perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Akibat Hukum dari Sertipikat Hak Milik yang Dijadikan Jaminan Kredit dalam Hal Terjadi Eksekusi Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam praktik ekonomi saat ini, banyak dilakukan perjanjian kredit antara keditor sebagai pemberi kredit dengan debitor sebagai penerima kredit. Kredit tersebut banyak digunakan untuk menjadi modal pengembangan usaha debitor. Debitor memerlukan pinjaman uang dari kreditor yang kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian kredit. Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok antara debitor dengan kreditor. Pada setiap perjanjian, diperlukan jaminan dari debitor untuk diberikan kepada kreditor supaya proses pelunasan kredit yang dilakukan oleh debitor dapat berjalan dengan lancar. Namun, jaminan yang bersifat umum ini belum memberikan perlindungan hukum untuk menjamin kredit yang telah diberikan oleh kreditor. Kreditor memerlukan jaminan yang ditunjuk dan diikat secara khusus untuk menjamin utang debitor dan hanya berlaku bagi kreditor tersebut. Jaminan ini dikenal dengan jaminan khusus yang timbul karena adanya perjanjian khusus antara kreditor dan debitor. Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditor dan debitor. Manfaat bagi kreditor adalah: 1. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup; 2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditor. Jaminan merupakan kebutuhan kreditor untuk memperkecil risiko apabila debitor tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
apabila debitor tidak mampu membayar maka debitor dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya114. Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor. R. Soebekti memberi pendapat, bahwa pemberian jaminan kebendaan kepada si kreditor, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditor lainnya115. Sebagai bentuk perlindungan hukum dan hak kreditor, kreditor dalam hal ini bank memiliki tahap-tahap yang harus dijalankan apabila debitor cidera janji. Tahap-tahap ini dilakukan seperti disebutkan dalam jurnal berikut: Under either credit insurance or credit guarantee system, if a debtor’s credit standing is deteriorating, if the debtor is not able to repay or not willing to cooperate in repaying the debt, financial institutions will take legal actions to protect creditor’s rights. The legal procedures are: 1. Apply order of payment 2. Bank check ruling 3. Lawsuit After acquiring the executive titles against debtor and guarantor(s), the titles could be used as the basis for recovery of the repayment and request for executing recovery116. Baik dalam asuransi kredit maupun sistem penjaminan kredit, terdapat kredit debitor yang memburuk, jika debitor tidak mampu membayar atau tidak bersedia bekerja sama dalam membayar utangnya, lembaga keuangan akan mengambil tindakan hukum untuk melindungi hak-hak kreditor. Prosedur hukum nya adalah: 1. Memerintahkan untuk melakukan pembayaran; 114
Badriyah Harun, op.cit., hlm. 67 R. Soebekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 29 116 H.C. Tseng James and Tsung Huang Hsin, The Analyses of Difference between Credit commit to user Guarantee Fund and Credit Insurance, Journal of Accounting, Finance & Management Strategy, Vol. 3, No. 1, 2007 hlm. 135-136 115
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pemeriksaan oleh bank; dan 3. Gugatan Setelah memperoleh titel eksekutif terhadap debitor dan penjamin, titel tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk pelunasan pembayaran dan permintaan untuk eksekusi. Jaminan yang diberikan debitor kepada debitor biasanya adalah suatu benda yang kemudian disebut sebagai benda jaminan. Dalam suatu jaminan debitor sering diminta untuk menjaminkan aset pribadinya, seperti real estate, saham dan obligasi, dan aset pribadi lainnya117. Menurut H. Riduan Syahrani, pengertian benda (zaak) secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat menjadi objek hak milik118. Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah119: 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya; 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya; 3. Memberikan kepastian kepada kreditor, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima (pengambil) kredit. Jaminan khusus yang banyak digunakan dalam praktik kegiatan perbankan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit, baik untuk kredit produktif maupun konsumtif,
117
Raymond Posey and Alan K. Reichert, “Terms of Lending for Small Business Lines of Credit: The Role of Loan Guarantees”, The International Journal of Business and Finance Research, Volume 5, Issue 1, 2011, hlm. 91 118 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2004, hlm. commit to user 104 119 R. Subekti, op.cit., hlm. 73
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didasarkan pada pertimbangan tanah karena dinilai paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi.120 Untuk dapat dijadikan jaminan utang, tanah tersebut harus mempunyai nilai yang dapat dihitung dengan uang, karena akan merupakan jaminan bagi pelunasan suatu utang yang berupa uang, dan harus dapat dipindahtangankan, karena jika debitor cidera janji tanah yang dijadikan jaminan akan dijual. Untuk dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, selain kedua syarat tersebut, tanah yang bersangkutan harus termasuk golongan yang didaftar (bersertipikat) dan secara tegas ditunjuk oleh undangundang sebagai obyek lembaga jaminan yang bersangkutan121. Merajuk kepada golongan tanah yang didaftar atau bersertipikat, pengertian Sertipikat berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997, ditentukan sebagai berikut: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat dalam arti bahwa keterangan yang tercantum dalam sertipikat tanah tersebut yaitu berupa data yuridis yang meliputi subyek hukum hak atas tanah, status hak atas tanah yang dikuasai dan data fisik yang meliputi letak, batas, dan luas tanah telah mempunyai kekuatan hukum dan harus dianggap benar (oleh hakim) selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. Hal ini sesuai dengan sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem pendaftaran tanah negatif yang mengarah ke sistem pendaftaran tanah positif. Dalam kajian penulis, sertipikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan Hak Tanggungan adalah Sertipikat Hak Milik. Hak milik diatur di dalam Buku II KUH Perdata, UUPA, dan Buku III KUH Perdata. Di dalam KUH Perdata hak milik diatur di dalam Pasal 570 sampai dengan Pasal 624 KUH 120 121
Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 7commit Boedi Harsono, op.cit, hlm. 57
to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perdata. Sedangkan di dalam UUPA diatur di dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak yang turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dimasud dalam pengertian tersebut bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud dalam hak eigendom, melainkan untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh. Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan tidak mengganggu hak orang lain (Pasal 570 KUH Perdata). Pengertian hak milik dalam Pasal 570 itu dalam arti luas, karena benda yang dapat menjadi objek hak milik, tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak. Lain halnya dengan rumusan yang tercantum dalam Pasal 20 UUPA, dimana di dalam rumusannya itu hanya mengenai benda tidak bergerak, khususnya atas tanah. Pasal 20 UUPA berbunyi: “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 UUPA”. Hak Milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:122 1. Turun-temurun: Artinya Hak Milik atas tanah dimaksud dapat beralih karena hukum dari seseorang pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli warisnya; 2. Terkuat: Artinya bahwa Hak Milik atas tanah tersebut yang paling kuat diantara Hak-hak atas tanah yang lain; 3. Terpenuh: Artinya bahwa Hak Milik atas tanah tersebut dapat digunakan untuk usaha pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan; 4. Dapat beralih dan dialihkan; 5. Dapat dijadikan jaminan dengan dibebani Hak Tanggungan; 6. Jangka waktu tidak terbatas. commit to user 122
Ali Achmad Chomzah, op.cit., hlm. 5-6
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik123. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sertipikat Hak Milik adalah Surat tanda bukti penguasaan hak atas tanah yang kepemilikannya turun temurun, terkuat, terpenuh, memiliki jangka waktu yang tidak terbatas, yang mempunyai kekuatan hukum dan harus dianggap benar selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. Pemberian jaminan berupa hak atas tanah ini, diatur pelaksanaannya dengan UUHT. Hak Tanggungan atas tanah merupakan bagian dari reformasi di bidang agraria, seperti yang ketentuan-ketentuan pokoknya diatur dalam UUPA, dimana dalam Pasal 51 disebutkan bahwa, Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan, diatur dengan undang-undang. Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA tersebut maka kemudian lahirlah UUHT. Dengan berlakunya UUHT, maka terpenuhilah apa yang diperintahkan dalam Pasal 51 UUPA, sehingga tidak diperlukan lagi penggunaan ketentuanketentuan hipotek dan creditverband seperti disebutkan oleh Pasal 57 UUPA. Oleh karena itu ditegaskan dalam Pasal 29 UUHT, bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai creditverband sebagaimana tersebut dalam staatsblad 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan staatsblad 1937-190 dan ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi124. Terdapat dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu125:
123
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 65 124 to user Purwahid Patrik dan Kashadi, op.cit., commit hlm 34-35. 125 Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UUHT
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferen) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publikasitas), dan 2. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya. Dalam penjelasan umum UUHT angka 4 dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Menurut Salim HS, di dalam UUHT terdapat beberapa asas hak tanggungan, yaitu126: 1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan (Pasal 1 angka (1) UUHT); 2. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) UUHT); 3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) UUHT); 4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) UUHT);
commit to user 126
Salim H.S, op.cit., hlm. 102-103
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 4 ayat (4) UUHT) dengan syarat diperjanjikan dengan tegas; 6. Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) UUHT); 7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1) UUHT); 8. Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) UUHT); 9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada (Pasal 7 UUHT); 10. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan; 11. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) UUHT); 12. Wajib didaftarkan (Pasal 13 UUHT); 13. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti (Pasal 6 UUHT); 14. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) UUHT). Di samping itu, dalam UUHT ditentukan juga suatu asas bahwa objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan bila pemberi hak tanggungan cidera janji. Apabila hal itu dicantumkan, maka perjanjian seperti itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada karena bertentangan dengan substansi UUHT. Subjek Hak Tanggungan juga dikemukakan dalam jurnal yang ditulis oleh Ketevan Tsintsadze, yaitu127: A mortgagor is the borrower in a mortgage - he owes the obligation secured by the mortgage. Generally, the borrower must meet the conditions of the underlying loan or other obligation in order to redeem the mortgage. If the borrower fails to meet these conditions, the mortgagee may foreclose to recover the outstanding loan.
