekanika kuantum dan relativitas.
(4-1) Dimana,
: fraksi rata-rata elektron atom absorber diambil oleh ion positif
z
: nomor atom radiasi ion positif
e
: muatan elektron
v
: kecepatan ion positif
m : massa elektron I
: potensial ionisasi efektif
: v/e, c adalah kecepatan cahaya Universitas Gadjah Mada
3
N
: jumlah atom per satuan volume dalam absorber
Z
: nomor atom absorber
I/Z : sekitar 10 - 21 eV Jika energi kinetik ion positif sangat kecil dibandingkan dengan energi massa rehatnya atau <<< 1, maka persamaan (4-1) dapat direduksi menjadi
(4-2) Dari persamaan tersebut diketahui bahwa laju hiiangnya energi semua partikel bermuatan yang bergerak dengan iaju yang sama pada suatu absorber adalah berbanding lurus dengan kuadrat muatannya. Dengan demikian laju hilangnya energi proton yang berenergi E, deuteron yang berenergi 2E, dan triton yang berenergi 3E adalah sama satu dengan yang lain, dan sama dengan seperempat 3He yang berenergi 3E atau partikel alpha berenergi 4E. Ketentuan tersebut berlaku jika radiasi ion positif dapat mengambil (mengosongkan) semua elektron dari atom penyusun absorber (=l) dan hilangnya energi karena penghentian nuklir dapat diabaikan. Ion-ion yang sangat ringan seperti hidrogen dan helium dapat mengambil dan mengosongkan semua elektronnya pada energi diatas MeV/amu. Untuk boron sampai dengan neon, enenrgi yang diperlukan sekitar 10 MeV/amu, sedangkan untuk uranium mendekati beberapa ratus MeV/amu Laju hilangnya energi tidak sama untuk ion-ion yang berbeda meskipun energinya sama. Sebagai contoh adalah
16
O,
15
O,
14
N dengan energi 80 MeV dalam alumunium akan
mengalami kehilangan energi masing-masing dengan laju sebesar 3,46; 3,32; dan 2,49 dan 2,49 MeV. Mg-1 cm2. Sifat-sifat dari adanya perbedaan tersebut memungkinkan untuk mengidentifikasi nomor atom sampai dengan 25 dan isotop secara individu untuk isotop dengan nomor atom kurang dari atau sama dengan 20 (Z ≤ 20) dengan alat yang disebut teleskop pengidentifikasi partikel (particle-identifier telescope). d. Hubungan Jangkauan dan Energi Jangkauan dapat dihitung dengan mengintegralkan hilangnya energi
(4-3) Jika persamaan (4-2) untuk mendapatkan daya penghenti digunakan untuk menghitung jangkauan dengan persamaan (4-3), diharapkan jangkauan partikel sebanding dengan kuadrat energinya untuk energy nonrelativitas. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat diturunkan persamaan semiempiris untuk menghitung jangkauan, yaitu : R=a
(4-4) Universitas Gadjah Mada
4
dengan a dan b adalah konstanta empiris yang sedikit bervariasi dengan energi dan tergantung pada jenis partikel, sedangkan E0 adalah energi kinetik ion positif. Nilai b sekitar 1,7 sampai dengan 1,8 untuk ion positif yang dapat mengosongkan semua elektron dalam atom absorber, sedangkan untuk ion positif seperti produk fisi yang tidak dapat mengosongkan semua elektron dalam atom absorber, maka nilai b adalah 0,5. Jangkauan untuk partikel alpha yang berada di udara bersuhu 0°C dan tekanan 1 atm dapat dihitung dengan persamaan berikut : R (cm) = 0,56 x E (MeV)
E < 4 MeV
R (cm) = 1,24 x E – 2,62
4 < E < 8 MeV
(4-6)
Dimana, A : nomor atom medium R : jangkauan partikel alpha di udara Karena laju hilangnya energi melalui proses elektronik untuk semua ion laju yang sama adalah sebanding dengan kuadrat muatan ion positif, maka jangkauan dari suatu ion dapat dinyatakan sebagai jangkauan ion lainnya dengan syarat bahwa kedua ion tersebut dapat mengosongkan semua elektron dalam atom absorber.
