BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Pengembangan Penelitian Hasil dari penelitian dan pengembangan ini adalah modul pembelajaran IPA Terpadu Tema Ekosistem dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) untuk meningkatkan kepedulian lingkungan dan kemampuan analisis. Bahan kajian Standar Kompetensi; “ mengagumi dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi, kehidupan dalam ekosistem dan peranan manusia dalam lingkungan serta mewujudknnya dalam pengamatan ajaran agama yang dianutnya”. yang dikembangkan adalah Kompetensi Dasar 3.8 yaitu “mendiskripsi interaksi antar mahkluk hidup dengan lingkungannya”, dan K.D. 3.9 yaitu “ mendiskripsikan pencemaran dan dampaknya bagi kehidupan”. Data hasil dari tahapan penelitian pengembangan ini melalui 4 tahapan yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan penyebaran (disseminate).
a) Pendefinisian (Define) Tahap pendefinisian ini mencakup 8 langkah yaitu: analisis PISA, analisis 8 Standar Pendidikan Nasional, analisis Ujian Nasional, analisis Kurikulum, Analisis Proses Pembelajaran, analisis Bahan Ajar, analisis Kemampuan Analisis, dan Kepedulian Lingkungan. Berdasarkan hasil laporan beberapa lembaga internasional, perkembangan di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini tercermin dari hasil Study Programme For International Assesment (PISA) selama 4 periode evaluasi menunjukkan prestasi pelajar Indonesia bidang IPA mengalami penurunan. Jumlah anggota PISA terdiri dari 64 negara, prestasi pelajar Indonesia tahun 2003 peringkat 38, tahun 2006 peringkat 50, tahun 2009 peringkat 60 dan tahun 2012 peringkat 64 (Lampiran 2: 106) Hasil analisis pemenuhan Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 poin, di SMP Negeri 1 Sragen, antara lain: (1) Standar Kompetensi Lulusan (1,39); (2) Standar Isi (4,67); (3) Standar Proses (1,86); (4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (0,93); (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7) Standar Pembiayaan Pendidikan; (8) Standar Penilaian Pendidikan (3,25).
67
68 Wawancara dilakukan kepada wakasek kurikulum dan guru mata pelajaran IPA yang berkaitan dengan delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP). Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4. 1. Capaian Skor Pemenuhan 8 SNP
Standar I Standar II Standar III Standar IV Standar V Standar VI Standar VII Standar VIII Total
Jumlah Indikator
Skor ideal
Kontribusi
Implementasi SNP
8
gap
24
% 11,11
Skor 21
% 9,72
% 1,39
10
30
13,89
20
9,26
4,63
12
36
16,67
32
14,81
11
33
15,28
31
11 4
33 12
15,28 5,56
3
9
13 72
Skor
Min 2
Max 3
Mean 2,63
1
3
2,00
1,86
2
3
2,67
14,35
0,93
2
3
2,82
33 12
15,28 5,56
0 0
3 3
3 3
3,00 3,00
4,17
9
4,17
0
3
3
3,00
39
18,06
32
14,81
3,25
1
3
2,46
216
100
190
87,96
12,04
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan capaian skor pemenuhan delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) di SMP Negeri 1 Sragen adalah 87,96% sehingga dapat dikategorikan sangat baik. Namun, masih terdapat gap antara skor ideal dengan skor pencapaian di lapangan yaitu sebesar 12,04%. Skor gap tersebut berasal dari kontribusi beberapa komponen SNP yang memperoleh skor 1 dan 2. Komponen standar yang paling banyak memiliki gap adalah standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan dengan persentase 4,69%; 3,25%; dan 1,86%. Standar proses berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di sekolah, sumber belajar/ bahan ajar, serta perangkat dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil analisis Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Sragen ditujukan untuk mengetahui capaian nilai IPA sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Tabel Nilai Ujian Nasional (NUN) IPA SMP N 1 Sragen Tahun Ajaran 2012/2013 2013/2014 2014/2015
Rata-rata Nilai 8.02 8.25 8.08
Sumber: kurikulum SMP Negeri 1 Sragen
Peringkat Tk. Kabupaten 1 2 1
69 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan analisis hasil UN 2014/2015 pada tema Ekosistem rata-rata skor yang diperoleh siswa SMP Negeri 1 Sragen dan hasil UN IPA mempunyai rata-rata tergolong rendah dibanding dengan mata pelajaran lain yang masuk dalam Ujian Nasional. Berdasarkan hasil analisis kurikulum pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Sragen pada tahun penelitian mengacu pada Kurikulum 2013. Dalam Kurikulum 2013 pembelajaran IPA
menggunakan IPA Terpadu, meskipun sudah terpadu proses
keterpaduan tidak diperhatikan. Kompetensi dasar dan standar kompetensi disajikan secara terpisah antara kajian sains itu sendiri. Akibatnya peserta didik tetap tidak mengerti bahwa materi yang dipelajarinya itu ada kaitan yang dekat dengan materi yang lain. Sebagai akibatnya mengalami kesulitan dalam menyusun desain pembelajaran IPA Terpadu. Hasil analisis tema Ekosistem mencakup 2 Kompetensi Dasar yaitu K.D. 3.8. Mendiskripsikan Interaksi antar Mahkluk
Hidup dan Lingkungan dan K.D. 3.9.
Dampak Pencemaran bagi Kehidupan disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Analisis Materi Tema Ekosistem Terhadap Pemberdayaan Kemampuan Analisis. Tema
Kajian Materi
Pemberdayaan Kemampuan Analisis Siswa
Ekosistem
Interaksi mahkluk dengan lingkungan
hidup Materinya belum memberdayakan Kemampuan analisis siswa karena hanya memberikan informasi materi.
Pencemaran
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa materi tema Ekosistem belum memberdayakan kemampuan analisis peserta didik, materi hanya memberikan informasi kurang memberikan kesempatan peserta didik untuk berpikir ( menganalisis). Hasil analisis bahan ajar, digunakan di SMP Negeri 1 Sragen diperoleh hasil bahwa materinya sudah lengkap juga disertai dengan contoh-contoh namun masih bersifat umum. Bahan ajar tersebut lebih dominan pada materi dan latihan soal, belum mengoptimalkan kemampuan analisis peserta didik melalui diskusi dan eksperimen, serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Bahan ajar tersebut juga tidak dilengkapi dengan gambar/simbol dengan warna yang menarik dan bahasa
70 yang digunakan kurang komunikatif. Bahan ajar
tersebut umumnya belum
memanfaatkan dengan potensi sekolah, potensi lingkungan di sekitar peserta didik, serta karakteristik peserta didik. Hasil observasi kegiatan laboratorium di SMP Negeri 1 Sragen menunjukkan pemakaian belum optimal. Ruang laboratorium difungsikan untuk kelas, karena keterbatasan jumlah ruang kelas. Dampaknya peserta didik kurang dilatih ketrampilan proses sains yang mendukung pengembangan kemampuan analisis peserta didik. Hasil analisis proses pembelajaran di kelas: a). Pembelajaran menggunakan metode konvensional atau berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa
dalam
kegiatan pembelajaran masih rendah; b). Siswa kurang bersemangat dalam belajar IPA terlihat dari aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran hanya duduk dan mendengar; c). Siswa merasa pembelajaran IPA merupakan pelajaran yang sulit dan tumit sehingga terkadang membosankan. Hasil analisa kemampuan analisis peserta didik di SMP Negeri 1 Sragen menunjukkan masih perlu ditingkatkan, dapat dilihat dari hasil pretest menggunakan soal analisis (C4) Bloom khususnya pada materi Ekosistem menunjukkan hasil belum optimal, nilai rata-rata diperoleh 74,5. Data berupa nilai rata-rata (Lampiran 4). Hasil analisis kepedulian lingkungan peserta didik melalui angket dan observasi menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan masih rendah, ditandai ada sebagaian peserta didik yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Kesimpulan dari hasil analisa studi pendahuluan tersebut di atas yang permasalahan paling menonjol terdapat pada bahan ajar. Melihat permasalahan yang tersebut di atas, maka perlu dikembangkan bahan ajar berupa modul Terpadu tema Ekosistem dengan pendekatan jelajah alam sekitar untuk meningkatkan kepedulian lingkungan dan kemampuan analisis
b) Perancangan (Design) Draf awal disusun berdasarkan analisis kebutuhan, kurikulum, analisis materi, observasi
dan tujuan penyusunan modul. Analisis kebutuhan digunakan sebagai
rujukan pemilihan media dan pendekatan yang dibutuhkan guru dan siswa. yaitu diarahkan pada pengembangan modul IPA Terpadu Tema Ekosistem dengan pendekatan JAS untuk meningkatkan kepedulian lingkungan dan kemampuan analisis.
