BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2014 – 27 Maret 2014. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh metode VAKT terhadap tingkat kemampuan pemahaman kata kerja dasar pada anak dengan gangguan spektrum autis kelas X di SLB Harmony Surakarta tahun 2014. Deskripsi dari siswa tersebut dijelaskan sebagai berikut: Nama
:K
Umur
: 16 tahun
Kelas
:X
Sekolah
: SLB Harmony Surakarta
Deskripsi kemampuan awal siswa 1. Kognitif 1. Siswa sudah mengenal huruf 2. Siswa sudah dapat membaca permulaan 3. Siswa lambat dalam merespon 4. Siswa sering tidak fokus 5. Siswa memiliki ingatan yang cukup baik 2. Emosi a. Siswa tidak mudah marah b. Siswa lebih sering diam 3. Sosial Siswa dapat berinteraksi dengan teman dan guru tetapi cukup memerlukan pendekatan untuk berinteraksi dengan orang baru. 4. Fisik Keadaan fisik lengkap dan tidak mengalami gangguan tetapi kurang dapat melakukan kontak mata.
50
51 5. Bahasa/ Komunikasi a. Mampu berkomunikasi sederhana b. Sering mengulang kata Proses penelitian dilakukan dengan empat tahapan yaitu baseline 1, intervensi 1, baseline 2, dan intervensi 2. 1. Deskripsi tahap baseline 1 Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu tahap baseline. Pengukuran baseline 1 dilakukan pada tanggal 24 Maret 2014. Tahap baseline merupakan tahap dimana peneliti melakukan assesmen untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak dalam memahami kata kerja dan mengetahui kondisi anak. Pengukuran baseline 1 ini dilakukan dengan memberikan 10 kata kerja yaitu injak, lari, lipat, maju, pukul, putar, remas, tarik, tekan, dan tiup berupa tes lisan dan perbuatan secara langsung tanpa memberikan intervensi. Tes lisan I berupa membaca kata kerja, tes perbuatan berupa peragaan kata kerja, dan tes lisan II dengan menyebutkan kata kerja. Tes lisan I dilakukan dengan peneliti menunjukkan kata kerja tersebut dalam bentuk kartu kata yang kemudian dibaca oleh siswa. Siswa hanya dapat menyebutkan dengan benar kata “lari” dan “maju”. Hal ini disebabkan kedua kata tersebut terdiri dari dua suku kata dan merupakan kata berpola kvkv yang telah dikuasai siswa. Bertentangan dengan itu untuk kata “remas” dan “tiup” siswa tidak dapat menyebutkan kata tersebut. Siswa hanya melihat kartu kata tanpa memberikan respon. Kata selain itu dapat disebutkan oleh siswa tetapi kurang tepat sebagai contoh kata “putar” dibaca “puter”. Masih ada pula kata yang salah disebutkan oleh siswa contohnya kata “injak”. Siswa mengeja kata per huruf dengan benar tetapi membaca kata tersebut dengan kata yang asing dan tidak dimengerti. Tes perbuatan dilakukan dengan peneliti menyebutkan kata kerja kemudian siswa memperagakan kata kerja yang telah disebutkan tersebut. Siswa tidak dapat memperagakan 5 dari 10 kata yang disebutkan yaitu kata “injak”, “pukul”, “putar”, “remas”, dan “tekan”. Kata-kata tersebut masih
52 dirasa asing untuk siswa sehingga siswa hanya diam dan terkadang perhatiannya beralih. Ada kata kerja yang masih kurang tepat diperagakan oleh siswa contohnya “lari”. Siswa memperagakan kata “lari” dengan berjalan langkah besar. Siswa dapat memperagakan dengan benar beberapa kata kerja seperti kata “tarik” diperagakan dengan memegang kursi kemudian menggeser mundur atau ke arah belakang. Tes lisan II dilakukan dengan peneliti memperagakan kata kerja kemudian siswa menyebutkan kata kerja tersebut. Siswa tidak dapat menyebutkan kata kerja yang diperagakan peneliti seperti “injak”, “remas”, dan “tekan”. Siswa hanya diam tanpa memberikan respon apapun. Tujuh kata selain itu dapat disebutkan oleh siswa tetapi ada dua kata yang siswa salah dalam menyebutkan yaitu kata “maju” dan “tarik”. Kata “maju” disebutkan dengan “berjalan” dan kata “tarik” disebutkan dengan “dorong”. Hasil dari ketiga tes yang dilakukan pada tahap baseline 1 diperoleh nilai akhir dari penilai 1 yaitu 46,7 dan nilai dari penilai 2 yaitu 51,1. 2. Deskripsi tahap intervensi 1 Tahap setelah melakukan asesmen pada tahap baseline selanjutnya penelitian dilakukan pada tahap intervensi. Intervensi dilakukan dengan memberikan tindakan berdasarkan hasil dari tahap baseline. Tahap intervensi 1 dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014 dalam waktu 45 menit, pada tahap ini peneliti memberikan materi tentang kata kerja dasar dengan menggunakan metode VAKT (visual auditori kinestetik taktil). Kata kerja yang digunakan masih sama seperti dalam tahap baseline 1 yaitu injak, lari, lipat, maju, pukul, putar, remas, tarik, tekan, dan tiup. Pengukuran yang digunakanpun sama seperti tahap baseline 1 yaitu dengan tes lisan dan perbuatan. Tes lisan I berupa membaca kata kerja, tes perbuatan berupa peragaan kata kerja, dan tes lisan II dengan menyebutkan kata kerja. Langkah-langkah pembelajaran pada tahap intervensi adalah sebagai berikut: a. Kegiatan Pendahuluan 1) Guru mengucapkan salam kemudian berdoa.
