BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen angket atau kuesioner yang telah didistribusikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. Jumlah kuesioner yang disebar adalah sebanyak 100 kuesioner yang disebar ke Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di KPP Pratama Bantul dan KPP Pratama Sleman. Tabel 4.1 Jumlah Kuesioner yang Disebar di KPP Pratama Bantul dan KPP Pratama Sleman No Nama KPP Jumlah Kuesioner Disebar Diperoleh Tidak Dipakai Dipakai 1 KPP Pratama 50 50 50 Bantul 2 KPP Pratama 50 50 2 48 Sleman Total 100 100 98 Outliers 10 Total data yang diolah 88 Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
Berdasarkan
tabel 4.1, dari 100 kuesioner yang disebar, jumlah
kuesioner yang diperoleh adalah sebanyak 100 kuesioner. Dari kuesioner yang diperoleh tersebut, terdapat 2 lembar kuesioner yang tidak diisi dengan lengkap oleh responden, sehingga data yang dapat dipakai sebanyak 98 lembar, tetapi setelah dilakukan outliers data yang dapat diolah adalah sebanyak 88 lembar kuesioner.
54
55
B. Data Responden Karekteristik responden diukur dengan menggunakan skala interval yang menunjukan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir dan jenis pekerjaan responden. Pada karakteristik responden, terdapat 88 responden. Data karakteristik dari responden dapat dilihat pada pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Data Karakteristik Responden Karakteristik Deskripsi Jumlah Jenis Kelamin Jumlah Responden 88 Pria 51 Wanita 37 Umur Jumlah Responden 88 Responden 20-24 tahun 4 25-35 tahun 22 >35 tahun 62 Pendidikan Jumlah Responden 88 Terakhir SMA 18 D3 3 Sarjana 67 Pekerjaan Jumlah Responden 88 Wiraswasta 8 Pegawai Negeri 41 Pegawai Swasta 39
% 100% 58% 42% 100% 4,5% 25% 70,5% 100% 20,5% 3,4% 76,1% 100% 9,1% 46,6% 44,3%
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
C. Hasil dan Analisis Data 1. Analisis Statistik Deskriptif Hasil uji statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
56
Tabel 4.3 Uji Statistik Deskriptif Variabel Keadilan Sistem Perpajakan Diskriminasi Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Ketidaketisan Penggelapan Pajak
N
Kisaran Empiris 16-30 10-25
Mean
88 88
Kisaran Teoritis 6-30 5-25
25,14 19,35
Std. Deviation 4,337 3,284
88 88
4-20 5-25
4-14 16-25
7,08 20,94
1,613 1,822
88
7-35
11-35
25,17
5,730
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat kisaran teoritis, kisaran empiris, mean dan std.deviation. Kisaran teoritis merupakan perkiraan nilai minimum dan maksimum total skor jawaban dari setiap variable. Nilai kisaran minimum diperoleh dari cara mengkalikan total pernyataan dalam kuesioner dengan nilai jawaban terendah. Kisaran empiris merupakan nilai maksimum dan minimum dari total skor jawaban aktual yang diperoleh setelah dilakukannya analisis deskriptif. Dari tabel 4.3 diatas dapat kita lihat bahwa jumlah responden (N) adalah 88.
Dari 88 responden ini variable keadilan memiliki nilai
minimum 16, nilai maksimum 30, nilai mean 25,14, dengan standar deviasi 4,337. Sistem perpajakan memiliki nilai minimum 10, nilai maksimum 25, nilai mean 19,35, dengan standar deviasi 3,284. Diskriminasi memiliki nilai minimum 4, nilai maksimum 14, nilai mean 7,08 , dengan standar deviasi 1,613. Kemungkinan terdeteksi kecurangan
57
memiliki nilai minimum 16, nilai maksimum 25, nilai mean 20,94, dengan standar deviasi 1,822. Kemudian pada variable dependen yaitu ketidaketisan penggelapan pajak memiliki nilai minimum 11, nilai maksimum 35, nilai mean 25,17 dan standar deviasi 5,730. 2. Uji Kualitas Data a. Hasil Uji Validitas Hasil dari uji validitas penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan Pajak
Butir KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Sistem Perpajakan SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Diskriminasi Pajak DP1 DP2 DP3 DP4 Kemungkinan Terdeteksi KTK1 Kecurangan KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Ketidaketisan Penggelapan Pajak KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 KTK6 KTK7 Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Component 0,706 0,843 0,644 0,759 0,903 0,857 0,557 0,603 0,538 0,772 0,740 0,820 0,881 0,785 0,659 0,457 0,600 0,778 0,684 0,572 0,815 0,877 0,573 0,844 0,834 0,416 0,777
Ket Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
58
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa variable keadilan yang terdiri atas 6 butir pernyataan memiliki nilai component lebih besar dari 0,4 di ke – 6 butir pernyataan tersebut. karena nilai component untuk variable keadilan berada diatas 0,4 maka semua pernyataan untuk variable keadilan dapat dikatan valid. Sistem perpajakan dengan 5 butir pernyataan memiliki nilai component lebih besar dari 0,4 semua, maka dapat dikatakan bahwa semua pernyataan dalam variable sistem perpajakan dapat dikatakan valid. Diskriminasi pajak memiliki 4butir pernyataan yang nilai component nya > 0,4, maka dapat dikatakan semua pernyataan untuk variable
diskriminasi
adalah
valid.