71 Berdasarkan hasil studi pendahuluan maka dapat dilakukan perencanaan pembelajaran sebagai berikut: a). SK yang dipilih untuk dikembangkan adalah Standar Kompetensi 4 dengan Kompetensi Dasar yang dipilih adalah 3.8 yaitu Menjelaskan Keterkaitan antar mahkluk hidup dengan Lingkungannya; b). Tujuan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan hakikat sains yaitu tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik; c). Bahan ajar yang dikembangkan berupa modul. Modul berisi rangkaian kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis yang memungkinkan siswa untuk belajar mandiri. Namun, dalam modul ini juga diberikan kesempatan untuk siswa bereksperimen dan berdiskusi dalam kelompok sehingga selain dapat digunakan untuk belajar mandiri, modul ini juga dapat melatih siswa untuk bekerja sama, menyumbangkan pendapat, dan saran dalam diskusi kelompok. Modul yang dikembangkan terdiri dari tiga kegiatan belajar yaitu lingkungan, pencemaran, dan pemanasan global. Setiap kegiatan terdiri atas bagian-bagian berikut: 1) Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan indikator; 2) asah pemahaman; 3) wacana; 7) info sains; 8) rangkuman; 9) wawasan sains; 10) evaluasi; 11) petunjuk penilaian, tugas individu, dan refleksi diri; 12) kunci jawaban dan pembahasan, daftar pustaka, serta glosarium. Selain itu, dalam modul ini juga dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan peta konsep di bagian awal modul. Daftar pustaka dan kunci jawaban terdapat dibagian akhir modul: a). Model pembelajaran yang dipilih agar peserta didik lebih aktif dan berhubungan dengan lingkungan selama pembelajaran adalah IPA terpadu berorientasi JAS yang menuntut siswa untuk melakukan prediksi/ dugaan sementara terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru, kemudian melakukan pengamatan atau eksperimen untuk membuktikan hasil pengamatan, dan menjelaskan kesesuaian hasil pengamatan/ eksperimen dengan hasil prediksi; b). Pembelajaran IPA erat kaitannya dengan lingkungan. Lingkungan dapat dijadikan sebagai sumber belajar IPA karena adanya gejala-gejala di alam dapat memunculkan persoalan-persoalan sains. Khususnya pada materi ekosistem,
lingkungan dapat dijadikan sebagai contoh riil dalam
mempelajari permasalahan dan upaya penanggulangan yang dapat dilakukan sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
72 Setelah bahan-bahan yang diperlukan dalam pengembangan modul terkumpul, selanjutnya peneliti membuat desain modul sesuai dengan tahapan IPA terpadu berorientasi JAS yang telah diintegrasikan dalam komponen modul. Produk yang dihasilkan berupa modul IPA Terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem. Modul terdiri atas bagian awal, inti, dan penutup. Bagian awal terdiri atas judul modul, petunjuk penggunaan modul, dan peta konsep. Bagian inti terdiri atas identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, asah pemahaman, wacana, permasalahan, rancangan percobaan, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk pemecahan masalah, rangkuman, dan wawasan sains yang berisi informasi peneliti dalam bidang sains atau informasi yang berhubungan dengan materi. Bagian penutup terdiri atas evaluasi, petunjuk penilaian, refleksi diri, tugas individu, daftar pustaka, kunci jawaban dan pembahasan, serta glosarium. Desain awal modul yang telah dikembangkan terdapat komponen-komponen sebagai berikut: a). Halaman Sampul, pada halaman sampul terdiri atas komponen sebagai berikut: (1) judul modul yaitu modul pembelajaran IPA Terpadu; (2) materi Ekosistem; (3) gambar/ ilustrasi kondisi lingkungan; (4) Sasaran/ pengguna modul yaitu siswa kelas VII SMPN 1 Sragen; (5) Nama pembuat modul; (6) Tulisan lembaga seperti Pendidikan Sains, Fakultas Pascasarjana, dan Universitas Sebelas Maret, dan Tahun modul disusun; b). Kata Pengantar, memuat informasi tentang peran modul IPA Terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem dalam proses pembelajaran serta penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul; c). Daftar Isi, memuat bagian-bagian atau komponen modul yang dilengkapi dengan nomor halaman; d). Petunjuk Penggunaan Modul, memuat panduan tatacara menggunakan modul bagi siswa, yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempelajari modul secara benar, serta perlengkapan, seperti sarana prasarana/ fasilitas yang harus dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan belajar; e). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, standar kompetensi yang akan dipelajari pada modul ini yaitu menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi dan energi serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem sedangkan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia dengan masalah perusakan/ pencemaran lingkungan dan pelestarian alam; f). Indikator Pembelajaran, memuat indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran sesuai
73 dengan materi yang dipelajari yang terdiri dari indikator kognitif, psikomotor, dan afektif. Namun, dalam modul yang dikembangkan hanya dicantumkan indikator kognitif; g) Wacana/ Materi, berisi uraian pengetahuan/konsep/prinsip tentang kompetensi yang sedang dipelajari; h) Permasalahan, wacana yang memuat deskripsi permasalahan di lingkungan sekitar; i) Info Sains, memuat materi pembelajaran sesuai dengan kegiatan yang sedang dipelajari; j) Rangkuman dan Wawasan Sains, memuat rangkuman materi yang telah dipelajari serta pada wawasan sains memuat tentang penemuan atau penelitian yang berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga dapat menambah pengetahuan siswa; k). Evaluasi, berisi sepuluh soal tes pilihan ganda; l) Petunjuk Penilaian, berisi petunjuk untuk menilai hasil evaluasi yang telah dikerjakan siswa; m) Tugas Individu, berisi instruksi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa berupa rangkuman, laporan, maupun pengamatan; n) Refleksi Diri, penjelasan atau ketentuan untuk dapat mempelajari materi selanjutnya; o) Kunci Jawaban dan Pembahasan, berisi jawaban tes pilihan ganda yang diberikan pada setiap kegiatan pembelajaran yang dilengkapi dengan pembahasan/penjelasan secara singkat; p). Daftar Pustaka, semua referensi/pustaka yang digunakan sebagai acuan pada saat penyusunan modul; q) Glosarium, memuat daftar istilah penting yang disertai dengan penjelasnnya.
3. Pengembangan (Develop) Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan draf II modul pembelajaran IPA berdasarkan masukan para validator ahli, praktisi (guru IPA) dan siswa. Tahap-tahap pengembangan ini adalah: a) Validasi
modul, tahap selanjutnya adalah validasi. Validasi pertama (draft I)
dilakukan oleh validator ahli dan praktisi meliputi validasi instrumen pembelajaran dan aspek dalam modul (materi, keterbacaan, dan penyajian). Data hasil pengujian pertama ini meliputi data hasil validasi oleh dua orang ahli dan praktisi. Validasi aspek keterbacaan, materi, dan penyajian modul oleh ahli Bahasa modul disajikan pada Tabel 4.4.
74 Tabel 4.4. Hasil Validasi Modul oleh Validator Ahli Bahasa Aspek
No. 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keterbacaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar Peristilahan Kejelasan bahasa Kesesuaian bahasa Rata-rata Materi Kelengkapan materi Keakuratan materi Kegiatan yang mendukung pembelajaran Kemutakhiran materi Materi dapat meningkatkan kompetensi sains siswa Materi mengikuti sistematika keilmuan Materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir Rata-rata Penyajian Organisasi penyajian umum Penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan Melibatkan siswa secara aktif Tampilan umum Variasi dan cara penyampaian informasi Anatomi modul pelajaran Memperhatikan kode etik dan hak cipta Rata-rata
Rata-rata
Kategori
3 3,5 3 3,25 3,17
Baik Baik Baik Baik Baik
3,25 3 3,33 3,5 3,13
Baik Baik Baik Baik Baik
3,25 3
Baik Baik
3,2
Baik
3,5 3,5
Baik Baik
3 3,17 3 3,75 3,5 3,36
Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan hasil Validator Ahli diperoleh rata-rata 3,17 untuk aspek keterbacaan, aspek materi 3,2 sedangkan aspek penyajian 3,36. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan modul pembelajaran sudah dalam kategori “Baik”. Hasil Validasi modul oleh Praktisi disajikan pada Tabel 4.5 Tabel 4.5. Hasil Validasi Modul Oleh Praktisi No. 1. 2. 3. 4.
1.
Aspek Keterbacaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar Peristilahan Kejelasan bahasa Kesesuaian bahasa Rata-rata Materi Kelengkapan materi
Rata-rata
Kategori
3,5 3,5 4 4 3,75
Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
3,75
Baik
75
Lanjutan Tabel 4.5 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keakuratan materi Kegiatan yang mendukung pembelajaran Kemutakhiran materi Materi dapat meningkatkan kompetensi sains siswa Materi mengikuti sistematika keilmuan Materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir Rata-rata Penyajian Organisasi penyajian umum Penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan Melibatkan siswa secara aktif Tampilan umum Variasi dan cara penyampaian informasi Anatomi modul pelajaran Memperhatikan kode etik dan hak cipta Rata-rata
4 4 4 3,75
Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik
3,75 4
Sangat Baik Sangat Baik
3,87
Sangat Baik
4 4
Sangat Baik Sangat Baik
4 3,83 4 4 4 3,96
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata yang diperoleh dari aspek keterbacaan 3,75, materi 3,87, dan penyajian 3,96. Berdasarkan penilaian oleh praktisi modul tersebut masuk dalam kategori “Sangat Baik”. Validasi Intrumen Pembelajaran oleh Validator Ahli Perangkat Pembelajaran disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Validasi Modul Oleh Ahli Perangkat Pembelajaran No. 1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3.