127
commit to user European Scientific Journal, 2015, Ketevan Tsintsadze, “Mortgage as a Means of Guarantee”, hlm. 108 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Objek hak tanggungan pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut128: 1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang; 2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas; 3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum; dan 4. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang. Hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditor yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitor cidera janji, menjual tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan piutangnya tersebut, dengan hak mendahalui daripada kreditor-kreditor yang lain (droit de preference). Selain berkedudukan mendahului, kreditor pemegang hak jaminan atas tanah tetap berhak menjual lelang tanah yang dijadikan jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, sungguhpun tanah yang bersangkutan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (droit de suite)129. Ciri-ciri Hak Tanggungan menurut Penjelasan Umum angka 3 UUHT yaitu: a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya; b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun obyek itu berada; c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan; d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 128 129
commit Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hlm. 104 Ibid., hlm. 56-57
to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam perjanjian kredit, seringkali pihak kreditor berada dalam posisi yang tidak diuntungkan ketika pihak debitor wanprestasi. Pada asasnya tidak ada kredit yang tidak mengandung jaminan, karena sesuai Pasal 1131 KUH Perdata bahwa setiap kebendaan milik debitor baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan atas utang-utangnya130. Hak jaminan kebendaan berisi hak untuk pelunasan utang (vehaalsrecht) dan tidak mengandung hak untuk memiliki bendanya (verval beding), kreditor pemegang jaminan diberikan hak oleh undang-undang maupun hak untuk memperjanjikan kuasa untuk menjual sendiri objek jaminan tersebut ketika di kemudian hari debitor wanprestasi131. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata, segala harta kekayaan seorang debitor, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata itu, maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang debitor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan debitor itu. Tentunya masing-masing kreditor merasa mempunyai hak terhadap harta kekayaan debitor itu sebagai jaminan piutangnya masing-masing. Menurut ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata, harta kekayaan debitor itu menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberi utang kepada debitor yang bersangkutan. Menurut Pasal 1132 KUH Perdata itu, hasil dari penjualan benda-benda yang menjadi kekayaan debitor itu dibagi kepada semua kreditornya secara seimbang atau proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing. Namun, Pasal 1132 KUH Perdata, memberikan indikasi bahwa di antara para kreditor itu dapat didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila ada alasan-alasan yang 130
J. Satrio, Parate Eksekusi sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 5 131 commit to user Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Benda, cet ke-4, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 103
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sah untuk didahulukan itu. Alasan-alasan yang sah yang dimaksudkan di dalam Pasal 1132 KUH Perdata adalah alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Di antara alasan-alasan yang dimaksudkan oleh Pasal 1132 KUH Perdata itu, diberikan oleh Pasal 1133 KUH Perdata. Menurut Pasal 1133 KUH Perdata, hak untuk didahulukan bagi seorang kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain timbul dari Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek. Urutan dari hak untuk didahulukan yang timbul dari ketiga hak yang disebut dalam Pasal 1133 KUH Perdata tersebut, menurut Pasal 1134 KUH Perdata Gadai dan Hipotek lebih tinggi daripada Hak Istimewa, kecuali dalam hal-hal yang oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya. Dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata tersebut dan dihubungkan pula dengan ketentuan Pasal 1133 dan Pasal 1134 KUH Perdata. Karena itu, para kreditor yang tidak mempunyai kedudukan untuk didahulukan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang, mempunyai kedudukan yang sama. Sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 1132 KUH Perdata, hak mereka untuk memperoleh pembagian dari hasil penjualan harta kekayaan debitor, dalam hal debitor cidera janji, adalah berimbang secara proporsional menurut besarnya masing-masing piutang mereka. Pembagian menurut keseimbangan itu mendapat penegasan kembali dalam Pasal 1136 KUH Perdata. Dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditor menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor lain. Karena kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditor-kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 dan Pasal 1136 KUH Perdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditor yang bersangkutan tidak akan pernah tahu akan adanya kreditor-kreditor lain yang mungkin muncul di kemudian hari. Makin banyak kreditor dan debitor commit user yang bersangkutan, makin kecil pula to kemungkinan terjaminnya pengembalian
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal debitor menjadi berada dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang-utangnya). Dan sebagai akibatnya, kemungkinan dinyatakan oleh pengadilan debitor itu jatuh pailit dan harta kekayaannya dilikuidasi. Menurut Penjelasan Umum angka 7 UUHT, pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada kreditor, kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditor. Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditor-kreditor yang lain, melainkan juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditor-kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Untuk memperoleh kepastian mengenai saat pendaftarannya, dalam UUHT ini ditentukan, bahwa tanggal buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan tersebut, ditentukan pula bahwa APHT beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa membebankan Hak Tanggungan yang dimaksudkan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar. Pengadaan hak-hak jaminan oleh Undang-Undang, seperti Hipotek dan Gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang kreditor tertentu untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain. Hal tersebut yang menjadi salah satu tujuan dari eksistensi Hak Tanggungan yang diatur oleh UUHT. to userhak untuk didahulukan terhadap Kreditor-kreditor yang tidakcommit mempunyai
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kreditor-kreditor lain disebut kreditor konkuren. Sedangkan kreditor yang mempunyai hak untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain, disebut kreditor preferen. Kreditor pemegang hak kebendaan yang diberikan oleh jaminan hipotek, gadai, hak tanggungan, dan fidusia adalah jaminan yang bersifat perbendaan
(zakelijk
zakerheidsrechten)132.