53 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 3) Guru menyiapkan media pembelajaran. 4) Guru memusatkan perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar. b. Kegiatan Inti 1) Eksplorasi a) Guru menunjukkan kepada siswa kartu kata bertuliskan kata kerja. b) Guru membaca kartu kata, kemudian siswa menirukan. c) Guru menunjukkan kepada siswa video peragaan kata kerja, kemudian siswa menirukan peragaan kata kerja tersebut. d) Guru menunjukkan kepada siswa video peragaan kata kerja dan melafalkan kata kerja tersebut, kemudian siswa menirukan pelafalan kata kerja. e) Guru memberikan balok kata pembentuk kata kerja, kemudian anak menelusuri kata kerja tersebut. 2) Elaborasi a) Siswa membaca kata kerja yang ada pada kartu kata yang ditunjukkan guru. b) Siswa memperagakan kata kerja yang disebutkan guru. c) Siswa menyebutkan kata kerja yang diperagakan guru. 3) Konfirmasi a) Guru memperbaiki cara siswa dalam membaca kata kerja yang masih kurang tepat. b) Guru memperbaiki cara siswa dalam memperagakan kata kerja yang masih kurang tepat. c) Guru memperbaiki cara siswa dalam menyebutkan kata kerja yang masih kurang tepat. c. Kegiatan Penutup 1) Guru bersama siswa mengingat kembali kata kerja yang telah dipelajari. 2) Guru memberikan penguatan positif kepada siswa.
54 3) Guru menutup pelajaran. Berdasarkan pengukuran pada tahap baseline 1 masalah yang terjadi yaitu karena siswa masih asing dengan beberapa kata kerja dasar yang diberikan peneliti sehingga terkadang siswa merepon dengan salah, perhatian beralih, bahkan tidak merespon. Hasil yang didapat dari pengukuran pada tahap baseline 1 digunakan sebagai acuan untuk memberikan intervensi dengan menggunakan metode VAKT. Hasil yang diperoleh setelah diberikan intervensi 1 ini menunjukkan peningkatan baik dalam tes lisan I, tes perbuatan, dan tes lisan II. Hal ini disebabkan pembelajaran menggunakan seluruh indera pada siswa sehingga siswa lebih mudah mengingat dan memahami kata kerja yang diberikan. Tes lisan I menunjukkan peningkatan respon siswa terhadap kata kerja dalam kartu kata. Siswa menyebutkan dengan cepat dan tanpa mengeja kata kerja yang ditunjukkan dengan kartu kata meskipun masih ada beberapa kata yang kurang tepat dalam menyebutkan seperti kata “tekan” disebutkan dengan “teken”. Tes perbuatan pada tahap intervensi 1 terlihat bahwa siswa selalu merespon meskipun peneliti harus menyebutkan kata kerja berulang kali dan respon anak cukup lambat. Siswa dapat memperagakan kata kerja dengan benar lebih banyak dibanding pada tahap baseline 1. Tes lisan II menunjukkan kesamaan dengan tes perbuatan yaitu siswa selalu merespon meskipun peneliti harus menanyakan berulang kali kata kerja yang diperagakan. Siswa dapat menyebutkan dengan benar kata kerja yang diperagakan peneliti meskipun masih terdapat kata yang kurang tepat dalam menyebutkan dan masih terdapat satu kata kerja yang salah dalam menyebutkan yaitu kata “maju” disebutkan dengan “jalan”. 3. Deskripsi tahap baseline 2 Tahap baseline 2 ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami kata kerja dasar tanpa diberikan perlakuan dengan metode VAKT. Tahap baseline 2 dilakukan pada tanggal 26 Maret 2014. Pengukuran pada tahap baseline 2 ini sama seperti pengukuran pada tahap baseline 1 yaitu dengan memberikan tes lisan I berupa membaca kata kerja, tes perbuatan
55 berupa memperagakan kata kerja, dan tes lisan 2 berupa menyebutkan kata kerja. Kata kerja yang diberikan berbeda dengan kata kerja pada tahap baseline 1. Kata kerja tersebut antara lain “angkat”, “dorong”, “jinjit”, “jongkok”, “lempar”, “lompat”, “merangkak”, “mundur”, “tangkap”, dan “tendang”. Tes lisan I siswa hanya dapat menyebutkan dengan benar tiga kata kerja yang ditunjukkan dengan kartu kata yaitu kata “lempar”, “lompat”, dan “mundur”. Hal ini dikarenakan ketiga kata tersebut memiliki tipe yang sama dalam pembentukan katanya dan lebih mudah dibaca dari tujuh kata lainnya. Siswa tidak dapat menyebutkan sama sekali dua kata kerja seperti “jinjit” dan “merangkak”. Lima kata kerja lainnya belum dapat disebutkan dengan benar. Siswa masih salah dalam membaca kata-kata tersebut dengan menyebutkan kata yang tidak jelas. Tes perbuatan yang diberikan pada tahap ini menunjukkan bahwa ada kata kerja yang dapat diperagakan dengan benar seperti kata kerja “lompat” karena anak sudah memahami sebelumnya. Siswa masih salah memperagakan beberapa kata kerja seperti “angkat”, “dorong”, dan “jongkok”. Siswa memperagakan kata kerja “dorong” dengan menarik kursi bukan mendorong kursi. Siswa tidak merespon kata kerja seperti “jinjit”, “merangkak”, dan “tangkap”. Hal ini disebabkan karena kata kerja tersebut masih asing sehingga siswa bingung dan hanya diam. Tes lisan II siswa menyebutkan dengan benar kata kerja yang diperagakan peneliti seperti kata kerja “jongkok”, “lempar”, “lompat”, dan “tendang”. Lain halnya dengan kata kerja seperti “angkat”, “dorong”, “mundur” dan “tangkap”, siswa menyebutkan dengan kata kerja lain contohnya kata kerja “dorong” disebutkan dengan kata kerja “tarik”. Ada dua kata kerja yang sama sekali tidak dapat disebutkan oleh siswa yaitu kata kerja “jinjit” dan “merangkak”. kata kerja tersebut masih asing bagi siswa sehingga siswa tidak dapat merespon kata kerja tersebut seperti halnya pada tes perbuatan.