Aspek Silabus Perumusan tujuan pembelajaran Pemilihan dan pengorganisasian materi Kegiatan yang mendukung Model dan metode pembelajaran Penilaian hasil belajar Rata-rata RPP Perumusan tujuan pembelajaran Pemilihan dan pengorganisasian materi Kegiatan yang mendukung Model dan metode pembelajaran Penilaian hasil belajar Rata-rata Lembar Observasi Kinerja Siswa Aspek yang diamati sesuai dengan SK, KD, dan indicator Aspek yang diamati meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor Aspek yang dinilai mudah diamati
Rata-rata
Kategori
3 3,38 3 3,13 3,16 3,15
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
3 3,38 3,17 3,38 3 3,21
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
3,5
Baik
3,5
Baik
3,5
Baik
76
Lanjutan Tabel 4.6 4. 5. 6.
Kesesuaian aspek dengan penskoran Aspek yang diamati dapat disimpulkan dengan rata-rata skor Kemampuan yang diukur tidak terlalu banyak
3 3,5
Baik Baik
3
Baik
7.
Aspek yang diamati dapat didefinisikan dengan jelas
3
Baik
8. 9.
Aspek yang diamati dapat diulang penilaian Urutan kriteria aspek yang diamati sesuai dengan urutan yang diamati Aspek yang diamati sudah relevan dengan kriteria yang sudah ada Rata-rata
3,5 3
Baik Baik
3,5
Baik
3,3
Baik
10.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penilaian silabus 3,15, RPP 3,21, dan lembar observasi 3,3 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen pembelajaran dalam kategori “Baik”. Validasi Intrumen Pembelajaran oleh Praktisi disajikan pada Tabel 4.7. Tabel. 4.7 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Oleh Praktisi No.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Aspek Silabus Perumusan tujuan pembelajaran Pemilihan dan pengorganisasian materi Kegiatan yang mendukung Model dan metode pembelajaran Penilaian hasil belajar Rata-rata RPP Perumusan tujuan pembelajaran Pemilihan dan pengorganisasian materi Kegiatan yang mendukung Model dan metode pembelajaran Penilaian hasil belajar Rata-rata Lembar Observasi Kinerja Siswa Aspek yang diamati sesuai dengan SK, KD, dan indicator Aspek yang diamati meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor Aspek yang dinilai mudah diamati Kesesuaian aspek dengan penskoran Aspek yang diamati dapat disimpulkan dengan rata-rata skor Kemampuan yang diukur tidak terlalu banyak Aspek yang diamati dapat didefinisikan dengan jelas
Rata-rata
Kategori
3,83 4 3,67 3,88 4 3,88
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
4 4 3,67 3,88 4 3,91
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
4
Sangat Baik
4
Sangat Baik
4 4 3,5
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
4
Sangat Baik
4
Sangat Baik
77
Lanjutan Tabel 4.7 8. 9. 10.
Aspek yang diamati dapat diulang penilaian Urutan kriteria aspek yang diamati sesuai dengan urutan yang diamati Aspek yang diamati sudah relevan dengan kriteria yang sudah ada Rata-rata
4 4
Sangat Baik Sangat Baik
3,5
Sangat Baik
3,9
Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian silabus adalah 3,88; RPP sebesar 3,91; dan lembar observasi kinerja sebesar 3,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa instrumen pembelajaran dalam kategori “Sangat Baik”. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa modul dan perangkat pembelajaran sudah layak untuk diuji coba secara terbatas, tetapi memerlukan beberapa perbaikan.
b) Revisi Produk Tahap I Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator ahli dan praktisi diperoleh beberapa masukan/ saran untuk perbaikan/revisi modul sebelum diuji dalam skala terbatas. Saran serta perbaikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Saran dan Hasil Revisi Tahap I No. 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7.
8.
9.
10.
Saran Materi disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan disertai contoh-contoh yang mudah dipahami. Materi dibuat agar lebih aplikatif bagi siswa Materi terlalu sedikit sehingga perlu ditambahkan. Materi perlu dicantumkan sumber/catatan kaki. Indikator pada modul tidak perlu dicantumkan semua. Gambar dalam modul harus dicantumkan sumbernya. Diberikan tambahan peta konsep pada tiap sub bab, tidak hanya peta konsep secara keseluruhan. Diberikan gambaran modul dengan penjelasan singkat agar siswa mudah memahami cara penggunaan modul. Petunjuk penggunaan tidak hanya dibuat untuk siswa tetapi perlu ditambahkan petunjuk penggunaan bagi guru. Setiap komponen modul diberikan
Revisi Tahap I Materi telah disesuaikan dengan perkembangan IPTEK dan ditambahkan contoh-contoh yang mudah dipahami siswa. Materi telah dibuat lebih aplikatif sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi telah ditambahkan. Sumber/catatan kaki telah ditambahkan. Indikator yang dicantumkan pada modul hanya indikator kognitif. Gambar dalam modul sudah dicantumkan sumbernya. Peta konsep telah ditambahkan per sub bab materi yaitu pencemaran air, udara, dan tanah. Gambaran modul telah ditambahkan beserta penjelasan singkat. Petunjuk penggunaan bagi guru telah ditambahkan. Setiap komponen modul telah
78
Lanjutan Tabel 4.8
11.
12.
gambar/simbol tertentu agar lebih menarik. Setiap komponen modul diberikan kolom yang berisi kata/instruksi sehingga mempermudah siswa dalam meggunakan modul. Menyamakan indikator dan tujuan yang ada di RPP dan silabus.
diberikan gambar/ simbol supaya lebih menarik. Kolom yang berisi instruksi telah ditambahkan dalam setiap komponen. Indikator dan tujuan yang ada di silabus dan RPP sudah disamakan.
Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa masukan dari ahli dan praktisi, telah dilakukan beberapa perbaikan untuk modul dan perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam uji terbatas. Perbaikan untuk modul adalah dengan penambahan materi yang disesuaikan dengan perkembangan IPTEK, selain itu tampilan modul mulai dari cover beserta isinya dibuat lebih berwarna dan disertai gambar agar lebih menarik.
c) Hasil Pegujian Tahap II (Uji Coba Terbatas) Uji coba terbatas dilakukan terhadap sepuluh orang siswa. Data diperoleh dari angket dan wawancara tanggapan siswa terhadap modul. Hasil dari angket uji coba terbatas dapat dilihat pada Tabel 4.9. (Lampiran 6). Tabel 4.9 Hasil Uji Coba Terbatas No. 1. 2. 3.
Aspek Materi Penyajian Keterbacaan
Rata-rata
Kategori
3,36 3,53 3,53
Baik Sangat Baik Sangat Baik
Tabel 4.9 menunjukkan skor rata-rata untuk aspek materi adalah 3,66 dengan kategori “Baik”, aspek penyajian memperoleh rata-rata 3,53 dengan kategori “Sangat Baik”, dan aspek keterbacaan memperoleh rata-rata 5,53 dengan kategori “Sangat Baik”. Hasil wawancara terhadap siswa menunjukkan bahwa: 1) sebelumnya siswa pernah diberikan modul tetapi hanya berupa modul latihan soal; 2) rata-rata siswa mengatakan bahwa modul IPA terpadu berorientasi JAS menarik dan membuat mereka ingin mempelajari materi Ekosistem; 3) isi dari modul mudah dipahami; 4) menurut siswa modul ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; 5) materi di dalam modul cukup membantu dan membuka wawasan baru bagi siswa khususnya pada materi Ekosistem; 6) langkah-langkah dalam modul sudah jelas dan detail sehingga mudah untuk dipelajari dan dilakukan; 7) gambar dalam modul sudah
79 jelas dan menarik karena berwarna; 8) bahasa yang digunakan sudah cukup jelas, komunikatif, dan mudah dipahami; 9) materi sudah lengkap dan dihubungkan dengan kondisi lingkungan sekitar; 10) beberapa siswa mengatakan jika soal di dalam modul cukup sulit. Berdasarkan hasil angket dan wawancara terhadap siswa diperoleh beberapa saran/masukan sebagai berikut: 1) terdapat beberapa siswa yang menyatakan bahwa perlu diberi tambahan pada materi. Namun, ada juga yang menyarankan agar materi dan bahasa dalam modul dibuat lebih ringkas; 2) ilustrasi/gambar dibuat sejelas mungkin agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa modul sudah layak untuk diuji coba lapangan, tetapi memerlukan beberapa perbaikan. Hasil uji coba terbatas dapat dilihat selengkapnya pada (Lampiran 6 : 172).
d) Revisi Produk Tahap II Setelah diuji coba secara terbatas, terdapat beberapa masukan dari siswa. Perbaikan telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan yang telah didapatkan. Tabel 4.10. Saran dan Revisi Tahap II No. 1.
2.
Saran Ada beberapa siswa yang menyatakan bahwa perlu diberi tambahan pada materi. Namun, ada juga yang menyarankan agar materi dan bahasa dalam modul dibuat lebih ringkas Ilustrasi/gambar dibuat sejelas mungkin agar lebih mudah dipahami oleh siswa.
Revisi Tahap II Beberapa bagian dari materi telah ditambahkan agar lebih lengkap, dan dibuat dengan bahasa yang jelas agar lebih mudah dipahami siswa. Ilustrasi/gambar telah dibuat lebih jelas.