Para
pemegang
jaminan
kebendaan akan selalu didahulukan dari kreditor-kreditor konkuren untuk dapat mengambil pelunasan dari objek jaminan milik debitor. Hak-hak istimewa itu antara lain: hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) dan hak untuk melakukan eksekusi secara grosse dengan
menggunakan
titel
eksekutorial
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang tercantum dalam jaminan-jaminan kebendaan melalui fiat ketua pengadilan negeri berdasarkan Pasal 244 HIR/258 RBg. J. Satrio memberikan penjelasan tentang hak didahulukan disini adalah sebagai berikut133: “Didahulukan disini adalah didahulukan dalam mengambil pelunasan atas penjualan eksekusi benda hipotik (hak tanggungan). Bahwa kedudukan “preferen” (lebih didahulukan) berkaitan dengan hasil eksekusi, akan tampak jelas kalau kita hubungkan dengan pasal 1132 KUH Perdata, yang mengatakan bahwa pada asasnya para kreditur berbagi pond’s-pond’s harta benda milik debitor. Dengan memperjanjikan dan memasang hak tanggungan-dulu hipotik- maka kreditur menjadi preferen atas hasil penjualan benda tertentu milik debitor - atau milik pemberi jaminan — yang diberikan sebagai jaminan khusus, dalam arti, menyimpang dari asas Pasal 1132 tersebut di atas, ia berhak mengambil lebih dulu uang hasil hipotik.” Menurut apa yang dikatakan J. Satrio dapat disimpulkan bahwa yang menjadi unsur dari kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari kreditur pemegang hak tanggungan adalah berkaitan dengan pelunasan piutang kreditur pemegang hak tanggungan, dan cara pelunasannya yaitu
132
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, cet ke-5 Intermasa, Jakarta, commit to user 1986, hlm. 75 133 J. Satrio, 1998, op.cit, hlm. 97
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan cara penjualan lelang terhadap tanah yang menjadi objek hak tanggungan (eksekusi hak tanggungan). Walaupun kreditor memiliki hak atas Sertipikat Hak Milik, hak kreditor hanyalah untuk menjual melalui pelelangan umum dan menerima hasil penjualan, bukan untuk memiliki tanah bersertipikat Hak Milik tersebut. Hal tersebut diatur dalam Pasal 12 UUHT dimana terdapat janji kewenangan pemegang Hak Tanggungan, apabila kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji maka dianggap batal demi hukum. Pada Penejelasan Umum angka 9 UUHT dijelaskan, bahwa salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura). Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adalah Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah
dengan
kata-kata
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penjelasan angka 9 tersebut di atas, dipertegas kembali di dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT yang mengatur mengenai eksekusi objek Hak Tanggungan dalam hal debitor cidera janji, yaitu: Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: a. Hak pemegang Hak Tanggungan commit to user pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b.
Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya. Pasal 6 UUHT memuat aturan mengenai hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Kemudian diberikan penjelasan dalam Penjelasan Pasal 6 UUHT yang menyatakan sebagai berikut: Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal 6 UUHT ini terlebih dahulu harus diperjanjikan di dalam APHT sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT yaitu “janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja yang menyatakan bahwa134: Hak dari pemegang Hak Tanggungan untuk melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut adalah hak yang semata-mata diberikan oleh undang-undang. Walau demikian tidaklah berarti hak tersebut demi hukum ada, melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan atas hak atas tanah.
commit to user 134
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 32
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sehingga apabila hal tersebut tidak diperjanjikan lebih dulu, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama tidak mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT, akan tetapi eksekusinya haruslah dilakukan melalui titel eksekutorial sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT. Dari pemahaman ini dapat dicermati maksud pembentuk undang-undang memberikan alternatif penyelesaian pelunasan utang debitor bagi kreditor preferen dalam hal terjadi eksekusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, yaitu dapat dilakukan melalui Parate Eksekusi atau dilakukan melalui titel eksekutorial yang proses pelaksanaannya harus melalui fiat eksekusi dari pengadilan negeri. Debitor sebagai pemberi Hak Tanggungan yang menjaminkan Sertipikat Hak Miliknya apabila melakukan cidera janji dan berakibat terjadi eksekusi, maka Sertipikat Hak Milik tersebut menjadi benda yang harus dijual oleh kreditor preferen sebagai pelunasan terhadap utang debitor. Sertipikat Hak Milik yang sudah dibebani Hak Tanggungan ini memiliki akibat hukum menjadi hak kreditor preferen untuk dijual apabila sewaktu-waktu debitor melakukan cidera janji. Ketentuan ini sudah menjadi satu dan tidak terpisahkan di dalam jaminan Hak Tanggungan dimana objek jaminannya adalah hak atas tanah debitor. Berkaitan dengan akibat hukum dari Sertipikat Hak Milik yang dijadikan jaminan kredit dalam hal terjadi eksekusi menurut UUHT, maka penulis menggunakan teori kepastian hukum yang dianggap relevan dalam membahas mengenai suatu akibat hukum. Teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Gustav Radburch, yaitu kepastian hukum oleh karena hukum, dan kepastian hukum atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna. Kepastian hukum oleh karena hukum memberi dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan hukum dan hukum harus tetap berguna. commit to user Gustav Radburch mengatakan bahwa tujuan hukum ada tiga aspek yaitu
95
perpustakaan.uns.ac.id
keadilan
digilib.uns.ac.id
(Gerechtigkeit),
kepastian 135
kemanfaatan (Zweckmaβigkeit)
hukum
(Rechtssicherheit),
dan
.
Kepastian hukum oleh setiap orang
dapat terwujud dengan
ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun langit runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.
Sebaliknya
masyarakat
mengharapkan
manfaat
dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri136. Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan. Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu Negara. Kepastian hukum diperlukan untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum terkait peraturan atau ketentuan mempunyai sifat yakni adanya paksaan dari luar (sanksi) yang menjamin akibat dari perbuatan seseorang. Demi tercapainya suatu kepastian hukum dalam rangka menegaskan akibat hukum dari Sertipikat Hak Milik yang dijadikan jaminan kredit Hak Tanggungan sesuai dengan uraian 135
Gustav Radbruch: Gerechtigkeit, Rechtssicherheit, Zweckmaβigkeit, dikutip oleh Shidarta dalam tulisan Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan, dari buku Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Komisi Yudisial, Jakarta, 2010, hlm. 3 136 commit to user Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 42-43
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemahaman tersebut di atas, haruslah dipandang bahwa akibat hukum timbul dari suatu perbuatan seseorang yang dalam hal ini adalah debitor. Debitor yang melakukan cidera janji terhadap pelunasan utangnya terhadap kreditor, dan terjadi eksekusi berakibat pada Sertipikat Hak Milik yang dijadikan benda jaminan dapat sewaktu-waktu dijual oleh kreditor preferen untuk menjamin pelunasan utang debitor. Kreditor preferen memiliki hak atau kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri Sertipikat Hak Milik tersebut. Hak tersebut diperoleh oleh kreditor preferen karena undangundang menetapkan demikian setelah terlebih dahulu diperjanjikan. Hal ini selaras dengan teori kepastian hukum menurut Soedikno Mertokusumo yang menyatakan kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik137. Kepastian hukum mengehendaki adanya upaya pengaturan hukum sehingga aturanaturan tersebut memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati, sudah menjadi hal yang umum bilamana kepastian hukum sudah menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang, kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum tersebut, jadi kepastian hukum tersebut harus menjamin keadilan bagi masyarakat agar kebutuhan masyarakat bisa diakomodir oleh hukum. Kepastian hukum di sini adalah untuk lebih menekankan bahwa UUHT memberikan jaminan dalam aturan yang konkrit sebagai norma yang mengikat. Hak atau kewenangan untuk menjual Sertipikat Hak Milik debitor yang cidera janji adalah sarana yang utama bagi kreditor preferen untuk mendapatkan kemudahan dalam rangka mendapatkan kembali pelunasan piutangnya. Hal tersebut merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai oleh kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan pertama. 137
commit to user
Soedikno Mertokusumo,op.cit., hlm. 145
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pelaksanaan Eksekusi terhadap Sertipikat Hak Milik yang Dijadikan Jaminan Kredit dan Hambatan yang Terjadi Pada setiap perjanjian kredit, terdapat asas pertanggungjawaban yaitu dimana setiap orang bertanggungawab terhadap utangnya, tanggungajawab mana berupa menyediakan kekayaannya baik benda bergerak maupun tetap jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya (asas Schuld dan Haftung)138. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, asas ini sangat adil, sesuai dengan asas kepercayaan di dalam Hukum Perikatan, dimana setiap orang yang memberikan utang kepada seseorang percaya bahwa debitor akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Setiap orang wajib memenuhi janjinya merupakan asas moral yang oleh pembentuk undang-undang dikuatkan sebagai norma hukum139. Pemberian kredit dilaksanakan berdasarkan perjanjian dan juga terdapat jaminan, pemberian kredit yang diberikan oleh bank juga didasarkan atas kepercayaan, dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan kepada debitor, perjanjian antara kreditor dan debitor dapat dituangkan ke dalam Perjanjian Kredit secara tertulis. Perjanjian kredit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan KUH Perdata tidak ada pengaturannya apakah dibuat secara tertulis atau lisan, akan tetapi pada umumnya yang terjadi pada setiap bank adalah setiap debitor yang meminjam uang di bank harus mengajukan permohonan kredit yang diajukan secara tertulis kepada pihak bank, tanpa harus melihat berapa jumlah kredit yang diminta140. Dalam pemberian kredit harus dilandasi oleh keyakinan kreditor atas kemampuan debitor untuk dapat melunasi utangnya tepat pada waktunya dan jumlah yang sesuai dengan yang diperjanjikan, untuk itu diperlukan Evaluasi