(4-3)
Dalam hal mi zi, Mi, dan Ei adalah nomor atom, massa dan energi ion i. Sebagai contoh adalah jangkauan ion
16
O berenergi 160 MeV dalam alumunium dapat
diperkirakan dan Gambar 4-5 dan persamaan (4-7)
Dari eksperimen diperoleh jangkauan untuk ion tersebut adalah 46,8 mg.em-2. Jangkauan yang sesungguhnya ini lebih besar dari hasil perhitungan karena pengambilan elektron akan mengurangi laju hilangnya energi. Seringkali diinginkan untuk menentukan jangkauan ion positif dalam bahan absorber selain alumunium, persamaan (4-1) dan (4-3) dapat digunakan untuk menghitung. Pada banyak kasus, misalnya udara, substan penghenti tidak hanya terdiri dari unsur tunggal tetapi campuran beberapa unsur. Dengan demikian untuk menentukan daya penghenti molekul atau campuran atom atau molekul dapat digunakan persamaan di bawah ini. =
+
+
+ ……
(4-8) Universitas Gadjah Mada
5
Dimana, R1, R2, R3
: jangkauan ion tertentu dalam masing-masing unsure
Rt
: jangkauan ion dalam campuran
w1, w2, w3
: fraksi berat
e. Straggling Laju hilangnya energi, seperti yang ditunjukkan pada persamaan sebelumnya merupakan kuantitas rata-rata. Pada kenyataannya terdapat fluktuasi hilangnya energi ion pada tiap tumbukan dan fluktuasi jumlah tumbukan tiap satuan panjang jejak. Fluktuasi ini dalam fraksi hilangnya energi tiap tumbukan bahkan akan menjadi lebih besar pada energi rendah (dimana terjadi fluktuasi muatan ion) dan pada energi yang, lebih rendah (dimana penghentian nuklir Iebih mendomminasi). Lebih lanjut lagi, ion-ion, yang sebagian besar melalui penghentian nuklir, akan mengalami hamburan sehingga jarak yang ditempuh oleh ion sepanjang arah gerak aslinya adalah kurang dari jarak sesungguhnya yang ditempuh. Sebagai akibat dari semua efek tersebut, berkas ion yang awalnya monoenergetik tidak memiliki jangkauan unik (tunggal) dalam absorber, atau terdapat distribusi jangkauan. Fenomena tersebut dikenal sebagai straggling. Secara kuantitatif, straggling (S) didefinisikan sebagai perbedaan antara jangkauan rata-rata dengan jangkauan ekstrapolasi, seperti pada Gambar 4-1. Untuk proton yang bergerak di udara, straggling yang dinyatakan dalam istilah jangkauan rata-rata bernilai 1,9 % sampai dengan 1,1% jika energi awal bervariasi dad 8 sampai dengan 500 MeV. Persentase straggling akan berkurang sekitar 0,3 untuk setiap kenaikan energi sebesar empat kali. Straggling partikel lainnya yang bermuatan z dan bermassa M kemungkinan dapat didekati dengan menggunakan straggling proton yang memiliki laju awal sama jika energinya cukup tinggi,
(4-9)
Persamaan tersebut dapat digunakan untuk partikel alpha berenergi 40 MeV, tetapi kurang tepat digunakan untuk menentukan straggling fragmen fisi. 2. ELEKTRON a. Proses Hilangnya Energi Pada dasarnya interaksi elektron dengan materi adalah sama dengan ion positif Proses yang terlibat pada hilangnya energi secara kualitatif juga sama untuk kedua kasus. Pada kenyataannya, hilangnya energi rata-rata tiap pasangan ion yang terbentuk adalah sama untuk elektron dan ion positif, misalnya 35 eV di udara. Ionisasi primer yang Universitas Gadjah Mada
6
ditimbulkan oleh elektron hanya sekitar 20 — 30% dari total ionisasi, sisanya dihasilkan dari ionisasi sekunder. Besarnya laju linier hilangnya energi akibat ionisasi dan eksitasi dapat dihitung dengan persamaan
dimana, q
: muatan elektron (=1,6. 10-19 coulomb)
N
: jumlah atom absorber per cm3
Z
: nomor atom absorber
NZ
: jumlah elektron absorber per cm3 (=3,88.1020 untuk udara pada kondisi tandar)
Em
: energi yang setara dengan massa elektron (=0,511MeV)
Ek
: energi kinetic