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa materi dan bahasa dalam modul dibuat lebih ringkas dan ilustrasi atau gambar dibuat lebih jelas. Revisi taha kedua materi telah ditambahkan agar lebih lengkap dan bahasa diperbaiki sehingga lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa. Ilustrasi dan gambar telah dibuat lebih jelas.
e) Hasil Pengujian Ketiga (Uji Coba Lapangan) Uji coba lapangan menggunakan 32 sampel yaitu kelas 7A. Data yang diperoleh dalam tahap uji coba lapangan meliputi data keterlaksanaan pembelajaran, respon siswa terhadap modul pembelajaran, dan data hasil belajar yang meliputi ranah
80 kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Data yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Keterlaksanaan Pembelajaran Data keterlaksanaan sintaks pada tahap uji coba lapangan yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran IPA Terpadu berorientasi JAS Pertemuan Aktivitas Guru I II III Aktivitas Siswa I II III
Pengamat (%) I II 85,71 82,14 92,85 92,85 100 92,86 75 91,67 97,22
75 88,89 94,44
Rata-rata (%)
Kategori
83,93 92,85 96,43
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
75 90,28 95,83
Baik Sangat Baik Sangat Baik
Tabel 4.11 menunjukkan persentase keterlaksanaan sintaks pembelajaran guru dan siswa yang diperoleh dari dua pengamat. Rerata yang diperoleh aktivitas guru pada pertemuan I adalah 83,93%, pertemuan II adalah 92,85%, dan pertemuan III adalah 96,43%. Berdasarkan rerata yang diperoleh pada setiap pertemuan maka dapat dikategorikan “Sangat Baik”. Rerata yang diperoleh aktivitas siswa pada pertemuan I adalah 75% dengan kategori “Baik”, pada pertemuan II adalah 92,85%, dan pertemuan III adalah 96,43% sehingga dapat dikategorikan “Sangat Baik”. Data keterlaksanaan sintaks selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 7).
2) Data Hasil Belajar Siswa i) Tes Kognitif Deskripsi data hasil belajar kognitif yang diperoleh dari nilai pretest dan postest disajikan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Siswa Jenis Tes Pretest Postest
Jumlah siswa 32 32
Mean 64,41 81,44
Standar Deviasi 7,890 8,654
Maksimum
Minimum
87 93
60 50
81 Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa rerata sebelum diberikan pembelajaran dengan modul adalah 64,41 dengan standar deviasi 7,89; nilai minimum yang diperoleh adalah 60; dan nilai maksimum yang diperoleh 87. Mean sesudah diberikan modul pembelajaran adalah 81,44 dengan standar deviasi 8,654; nilai maksimum yang diperoleh adalah 93; dan nilai minimum yang diperoleh 60. Data deskripsi hasil belajar kognitif selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 9). Nilai pretest dan postest tersebut kemudian dihitung tingkat kenaikan hasil belajarnya untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan modul. Rumus yang digunakan adalah rumus N-gain ternormalisasi. Berdasarkan hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0,45. Menurut kriteria Hake (1998: 1) nilai tersebut menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori “Sedang“.Setelah dilakukan perhitungan N-gain ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji prasyarat sebelum dilakukan uji t. Data selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 10). Ringkasan hasil analisis nilai pretest dan postest hasil belajar disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Ringkasan Hasil Analisis Nilai Pretest dan Postest Uji Normalitas Homogenitas Hasil PretesPostes
Jenis Uji KolmogorofSmirnov Levene’s test Paired sample t-test
Hasil Sig pretest= 0,621 Sig postest= 0,502 Sig 0.372
Keputusan Ho diterima
Kesimpulan Data normal
Ho diterima
thitung = -8,464 p= 0,00
Ho ditolak
Data homogeny Hasil tidak sama (ada beda)
Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh ringkasan hasil analisis nilai siswa diketahui bahwa normalitas data yang diuji dengan Kolmogorof-Smirnov, diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,621 untuk pretes dan 0,502 untuk postes, kedua nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti data nilai pretest dan postest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,372 yang berarti signifikansi > 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap sampel sama (homogen). Data nilai pretest dan postest yang telah diketahui bahwa distribusinya normal dan homogen selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test (Uji t dua sampel berpasangan). Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung= -8,464 dengan probabilitas
82 sebesar 0,000 (p < 0,05), maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah diberikan modul pembelajaran. Merujuk pada hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian modul berorientasi IPA terpadu berorientasi JAS pada materi pencemaran ini dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Berdasarkan mean ± SD diperoleh bahwa rata-rata nilai postest (81,44) lebih tinggi daripada nilai pretest (61,41), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa semakin baik atau mengalami peningkatan. Data selengkapnya mengenai analisis hasil belajar kognitif dapat dilihat pada (Lampiran 9).
ii) Hasil Belajar Psikomotorik Penilaian hasil belajar psikomotorik dilakukan pada setiap pelaksanaan pembelajaran dan pada pertemuan terakhir dilakukan wawancara dan observasi unjuk kerja. Penilaian psikomotorik siswa selama pelaksanaan pembelajaran menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh dua orang pengamat, sedangkan untuk penilaian unjuk kerja menggunakan wawancara dan lembar observasi yang dilakukan oleh guru. Data hasil penilaian hasil belajar psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Belajar Psikomotorik Jumlah Siswa
Pertemuan I (%)
Pertemuan II (%)
Pertemuan III (%)
32
87,34
89,45
89,84
Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa hasil belajar psikomotorik pada pertemuan I materi pencemaran air adalah 87,34%, pertemuan II materi pencemaran udara sebesar 89,45%, dan materi pencemaran tanah pada pertemuan ketiga sebesar 89,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotor siswa termasuk dalam kategori “Sangat Baik”. Data hasil belajar psikomotorik selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 11).
iii) Hasil Belajar Afektif
83 Penilaian hasil belajar afektif dilakukan pada setiap pelaksanaan pembelajaran. Penilaian afektif siswa selama pelaksanaan pembelajaran menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh dua orang pengamat Data hasil penilaian yang disajikan merupakan hasil penilaian lembar observasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Belajar Afektif Jumlah Siswa
Pertemuan I (%)
Pertemuan II (%)
Pertemuan III (%)
32
81,51
84,11
84,4
Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa hasil belajar afektif pada pertemuan I adalah 81,51%, pertemuan II sebesar 84,11%, dan pertemuan ketiga sebesar 84,4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotor siswa termasuk dalam kategori “Sangat Baik”. Data hasil belajar Afektif selengkapnya dapat dibaca pada (Lampiran 12). 3) Data Penilaian Modul oleh Siswa Penilaian modul oleh siswa dilakukan dengan menggunakan angket dan kuisioner. Data hasil analisis angket disajikan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Hasil Analisis Angket Penilaian Modul No. 1. 2.
Materi Penyajian
Aspek
3.
Keterbacaan
Rata-rata 3,3 3,3
Kategori Baik Baik
3,2
Baik
Berdasarkan Tabel 4.16 diperoleh rerata dari aspek materi sebesar 3,3; aspek penyajian sebesar 3,3 dan aspek keterbacaan sebesar 3,2 sehingga dapat digolongkan dalam kategori “Baik”. (Lampiran 8). Menurut hasil kuisioner siswa secara umum diperoleh hasil sebagai berikut: 1) siswa pernah mengggunakan modul pembelajaran sebelumnya tetapi tidak berwarna dan kurang menarik karena lebih banyak latihan soal-soal; 2) modul yang dikembangkan membuat siswa ingin mempelajari materi pencemaran; 3) bahasa yang jelas dan komunikatif membuat modul ini mudah dipahami; 4) adanya permasalahan dan praktikum melatihkan siswa dalam pemecahan masalah; 5) menambah wawasan dan
84 mempermudah materi pencemaran; 6) langkah-langkah pembelajaran cukup mudah dilakukan; 7) penggunaan gambar yang berwarna membuat modul lebi menarik; 8) bahasa sudah komunikatif, jelas, dan mudah dipahami; 9) materi dalam modul sudah cukup lengkap; 10) beberapa siswa ada yang menjawab soal mudah dikerjakan tetapi ada beberapa juga yang menjawab jika soal latihan pada modul sulit. Data hasil kuisioner siswa selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 8).
1. Penyempurnaan (Revisi III) Berdasarkan hasil uji lapangan diperoleh beberapa saran dari siswa untuk perbaikan modul yang disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Saran dan Revisi Tahap III No. 1. 2. 3.
Saran Gambar diperjelas, karena ada beberapa bagian yang kabur (tidak jelas) Cover dibuat lebih menarik Soal dalam modul dibuat lebih mudah untuk dipahami
Revisi Tahap III Gambar sudah diperjelas Cover telah diubah agar lebih menarik. Soal-soal disertai kunci jawaban dan penjelasan.