138
Herowati Poesoko, Dinamika Hukum Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, Aswajaya Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm. 65 139 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1997, commit to user hlm. 85 140 Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 68
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Resiko Kredit yaitu dimana bank menilai kelayakan dari calon debitor terhadap pinjaman berupa analisis resiko kredit. Analisis kredit akhirnya menghasilkan estimasi kemungkinan gagal bayar atau debitor wanprestasi141. Namun, ternyata masih terdapat praktik perjanjian kredit dimana debitor kurang atau tidak bertanggungjawab dalam melaksanakan prestasinya yaitu melunasi utangnya. Hal tersebut yang menjadikan tingkat kewaspadaan kreditor meningkat drastis. Kreditor sebagai lembaga keuangan dalam hal ini bank ingin memberikan fasilitas kredit bagi nasabahnya karena hal tersebut juga akan meningkatkan kredibilitasnya di bidang perbankan, juga ingin melindungi kepentingan dan hak nya sebagai pemberi kredit. Guna melindungi kepentingan tersebut, maka dibuatlah suatu perjanjian kredit dengan memasukkan aset debitor sebagai benda jaminan. Benda atau objek jaminan yang sering digunakan dalam perjanjian kredit adalah Hak atas tanah. Hak atas tanah yang dijadikan objek jaminan ini diberikan suatu jaminan khusus agar dapat memberikan perlindungan kepada kreditor. Jaminan khusus hak atas tanah ini telah disebut sebagai jaminan Hak Tanggungan yang pengaturannya telah disusun dalam suatu undang-undang yaitu UUHT. Hak Tanggungan bertujuan untuk menjamin utang yang diberikan pemegang Hak Tanggungan kepada debitor. Apabila debitor cidera janji, tanah (hak atas tanah) yang dibebani dengan Hak Tanggungan itu berhak dijual oleh pemegang Hak Tanggungan dan pemberi Hak Tanggungan tidak dapat menyatakan keberatan atas penjualan tersebut. Agar pelaksanaan penjualan itu dapat dilakukan secara jujur (fair), Pasal 20 ayat (1) UUHT mengharuskan agar penjualan itu dilakukan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.142 Setiap pemberian jaminan Hak Tanggungan yang dituangkan dalam APHT, dicantumkan janji-janji tertentu yang diatur di dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT, antara lain: 141
Baklouti Ibtissem, “Credit Risk Management in Microfinance: The Conceptual Framework”, commit user 1, 2013, hlm. 17 Journal of Finance and Risk Perspective, Vol. to 2, Issue 142 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hlm. 164.
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktusewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan
persetujuan
tertulis
lebih
dahulu
dari
pemegang
Hak
Tanggungan; c. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji; d. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang HakTanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang; e. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji; f. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan; g. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; h. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan commit to user umum;
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan; j. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan; k. Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) adalah janji untuk pemegang Hak Tanggungan dapat menyimpan Sertipikat Tanahnya, kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Soedikno Mertokusumo dalam Salim H.S mengemukakan 6 (enam) cara berakhirnya atau hapusnya Hak Tanggungan. Keenam cara tersebut adalah sebagai berikut143: 1. Dilunasinya utang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela oleh debitor. Di sini tidak terjadi cidera janji atau sengketa. 2. Debitor tidak memenuhi tepat pada waktunya, yang berakibat debitor akan ditegur oleh kreditor untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitor secara sukarela, sehingga dengan demikian utang debitor lunas dan perjanjian utang piutang berakhir. 3. Debitor cidera janji. Dengan adanya cidera janji tersebut, maka kreditor dapat mengadakan parate executie dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan pengadilan. Utang dilunasi dari hasil penjualan lelang tersebut. Dengan demikian, perjanjian utang piutang berakhir. 4. Debitor cidera janji, maka kreditor dapat mengajukan sertifikat Hak Tanggungan ke pengadilan untuk dieksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR yang diikuti pelelangan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil
commit to user 143
Salim H.S, op.cit., hlm. 187-188
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penjualan lelang, maka perjanjian utang piutang berakhir. Di sini tidak terjadi gugatan. 5. Debitor cidera janji dan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka debitor digugat oleh kreditor, yang kemudian diikuti oleh putusan pengadian yang memenangkan kreditor (apabila terbukti). Putusan tersebut dapat dieksekusi secara sukarela seperti yang terjadi pada cara yang kedua dengan dipenuhinya prestasi debitor tanpa pelelangan umum dan dengan demikian perjanjian utang piutang berakhir. 6. Debitor
tidak
mau
melaksanakan
putusan
pengadilan
yang
mengalahkannya dan menghukum melunasi utangnya maka putusan pengadilan dieksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi utang debitor, dan mengakibatkan perjanjian utang piutang berakhir. Eksekusi
adalah
pelaksanaan
putusan
pengadilan
yang
telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta otentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang memuat titel eksekutorial juga, dengan demikian dapat dieksekusi juga. Asas pokok dalam pelaksanaan eksekusi adalah apabila putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan tetap, kecuali dalam putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau dalam putusan provisi144. Eksekusi ini merupakan upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bukti putusan145. Sehubungan dengan eksekusi grosse akta, menurut Yahya Harahap harus diperhatikan hal-hal yang penting agar eksekusi grosse akta dapat berjalan
144 145
M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 25 commit to user R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, hlm. 128
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan baik. Hal yang dimaksud antara lain adalah mengenai syarat sah grosse akta pengakuan utang, yaitu146: 1. Syarat formal, syarat formal yang dimaksud di sini adalah grosse akta harus dibuat dalam bentuk akta notariil (otentik); 2. Syarat materiil, merupakan syarat yang menyangkut rumusan dan isi yang harus dipenuhi oleh grosse akta tersebut. Eksekusi dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, sebagaimana berikut ini: 1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang Eksekusi ini diatur di dalam Pasal 196 HIR. 2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan Diatur dalam Pasal 225 HIR. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi, pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang. 3. Eksekusi riil Merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitor oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Eksekusi riil ini tidak diatur dalam HIR akan tetapi diatur dalam Pasal 1033 Rv yang merupakan pelaksanaan putusan yang berupa pengosongan benda tetap. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang (Pasal 200 ayat (1) HIR). 4. Parate Eksekusi Menurut Rachmadi Usman, parate eksekusi adalah pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan pengadilan147. Merupakan pelaksanaan perjanjian tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan. Parate eksekusi ini 146
M. Yahya Harahap, Perlawanan terhadap Grosse Akta serta Putusan Pengadilan dan commit to userBakti, Bandung, 1993, hlm. 305 Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, Citra Aditya 147 Rachmadi Usman, op.cit, hlm. 130
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi apabila seorang kreditor menjual barang tertentu milik debitor tanpa mempunyai titel eksekutorial (Pasal 1155, Pasal 1175 ayat (2) KUH Perdata). Disebutkan dalam Teori Eksekusi Langsung (strict foreclosure theory) seperti yang terjadi dalam sistem hukum Anglo Saxon, dalam hal ini setelah jatuh tempo pihak debitor tidak membayarnya, kemudian diberikan waktu tambahan kepada debitor untuk membayar utangnya, tetapi bila ternyata debitor tidak juga membayarnya, maka dalam hal ini kreditor pemegang benda hipotek yang mengajukan permohonan agar debitor membayar utangnya untuk jangka waktu tertentu, dan barang akan dieksekusi menjadi milik kreditor seandainya debitor masih saja tidak membayar utang-utangnya. Dikatakan “eksekusi langsung” karena objek jaminan utang tersebut secara hukum memang sudah dari semula merupakan milik kreditor pemegang jaminan utang148. Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitor cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Cukuplah apabila pemegang Hak Tanggungan pertama itu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut. Karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang (kewenangan tersebut dipunyai demi hukum), Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.149
148 149
toJakarta, user 2013, hlm. 7 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang,commit Erlangga, Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hlm. 164-165 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketentuan mengenai eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 UUHT, yaitu: Pasal 20 UUHT 1. Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: a.
hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b.
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
2. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 3. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. 4. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum. 5. Sampai
saat
pengumuman
untuk
lelang
dikeluarkan,
penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biayabiaya eksekusi yang telah dikeluarkan. Dan Pasal 21 UUHT yang menyatakan bahwa, “Apabila pemberi Hak commit to user Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini”. Menurut Irma Devita Purnamasari, eksekusi Hak Tanggungan dibagi menjadi dua cara, yaitu melalui penjualan di bawah tangan dan melalui proses lelang150. 1. Penjualan di Bawah Tangan Yang dimaksud dengan penjualan di bawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh kreditor sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat, tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dan bangunan dimaksud. Pelaksanaan penjualan jaminan di bawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit di daerah tempat lokasi tanah dan bangunan berada. Hal ini dilakukan minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan, serta tidak ada sanggahan dari pihak manapun. Apabila tidak dilakukan, penjualan dapat dikatakan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 UUHT. Biasanya, pelaksanaan penjualan di bawah tangan ini dapat dilakukan ketika pemilik tanah yang dibebani Hak Tanggungan masih kooperatif. Dia bersedia pula untuk hadir lagi guna membuat dan menandatangani akta-akta atau dokumen-dokumen berkaitan dengan penjualan tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan. Adapun alternatif lainnya adalah: a.
Pemilik jaminan melaksanakan jual beli di hadapan PPAT yang berwenang. Pemilik jaminan tersebut akan langsung berhadapan dengan calon pembeli dan langsung menandatangani akta jual beli atas tanah yang berkenaan. Dalam kondisi demikian, biasanya pemilik jaminan sendiri yang mencari pembeli untuk mendapatkan harga tertinggi, sehingga dia masih tetap memperoleh sisa dari harga
150
user dan Bijak Memahami Masalah Hukum Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat commit Cerdas, to Mudah, Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, 2014, hlm. 61-64 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penjualan jaminan yang dimaksud setelah sebagian dipotong kreditor untuk membayar atau melunasi utang-utangnya. b.
Pemilik jaminan hadir guna membuat dan menandatangani Akta Penyerahan Jaminan sekaligus Akta Kuasa Menjual kepada orang yang ditunjuk oleh kreditor. Ketika sewaktu-waktu kreditor menemukan pembeli atas jaminan yang berkenaan, dia dapat melaksanakan Akta Jual Beli dengan menggunakan Akta Kuasa Menjual tersebut.
2. Penjualan Jaminan melalui Proses Lelang Dalam pelaksanaannya, lelang dilakukan dengan dua cara, yaitu: a.
Lelang terbuka Lelang yang dilaksanakan dengan cara: penawaran langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, yakni penawaran pertama dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan pemenangnya adalah penawar harga tertinggi. Biasanya, yang umum diketahui oleh masyarakat awam adalah lelang yang dilaksanakan dengan cara seperti ini.
b.
Lelang tertutup Lelang yang dilaksanakan dengan cara penawaran para peserta lelang dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan diserahkan langsung kepada juru lelang pada saat lelang berlangsung. Setelah semua penawaran disetorkan, juru lelang akan membuka amplop tersebut satu persatu di hadapan para peserta lelang dan langsung membacakan. Pemenangnya adalah penawar harga tertinggi. Ada pengecualian khusus mengenai harga yang dipilih. Untuk lelang terhadap tender pelaksanaan suatu proyek atau pengadaan suatu barang (biasanya pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah atau BUMN), pemenang lelang adalah peserta dengan penawaran harga terendah terhadap spesifikasi barang atau jasa yang telah ditentukan.
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, menurut UUHT, terdapat 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu: 1. Titel Eksekutorial Yaitu eksekusi berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dilakukan melalui tata cara dengan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan Hukum Acara Perdata. Jenis eksekusi ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Eksekusi atas Kekuasaan Sendiri Eksekusi atas kekuasaan sendiri ini harus diperjanjikan dalam perjanjian sebelumnya. Menurut Pasal 20 ayat (1) huruf (a) juncto Pasal 6 UUHT, apabila debitor wanprestasi, maka kreditor pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu. 3. Eksekusi di bawah tangan Eksekusi penjualan di bawah tangan objek hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 (2) dan (3) UUHT. Inti dasar dari pasal ini adalah adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan bahwa penjualan di bawah tangan obyek hak tanggungan akan memperoleh harga tertinggi yang akan menguntungkan semua pihak. Penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar pada daerah yang bersangkutan serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Adapun untuk proses lelang itu sendiri, pelaksanaannya dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu151: 1. Proses lelang secara langsung melalui balai lelang commit to user 151
Ibid., hlm. 64-67
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proses lelang langsung ini hanya dapat dilaksanakan jika tidak ada kemungkinan bantahan dari pemilik aset (bisa rumah atau barang lainnya) dan barang yang akan dilelang tersebut sudah dikuasai oleh pemohon lelang (tidak perlu ada pengosongan lagi). Dengan kata lain, kondisi demikian termasuk ke dalam kategori lelang secara sukarela. Untuk proses lelang tersebut, pemohon lelang dapat mengajukan permohonan lelang kepada balai lelang swasta atau pemerintah. Jika melalui balai lelang swasta, harus mendapat bantuan dari Kantor Lelang Negara selaku pelaksana (juru lelang). Jadi, balai lelang swasta tersebut hanya membantu untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Pada permohonan lelang, pihak pemohon harus melampirkan: a.
Surat permohonan lelang;
b.
Surat-surat somasi yang dilaksanakan secara pribadi sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
c.
Akta Pengakuam Utang dan/atau Perjanjian Kredit dan Pengikatan Jaminan. Bentuknya berupa Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan atau SHT. Apabila tidak ada SHT, lelang tidak boleh dilakukan dan harus melalui gugatan terlebih dahulu;
d.
Data jaminan atau barang yang akan dilelang. Misalnya, salinan berkas sertifikat PBB selama 5 (lima) tahun terakhir, dan IMB;
e.
Data pemilik jaminan atau barang yang akan dilelang. Misalnya, salinan berkas KTP, Kartu Keluarga, dan Akta Nikah;
f.
Surat Pernyataan dari pemohon lelang (kreditor) yang menyatakan bahwa kreditor melepaskan pihak kantor lelang atau balai lelang dari segala tuntutan yang mungkin timbul di kemudian hari. Setelah seluruh data tersebut lengkap, akan dimintakan jadwal
lelang dan pengumuman lelang di surat kabar selama 2 (dua) kali dalam jangka waktu masing-masing 15 (limabelas) hari (terhitung dari tanggal pengumuman pertama hingga hari pelaksanaan lelang). Setelah proses pengumuman dilaksanakan, lelang dapat dilangsungkan. Pemenang commit user Lelang setelah membayarkan lelang akan mendapatkan AktatoRisalah
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harga jaminan atau barang yang dilelang serta pembayaran atas Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 2. Proses lelang melalui penetapan pengadilan Proses lelang melalui pengadilan dilakukan apabila jaminan atau barang yang akan dilelang dalam kondisi: a.