56
4. Deskripsi tahap intervensi 2 Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah tahap intervensi 2 yang merupakan intervensi dari baseline 2. Tahap intervensi 2 ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2014 dalam waktu 45 menit. Intervensi yang diberikan pada tahap ini sama seperti pada tahap intervensi 1 yaitu memberikan materi tentang kata kerja dasar dengan menggunakan metode VAKT (visual, auditori, kinestetik, taktil) hanya saja kata kerja yang digunakan berbeda diantaranya “angkat”, “dorong”, “jinjit”, “jongkok”, “lempar”, “lompat”, “merangkak”, “mundur”, “tangkap”, dan “tendang”. Pengukuran yang dilakukan juga sama yaitu dengan tes lisan I berupa membaca kata kerja yang ditunjukkan dengan kartu kata, tes perbuatan berupa memperagakan kata kerja yang disebutkan peneliti, dan tes lisan II berupa menyebutkan kata kerja yang diperagakan peneliti. Langkah-langkah pembelajaran pada tahap intervensi adalah sebagai berikut: a. Kegiatan Pendahuluan 1) Guru mengucapkan salam kemudian berdoa. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 3) Guru menyiapkan media pembelajaran. 4) Guru memusatkan perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar. b. Kegiatan Inti 1) Eksplorasi a) Guru menunjukkan kepada siswa kartu kata bertuliskan kata kerja. b) Guru membaca kartu kata, kemudian siswa menirukan. c) Guru menunjukkan kepada siswa video peragaan kata kerja, kemudian siswa menirukan peragaan kata kerja tersebut.
57 d) Guru menunjukkan kepada siswa video peragaan kata kerja dan melafalkan kata kerja tersebut, kemudian siswa menirukan pelafalan kata kerja. e) Guru memberikan balok kata pembentuk kata kerja, kemudian anak menelusuri kata kerja tersebut. 2) Elaborasi a) Siswa membaca kata kerja yang ada pada kartu kata yang ditunjukkan guru. b) Siswa memperagakan kata kerja yang disebutkan guru. c) Siswa menyebutkan kata kerja yang diperagakan guru. 3) Konfirmasi a) Guru memperbaiki cara siswa dalam membaca kata kerja yang masih kurang tepat. b) Guru memperbaiki cara siswa dalam memperagakan kata kerja yang masih kurang tepat. c) Guru memperbaiki cara siswa dalam menyebutkan kata kerja yang masih kurang tepat. c. Kegiatan Penutup 1) Guru bersama siswa mengingat kembali kata kerja yang telah dipelajari. 2) Guru memberikan penguatan positif kepada siswa. 3) Guru menutup pelajaran. Pengukuran pada tahap intervensi 2 dilakukan sebagai pembanding antara hasil pengukuran dengan menggunakan metode VAKT dan hasil pengukuran tanpa menggunakan metode VAKT pada tahap baseline 1. Hasil pengukuran pada tahap intervensi 2 menunjukan peningkatan yang sangat baik. Anak semakin antusias dalam mengikuti pembelajaran dan merespon perintah yang diberikan peneliti. Tes lisan I menunjukkan anak dapat merespon semua perintah dengan menyebutkan kata kerja yang ditunjukkan dalam kartu kata. Siswa
58 menyebutkan dengan cepat kata kerja yang ditunjukkan oleh peneliti hanya saja pada kata “jinjit” siswa masih lama dalam merespon dan masih kurang tepat. Tes perbuatan yang diperagakan oleh siswa sudah menunjukkan peningkatan dari hasil pengukuran pada baseline 2. Siswa mampu memperagakan semua kata kerja yang disebutkan peneliti meskipun masih ada peragaan kata kerja yang kurang tepat. Peningkatan yang terlihat dalam memperagakan kata kerja dengan benar contohnya pada peragaan kata kerja “dorong” siswa dapat memperagakan kata kerja tersebut dengan mendorong kursi bukan lagi menarik kursi seperti pada tahap baseline 2. Peragaan kata kerja yang masih kurang tepat diperagakan contohnya pada kata kerja “jinjit” siswa hanya menjinjit salah satu kakinya. Tes lisan II menunjukkan peningkatan bahwa siswa dapat menyebutkan delapan kata kerja dengan benar dibanding pada tahap baseline siswa hanya menyebutkan empat kata kerja dengan benar, empat kata menyebutkan tetapi salah, dan dua kata tidak direspon sama sekali. Dua kata kerja “jinjit” dan “mundur” pada tahap intervensi 2 ini siswa masih menyebutkan dengan salah. B. Hasil Ananlisis Data Kemampuan memahami kata kerja dasar siswa kelas X SLB Harmony Surakarta yang berinisial K dapat dilihat dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan empat tahap yang berbeda. Hasil pengukuran pada tahap baseline 1, intervensi 1, baseline 2, dan intervesi 2 ini diperoleh dari tes lisan I, tes perbuatan, dan tes lisan II dengan masing-masing tes berjumlah 10 butir soal. Nilai dari hasil setiap tahap diperoleh dari penilaian yang dilakukan oleh dua rater. Penilai pertama yaitu peneliti dan penilai kedua yaitu guru kelas. Ketentuan penilaian dengan nilai 3 untuk respon dengan baik, 2 untuk respon kurang tepat, 1 untuk respon salah, dan 0 jika tidak memberikan respon. Tahap baseline 1 tanpa memberikan intervensi berupa metode VAKT diperoleh hasil nilai sebagai berikut:
59 1. Penilai pertama Siswa mendapat nilai 46,7 pada tahap baseline 1 oleh peneliti pertama dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan tiga kata kerja dengan benar, dua kata kerja kurang tepat, empat kata kerja salah, dan dua kata kerja yang tidak dapat disebutkan sehingga siswa mendapatkan nilai 46,7. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan tiga kata kerja dengan benar, dua kata kerja kurang tepat, dan lima kata kerja tidak dapat diperagakan sehingga siswa mendapatkan nilai 43,3. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan tiga kata kerja dengan benar, dua kata kerja kurang tepat, dua kata kerja salah, dan tiga kata kerja tidak direspon sehingga siswa mendapat nilai 50. 2. Penilai kedua Siswa mendapat nilai 51,1 pada tahap baseline 1 oleh peneliti kedua dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan dua kata kerja dengan benar, tiga kata kerja kurang tepat, tiga kata kerja salah, dan dua kata kerja yang tidak dapat disebutkan sehingga siswa mendapatkan nilai 50. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan empat kata kerja dengan benar, satu kata kerja kurang tepat, dan lima kata kerja tidak dapat diperagakan sehingga siswa mendapatkan nilai 46,7.
60 c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan lima kata kerja dengan benar, dua kata kerja salah, dan tiga kata kerja tidak direspon sehingga siswa mendapatkan nilai 51,1. Tahap intervensi 1 dengan metode VAKT diperoleh hasil nilai sebagai berikut: 1. Penilai pertama Siswa mendapat nilai 85,9 pada tahap intervensi 1 oleh peneliti pertama dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan tujuh kata kerja dengan benardan dua kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapatkan nilai 90. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan enam kata kerja dengan benar dan empat kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapatkan nilai 87,7. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan lima kata kerja dengan benar, empat kata kerja kurang tepat, dan satu kata kerja salah sehingga siswa mendapat nilai 80. 2. Penilai kedua Siswa mendapat nilai 86,7 pada tahap intervensi 1 oleh peneliti kedua dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan tujuh kata kerja dengan benar, dua kata kerja kurang tepat, dan satu kata kerja salah sehingga siswa mendapatkan nilai 86,7. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan sembilan kata kerja dengan benar dan satu kata kerja salah sehingga siswa mendapatkan nilai 93,3.
61
c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan lima kata kerja dengan benar, emapat kata kerja kurang tepat, dan satu kata kerja salah sehingga siswa mendapat nilai 80. Tahap baseline 2 tanpa memberikan intervensi berupa metode VAKT diperoleh hasil nilai sebagai berikut: 1. Penilai pertama Siswa mendapat nilai 47,8 pada tahap baseline 2 oleh peneliti pertama dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan tiga kata kerja dengan benar, lima kata kerja salah, dan dua kata kerja yang tidak dapat disebutkan sehingga siswa mendapatkan nilai 46,7. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan dua kata kerja dengan benar, dua kata kerja kurang tepat, tiga kata kerja salah, dan tiga kata kerja tidak dapat diperagakan sehingga siswa mendapatkan nilai 43,3. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan empat kata kerja dengan benar, empat kata kerja salah, dan dua kata kerja tidak direspon sehingga siswa mendapat nilai 53,3. 2. Penilai kedua Siswa mendapat nilai 50 pada tahap baseline 2 oleh peneliti kedua dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut:
62 a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan tiga kata kerja dengan benar, lima kata kerja salah, dan dua kata kerja yang tidak dapat disebutkan sehingga siswa mendapatkan nilai 46,7. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan empat kata kerja dengan benar, tiga kata kerja salah, dan tiga kata kerja tidak dapat diperagakan sehingga siswa mendapatkan nilai 50. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan empat kata kerja dengan benar, empat kata kerja salah, dan dua kata kerja tidak direspon sehingga siswa mendapatkan nilai 53,3. Tahap intervensi 2 dengan metode VAKT diperoleh hasil nilai sebagai berikut: 1. Penilai pertama Siswa mendapat nilai 90,7 pada tahap intervensi 2 oleh peneliti pertama dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan sembilan kata kerja dengan benardan satu kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapatkan nilai 96,7. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan enam kata kerja dengan benar dan empat kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapatkan nilai 87,7. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan delapan kata kerja dengan benar dan dua kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapat nilai 87,7.