4. Penyebaran (Disseminate) a. Kelayakan Produk Pengembangan Berdasarkan hasil yang diperoleh saat uji coba ahli diperoleh hasil bahwa rata-rata aspek keterbacaan oleh ahli adalah 3,17 dan oleh pakar sebesar 3,75. Rata-rata aspek materi oleh ahli adalah 3,2 dan oleh pakar sebesar 3,87 sedangkan rata rata-rata aspek penyajian oleh ahli adalah 3,36 dan oleh pakar sebesar 3,96. Secara umum kriteria modul menurut ahli adalah “Baik” dan menurut praktisi adalah “Sangat Baik”, sehingga modul tersebut sudah layak untuk diujicobakan dalam uji terbatas. Skor paling tinggi adalah pada aspek penyajian, hal tersebut dikarenakan dalam penyajian modul menggunakan gambar serta warna yang menarik. Gambar dan warna dapat dijadikan daya tarik dan mengurangi kebosanan saat membaca modul. Sistematika penyajian pada modul runtut meliputi bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Materi disajikan secara sistematis dan logis, serta mengaitkan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.
85 Aspek materi modul cukup baik, tetapi disarankan untuk ditambah dengan materi yang berkaitan dengan lingkungan. Aspek ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena materi disajikan dengan bahasa yang interaktif, serta dapat meningkatkan kompetensi sains siswa. Materi disajikan dari yang sederhana ke materi yang lebih sulit, menekankan pada pengalaman langsung dan dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Aspek keterbacaan memiliki rata-rata yang paling rendah karena masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan EYD, serta belum dicantumkan petunjuk-petunjuk pada setiap langkah pembelajaran. Namun, hal tersebut telah diperbaiki. Berdasarkan uji coba terbatas aspek materi modul memiliki rata-rata 3,36; aspek penyajian 3,53 dan aspek keterbacaan 3,53. Dapat disimpulkan bahwa aspek penyajian dan keterbacaan mendapatkan rata-rata tertinggi. Secara umum, modul dalam kriteria baik dan layak untuk diterapkan. Hal tersebut menunjukkan respon positif siswa terhadap modul yang dikembangkan. Menurut siswa, modul yang dikembangkan sudah baik dan siswa lebih mudah dalam mempelajari materi pencemaran karena disajikan menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS dan pendekatan lingkungan. Uji coba lapangan didapatkan rata-rata aspek materi, penyajian, dan keterbacaan berturut-turut adalah 3,3; 3,3; dan 3,2. Aspek materi dan penyajian mendapatkan ratarata tertinggi. Hal tersebut karena dalam modul sudah dilengkapi dengan gambar/ilustrasi serta warna yang menarik. Selain itu, sudah dicantumkan materi yang lengkap di dalam modul. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas, dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA Terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Berdasarkan respon yang diterima, siswa menanggapi penggunaaan modul tersebut secara positif. Siswa menjadi lebih tertarik untuk mempelajari IPA karena materi yang dikemukakan berkaitan erat dengan lingkungan di sekitar siswa. Materi yang berkaitan langsung dengan lingkungan membuat siswa lebih mudah dalam memahaminya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ozdemir dkk. (2011: 169), yang mengemukakan bahwa IPA terpadu berorientasi JAS dapat
meningkatkan
motivasi
terhadap
pembelajaran
menghilangkan miskonsepsi bagi calon guru dan bagi pendidik.
sains
dan
membantu
86 Menurut siswa modul yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi dalam modul sudah cukup lengkap, permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di lingkungan sekitar siswa, dan modul disajikan secara berwarna, serta dilengkapi dengan gambar-gambar. Hal tersebut senada dengan pendapat Suratsih dkk. (2009: 176), yang mengemukakan bahwa siswa merasa senang dengan adanya modul yang dikaitkan dengan fenomena di sekitar karena merasa mendapat pengalaman baru dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk melakukan analisis terhadap kejadian sehari-hari yang ada di lingkungannya.
b. Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam uji coba lapangan menunjukkan hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0,45. Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori “Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS berdampak pada kenaikan hasil belajar siswa walaupun kenaikan tersebut tidak dalam kategori tinggi. Kenaikan hasil belajar tersebut disebabkan karena dalam penggunaan modul ini menuntut siswa untuk belajar secara aktif dalam bentuk kelompok melalui tahap memprediksi, mengobservasi, dan menjelaskan hasil. Budiono dan Susanto (2006: 86) mengemukakan bahwa cara yang makin baik dalam menggunakan modul adalah siswa aktif mempelajarinya bersama dengan teman sementara guru melakukan pengecekan secara intensif dan memberikan bantuan kepada siswa yang kesulitan dalam mempelajari modul secara individual. Berdasarkan analisis hasil belajar setiap siklusnya terdapat peningkatan hasil belajar dan kemandirian siswa. Selain itu, dengan adanya modul ini siswa juga dapat belajar secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Johnson (2009: 152), yang mengemukakan bahwa pembelajaran mandiri adalah proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang satu orang atau biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik siswa dengan kehidupan sehari-hari sehingga tujuan yang bermakna dapat tercapai. Siswa dengan pembelajaran mandiri mungkin
87 memilih mendapatkan informasi dengan jalan mengamati, mendengarkan, membaca atau berdiskusi.
c. Hasil Belajar Peserta Didik Setelah dilakukan perhitungan N-gain ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Berdasarkan hasil analisis nilai siswa diketahui bahwa normalitas data yang diuji dengan Kolmogorof-Smirnov, diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,621 untuk pretest dan 0,502 untuk postest, kedua nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti data nilai pretest dan postest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,372, yang berarti signifikansi > 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap sampel sama (homogen). Data nilai pretes dan postes yang telah diketahui bahwa distribusinya normal dan homogen selanjutnya dianalisis dengan uji Paired Sample ttest (Uji t dua sampel berpasangan). Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung= -8,464, dengan probabilitas sebesar 0,000 (p < 0,05), maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah diberikan modul pembelajaran. Merujuk pada hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian modul berorientasi JAS pada tema Ekosistem ini dapat meningkatkan/ berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa. Wenno (2010: 186) mengemukakan bahwa melakukan pembelajaran dengan modul membuat siswa lebih mudah memahami konsep/ materi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa tentang ide/gagasan yang dimiliki. Proses pembelajaran tersebut akan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dan membangun pengetahuan, sikap, serta perilaku.
B. Pembahasan 1. Pendefinisian (Define) a. Karakteristik Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS pada tema Ekosistem menggunakan model pengembangan yang dipakai adalah model pengembangan 4-D
88 mengacu pada S. Thiagarajan (1974:5). Model pengembangan 4-D terdiri 4 tahap, yaitu: 1. Pendifinisian (Define); 2. Perancangan (Design); 3. Pengembangan (Develop); 4. Penyebaran (Disseminate). Alasan menggunakan model ini adalah: (a) perangkat pembelajaran model 4-D lebih runtut; (b) adanya tahapan validasi dan ujicoba yang menjadikan draft lebih sempurna; (c) langkah-langkah pengembangan logis; dan (d) tahapan lebih sederhana dibandingkan model yang lain.
b. Kelayakan Produk Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Berdasarkan hasil yang diperoleh saat uji coba ahli diperoleh hasil bahwa rata-rata aspek keterbacaan oleh ahli adalah 3,17 dan oleh pakar sebesar 3,75. Rata-rata aspek materi oleh ahli adalah 3,2 dan oleh pakar sebesar 3,87 sedangkan rata rata-rata aspek penyajian oleh ahli adalah 3,26 dan oleh pakar sebesar 3,96. Secara umum kriteria modul menurut ahli adalah “Baik” dan menurut praktisi adalah “Sangat Baik”, sehingga modul tersebut sudah layak untuk diujicobakan dalam uji terbatas. Skor paling tinggi adalah pada aspek penyajian, hal tersebut dikarenakan dalam penyajian modul menggunakan gambar serta warna yang menarik. Gambar dan warna dapat dijadikan daya tarik dan mengurangi kebosanan saat membaca modul. Sistematika penyajian pada modul runtut meliputi bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Materi disajikan secara sistematis dan logis, serta mengaitkan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Aspek materi modul cukup baik, tetapi disarankan untuk ditambah dengan materi yang berkaitan dengan lingkungan. Aspek ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena materi disajikan dengan bahasa yang interaktif, serta dapat meningkatkan kompetensi sains siswa. Materi disajikan dari yang sederhana ke materi yang lebih sulit, menekankan pada pengalaman langsung dan dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Aspek keterbacaan memiliki rata-rata yang paling rendah karena masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan EYD, serta belum dicantumkan petunjuk-petunjuk pada setiap langkah pembelajaran. Namun, hal tersebut telah diperbaiki. Berdasarkan uji coba terbatas aspek materi modul memiliki rata-rata 3,36; aspek penyajian 3,53 dan aspek keterbacaan 3,53. Dapat disimpulkan bahwa aspek penyajian
89 dan keterbacaan mendapatkan rata-rata tertinggi. Secara umum, modul dalam kriteria baik dan layak untuk diterapkan. Hal tersebut menunjukkan respon positif siswa terhadap modul yang dikembangkan. Menurut siswa, modul yang dikembangkan sudah baik dan siswa lebih mudah dalam mempelajari materi pencemaran karena disajikan menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS dan pendekatan lingkungan. Uji coba lapangan didapatkan rata-rata aspek materi, penyajian, dan keterbacaan berturut-turut adalah 3,3; 3,3; dan 3,2. Aspek materi dan penyajian mendapatkan ratarata tertinggi. Hal tersebut karena dalam modul sudah dilengkapi dengan gambar/ilustrasi serta warna yang menarik. Selain itu, sudah dicantumkan materi yang lengkap di dalam modul. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas, dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA Terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Berdasarkan respon yang diterima, siswa menanggapi penggunaaan modul tersebut secara positif. Siswa menjadi lebih tertarik untuk mempelajari IPA karena materi yang dikemukakan berkaitan erat dengan lingkungan di sekitar siswa. Materi yang berkaitan langsung dengan lingkungan membuat siswa lebih mudah dalam memahaminya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ozdemir dkk. (2011: 169), yang mengemukakan bahwa IPA terpadu berorientasi JAS dapat
meningkatkan
motivasi
terhadap
pembelajaran
sains
dan
membantu
menghilangkan miskonsepsi bagi calon guru dan bagi pendidik. Menurut siswa modul yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi dalam modul sudah cukup lengkap, permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di lingkungan sekitar siswa, dan modul disajikan secara berwarna, serta dilengkapi dengan gambar-gambar. Hal tersebut senada dengan pendapat Suratsih dkk. (2009: 176), yang mengemukakan bahwa siswa merasa senang dengan adanya modul yang dikaitkan dengan fenomena di sekitar karena merasa mendapat pengalaman baru dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk melakukan analisis terhadap kejadian sehari-hari yang ada di lingkungannya.
c. Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam uji keefektifan modul IPA Terpadu tema Ekosistem dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar untuk Meningkatkan
90 Kepedulian Lingkungan dan Kemampuan Analisis, diperoleh hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0,45. Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori “Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS berdampak pada kenaikan hasil belajar siswa walaupun kenaikan tersebut tidak dalam kategori tinggi. Kenaikan kemampuan analisis dan kepedulian lingkungan karena dalam penggunaan modul ini menuntut siswa untuk belajar secara aktif dalam bentuk kelompok melalui tahap memprediksi, mengobservasi, dan menjelaskan hasil. hakikat belajar dan pembelajaran IPA konstruktivisme memiliki pandangan dalam kaitannya dengan pengalaman belajar. Pertama, belajar IPA adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan reflektif serta interpretasi. Kedua, mengajar IPA adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Ketiga, siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terahadap lingkugan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menginterprestasikannya (Slavin,1994: 225). Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget, berarti anak SMP berada pada peralihan antara tahap operasional konkret menuju tahap operasional formal. Pada tahap operasional konkret peserta didik bernalar secara logis berdasarkan kejadian-kejadian konkret, sedangkan dalam tahap operasional formal peserta didik sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret dan memikirkannya secara abstrak, idealis dan logis. Membelajarkan IPA kepada peserta didik, guru hendaknya mengetahui tentang hakikat IPA terlebih dahulu. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja akan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA di SMP diajarkan secara terpadu sejalan dengan hakikat IPA.
2. Tahap Perancangan (Design) Pada tahap perencanaan telah dilakukan analisis kebutuhan, analisis kurikulum, analisis materi, observasi dan tujuan penyusunan modul. Analisis kebutuhan digunakan sebagai rujukan pemilihan media dan pendekatan yang dibutuhakan guru dan siswa.
91 Analisis kurikulum meliputi penentuan Standar Kompetensi dan kompetensi Dasar yang dijadikan dasar untuk menentukan pengembangan indikator dan merumuskan tujuan yang akan dicapai. Modul disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dirumuskan terlebih dahulu. Menurut Gandasari (2010: 9), modul adalah suatu unit desain pembelajaran yang isinya relatif singkat dan spesifik, yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perumusan tujuan pembelajaran secara jelas, spesifik dalam bentuk kelakuan siswa yang dapat diamati dan diukur ini merupakan langkah pertama dalam pengembangan modul menurut Nasution (2000) cit Suratsih (2010: 12). Modul disusun dengan dilengkapi gambar dan ilustrasi sehingga akan menambah daya tarik modul. Gambar merupakan salah satu jenis alat bantu atau media yang dapat menentukan dalam proses pembelajaran. Teks yang disajikan disertai ilustrasi gambar akan mudah dipahami. Gambar akan memberikan informasi tentang tema teks, yang selanjutnya peserta didik dapat membuat hipotesis tentang isi teks bacaan. Gambar mempunyai banyak kelebihan . menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (1997) cit Sukiman (2012: 87), gambar bisa menyampaikan banyak pesan, bersifat konkret dan dapat membatasi ruang dan waktu. Gambar yang baik menurut Arief S. Sadiman (2006) cit Sukiman (2012: 88) harus memenuhi beberapa syarat antara lain: (1) autentik yaitu gambar harus jujur melukiskan situasi seperti orang melihat sebenarnya, (2) sederhana yaitu komposisi gambar cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar, dan (3) mengandung gerak atau perbuatan. Gambar dalam modul ini diambil dari beberapa foto yang mudah ditemui di sekitar peserta didik sehingga mempermudah pemahaman pesan terhadap gambar. Seperti menurut Purwanto (2007: 116) foto merupakan ilustrasi yang baik untuk bahan ajar, yang menunjukkan realita atau wujud sebenarnya. Modul dengan pendekatan JAS dalam tiap kegiatannya diberikan simbol tertentu. Menurut Purwanto (2012: 117), simbol adalah bentuk sajian grafis yang menonjolkan ide atau konsep. Simbol yang baik dapat denga mudah dimengerti peserta didik. Tujuan pemberian simbol untuk menarik perhatian dan mempermudah peserta didik menemukan komponen yang dimaksud. Simbol semua komponen berkarakter berbeda, disesuaikan dengan karakter komponen. Modul
dikembangkan
untuk
menarik
perhatian
penggunanya
selama
pembelajaran. Modul tersedia informasi mengenai manfaat pelajaran, cara penggunaan
92 modul sehingga pengguna memperoleh kemudahan dalam mempelajari modul. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya penjelasan tentang penggunaan materi pelajaran tersebut dalam situasi nyata (Depdiknas, 2008: 10). Demikian juga dalam penulisan judul disajikan dengan menarik dan memberikan gambaran tentang materi yang dibahas (Depdiknas 2008: 21). Materi yang disajikan dalam modul merupakan materi yang kontekstual dan mudah ditemui dalam kehidupan sehri-hari sehingga peserta didik dapat menerapkan konsep yang dipelajari. Tujuan akhir mempelajari modul ini antara lain: 1) perilaku yang diharapkan yaitu peserta didik mempunyai sikap peduli lingkungan, menjaga kebersihan sekitarnya, 2) kriteria keberhasilan yaitu kualitas dapat dilihat dari terbentuknya kompetensi peserta didik dari segi pengetahuan, sikap dan ketrampilan, 3) kondisi keberhasilan jika peserta didik lebih aktif dan semangat dalam proses pembelajaran. Peserta didik disediakan umpan balik sehingga dapat memantau hasil belajar dan mendapatkan perbaikan. Jika peserta didik belum berhasil mencapai kriteria ketuntasan belajar ditetapkan peserta didik diharapkan mempelajari lagi materi tersebut, tanpa atau bantuan guru. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri khas modul yaitu pembelajaran mandiri. Belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses atau produk. Sebagai proses, belajar mandiri sebagai cara mencapai tujuan pendidikan di mana peserta didik diberikan kemandirian yang relatif lebih besar dalam kegiatan pembelajaran. Belajar mandiri sebagai produk bahwa setelah mengikuti pembelajaran tertentu peserta didik menjadi seorang pebelajar mandiri. Materi dalam modul disajikan dengan kalimat yang sederhana agar peserta didik mudah mempelajari. Seperti pendapat Purwanto (2012: 137) bahwa kalimat sederhana paling banyak dipahami dan disenangi orang. Penjelasan materi diberi tambahan gambar dan contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan serapan dalam bahasa asing proporsinya sedikit dan berfungsi sebagai penjelas. Penggunaan ejaan yang baku, istilah benar, keterangan dan sumber gambar serta kejelasan gambar lebih mempermudah peserta didik mempelajari materi. Daftar istilah yang sulit serta pengertiannya tercantum dalam glosarium. Bagian indeks memuat daftar istilah penting dan halamannya. Indeks mempermudah peserta didik menemukan kata yang dimaksud. Bagian selanjutnya adalah daftar pustaka yang
93 berisi sumber buku, jurnal penelitian, rujukan online dan gambar yang digunakan sebagai referensi penulisan modul.