: v/c
I
: potensial ionisasi dan eksitasi rata-rata dari atom absorber (=8,6. 10-5 untuk udara dan 1,35. 10-5 Z untuk bahan lain)
Ada dua perbedaan interaksi antara radiasi ion positif dan elektron dengan materi, yaitu pada energi tertentu, kecepatan elektron lebih besar dibandingkan dengan ion positif, sehingga ionisasi jenis elektron kurang dari ion positif. Elektron kemungkinan kehilangan banyak energi sewaktu bertumbukan dengan satu elektron atom absorber, sehingga straggling akan lebih nyata (lebih besar) dibandingkan dengan ion positif. Jika berkas elektron yang awalnya homogen melewati materi, maka straggling akan semakin bertambah dengan adanya hamburan elektron menuju arah yang berbeda-beda, sehingga kemungkinàn terdapat perbedaan panjang jejak elektron yang melewati absorber dengan ketebalan yang sama. Hamburan nuklir menjadi penyebab utama adanya defleksi dengan sudut besar, meskipun hilangnya energi hampir semuanya disebabkan oleh interaksi dengan elektron. Untuk elektron berenergi tinggi ada suatu mekanisme hilangnya energi yang harus diperhitungkan, yaitu bremsstrahlung. Proses bremsstrahlung adalah pancaran radiasi gelombang elektromagnetik apabila elektron dipercepat dalam medan listrik inti atom. Perbandingan antara hilangnya energi berupa pancaran radiasi dengan hilangnya energi berupa ionisasi dalam unsur yang bernomor atom Z adalah mendekati EZ/800, dalam hal ini E adalah energi elektron (MeV). Adapun fraksi energi elektron yang diubah menjadi pancaran radiasi gelombang elektromagnetik adalah F = 3,5.10-4 x Z x E
(4-11) Universitas Gadjah Mada
7
dimana, Z
: nomor atom absorber
E
: energy maksimum electron (MeV)
Dengan demikian dalam bahan berat seperti timbal, hilangnya radiasi menjadi berarti bahkan pada energi 1 MeV, sedangkan dalam bahan ringan (udara atau alumunium) hal ini tidak berarti. Jarak yang ditempuh elektron sehingga energinya berkurang dengan faktor sebesar e karena efek bremsstrahlung disebut sebagai panjang radiasi (radiation length). b. Absorsi Partikel Beta Gabungan efek spektrum kontinyu dan hamburan menyebabkan absorpsi partikel beta mendekati eksponensial. Kurva absorpsi, yaitu kurva aktivitas terhadap ketebalan absorber yang dilewati partikel beta, biasanya digambarkan pada kertas semilog. Bentuk eksak (pasti) kurva absorpsi tergantung pada bentuk spektrum sinar beta dan, karena efek hamburan, tergantung pada geometri sampel, absorber dan detektor. Jika sampel dan absorber dibuat sedekat mungkin dengan detektor, maka kurva absorpsi semilogmendekati garis lurus, jika tidak maka kurva lengkung ke arah sumbu yang terbentuk. Jika suatu sumber memancarkan partikel beta yang memiliki dua spektra dengan energi maksimum yang berbeda, maka akan kelihatan dari berubahnya kemiringan pada kurva absorpsi, kurva semacam itu analog dengan kurva semilog peluruhan aktivitas yang terdiri dari dua aktivitas dengan umur paruh yang berbeda. Jika jangkauan partikel beta diketahui, maka hubungan antara jangkauan energi dapat digunakan untuk menentukan energi maksimum partikel beta. Hubungan antara jangkauan dengan energi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut, 1) 0,01 ≤ E ≤ 2,5 MeV R = 412 E(1,265-0,0954InE)
(4-12)
2) E > 2,5 MeV ; R > 1200 R = 530 E-106
(4-13)
3) R ≤ 1200 In E = 6,63 – 3,2376(10,2146-InR)1/2
(4-14)
dimana, R : jangkauan (mg/cm2) E : energy maksimum partikel beta (MeV)
b. Hamburan Balik (Back-Scattering) Hamburan elektron baik oleh inti maupun elektron adalah Iebih besar dibandingkan dengan partikel berat. Fraksi yang signifikan dan jumlah elektron yang menumbuk materi Universitas Gadjah Mada