63 2. Penilai kedua Siswa mendapat nilai 93,7 pada tahap intervensi 2 oleh peneliti kedua dengan masing-masing nilai pada setiap tes sebagai berikut: a. Tes lisan I Siswa dapat menyebutkan semua kata kerja sehingga siswa mendapatkan nilai 100. b. Tes perbuatan Siswa dapat memperagakan delapan kata kerja dengan benar dan dua kata kerja kurang tepat sehingga siswa mendapatkan nilai 93,3. c. Tes lisan II Siswa dapat menyebutkan delapan kata kerja dengan benar dan dua kata kerja salah sehingga siswa mendapatkan nilai 87,7. Hasil yang diperoleh dari penilaian tes lisan 1, tes perbuatan, dan tes lisan 2 dari setiap tahap baseline 1, intervensi 1, baseline 2, dan intervensi 2 oleh penilai pertama dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1. Penilaian Penilai Pertama Tes Kemampuan Memahami Kata Kerja Dasar Setiap Tahap Tes Tahap
Lisan 1
Perbuatan
Lisan 2
Baseline 1
46,7
43,3
50
Intervensi 1
90
87,7
80
Baseline 2
46,7
43,3
53,3
Intervensi 2
96,7
87,7
87,7
Berdasarkan tabel penilaian dari penilai pertama yang telah tertera di atas maka dapat dilihat bahwa peningkatan nilai terjadi di semua tes pada setiap tahap intervensi. Peningkatan hasil akan lebih terlihat jelas bila disajikan dalam bentuk grafik. Berikut ini grafik perbandingan nilai pada setiap tes dalam setiap tahap.
64 120 100 80 tes lisan 1
60
tes perbuatan
40
tes lisan 2
20 0 baseline 1 intervensi baseline 2 intervensi 1 2 Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Nilai dari Penilai Pertama pada Setiap Tes dalam Setiap Tahap Hasil yang diperoleh dari penilaian tes lisan 1, tes perbuatan, dan tes lisan 2 dari setiap tahap baseline 1, intervensi 1, baseline 2, dan intervensi 2 oleh penilai kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.2. Penilaian Penilai Kedua Tes Kemampuan Memahami Kata Kerja Dasar Setiap Tahap Tahap
Tes Lisan 1
Perbuatan
Lisan 2
Baseline 1
50
46,7
56,7
Intervensi 1
86,7
93,3
80
Baseline 2
46,7
50
53,3
Intervensi 2
100
93,3
87,7
Berdasarkan tabel penilaian dari penilai kedua yang telah tertera di atas maka dapat dilihat bahwa peningkatan nilai terjadi di semua tes pada setiap tahap intervensi. Peningkatan hasil akan lebih terlihat jelas bila disajikan dalam bentuk grafik. Berikut ini grafik perbandingan nilai pada setiap tes dalam setiap tahap.
65 120 100 80 tes lisan 1
60
tes perbuatan 40
tes lisan 2
20 0 baseline 1 intervensi baseline 2 intervensi 1 2 Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Nilai dari Penilai Kedua pada Setiap Tes dalam Setiap Tahap Berdasarkan hasil nilai yang diperoleh dari kedua rater, maka rata-rata nilai kemampuan memahami kata kerja dasar kelas X di SLB Harmony Surakarta tahun 2014 dari setiap pengukuran tahap baseline 1, intervensi 1, baseline 2, dan intervensi 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3. Perbandingan Nilai Rata-rata Kemampuan Memahami Kata Kerja Dasar Setiap Tahap No 1
Nama Siswa
Nilai
(inisial)
Baseline 1
Intervensi 1
Baseline 2
Intervensi 2
K
48,9
86,3
48,9
92,2
Berdasarkan tabel perbandingan nilai di atas maka dapat dilihat peningkatan nilai dari setiap tahap baseline pada setiap tahap intervensi. Hasil di atas menunjukkan bahwa nilai dari setiap tahap intervensi dengan menggunakan metode VAKT dalam pembelajaran kata kerja dasar memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengukuran pada tahap baseline tanpa menggunakan metode VAKT.