Kemungkinan
terdeteksi
kecurangan memiliki nilai component lebih besar dari 0,4, maka ke – 5 butir pernyataan untuk variable kemungkinan terdeteksi kecurangan dapat dikatakan valid. Ketidaketisan penggelapan pajak memiliki 7 butir pernyataan yang memiliki nilai component >0,4, sehingga semua pernyataan untuk variable ketidaketisan penggelapan pajak dapat dikatakan valid. b. Hasil Uji Reliabilitas Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
59
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Alpha Keadilan 0,875 Sistem Perpajakan 0,652 Diskriminasi 0,796 Kemungkinan Terdeteksi 0,608 Kecurangan Ketidaketisan Penggelapan Pajak 0,853
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
Tabel 4.6 diatas menunjukan nilai cronbach’s alpha dari variable keadilan sebesar 0,875, sistem perpajakan sebesar 0,652, diskriminasi sebesar 0,796, kemungkinan terdeteksi kecurangan 0,608, dan variable ketidaketisan penggelapan pajak sebesar 0,853. Maka, dapat disimpulkan bahwa setiap pernyataan dalam kuesioner untuk semua variable dapat dikatakan reliable karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan mampu memperoleh data secara konsisten dari responden, yang berarti apabila pernyataan tersebut diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relative sama dengan jawaban sebelumnya. 3. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji KolmogorovSmirnov, hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tebel berikut:
60
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa signifikansi (Asymp. Sig 2tailed) sebesar 0,200. Hal ini menunjukan bahwa nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. b. Uji Multikolonieritas Hasil uji multikolonieritas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
No 1 2 3 4
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolonieritas Variabel Tolerance Keadilan 0,581 Sistem Perpajakan 0,682 Diskriminasi 0,882 Kemungkinan Terdeteksi 0,662 Kecurangan
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016
VIF 1,722 1,466 1,134 1,465
61
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa nilai VIF (Variance
Inflation
Factor)
untuk
variable
keadilan,
sistem
perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan secara keseluruhan memiliki nilai kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antar variable independen. c. Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel
No 1 Keadilan 2 Sistem Perpajakan 3 Diskriminasi 4 Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Sig. 0,073 0,055 0,054 0,314
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai sig variable keadilan sebesar 0,073> 0,05, sistem perpajakan mempunyai sig 0,055>0,05, diskriminasi mempunyai sig 0,054>0,05 dan kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai sig 0,314>0,05. Hal ini menunjukan bahwa setiap variable independen
mempunyai tingkat signifikansi lebih
besar dari α 0,05, sehingga model regresi dalam penelitian ini tidak mengalami heteros.
62
4. Hasil Uji Hipotesis a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Hasil perhitungan uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,709 atau sekitar 70,9%. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 75,8%. Sedangkan sisanya sebesar 29,1% diulaskan untuk variabel lain yang tidak diteliti. b. Hasil Uji Nilai F
Hasil uji nilai F dalam penelitian ini dalam dilihat dalam tabel berikut:
63
Tabel 4.10 Hasil Uji Nilai F
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa hasil uji F diperoleh nilai sig F 0,000 < α 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap ketidaketisan penggelapan pajak berpengaruh secara simultan (bersama-sama). c. Uji Nilai t Hasil uji nilai t pada penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
No 1 2 3 4
Tabel 4.11 Hasil Uji Nilai t Variabel Koefisien Regresi Keadilan 0,684 Sistem Perpajakan 0,318 Diskriminasi -1,015 Kemungkinan 0,470 Terdeteksi Kecurangan
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Sig. 0,000 0,011 0,000 0,036
64
Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Hasil
Uji
Hipotesis
1
Pengaruh
Keadilan
Terhadap
Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 1 diperoleh koefisien regresi 0,684 dan nilai sig. 0,000 < α 0,05, maka H1 diterima, hal ini berarti keadilan pajak berpengaruh positif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak. 2) Hasil Uji Hipotesis 2 Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 2 diperoleh koefisien regresi 0,318 dan nilai sig. 0,011 < α 0,05, maka H2 diterima, hal ini berarti sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak. 3) Hasil Uji Hipotesis 3 Pengaruh Diskriminasi Terhadap Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 3 diperoleh koefisien regresi -1,015 dan nilai sig. 0,000 < α 0,05, maka H3 diterima, hal ini berarti diskriminasi berpengaruh negatif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak. Hasil Uji Hipotesis 4 Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 4 diperoleh koefisien regresi 0,036 dan nilai sig. 0,470 < α 0,05, maka H4 diterima, hal ini berarti