8
kemungkinan dipantulkan sebagai hasil proses hamburan tunggal atau hamburan banyak. Intensitas pantulan akan bertambah dengan semakin tebalnya reflektor (pemantul), kecuali untuk ketebalan yang Iebih besar dari sepertiga jangkauan elektron. Saturasi (kejenuhan) akan dicapai dan selanjutnya penambahan ketebalan tidak akan memperbesar intensitas pantulan. Perbandingan antara aktivitas sumber beta yang terukur dengan reflektor dan tanpa menggunakan reflektor disebut sebagai faktor hamburan balik. Saturasi faktor hamburan balik pada dasarnya tidak tergantung dari energi maksimum beta untuk energi di atas 0,6 MeV dan bervariasi dari 1,3 untuk alumunium sampai dengan 1,8 untuk timbal. Meskipun faktor ini tergantung pada pengaturan pencacahan tertentu yang digunakan, sebaiknya ditentukan untuk setiap konfigurasi. 3. RADIASI ELEKTROMAGNETIK a. Proses Penyebab Hilangnya Energi Tidak seperti pada partikel bermuatan, foton dalam melewati materi tidak dapat kehilangan energi secara kontinyu sepanjang jejak yang dilalui. Sebaliknya, dalam dua dari tiga proses fundamental foton berinteraksi dengan materi, maka semua energi foton dipindahkan ke medium dalam satu interaksi. Dengan demikian absorpsi foton dalam materi diharapkan bersifat eksponensial dengan tebal paruh yang Iebih besar dari jangkauan partikel beta yang memiliki energi sama. Sebagai akibatnya maka ionisasi jenis rata-rata sinar gamma kemungkinan sepersepuluh sampai dengan seperseratus dari ionisasi jenis radiasi elektron untuk energi yang sama. lonisasi yang diamati untuk sinar gamma hampir seluruhnya sekunder. Hilangnya energi rata-rata per pasangan ion yang terbentuk sama dengan sinar beta, misalnya 35 eV dalam udara.
b. Efek Fotolistrik Pada energi rendah, proses terpenting adalah efek fotolistrik. Pada proses ini kuantum elektromagnetik berenergi hv melepaskan elektron yang terikat dari atomnya atau molekul dan keluar dan atomnya dengan energi sebesar (hv - εb), dengan εb adalah energi ikat elektron. Kuantum radiasi hilang seluruhnya dalam proses ini, dan kekekalan momentum kemungkinan hanya karena atom yang ditinggalkan elektron dapat menerima momentum. Untuk energi foton yang lebih besar dari energi ikat pada kulit K dan atom absorber, maka absorpsi fotolistrik terutama terjadi pada kulit K, sedangkan kulit L hanya menyumbang sekitar 20% saja dari kulit yang lebih luar lagi akan memberikan sumbangan yang lebih kecil. Dengan alasan ini, maka kemungkinan absorpsi fotolistrik memiliki diskontinyuitas yang tajam pada energi yang setara dengan energi ikat pada kulit K, L, M, dan seterusnya. Untuk energi foton di atas energi ikat kulit K dan absorber, pada awalnya absorpsi fotolistrik akan turun dengan cepat (sekitar E-7/2), kemudian turun perlahan-lahan (sekitar E-1) dengan Universitas Gadjah Mada
9
bertambahnya energi. Hal ini juga sebanding dengan Z5. Energi sinar gamma yang memberi sumbangan 5% pada total absorpsi sinar gamma adalah 0,15 MeV untuk alumunium, 0,4 MeV untuk tembaga, 1,2 MeV untuk timah, dan 4,7 MeV untuk timbal. Kecuali untuk unsur berat, absorpsi fotolistrik relative tidak penting untuk energi di atas 1 MeV. c. Efek Compton Foton kemungkinan hanya memindahkan sebagian energinya ke elektron yang terikat ataupun yang bebas. Foton tidak hanya berkurang energinya tetapi arahnya berbelok dari arah semula. Proses ini disebut sebagi efek Compton atau hamburan Compton. Hubungan antara hilangnya energi dengan sudut hamburan dapat diturunkan dari kondisi relativitas untuk kekekalan momentum dan energi.