Masih dikuasai oleh pemilik jaminan atau pemilik barang (belum dikosongkan);
b.
Adanya indikasi perlawanan dari pemilik jaminan atau pemilik barang; Proses pelaksanaan lelang melalui pengadilan dapat dilakukan
melalui tahap-tahap sebagai berikut: a.
Kreditor selaku pemohon lelang mengajukan permohonan lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah kedudukan kreditor atau di tempat yang sudah ditentukan di dalam Akta Perjanjian Kredit atau Akta Pengakuan Utang. Jika permohonan lelang disetujui, keluarlah Penetapan Lelang.
b.
Setelah keluar Penetapan Lelang, dilanjutkan dengan permohonan Sita Jaminan untuk benda (jaminan) yang akan dilelang tersebut. Jika penetapan Sita sudah keluar, dilanjutkan dengan penyitaan objek lelang, lalu pendaftaran di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Setelah itu, Pengadilan Negeri mengajukan permohonan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).
c.
Setelah SKPT tersebut keluar, Pengadilan Negeri mengajukan permohonan agar taksasi (taksiran harga) dapat dilaksanakan. Proses taksasi ini dilakukan oleh pihak kelurahan dan pihak dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) sehingga dapat ditetapkannya nilai atau harga wajar atas jaminan atau barang yang akan dilelang. Setelah harga didapat, Kepala Pengadilan akan menetapkan harga limit terendah atas jaminan atau barang yang akan dilelang tersebut. commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
Setelah harga limit ditetapkan, Pengadilan Negeri mengajukan permohonan untuk penjadwalan lelang pada Kantor Lelang Negara.
e.
Setelah
mendapatkan
jadwal
lelang,
barulah
dilaksanakan
pengumuman untuk pelaksanaan lelang melalui iklan di surat kabar nasional selama 2 (dua) kali dengan jarak masing-masing 15 (limabelas) hari sampai hari pelaksanaan lelang. f.
Proses lelang. Dalam pelaksanaan pembelian secara lelang, calon pembeli harus menaruh deposit sejumlah uang yang disyaratkan minimal 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan lelang. Kemudian, pembeli melakukan penawaran. Calon pembeli yang melakukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang lelang serta berhak memiliki tanah dan bangunan tersebut sesuai harga yang telah ditentukan. Setelah jaminan atau barang dibayar dengan harga yang ditetapkan diikuti dengan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) serta BPHTB, maka pembeli tersebut akan memperoleh Akta Risalah Lelang, yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Akta Risalah Lelang ini sama fungsinya dengan Akta Jual Beli yang biasa dibuat oleh PPAT pada proses jual beli tanah biasa.
g.
Setelah ada pemenang lelang atas objek lelang, maka pemenang lelang atau pembeli tersebut dapat mengajukan permohonan pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Lalu dilanjutkan dengan proses pengosongan atas jaminan atau barang dimaksud sesuai dengan perintah dari pengadilan.
Selain balai lelang dan pengadilan, dikenal juga pelaksanaan eksekusi melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.01/2012 tanggal 6 November 2012
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, selanjutnya disebut PMK, KPKNL commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang. Tugas dan fungsi di dalam KPKNL diatur dalam Pasal 30 dan Pasal 31 PMK.
Pasal
30
menyatakan
bahwa,
“KPKNL
mempunyai
tugas
melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang”. dan Pasal 31 menyatakan bahwa, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, KPKNL menyelenggarakan fungsi: a. Inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan negara; b. Registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan negara; c. registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang; d. Penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara; e. Pelaksanaan pelayanan penilaian; f. Pelaksanaan pelayanan lelang; g. Penyajian informasi di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang; h. Pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan; i. Pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain; j. Pelaksanaan bimbingan kepada Pejabat Lelang; k. Inventarisasi, pengamanan, dan pendayagunaan barang jaminan; commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
l. Pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang negara dan lelang; m. Verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang; dan n. Pelaksanaan administrasi KPKNL. Bank sebagai kreditor biasanya lebih banyak mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta. Selanjutnya Balai Lelang Swasta akan meneruskan permohonan tersebut kepada KPKNL. Ketika Balai Lelang Swasta bertindak sebagai Fasilitator pelaksanaan Lelang, landasan aturan hukum yang dipakai adalah Pasal 14 UUHT yang mengisyaratkan bahwa Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hukum pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Apabila objek lelang Jaminan Hak Tanggungan terdapat perlawanan hukum dari Debitor ataupun pihak lain, maka Balai Lelang Swasta ataupun KPKNL tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi pengosongan atas objek lelang yang sudah dibeli oleh peserta/pembeli lelang. Bahwa kewenangan pelaksanaan Eksekusi Pengosongan terhadap suatu objek merupakan kewenangan badan peradilan. Sedangkan didalam praktiknya Pengadilan tidak dapat langsung melaksanakan Eksekusi Pengosongan terhadap objek lelang bermasalah yang dilelang oleh Balai Lelang Swasta. Hal tersebut terjadi karena Pengadilan menganggap bahwa terhadap Objek Lelang yang dijual oleh Balai Lelang Swasta tidak terdapat peletakkan sita (beslag) oleh badan Pengadilan. Sementara prosedur hukum untuk melakukan eksekusi pengosongan mewajibkan harus adanya penetapan sita terlebih dahulu oleh Pengadilan, kemudian dengan dasar itu dapat dilakukan eksekusi pengosongan. Badan Peradilan adalah pihak yang dapat melakukan proses lelang pada jaminan Hak Tanggungan. Hal tersebut merupakan salah satu wewenang Badan
Peradilan
sebagai
lembaga Negara yang ditugaskan untuk commit tohukum. user Prosedurnya, Pemohon Lelang melaksanakan penegakkan peraturan
113
perpustakaan.uns.ac.id
Eksekusi
digilib.uns.ac.id
(kreditor)
mengajukan
permohonan
melalui
Kepaniteraan
Pengadilan, kemudian Pengadilan menerbitkan Surat Anmaning (Peringatan kepada debitor) sebanyak 2 (dua) kali untuk diberi kesempatan melakukan pelunasan pinjaman kepada bank.
Apabila Debitor tidak melaksanakan
kewajibannya meskipun sudah diperingati (anmaning) maka selanjutnya Pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap objek lelang lalu meneruskan prosesnya sampai dilakukannya Pelaksanaan Lelang oleh KPKNL sebagai penyelenggara lelang yang difasilitasi oleh Badan Peradilan. Apabila terhadap objek lelang yang terjual tersebut terdapat pihak-pihak yang tidak mau menyerahkan objek lelang kepada pemenang lelang, maka Pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 14 UUHT memiliki kewenangan untuk melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap objek lelang tersebut152. 1. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Sertipikat Hak Milik Praktiknya, penyelesaian kredit bermasalah di Bank sebagai kreditor preferen dilakukan melalui alternatif penyelesaian. Bank yang dalam hal ini diteliti oleh penulis adalah di Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) Kantor Pusat Semarang dan Kantor Cabang Utama Semarang. Alternatif penyelesaian yang pertama kali dilakukan oleh Bank Jateng adalah melakukan upaya negosiasi dengan debitor dimulai pada saat terjadi kredit kurang lancar yaitu debitor tidak melakukan pembayaran hingga 3 (tiga) kali berturut-turut dengan memberikan
surat
pemberitahuan.