3. Pengembangan (Develop) Berdasarkan hasil validasi ahli tentang penilaian modul dan perangkat pembelajaran, modul memiliki kategori yang baik, tetapi masih memerlukan banyak perbaikan. Hasil validasi praktisi tentang modul dan perangkat pembelajaran diperoleh kategori sangat baik. Menurut Sungkono (2003:10) contoh adalah benda, ilustrasi, angka, gambar dan lain-lain yang mewakili/mendukung konsep yang disajikan. Contoh bertujuan untuk memantapkan pemahaman pembaca tentang fakta/ data, konsep, prinsip, generalisasi/ dalil, hukum, teori, nilai, prosedur/ metode, keterampilan dan masalah. Prinsip dalam penyajian contoh hendaknya: relevan dengan isi uraian; konsistensi istilah, konsep, dalil, dan peran; logis (masuk akal); sesuai dengan realitas; dan bermakna. Petunjuk penggunaan dan gambaran modul yang disertai dengan kolomkolom instruksi telah ditambahkan agar guru dan siswa lebih mudah dalam menggunakan modul pembelajaran. Perbaikan telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari ahli. Materi telah ditambahkan sesuai dengan perkembangan IPTEK dengan bahasa yang lebih komunikatif disertai dengan contoh-contoh sehingga siswa mudah memahami. Sumber dan catatan kaki telah ditambahkan, peta konsep dibuat tiap sub bab, dan diberikan gambaran umum penggunaan modul bagi siswa dan guru. Setiap komponen modul sudah diberikan gambar atau simbol supaya lebih menarik. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Prastowo (2012: 125), yang menyatakan bahwa gambargambar dapat mendukung dan memperjelas isi materi sehingga menimbulkan daya tarik dan mengurangi kebosanan bagi pembaca.
a) Uji Coba Terbatas Berdasarkan hasil validasi siswa tentang penilaian modul, modul memiliki kategori yang sangat baik. Namun, masih memerlukan beberapa perbaikan. Perbaikan telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari siswa. Materi telah diperbaiki dan gambar dibuat lebih jelas. Depdiknas (2008: 6) menyatakan bahwa dalam penyusunan materi harus memperhatikan kedalaman dan keluasan cakupan materi.
94 Keluasan materi menggambarkan seberapa banyak materi-materi yang dimasukkan, sedangkan kedalaman materi menyangkut rincian konsep-konsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh siswa. Materi pembelajaran perlu diidentifikasi secara tepat agar pencapaian kompetensi siswa dapat diukur. Selain itu, dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan, guru akan mendapatkan ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran. Kondisi lapangan pada tahap uji coba terbatas ditemukan beberapa kendala yaitu siswa belum pernah menggunakan modul berbasis JAS pada tema Ekosistem karena siswa biasanya hanya menggunakan modul yang lebih banyak latihan soal-soal dan masih asing dengan modul berbasis JAS. Berdasarkan hal tersebut, peneliti harus menjelaskan terlebih dahulu langkah-langkah pembelajaran IPA terpadu berorientasi JAS. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, 4 dan 6, Lampiran 12 halaman 184. Saat uji coba terbatas, siswa mengisi angket dan kuisioner yang berisi penilaian terhadap modul yang dikembangkan, tetapi sebelumnya siswa diberikan kesempatan untuk membaca dan mempelajari isi modul tersebut. Selain itu, dalam pengisian kuisioner, disertai dengan wawancara untuk mengetahui tanggapan siswa secara langsung. Namun, terdapat kendala karena beberapa siswa yang tidak mencantumkan alasan dalam kuisioner serta tidak memberikan saran perbaikan.
b) Revisi Produk Tahap II Berdasarkan hasil uji terbatas didapatkan berbagai saran antara lain berkaitan dengan penambahan materi dan kejelasan gambar. Materi sudah ditambahkan dengan bahasa yang jelas dan efektif. Prastowo (2012: 123) mengemukakan bahwa kalimat yang digunakan harus sederhana, singkat, jelas, dan efektif. Gambar yang disajikan harus relevan dengan materi dan mendukung isi materi. Saran yang diberikan oleh siswa dalam uji terbatas ini hanya sebatas saran teknis penyajian, dan tidak menyangkut pada konten modul.
c) Uji Coba Tahap III Berdasarkan hasil uji coba terbatas tentang penilaian modul, modul memiliki kategori yang sangat baik. Uji lapangan ini diperoleh data antara lain data hasil belajar dan tanggapan siswa terhadap modul.
95
1) Hasil Belajar Siswa Hasil belajar kognitif diperoleh data pretest dan postest. Menurut kenaikan hasil belajar kognitif yang telah dianalisis menurut kriteria Hake (1999: 1) kenaikan hasil belajar berkategori “Sedang”. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest dan postest siswa tidak terlalu berbeda jauh. Hal tersebut disebabkan materi Ekosistem cukup mudah dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Namun, ketuntasan siswa tidak 100% karena ada 5 orang siswa yang memiliki nilai di bawah KKM. Hasil analisis dari uji prasyarat menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen, dan setelah diuji dengan paired sample t-test hasilnya terdapat perbedaan. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar kognitif sebelum dan setelah diterapkannya modul berbeda secara signifikan. Terdapat kenaikan hasil belajar kognitif siswa, yang dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa saat pretes dan postes. Penggunaan modul IPA Terpadu berorientasi JAS yang menuntut siswa untuk melakukan observasi, dan menjelaskan hasil observasi akan membantu siswa dalam berbagai bentuk belajar, dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami materi dan berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan JAS mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam melakukan pengamatan, eksperimen, berdiskusi, dan komunikatif dalam menjelaskan hasil eksperimen sehingga mendorong peningkatan hasil belajar siswa. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pengarahan oleh guru (dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman, Gambar 1). Selanjutnya, siswa melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan di dalam modul, mulai dari mengamati, melakukan eksperimen, mengerjakan LKS dengan berdiskusi, dan mengemukakan hasil diskusi. Guru berfungsi sebagai fasilitator yang membimbing pelaksanaan diskusi, praktikum, serta memberikan konfirmasi. (Lampiran 11). Namun, di dalam uji lapangan ditemukan beberapa kendala antara lain: 1) di dalam kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dominan, dan ada anggota kelompok yang tidak aktif; 2) pada pertemuan pertama memerlukan waktu yang cukup lama karena terdapat dua praktikum; 3) tidak jarang ada yang bermain-main dengan teman saat praktikum; 4) hanya beberapa orang saja yang dapat mempresentasikan hasil diskusi karena waktu yang terbatas. Pada pertemuan I siswa kurang terkondisi dengan
96 baik, karena siswa belum terbiasa melakukan praktikum dan belum terbiasa dengan bahan yang digunakan untuk praktikum sehingga sewaktu praktikum filtrasi, banyak yang tidak mencuci bahan-bahan yang digunakan dan hasilnya air menjadi keruh; 6) untuk pertemuan kedua dan ketiga siswa telah terkondisi dengan baik saat melakukan praktikum; dan 7) terdapat beberapa siswa yang mengumpulkan tugas dan modul tidak tepat waktu. Gulo (2004: 130) mengemukakan di dalam kelompok, sesorang berbicara, yang lain mendengar, ada juga yang bertanya, dan ada yang menjawab. Diskusi kelompok berjalan dengan lancar jika ditunjang dengan sumber informasi seperti buku, atau narasumber. Kadang-kadang ada anggota kelompok yang berfungsi sebagai narasumber bagi kelompoknya, tetapi ada juga yang tidak berbicara, tidak menyumbang pendapat sehingga menjadikan kelompok kurang efisien.
Johnson (2009: 166) berpendapat
bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam kelompok akan menjadi output bagi anggota kelompok lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lain. Jika setiap individu yang berbeda mambangun hubungan dengan cara tersebut, maka akan terbentuk suatu sistem yang baik di dalam kelompok. Berdasarkan hasil analisis, nilai afektif siswa mengalami peningkatan. Hal tersebut terjadi karena siswa mulai terbiasa dengan modul yang dikembangkan. Siswa juga lebih aktif bekerja sama dengan teman saat praktikum dan diskusi. Depdiknas (2003: 6) mengemukakan bahwa diskusi merupakan salah satu kondisi belajar yang sesuai
dengan
filosofi
konstruktivisme
karena
dalam
diskusi
siswa
dapat
mengunggkapkan gagasan, melakukan penelitian secara sederhana, demonstrasi, juga kegiatan lain yang memberikan ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, atau mempertajam gagasannya. Nilai rata-rata aspek afektif disetiap pertemuan mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk (2013: 133), mengungkapkan bahwa pengembangan perangkat modul IPA terpadu berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Modul IPA terpadu berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar karena peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu konsep. Pengalaman peserta didik didapatkan setelah melakukan tahapan modul. Tahapan tersebut menuntut peserta didik melakukan pengujian terhadap hasil prediksi
97 sebelumnya, kemudian dibahas oleh peserta didik sehingga peserta didik mendapatkan pengetahuan secara langsung berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Nilai rata-rata aspek afektif disetiap pertemuan mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Hasil belajar psikomotor
juga mengalami kenaikan pada tiap pertemuan
karena siswa telah terbiasa dengan metode praktikum, maka keterampilan siswa dalam penggunaan alat juga semakin baik. Depdiknas (2003: 7) mengemukakan bahwa pelajaran sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Hal senada juga dikemukakan oleh Rahayu dkk (2013: 133), bahwa nilai rata-rata aspek psikomotorik mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat aktif dan lebih terarah saat praktikum. Modul IPA terpadu berorientasi JAS menjadikan peserta didik lebih siap saat akan melakukan praktikum karena sebelumnya peserta didik harus membaca teori sehingga dapat membuat prediksi yang rasional. Selain itu, peserta didik juga berinteraksi dengan lingkungan, alat dan bahan, sehingga peserta didik dapat menguji prediksi melalui pengamatan dan mengemukakan penjelasan tentang fenomena yang mereka hadapi. Pendidikan IPA, pada hakikatnya menekankan adanya interaksi antara peserta didik dengan objek yang dipelajari. Interaksi tersebut akan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar, mengembangkan keterampilan, kepribadian, dan mengenal permasalahan IPA serta pengkajiannya (Djohar cit. Suratsih, 2010: 8). Oleh karena itu, proses belajar IPA akan mengembangkan tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Carin dan Sund cit.Wenno, bahwa sains adalah (1) scientific attitudes yaitu keyakinan, nilai-nilai, pendapat, objektif, jujur dan lain-lain; (2) scientific process yaitu cara khusus dalam penyelidikan untuk memecahkan masalah, misalnya membuat hipotesis, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, mengevaluasi data, mengukur, dan sebagainya; (3) scientific product adalah berupa fakta, teori, prinsip, hukum, teori, dan lain-lain. Hal senada juga dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge cit. Mundilarto (2005: 4), bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada para siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Siswa dapat melakukan hal tersebut dengan jalan terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan, seperti diskusi kelas,
98 pemecahan masalah, maupun bereksperimen. Siswa jangan hanya dijadikan objek yang pasif dengan beban hafalan berbagai macam konsep, tetapi perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Pemecahan masalah merupakan aspek penting di dalam proses pembelajaran sains, di samping menyangkut penerapan konsep atau pengetahuan yang telah diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga merupakan wahana untuk memperoleh pengetahuan baru. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran dapat tercermin dalam bahasa dan cara berpikir siswa. Siswa SMP termasuk dalam perkembangan kognitif tahap operasional formal. Siswa pada tahap tersebut akan berpikir secara logis dan teoritis formal berdasarkan proporsi dan hipotesis serta mampu dalam mengambil keputusan.perkembangan kognitif pada tahap operasional formal menekankan pada kegiatan siswa yang aktif dalam mengkonstruk pengetahuannya. Guru sebaiknya memberikan kesempatan pada siswa agar belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Guru sebagai fasilitator harus mampu membantu siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan sebaik-baiknya.