(4-15) Kuantitas E0 adalah energi total partikel dalam keadaan rehat yang besarnya adalah mc2. Perlu diingat bahwa massa rehat foton adalah nol. Energi awal sinar gamma adalah E, energi sinar gamma setelah dihamburkan dengan sudut adalah E, p adalah momentum elektron setelah ditumbuk oleh sinar gamma dan dihamburkan dengan sudut . Berdasarkan kekekalan momentum dan energi dapat diturunkan persamaan berikut,
(4-16)
(4-17)
(4-18)
Sudut dieliminasi antara persamaan (4-17) dan (4-18) dengan menggunakan hubungan (sin2 + cos2 ) = 1, hasilnya adalah
(4-19) Persamaan (4-19) disubstitusikan ke persamaan (4-16) diperoleh
(4-20) Dengan menggunakan hubungan antara energi foton dan panjang gelombang (E=hc/), maka persamaan (4-20) menjadi
Universitas Gadjah Mada
10
(4-21) dimana me adalah massa rehat elektron, h/mec = 2,42631.10-10 cm disebut sebagai panjang gelombang Compton elektron. Persamaan (4-21) menunjukkan bahwa untuk energi tertentu, maka terdapat energi minimum (panjang gelombang maksimum) untuk sinar gamma yang dihamburkan dan dapat terjadi hamburan dengan arah kebalikan arah semula, yaitu jika cos= -1 Sebaliknya elektron Compton akan menerima energi maksimum. Energi minimum ini dapat dihitung dengan persamaan
(4-22)
Energi sinar gamma bervariasi antara suatu nilai minimum sampai dengan maksimum, sehingga spektrum energi elektron Compton terbentang dari nilai nol sampai dengan energi maksimum yang agak kurang dari energi sinar gamma mula-mula. Demikian juga untuk sinar gamma, energi sinar gamma yang terhambur terbentang dari energi maksimum yang besarnya sama dengan energi sinar gamma mula-mula sampai dengan energi minimum yang mendekati ½ E0 = 250 KeV. Hamburan Compton per elektron tidak tergantung pada nomor atom (Z), sehingga koefisien hamburan per atom sebanding dengan Z. Untuk energi lebih dan 0,5 MeV mendekati sebanding dengan E-1. Dengan demikian hamburan Compton berkurang sedikit demi sedikit (berkurangnya lebih lambat dibandingkan dengan fotolistrik) dengan kenaikan energi, paling tidak untuk energi menengah (sampai dengan 1 atau 2 MeV), bahkan di dalam timbal proses ini mendominasi untuk daerah energi 0,6 sampai dengan 4 MeV. d. Produksi Pasangan (Pair Production) Mekanisme radiasi elektromagnetik dapat diserap oleh materi adalah proses produksi pasangan. Pada proses ini foton harus memiliki energi paling tidak sebesar 1,02 MeV dan berinteraksi di dalam medan inti atom. Foton tersebut. akan hilang dan sebagai gantinya diciptakan dua partikel yaitu elektron dart positron. Karena positron merupakan partikel yang tidak stabil memiliki umur yang sangat pendek, maka akan mencari pasangannya, yaitu elektron, dan bergabung untuk menuju ke kestabilan. Penggabungan antara kedua partikel tersebut akan menghasilkan dua radiasi gelombang elektromagnetik dengan arah berlawanan yang masing-masing berenergi sebesar 0,51 MeV. Proses tersebut disebut sebagi proses pemusnahan (anihilasi). Untuk energi lebih dan 1,02 MeV penampang Universitas Gadjah Mada
11
lintang atomik untuk proses produksi pasangan pada awalnya akan bertambah sedikit demi sedikit dengan adanya kenaikan energi dan di atas kirakira 4 MeV menjadi sebanding dengan log E dan Z2. f. Koefisien Serapan Untuk mengukur karakteristik atenuasi berkas foton dilakukan eksperimen. Berkas foton monoenergetik dilewatkan pada absorber dengan divariasi. Detektor ditempatkan pada jarak yang tetap dari sumber dan absorber sehingga hanya foton primer (foton yang lewat terjadi interaksi) yang diukur dengan detektor. Dalam hal ini foton terhambur tidak diukur. Dengan demikian jumlah foton yang berkurang setelah melewati absorber dengan ketebalan dx dapat ditentukan, yaitu sebanding dengan jumlah sebelum melewati absorber (N), dN Ndx dN = - N dx
(4-23)