66 Penjabaran nilai dari hasil pengukuran setiap tahap yang telah dijelaskan di atas akan disajikan dalam bentuk grafik. grafik perbandingan nilai kemampuan memahami kata kerja dasar disajikan sebagai berikut:
nilai akhir 100 80 60 nilai akhir
40 20 0 baseline 1 intervensi 1 baseline 2 intervensi 2
Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Kemampuan Memahami Kata Kerja Dasar Setiap Tahap Berdasarkan deskripsi, tabel dan grafik yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan metode VAKT memiliki pengaruh yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan memahami kata kerja dasar anak dengan gangguan spektrum autis kelas X di SLB Harmony Surakarta. Hal ini dapat dilihat dari nilai siswa pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode VAKT pada tahap intervensi 1 dan intervensi 2 lebih bagus dibandingkan dengan tanpa menggunakan metode VAKT pada tahap baseline 1 dan baseline 2. Nilai rata-rata pada tahap baseline 1 yaitu 48,9 menjadi 86, 3 setelah diberikan tindakan dengan metode VAKT pada tahap intervensi 1 sedangkan nilai rata-rata pada tahap baseline 2 yaitu 48,9 menjadi 92,2 setelah diberikan tindakan dengan metode VAKT pada tahap intervensi 2. C. Pembahasan Penggunaan
metode
VAKT
dalam
pembelajaran
ternyata
sangat
berpengaruh pada peningkatan prestasi siswa seperti halnya peningkatan kemampuann memahami kata kerja dasar pada penelitian anak dengan gangguan spektrum autis yang telah dilakukan ini. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada peningkatan nilai dari setiap tes yang dilakukan baik tes lisan I, tes perbuatan, dan
67 tes lisan II dalam setiap kondisi intervensi dengan pemberian metode VAKT. Perbandingan dapat dilihat dari nilai sebelum diberikan intervensi pada setiap tahap baseline tanpa menggunakan metode VAKT dengan peningkatan nilai setelah dilakukan intervensi dengan metode VAKT. Nilai yang didapat dari setiap tes pada setiap tahap diperoleh dari penilaian dua rater. Nilai yang diperoleh dari kedua rater tersebut memiliki perbedaan antara nilai dari rater 1 dan nilai dari rater 2. Hal ini disebabkan karena tes yang dilakukan merupakan tes lisan dan tes perbuatan yang dapat dinilai dari sebuah pengamatan. Pengamatan yang dilakukan oleh pengamat satu dengan yang lain ada kemungkinan terjadi perbedaan hasil dari pengamatan yang dilakukan masing-masing pengamat. Perbedaan nilai yang diperoleh dari kedua rater dicari reliabilitas dari kedua nilai tersebut untuk menentukan keajegan dari nilai kedua rater terhadap hasil tes. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi productmoment maka diperoleh reliabilitas nilai di atas 0,5 pada setiap tahap. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas nilai pada setiap tahap menunjukkan reliabilitas yang tinggi sehingga nilai dapat digunakan sebagai data penelitian untuk menarik kesimpulan. Pengukuran pada baseline 1 dimaksudkan sebagai assesmen untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami kata kerja dasar. Selain itu pada tahap ini peneliti dapat mengetahui kemampuan siswa baik dari segi kognitif, emosi, sosial, fisik, dan bahasa. Hasil yang diperoleh dari tahap baseline 1 menunjukkan bahwa anak sudah mengenal huruf dan dapat membaca kata sederhana. Hasil ini diperoleh dari tes lisan I dengan membaca kata kerja yang ditunjukkan pada kartu kata. Pengukuran yang dilakukan pada tes perbuatan sangat menunjukkan sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami kata kerja. Hal ini dikarenakan kata kerja merupakan suatu perbuatan yang dapat diperagakan. Apabila siswa memahami suatu kata kerja, maka anak tersebut dapat memperagakan kata kerja yang dimaksudkan sebagai tolak ukur kemampuan kata kerja seorang siswa. Hasil yang ditunjukkan pada tes perbuatan ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami kata kerja masih rendah. Kosa kata yang dimiliki siswa dalam hal ini kata kerja masih minim sehingga siswa terlihat
68 bingung untuk memperagakan kata kerja yang disebutkan tersebut dan hanya diam. Tes lisan II berupa menyebutkan kata kerja yang diperagakan merupakan hal penting dalam mengukur kemampuan siswa dalam memahami kata kerja. Siswa dikatakan memahami kata kerja jika ia mengetahui nama dari kata kerja yang dilakukan sehingga ia dapat menyebutkan kata kerja yang diperagakan oranglain. Hasil tes lisan II menunjukkan bahwa siswa tidak dapat menyebutkan kata kerja yang masih asing baginya. Hal ini dimungkinkan karena anak tidak biasa melihat, mendengar, dan melakukan kata kerja tersebut. Siswa juga terbalik dalam menyebutkan kata pada kata kerja dengan kata antonimnya. Hasil yang diperoleh siswa dari pengukuran pada tahap baseline 1 mendapatkan nilai ratarata yang termasuk rendah yaitu hanya 48,9. Selama tahap baseline 1 dalam pengukuran terlihat bahwa siswa lambat dalam merespon kata kerja. Selain itu perhatian siswa seringkali teralih saat perintah diberikan sehingga perintah harus diberikan berulang kali agar siswa memperhatikan perintah tersebut. Salah satu ciri anak dengan gangguan spektrum autis yaitu perhatian mudah teralih sehingga tidak fokus. Siswa dapat berkomunikasi sederhana meskipun pandangan kearah lain atau tidak dapat melakukan kontak mata seperti pandangan kosong. Pengukuran pada tes lisan untuk menyebutkan kata kerja dari peragaan kata kerja terlihat bahwa siswa dapat berkomunikasi sederhana tetapi sering mengulang kata dan mengucapkan kata yang tidak dapat dimengerti. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran baseline 1 maka dilakukan intervensi 1 dengan menggunakan metode VAKT. Tes yang dilakukan masih sama tetapi dilakukan intervensi dengan metode VAKT melalui suatu pembelajaran kata kerja dasar sebelum tes diberikan. Kata kerja yang diberikan dan diujikanpun sama seperti pada tahap baseline 1. Hal ini disebabkan tahap intervensi 1 merupakan tahap pengukuran sebagai pembanding dengan tahap baseline 1 yang tanpa diberi metode VAKT. Metode VAKT diberikan karena anak dengan gangguan spektrum autis mengalami kesulitan dalam pemusatan perhatian terlebih saat kegiatan pembelajaran sehingga harus ada suatu metode yang dapat menarik perhatian siswa untuk mempelajari suatu konsep tertentu