2) Kuisioner Tanggapan Siswa Terhadap Modul Berdasarkan hasil kuisioner diperoleh beberapa saran dan masukan yang berkaitan dengan kejelasan gambar. Beberapa gambar kurang jelas dikarenakan hasil print out yang tidak baik, untuk itu perlu dilakukan perbaikan agar modul yang dikembangkan menjadi lebih baik. Selain itu, terdapat beberapa siswa yang mengatakan soal latihan dalam modul cukup sulit. Sungkono (2003: 11) mengemukakan bahwa latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Latihan bergunanya untuk memantapkan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap tentang fakta/data, konsep, prinsip, generalisasi/dalil, teori, prosedur, dan metode. Tujuan latihan ini agar siswa benar-benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan: relevan dengan materi yang disajikan; sesuai dengan kemampuan siswa; bervariasi, misalnya tes, tugas, dan eksperimen; dan bermakna. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan perbaikan dengan melengkapi kunci jawaban dan penjelasan sehingga siswa lebih mudah dalam memahaminya.
99 Sungkono (2011 : 12) mengemukakan bahwa kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benarbenar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Lembar ini berisi jawaban dari soal-soal yang telah diberikan. Jawaban siswa terhadap tes yang ada diketahui benar atau salah dapat dilakukan dengan cara mencocokkannya dengan kunci jawaban yang ada pada lembar ini. Tujuannya adalah agar siswa mengetahui tingkat penguasaannya terhadap isi kegiatan belajar tersebut. Di samping itu, pada bagian ini berisi petunjuk tentang cara siswa memberi nilai sendiri pada hasil jawabannya.
3) Penyempurnaan produk Produk yang telah diuji coba lapangan kemudian diperbaiki sesuai dengan saran siswa. Perbaikan yang dilakukan kaitannya dalam hal kejelasan gambar dan dibuat lebih menarik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Prastowo (2012: 124) yang mengemukakan bahwa gambar-gambar yang dapat mendukung dan memperjelas isi materi sangat dibutuhkan karena selain memperjelas uraian materi, gambar atau simbol juga dapat menambah daya tarik, serta mengurangi kebosanan siswa untuk mempelajari modul.
4. Penyebaran (Disseminate) a) Kelayakan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas, dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Menurut siswa modul yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi dalam modul sudah cukup lengkap, permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di lingkungan sekitar siswa, dan modul disajikan secara berwarna serta dilengkapi dengan gambar-gambar. Prastowo (2012: 124) yang mengemukakan bahwa gambar-gambar yang dapat mendukung dan memperjelas isi materi sangat dibutuhkan karena selain memperjelas uraian materi, gambar atau simbol juga dapat menambah daya tarik, serta mengurangi kebosanan siswa untuk mempelajari modul.
100 Modul IPA terpadu berorientasi JAS dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa kemudian merekonstruksi ke dalam pemahaman baru yang didapat dari hasil observasi. IPA terpadu berorientasi JAS melatihkan siswa dalam memprediksi hasil dari beberapa peristiwa, kemudian siswa melaksanakan kegiatan dan mencocokkan setiap konflik antara prediksi dengan hasil observasi. (Ruiz dkk., 2004: 17). Hal senada juga dikemukakan oleh Suparno (2007: 13) yang mengemukakan bahwa dalam pandangan konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif yaitu siswa membangun sendiri pengetahuan yang dimiliki. Implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran menggunakan modul ini adalah, selain digunakan sebagai bahan ajar mandiri, modul ini juga terintegrasi dalam pembelajaran melalui diskusi dan eksperimen yang dilakukan dalam kelompok kecil. Pemberian bantuan berupa petunjuk, peringatan, dorongan yang dilakukan oleh guru selama tahap awal pembelajaran dilakukan agar semakin lama siswa dapat mengambil alih tanggung jawab secara mandiri. Pengetahuan dibentuk oleh siswa melalui pemecahan masalah yang dikaitkan dengan lingkungan, hal tersebut erat kaitannya dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna.
b) Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori “Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS berdampak pada kenaikan hasil belajar siswa, walaupun kenaikan tersebut tidak dalam kategori tinggi. Ali (2005: 135)
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
pembelajaran dengan modul lebih efektif dalam proses belajar mengajar ipa dibandingkan pengajaran secara konvensional, karena dengan modul siswa diberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan langkah, kemampuan, dan kebutuhan siswa sehingga terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada kelas yang diberikan pembelajaran dengan modul. Pendekatan pembelajaran dengan modul membagi konten/ materi yang luas menjadi sub unit yang lebih kecil dan disertai dengan penjelasan, sehingga menimbulkan motivasi dan ketertarikan bagi siswa. Pembelajaran dengan modul dapat digunakan secara individu atau dalam kelompok kecil.
101 Implikasi dari pengembangan modul
IPA terpadu berorientasi JAS
memungkinkan siswa berinteraksi dengan lingkungan, sehingga akan diperoleh pengalaman belajar yang bersifat pengetahuan, keterampilan motorik, dan sikap, serta kebermaknaan dalam belajar. Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari selanjutnya akan membuat siswa lebih siap secara mental untuk mempelajari materi tersebut. Oleh sebab itu, modul pembelajaran sebaiknya dibagikan sebelum dilakukan pembelajaran di kelas. Selain itu, modul IPA terpadu berorientasi JAS juga memuat materi dengan sistematika penulisan materi yang bersifat umum ke materi yang bersifat khusus dan dilengkapi dengan contoh-contoh.
c) Hasil Belajar Siswa Berdasarkan hasil analisis ranah kognitif, dapat disimpulkan bahwa pemberian modul berorientasi IPA terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem
ini dapat
meningkatkan/ berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa. Wenno (2010: 186) mengemukakan bahwa melakukan pembelajaran dengan modul membuat siswa lebih mudah memahami konsep/ materi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa tentang ide/ gagasan yang dimiliki. Proses pembelajaran tersebut akan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dan membangun pengetahuan, sikap, serta perilaku. Rahayu dkk. (2013: 133) juga mengemukakan bahwa modul IPA terpadu berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar karena peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu konsep..
C. Temuan di Lapangan Penerapan produk berupa modul pembelajaran berorientasi IPA terpadu berorientasi JAS menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Modul tema Ekosistem disusun berdasarkan analisis kurikulum, kebutuhan siswa dan guru serta observasi lapangan. 2. Modul tema Ekosistem mampu membuat siswa aktif terlibat langsung dalam proses pembelajaran. 3. Modul tema Ekosistem dengan pendekatan JAS melatih kreatifitas peserta didik.
102 4. Pengetahuan guru tentang sistematika penulisan modul masih kurang sehingga penulis pada saat penyebaran memberikan paparan tentang sistematika modul.
D. Keterbatasan Penelitian 1. Keterbatasan waktu sehingga pada uji coba kecil pada siswa, modul dibaca peserta didik selama 2 jam pelajaran dan hanya dilakukan satu kali. 2. Keterampilan proses psikomotorik hanya diamati pada saat praktikum. 3. Hasil belajar afektif peserta didik diamati menggunakan angket. 4. Penyebaran modul ini hanya dilakukan terhadap 7 guru yang mengajar IPA kelas 7 karena keterbatasan waktu.