Dalam hal ini adalah konstanta proporsionalitas yang disebut sebagai koefisien atenuasi. Tanda minus menunjukkan bahwa jumlah foton berkurang dengan bertambahnya ketebalan absorber. Persamaan di atas dapat dinyatakan dengan intensitas (I), yaitu
(4-24)
(4-25)
Jika ketebalan x dinyatakan dengan satuan panjang, maka disebut sebagai koefisien atenuasi Iinier satuan cm-1. I(x) adalah intensitas yang ditransimiskan oleh absorber dengan ketebalan x dan I0 adalah intensitas foton sebelum melewati absorber. Jika I (x) digambarkan sebagai fungsi x untuk berkas monoenergetik, maka akan didapat garis lurus di atas kertas semilogaritmik, yang rnenunjukkan bahwa atenuasi dan berkas monoenergetik dinyatakan sebagai fungsi eksponensial. Analog dengan umur paruh, ketebalan paruh (half-value layer/HVL atau half-value thickness/HVS)
didefinisikan
sebagai
ketebalan
absorber
yang
diperlukan
untuk
mengatenuasi (melemahkan) intensitas suatu berkas menjadi separuh dari intensitas semula. Dengan demikian hubungan antara tebal paruh dan koefisien atenuasi adalah sebagai berikut, HVT =
(4-26)
Karena atenuasi yang dihasilkan dari ketebalan x tergantung pada jumlah elektron dalam atom absorber, maka koefisien atenuasi tergantung pada kerapatan materi, sehingga Universitas Gadjah Mada
12
dibagi dengan kerapatan (p) akan menghasilkan (m) yang tidak tergantung pada kerapatan dan disebut sebagai koefisien atenuasi massa dan memiliki satuan cm2.g-1. Ketebalan absorber dapat dinyatakan juga dalam elektron/cm2dan atom/cm2. Koefisien atenuasi yang berhubungan dengan kedua satuan tersebut disebut sebagai koefisien atenuasi elektronik (e) dan koefisien atenuasi atomik (a).
(4-27)
Dalam hat ini Z adalah nomor atom absorber dan N0 adalah banyaknya elektron per gram atau
(4-28) Dimana, NA
: bilangan Avogadro
AW
: berat
atom
Koefisien atenuasi merupakan fraksi foton yang melewati absorber per satuan ketebalan absorber Intensitas I(x) yang ditransmisikan adalah banyaknya foton yang tidak berinteraksi dengan materi. g. Koefisien Transfer Energi Pada saat foton berinteraksi dengan elektron materi, sebagian atau seluruh energinya diubah menjadi energi kinetik elektron. Jika hanya sebagian energi foton yang diberikan ke elektron, maka foton itu sendiri dihamburkan dengan energi yang lebih keeil dari energi semula. Foton yang terhambur kemungkinan akan berinteraksi dan sebagian atau seluruh energinya ditransfer ke electron. Dengan demikian foton akan mengalami satu atau Iebih interaksi darri energi foton akan diubah menjadi energi kinetik electron. Reaksi energi foton yang ditransfer menjadi energi kinetik partikel per satuan ketebalan absorber disebut sebagai koelisien transfer energi (energy transfer coefficient atau tr), dan hubungannya dengan koefisien atenuasi linier adalah sebagai berikut,
(4-29)
Étr
: energi rata-rata yang ditransfer menjadi energy kinetik partikel bermuatan per interaksi Universitas Gadjah Mada
13
h
: konstanta Planck
: frekuensi
i. Koefisien Absorpsi Energi Sebagian besar elektron yang dihasilkan oleh foton akan kehilangan energinya karena tumbukan inelastik (ionisasi dan eksitasi) dengan elektron atom materi, beberapa tergantung
pada
nomor
atom
materi,
akan
kehilangan
energy melalui
interaksi
bremsstrahlung dengan inti atom. Energi bremsstrahlung dipancarkan sebagai sinar X dan tidak termasuk dalam perhitungan energi yang terserap di temapt itu. Koefisien absorpsi energi (en) didefinisikan sebagai hasil perkalian koefisien transfer energi dan (1-g), dalam hal ini g adalab fraksi energi partikel bermuatan sekunder yang hilang karena interaksi bremsstrahlung dengan materi. en = tr(1-g)
(4-30)
Untuk materi yang tersusun dari atom ringan (Z rendah), hilangnya energi elektron hampir semuanya karena ionisasi , interaksi bremsstrahlung dapat diabaikan, sehingga en = tr. Koefisien ini dapat sangat berbeda jika energi kinetik partikel sekunder besar dan materi yang dilewati memiliki nomor atom besar.