69 dalam suatu pembelajaran. Metode ini melibatkan seluruh indera yang dimiliki siswa untuk terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Sasaran pertama dari penggunaan metode VAKT ini yaitu menarik perhatian siswa untuk mengikuti pembelajaran. Perhatian dalam suatu pembelajaran merupakan dasar dari berlangsungnya suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan akhir suatu pembelajaran tersebut. Upaya untuk menarik perhatian siswa dilakukan dengan penggunaan media yang menunjang pembelajaran kata kerja dengan metode VAKT seperti kartu kata, balok huruf, dan video peragaan kata kerja. Hal tersebut termasuk dalam pembelajaran dengan modalitas visual. Media pembelajaran salah satu penunjang keberhasilan suatu pembelajaran. Fungsi media dalam pembelajaran salah satunya yaitu digunakan untuk melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa (Sudjana, 2010: 66) Penggunaan video dalam pembelajaran kata kerja juga termasuk penunjang dalam modalitas auditori. Video merupakan multimedia dalam pembelajaran yang digunakan
agar
siswa
terlibat
dalam
pengalaman
multisensori
untuk
meningkatkan kegiatan belajar memahami kata kerja. Media audio visual ini dapat membantu penglihatan dan pendengaran siswa sehingga materi yang diberikan dapat dimengerti dengan lebih jelas dan menarik. Penggunaan video peragaan kata kerja bertujuan agar siswa dapat memahami kata kerja yang diberikan dengan melihat peragaan kata kerja sekaligus mengenal nama dari kata kerja tersebut dengan mendengarkan pelafalan kata kerja yang diperdengarkan melalui video peragaan kata kerja. Selain itu, visualisasi dari peragaan kata kerja dalam video sekaligus menjadi gambaran siswa untuk dapat melakukan peragaan kata kerja. Media audio visual berupa video efektif untuk digunakan dalam pembelajaran kata kerja. Secara umum bahan bahan ajar yang disajikan dalam bentuk video memiliki beberapa keuntungan seperti yang dijelaskan oleh Majid (2005: 180) , antara lain: 1. Seseorang dapat belajar sendiri dengan video. 2. Sebagai media pandang denga video menyajikan situasi yang komunikatif dan dapat diulang-ulang.
70 3. Dapat menampilkan sesuatu yang detail dari benda yang bergerak, kompleks yang sulit dilihat dengan mata. 4. Video dapat dipercepat maupun diperlambat, dapat diulang pada bagian tertentu yang perlu lebih jelas, dan bahkan dapat diperbesar. 5. Memungkinkan pula untuk membandingkan antara dua adegan berbeda dalam waktu bersamaan. 6. Video juga dapat dipergunakan sebagai tampilan nyata dari suatu adegan, mengangkat suatu situasi, dokumentasi, promosi suatu produksi, interview, dan menampilkan satu percobaan yang berproses. Pembelajaran
yang dilakukan
di samping dengan media pembelajaran
penyampaianpun dilakukan dengan pengucapan langsung kata kerja sebagai sumber auditori dan peragaan langsung kata kerja sebagai sumber kinestetik yang didapat dari modalitas visual. Pembelajaran dengan memperagakan merupakan penerapan kinestetik. Siswa mempraktekkan langsung peragaan dari kata kerja sehingga anak terlibat langsung
dalam
memahami
kata
kerja.
Penerapan
kinestetik
dengan
memperagakan suatu kata kerja diharapkan siswa dapat memahami kata kerja yang dianjurkan karena siswa mempraktekkan langsung. Keterlibatan siswa dengan kegiatan yang menggunakan kemampuan motorik membuat siswa merasa pembelajaran tersebut menyenangkan sehingga perhatian siswapun terfokus ke dalam pembelajaran yang sedang dilakukan. Pembelajaran bahasa termasuk pembelajaran kosa kata harus dilakukan dengan pengalaman-pengalaman atau penghayatan langsung dan konkrit. Pemahaman kata kerja dari segi pembentukan kata dirasa perlu meskipun bukan fokus utama. Pembelajaran tersebut dapat diberikan dengan media pembelajaran berupa kartu kata dan balok huruf sebagai bahan ajar. Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan perabaan terhadap huruf pembentukan kata kerja berupa balok huruf. Kegiatan ini merupakan penerapan taktil. Kegiatan tersebut dapat membantu siswa dalam membaca kata kerja yang ditunjukkan dengan kartu kata. Kegiatan
pembelajaran
yang dilakukan
merupakan
langkah
untuk
mengupayakan siswa agar dapat memahami kata kerja dasar yang diajarkan. Metode VAKT yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah upaya untuk
71 mencapai tujuan yang diharapkan dengan melalui fase-fase dalam kegiatan pembelajaran. Gagne dalam (Majid, 2005: 70) mengemukakan secara umum rangkaian fase dalam kegiatan pembelajaran, antara lain: 1. Perhatian (attention alertness) Siswa khusus memperhatikan hal yang akan dipelajari. 2. Menyadari tujuan belajar (motivation, expectancy) Siswa sadar akan tujuan instruksional dan bersedia melibatkan diri. 3. Menggali (retrieval to working memory) Siswa mengingat kembali dari ingatan jangka panjang apa yang sudah diketahui/dipahami/dikuasai
tentang pokok bahasan yang sedang