Surat
pemberitahuan
tersebut
dilakukan supaya debitor segera melaksanakan kewajiban pembayaran kreditnya. Apabila debitor tidak juga melaksanakan kewajiban pembayaran kreditnya,
maka
Bank
Jateng
mengeluarkan
Surat
Peringatan
(Aanmaning) 1 dan 2 hampir setiap bulan yang sebenarnya masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Bank Jateng memberikan pilihan kepada debitor untuk menjual sendiri aset yang dijaminkan (Eksekusi 152
commit to user https://www.djkn.kemenkeu.go.id/beritamedia/detail/eksekusi-hak-tanggungan-kredit-macet, diakses pada hari Selasa, tanggal 9 Februari 2016, jam 16.28 WIB 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bawah tangan). Hingga menginjak 180+1 hari dimana kredit debitor dinyatakan macet dan debitor tidak kooperatif, maka Bank Jateng mengeluarkan Surat Peringatan 3 kepada debitor untuk menjual agunan debitor yang diikat dengan Hak Tanggungan dengan cara eksekusi lelang yang dilakukan oleh Bank153. Bank Jateng kemudian membuat pengumuman eksekusi lelang dengan cara membuat selebaran, menggunakan media baik surat kabar maupun media elektronik. Media surat kabar yang digunakan adalah melalui surat kabar harian Suara Merdeka. Bank Jateng dapat melakukan eksekusi Hak Tanggungan baik dengan mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Negeri maupun menggunakan parate eksekusi secara langsung melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Bank Jateng biasanya menggunakan parate eksekusi, dengan melalui jasa pra lelang dari Balai Lelang Swasta (BLS) yang salah satunya adalah Balai Lelang Swasta PT. Triagung Lumintu. BLS tersebut bertugas untuk mengurus proses administrasi lelamg, mulai dari pengajuan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL Semarang, memenuhi segala persyaratan dokumen administrasi lelang, melakukan pengumuman lelang, dan mencari pembeli lelang (potential buyer). Proses pengajuan lelang, Bank Jateng harus mempersiapkan dokumen persyaratan lelang untuk BLS yang kemudian akan diserahkan ke KPKNL. Dokumen persyaratan lelang yang harus disiapkan adalah sebagai berikut: c.
Fotocopy perjanjian kredit;
d.
Fotocopy Sertipikat Hak Tanggungan;
e.
Fotocopy Sertipikat Hak Milik debitor;
f.
Fotocopy surat pemberitahuan, surat peringatan I, II, III yang ditujukan kepada debitor;
153
Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Sumardji Aji Prabowo, Ketua Tim commit userKantor Pusat Semarang pada tanggal 30 Restrukturisasi dan Penyelesaian Kredit Bankto Jateng Mei 2016.
115
perpustakaan.uns.ac.id
g.
digilib.uns.ac.id
Fotocopy Ijin Mendirikan Bangunan, bukti pembayaran Pajak Bumu dan Bangunan;
h.
Fotocopy perincian utang atau jumlah kewajiban debitor yang harus dipenuhi;
i.
Surat kuasa melelang dari Bank Jateng kepada BLS;
j.
Surat asli permohonan tanggal lelang ke KPKNL;
k.
Surat asli pernyataan dari Bank Jateng yang menyatakan akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana (idemnity letter);
l.
Surat asli limit lelang, yang dalam hal ini Bank Jateng menggunakan jasa Badan Appraisal Independen untuk menilai tanah dan bangunan yang akan dilelang. Setelah BLS yang ditunjuk Bank Jateng mengajukan permohonan
eksekusi lelang Hak Tanggungan kepada KPKNL, selanjutnya Kepala KPKNL mengeluarkan Surat Penetapan jadwal pelaksanaan lelang kepada Bank Jateng. Surat Penetapan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Penetapan tempat dan waktu pelaksanaan lelang;
b.
Permintaan untuk melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan dan menyampaikan bukti pengumumannya;
c.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada penjual, misalnya mengenai harga limit, penguasaan secara fisik terhadap barang yang akan dilelang, dan sebagainya. Pelaksanaan lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang
yang dilakukan oleh Bank Jateng dan dapat dibantu oleh BLS. Pengumuman pertama dilakukan dengan memberikan selebaran atau pengumuman tempel di KPKNL, dan pengumuman kedua pada surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten tempat jaminan berada yang dalam hal ini pada surat kabar Harian Suara Merdeka. Pengumuman lelang tersebut paling sedikit memuat154: 154
commit user Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor to 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Identitas penjual;
b.
Hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;
c.
Jenis dan jumlah barang;
d.
Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada atau tidaknya bangunan;
e.
Waktu dan tempat aanwijzing, dalam hal Penjual melakukan aanwijzing;
f.
Jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya jaminan penawaran lelang;
g.
Nilai limit;
h.
Cara penawaran lelang;
i.
Jangka waktu kewajiban pembayaran lelang oleh Pembeli;
j.
Syarat tambahan dari Penjual (jika ada). Setelah melakukan pengumuman lelang maka Bank Jateng akan
membuat surat pemberitahuan lelang jaminan kepada debitor yang menginformasikan jadwal pelaksanaan lelang dan perihal pembatalan lelang. Pelaksanaan eksekusi lelang dapat dibatalkan oleh debitor yaitu pada saat sebelum lelang dilaksanakan. Di Bank Jateng, setelah Bank Jateng mengirimkan surat pemberitahuan pelaksanaan lelang jaminan kepada debitor, debitor masih diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan pembayaran utangnya kepada Bank Jateng155. Sesuai dengan Pasal 20 ayat (5) UUHT, pembatalan lelang tidak dibenarkan sejak diterbitkan pengumuman lelang. Namun demikian pembatalan lelang karena pembayaran dan pelunasan diperbolehkan sebelum rencana pelaksanaan lelang diumumkan. Pembayaran yang dimaksud adalah debitor saat itu juga harus membayar utangnya secara tunai dan sekaligus lunas dengan tenggat waktu sekitar seminggu sampai H-2 pelaksanaan lelang. 155
Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Sumardji Aji Prabowo, Ketua Tim commit user Kantor Pusat Semarang pada tanggal 30 Restrukturisasi dan Penyelesaian Kredit BanktoJateng Mei 2016.
117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bagi peserta lelang di dalam pengumuman lelang juga terdapat syarat untuk melakukan pembayaran uang jaminan yang disetor melalui Rekening KPKNL Semarang selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang dan menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan lelang eksekusi dilakukan oleh Pejabat Lelang yang berwenang. Lelang biasanya akan dilaksanakan secara terbuka, objek lelang ditawarkan secara lisan dengan harga meningkat (naik-naik) dimulai dari harga limit yang ditetapkan. Peserta lelang yang menawar objek lelang dengan harga tertinggi maka ditetapkan sebagai pemenang lelang. Apabila dalam suatu objek lelang hanya terdapat 1 (satu) peserta lelang maka peserta tersebut menjadi pemenang lelang. Pemenang lelang yang telah ditetapkan secara sah, berkewajiban untuk membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), Bea Lelang 2% (dua persen) dari harga lelang dan/atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku, melunasi harga lelang selambatlambatnya 5 (lima) hari kerja setelah lelang. Apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut di atas, maka pemenang lelang dinyatakan wanprestasi. Uang jaminan pemenang lelang yang wanprestasi tersebut akan disetorkan ke Kas Negara dan namanya akan dimasukkan de dalam Daftar Hitam (Blacklist) Lelang. Pemenang lelang yang sudah membayar akan mendapat risalah lelang yang berlaku sebagai Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Sertipikat Hak Milik tersebut. Risalah lelang tersebut juga memuat hak dan kewajiban, juga pajak yang ditanggung oleh pemenang. Setelah menerima pelunasan harga lelang dari pemenang lelang, Bank Jateng akan memperhitungkan hasil penjualan objek lelang tersebut untuk pelunasan seluruh utang debitor. Apabila dalam pelunasan utang debitor ini masih terdapat kelebihan dari hasil penjualan tersebut, maka Bank Jateng akan mengembalikan kelebihan hasil penjualan tersebut kepada debitor.
commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hambatan yang Terjadi pada Proses Eksekusi Hak Tanggungan Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama yang dalam hal ini adalah Bank Jateng sebagai kreditor preferen untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kepada debitor yang cidera janji. Akan tetapi dalam praktiknya masih terdapat beberapa hambatan yang terjadi pada pelaksanaan eksekusi lelang objek Hak Tanggungan tersebut. Hambatanhambatan tersebut antara lain, adalah: a.