4. NEUTRON Karena neutron tidak memiliki muatan, maka interaksinya dengan elektron sangat kecil dari ionisasi dengan neutron merupakan efek yang dapat diabaikan. Interaksi neutron dengan materi dibatasi untuk efek inti, yang meliputi hamburan elastik dan inelastik, sedangkan reaksi intinya adakh (n, ), (n, p), (n, ), (n, 2n), dan reaksi fisi. a. Pelambatan Neutron Neutron digolongkan berdasarkan energinya menjadi 1)
neutron cepat adalah neutron yang memiliki energi lebih dan 100 keV,
2)
neutron intermediet atau epitermal atau neutron lambat adalah neutron yang memiliki energi sampai dengan 1 keV,
3)
neutron termal adalah neutron yang memiliki energi sama dengan energi kinetik ratarata molekul gas dalam lingkungannya.
Neutron cepat kemungkinan kehilangan sebagian besar energinya jika bertumbukan tidak elastik dengan inti berat. Proses ini akan berhenti dan menjadi efektif setelah energi intermediet tercapai dan tidak menghasilkan neutron lambat. Kebanyakan pelambatan neutron dilakukan melalui suatu proses yang terdiri dari banyak tumbukan elastik berantai dengan inti atom. Neutron yang pada awalnya berenergi E0 yang bertumbukan dengan inti Universitas Gadjah Mada
14
atom akan menyebabkan inti atom terpental. Besarnya energi yang diberikan oleh neutron pada inti atom yang terpental adalah 4AE0/(A+1)2, dengan A adalah nomor massa inti target. Inti atom ringan merupakan inti yang paling efektif dalam mengadakan tumbukan elastic dengan neutron cepat karena sebagian besar energi neutron akan dipindahkan inti tersebut. OIeh karena itu substan yang mengandung hidrogen , seperti parafin atau air, merupakan media yang paling efektif untuk memperlambat neutron. Pada hamburan elastik neutron dengan energi di bawah 10 MeV, kemungkinan energinya ditransfer antara nol sampai batas yang lebih atas 4AE0/(A+1)2. Dengan demikian probabilitas bahwa neutron berenergi E0 akan memiliki probabilitas bahwa neutron berenergi E0 akan memiliki sisa energi antara E dan E+dE adalah
dan energi rata-rata yang tertahan dalam neutron adalah
(4-31)
Dan hasil tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata E/E0 tidak tergantung pada E0, sehingga nilai rata-rata E/E0 setelah n tumbukan adalah (4-32)
Probabilitas bahwa neutron yang berenergi awal E0 memiliki energi antara En.., dan En + dEn setelah n kali tumbukan elastik dengan inti hidrogen adalah (4-33)
(4-34) Jumlah rata-rata tumbukan yang diperlukan untuk melambatkan neutron berenergi E0 menjadi E adalah
Universitas Gadjah Mada
15
(4-35)
Untuk tumbukan dengan proton (A = 1) penyebut dalam persamaan (4-35) bernilai 1, sehingga En = E0 e1-n, kira-kira 20 tumbukan diperlukan untuk mengurangi energi neutron dari beberapa MeV menj adi energi termal (kira-kira 0,04 eV). Parafin dengan ketebalan kirakira 20 cm di sekitar sumber neutron dapat mengurangi sebagian besar energi neutron menjadi energi termal. Keseluruhan proses perlambatan neutron memerlukan waktu kira-kira 10-3 detik.
Universitas Gadjah Mada
16