dipelajari. 4. Berpersepsi selektif (selective perception) Siswa mengamati unsur-unsur dalam perangsang yang relevan bagi pokok bahasan sehingga siswa memperoleh pola perseptual. 5. Mengeolah informasi (encoding, entry to storage) Siswa memberikan makna pada pola perseptual dengan membuat informasi sungguh berarti dengan menghubungkan informasi lama yang sudah digali dari ingatan jangka panjang. 6. Menggali informasi (responding to question or task) Siswa membuktikan melalui suatu prestasi belajar bahwa pokok bahasan telah dikuasai. 7. Mendapatkan umpan balik (feed back, reinforcement) Siswa mendapat penguatan dari guru jika prestasinya tepat dan koreksi jika prestasinya salah. 8. Memantapkan hasil belajar (frequent retrieval transfer) Siswa mengerjakan berbagai tugas untuk mengakarkan hasil belajar dan mengulang-ulang kembali pokok bahasan. Upaya untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa harus mengetahui gaya belajar siswa tersebut sehingga diharapkan siswa mampu menyesuaikan cara belajar yang efektif dan efisien. Setiap individu memiliki cara belajar yang berbeda-beda tetapi jangan terpaku pada satu gaya saja melainkan dapat
72 mengakomodasikan gaya belajar yang berbeda-beda agar semua modalitas sensori ikut terlibat dan berperan. Chasiyah, dkk (2009) mengemukakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dapat menggunakan pendekatan-pendekatan belajar seperti pendekatan preferensi sensori yang melibatkan keterampilan visual, auditori, kinestetik, dan taktil. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran setelah dilakukan intervensi 1 dengan metode VAKT menunjukkan hasil yang lebih baik daripada hasil pengukuran baseline 1. Peningkatan terjadi dalam setiap tes baik tes lisan I, tes perbuatan, dan tes lisan II. Pengukuran pada tes lisan I berupa membaca kata kerja terlihat bahwa siswa memiliki daya ingat yang baik. Siswa dengan cepat menyebutkan kata kerja yang ditunjukkan dengan kartu kata. Hal ini dikarenakan pembelajaran kata kerja dasar yang dilakukan melibatkan visual, auditori, dan taktil dengan kegiatan melihat kartu kata berupa kata kerja dasar, mendengarkan pelafalan kata kerja dasar, dan perabaan balok huruf pembentuk kata kerja dasar. Pengukuran pada tes perbuatan berupa memperagakan kata kerja yang disebutkan peneliti terlihat bahwa siswa antusias dalam mengikuti dan merespon kata kerja dengan bergerak memperagakan kata kerja yang disebutkan. Pembelajaran kata kerja dasar yang dilakukan melibatkan visual, auditori, dan kinestetik dengan kegiatan melihat peragaan kata kerja baik dari peragaan dengan media video maupun peragaan langsung, mendengarkan nama kata kerja baik dari suara dengan media video ataupun kata kerja yang diucapkan peneliti, dan keterlibatan motorik siswa untuk bergerak memperagakan kata kerja. Pengukuran pada tes lisan II berupa menyebutkan kata kerja yang diperagakan peneliti menunjukkan bahwa siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran kata kerja dasar yang dilakukan dengan melibatkan sensori siswa berupa visual dan auditori dari kegiatan melihat peragaan kata kerja baik dari media video ataupun peragaan langsung oleh peneliti dan kegiatan mendengarkan kata kerja yang sedang diperagakan menggunakan media video ataupun secara langsung. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran pada tahap intervensi 1 menunjukkan angka 86,3. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai pada tahap intervensi 1 setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan
73 metode VAKT daripada hasil pengukuran pada tahap baseline 1 yang hanya mendapatkan nilai rata-rata 48,9. Hasil yang diperoleh dari pengukuran baseline 1 dan intervensi 1 menunjukkan perbandingan yang sangat jauh. Hasil pengukuran tahap intervensi 1 jauh lebih baik dari hasil pengukuran baseline 1. Pengukuran tahap baseline dan intervensi perlu dilakukan kembali untuk mengetahui peningkatan yang terjadi merupakan pengaruh dari metode VAKT dalam pembelajaran kata kerja dasar atau ada faktor lain yang memperngaruhi hasil pengukuran terhadap dua tahap tersebut. Tahap baseline 2 dilakukan seperti pada tahap baseline 1 tetapi dengan kata kerja yang berbeda. Hasil menunjukkan seperti pada tahap baseline 1 dan dengan nilai rata-rata 48,9. Hasil baseline 2 sebagai pembanding hasil tahap intervensi 2. Tahap intervensi 2 serupa dengan tahap intervensi 1 yaitu melakukan pembelajaran kata kerja dasar dengan menggunakan metode VAKT dengan berpacu pada hasil pengukuran pada tahap baseline 2. Hasil pada tahap intervensi 2 menunjukkan hasil seperti pada tahap intervensi 1 dan nilai rata-rata yang diperoleh dari pengukuran tahap ini yaitu 92,2. Hasil yang diperoleh pada tahap intervensi 2 menunjukkan peningkatan yang sangat baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran pada tahap baseline2. Perbandingan peningkatan hasil yang diperoleh dari setiap tahap intervensi dengan tahap baseline menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan metode VAKT dalam pembelajaran kata kerja dasar. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswantia (2012) bahwa metode VAKT dengan media plastisin dapat meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan dalam membaca huruf hijaiyah. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan terhadap prestasi membaca braille anak tunanetra, Krishartanti (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan metode Fernald dalam membaca Braille dapat meningkatkan prestasi membaca braille bagi siswa tunanetra.