Gugatan oleh debitor Hambatan yang terjadi pada saat proses pra lelang, pelaksanaan, hingga pasca lelang Bank Jateng beberapa kali menerima surat gugatan dari debitor yang tidak terima tanah miliknya akan dilelang. Tidak jarang ketika mengetahui bahwa bank akan melakukan upaya eksekusi atas tanah milik debitor, debitor yang tidak memiliki itikad baik akan membuat perlawanan dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Pada saat pra lelang biasanya debitor akan menggugat dengan mempermasalahkan surat peringatan kreditor yang belum atau tidak diterima oleh debitor. Pada saat proses lelang, debitor menggugat Bank Jateng yang gugatannya berisi Bank Jateng tidak ada pemberitahuan dan pelaksanaan lelang yang hanya sepihak, yang nantinya di persidangan, debitor tidak dapat memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya dan berbelit-belit. Gugatan ini diharapkan oleh debitor agar dapat menghentikan proses eksekusi lelang Hak Tanggungan, namun debitor sebenarnya hanya mengulur waktu pelaksanaan eksekusi tersebut156.
156
Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Hendro Wahyono, Bagian Restrukturisasi commit user Utama Semarang pada tanggal 30 Mei dan Penyelesaian Kredit Bank Jateng Kantor to Cabang 2016.
119
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Belum ada pembeli lelang Hambatan lainnya yang dialami oleh Bank Jateng adalah ketika belum ada pembeli lelang atas tanah hak milik yang menjadi objek eksekusi tersebut. Hal tersebut terjadi karena biasanya tanah hak milik tersebut terletak di lokasi yang kurang kurang strategis. Kurang strategis dalam hal ini adalah lokasi tanah yang dekat dengan pemakaman, di tempat yang begitu terpencil, dan lain-lain157. Masyarakat menjadi tidak berminat apabila tanah yang dilelang tersebut ketika sudah terbeli tidak memiliki nilai jual kembali karena letaknya yang kurang strategis tersebut. Belum lagi kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan dipermasalahkannya kepemilikan atas tanah yang dibeli melalui lelang tersebut, yaitu apabila muncul gugatan dari debitor atau pemilik lama tanah hak milik tersebut yang masih merasa memiliki dan tidak dapat menerima tanah hak miliknya dieksekusi. Hal ini menjadi suatu pertimbangan khusus bagi masyarakat yang hendak membeli tanah melalui lelang eksekusi Hak Tanggungan. Objek lelang yang belum juga mendapatkan pembeli lelang, maka akan dilelang kembali hingga mendapatkan pembeli lelang.
Berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi terhadap Sertipikat Hak Milik yang dijadikan jaminan kredit, maka penulis menggunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang dianggap relevan dalam membahas mengenai bekerjanya suatu hukum. Menurut Friedman, kesulitan jika seseorang hanya menggunakan pendekatan normatif tentang hukum adalah bahwa ia cenderung untuk menganggap beberapa jenis hukum sebagai mandiri, metasocial life, ia cenderung untuk melupakan fakta bahwa struktur-struktur dan aturan-aturan yang tampak hanya dari satu cara
commit to user 157
Ibid.
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di atas kertas, sementara di dalam kehidupan, kenyataannya benar-benar berbeda158. Sistem hukum menurut Friedman terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu struktur, substansi, dan kultur hukum. Struktur adalah keseluruhan institusi hukum beserta aparat-aparatnya. Substansi adalah keseluruhan aturan hukum (termasuk asas hukum dan norma hukum), baik yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Kultur hukum didefinisikan sebagai sikap-sikap, nilai-nilai, dan pendapat-pendapat yang dianut di masyarakat tentang hukum, sistem hukum, dan beragam bagiannya. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif. Mengenai suatu pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan di Bank Jateng sesuai dengan yang telah penulis paparkan, maka akan penulis kaitkan dengan teori sistem hukum dari Friedman tersebut di atas: 1. Struktur Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan
menurut
ketentuan-ketentuan
formalnya.
Struktur
ini
menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum159. Pada proses pelaksanaan eksekusi ini, struktur dalam sistem hukum telah diterapkan dengan baik, karena baik dari 158
Lawrence M. Friedman di dalam Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Volume 1 Pemahaman Awal, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 207-208 159 commit to user Lili Rajidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm.73
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
badan yaitu bank, Balai Lelang Swasta, maupun KPKNL telah melaksanakan kewajiban dengan benar dan taat pada ketentuan hukum yang berlaku. Bank Jateng yang dalam hal ini sebagai kreditor preferen telah melaksanakan tertib administrasi dengan membuat surat pemberitahuan, surat peringatan kepada debitor, memenuhi dokumen persyaratan lelang, maupun membuat pengumuman lelang sesuai dengan aturan hukumnya yaitu UUHT dan PMK Petunjuk dan Pelaksanaan Lelang. Balai Lelang Swasta dan KPKNL juga telah bertindak sesuai struktur yaitu dengan melaksanakan proses pra lelang hingga pelaksanaan lelang menurut apa yang telah diatur di dalam UUHT dan PMK Petunjuk dan Pelaksanaan Lelang. 2. Substansi Substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Substansi tersusun dari peraturan-peraturan dan
ketentuan
mengenai
bagaimana
institusi-institusi
itu
harus
berperilaku. Substansi dalam hal ini adalah aturan-aturan mengenai eksekusi Hak Tanggungan yaitu UUHT. Menurut penulis UUHT kurang konsisten dalam mengatur mengenai eksekusi dalam Pasal 6 UUHT yaitu parate eksekusi. Parate eksekusi ini adalah bank tidak memerlukan fiat atau Penetapan Ketua Pengadilan dalam melaksanakan eksekusi. Bank sebagai kreditor preferen memiliki kewenangan untuk mengeksekusi sendiri objek Hak Tanggungan debitor yang melakukan cidera janji, namun dalam Penjelasan Umum angka 9 UUHT menyatakan bahwa parate eksekusi Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan Pasal 224 HIR/ 258 RBG, sehingga memerlukan Penetapan Ketua Pengadilan terlebih dahulu. Parate eksekusi seharusnya dapat dilaksanakan langsung melalui kantor lelang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT commit objek to usereksekusi lelang pun sebenarnya tersebut. Proses pengosongan
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sudah terdapat pada janji debitor di dalam Sertipikat Hak Tanggungan, namun pelaksanaannya, kreditor tetap memerlukan penetapan pengadilan untuk mengosongkan objek eksekusi lelang. 3. Kultur hukum Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orangorang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif. Kultur hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Kultur hukum dalam hal ini adalah masyarakat awam khususnya debitor yang cidera janji. Debitor yang cidera janji ini dalam pelaksanaan eksekusi lelang tidak bersikap kooperatif dan mematuhi aturan hukum yang ada, yang menjadikan masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan lelang. Debitor tidak memiliki itikad baik dengan tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya kepada kreditor. Debitor juga tidak mengindahkan segala bentuk surat pemberitahuan maupun surat peringatan dari kreditor hingga sertipikat Hak Milik nya yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan dieksekusi oleh Bank. Tidak berhenti sampai di situ, debitor juga melayangkan gugatan kepada kreditor dengan tujuan untuk menghalang-halangi proses pelaksanaan eksekusi, menghentikan proses eksekusi, namun tanpa disertai dengan bukti di persidangan yang jelas karena bank telah melakukan tertib administrasi nya. Hal tersebut hanya akan mengulur-ulur waktu pelaksanaan eksekusi karena debitor ingin tetap mempertahankan tanah Hak Milik nya karena Hak Milik commit to user
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersifat turun temurun, terkuat, terpenuh, dan jangka waktunya tidak terbatas.
commit to user
124