65
kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh positif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak. Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian Hipotesis Hasil Keadilan berpengaruh positif Diterima terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak Sistem Perpajakan berpengaruh Diterima positif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak Diskriminasi berpengaruh negatif Diterima terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak Kemungkinan terdeteksi Diterima kecurangan berpengaruh positif terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai ketidaketisan penggelapan pajak Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
D. Pembahasan 1. Hasil Uji Hipotesis 1 Keadilan Berpengaruh Positif Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis pertama menunjukan bahwa keadilan berpengaruh positif terhadap ketidaketisan penggelapan pajak. Sehingga semakin tinggi tingkat keadilan maka penggelapan pajak dianggap semakin tidak etis untuk dilakukan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2006) dan McGee (2008) yang menemukan bahwa penggelapan pajak dipandang sebagai suatu hal yang tidak pernah etis untuk dilakukan. Wajib Pajak memandang bahwa semakin adilnya
66
pengelolaan dana yang bersumber dari pajak dan manfaat yang dapat mereka
rasakan
akan
menurunkan
tindakan
untuk
melakukan
penggelapan pajak dan penggelapan pajak akan dianggap hal yang tidak etis. Sehingga pemerintah perlu untuk meningkatkan keadilan dan mengelola serta menggunakan dana yang bersumber dari pajak secara adil dan merata. Suminari (2011) menyebutkan bahwa kadang kala penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis atau tidak etis untuk dilakukan tergantung dari cara pemerintah dalam mengelola dana yang bersumber dari pajak negara, dalam hal ini pemerintah harus mengantisipasi masalah yang sangat mendasar yaitu bagaimana cara pemerintah untuk mewujudkan keadilan pajak. Hal ini juga selaras dengan penelitian oleh Abrahams dan Kristanto (2016) yang hasil dari respondennya rata-rata tidak setuju dengan adanya perilaku penggelapan pajak walaupun keadilan dalam perpajakan tidak berjalan dengan baik. Keadilan perpajakan disini dapat dikatakan berupa adanya ketidakadilan dalam perpajakan ketika Wajib Pajak harus membayar pajak tetapi tidak sejalan dengan manfaat yang diperoleh, pembayaran pajak tidak sesuai dengan kemampuan membayar Wajib Pajak, dan beban pajak sama antara yang berpenghasilan tinggi dan berpenghasilan rendah. Sedangkan dari hasil wawancara responden dalam penelitian Abrahams dan Kristanto (2016) menyebutkan bahwa ketika adanya ketidakadilan dalam perpajakan maka harus diperbaiki sistemnya
67
daripada melakukan penggelapan pajak yang hanya akan menambah kerugian negara. 2. Hasil Uji Hipotesis 2 Sistem Perpajakan Berpengaruh Positif Terhadap
Persepsi
Wajib
Pajak
Mengenai
Ketidaketisan
Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh posiif terhadap ketidaketisan penggelapan pajak. Sehingga semakin baik sistem perpajakan maka penggelapan pajak dianggap suatu hal yang tidak etis untuk dilakukan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsi (2011), dan Rahman (2013) yang menyebutkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap ketidaketisan penggelapan pajak, sehingga penggelapan pajak dianggap sebagai suatu hal yang tidak etis untuk dilakukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Abrahams dan Kristanto (2016) juga menyebutkan bahwa hasil dari responden Wajib Pajak maupun calon Wajib Pajak tidak setuju dan menganggap penggelapan pajak hal yang tidak etis untuk dilakukan walaupun sistem perpajakan tidak berjalan dengan baik. Beberapa responden yang diwawancarai dalam penelitian Abrahams dan Kristanto (2016) menyatakan bahwa melakukan penggelapan pajak pada saat sistem perpajakan buruk bukanlah suatu hal yang baik tetapi malah menambah beban negara, dibandingkan
dengan
melakukan
penggelapan
pajak
lebih
baik
68
menyelesaikan masalah tersebut dengan memperbaiki sistem buruk tersebut. Dapat dilihat bahwa masyarakat sebenarnya masih peduli terhadap pentingnya pajak dalam pembangunan nasional di Indonesia walaupun sistem yang ada tidak adil dan tidak baik. Dari hasil jawaban responden dalam penelitian ini yang memandang bahwa penggelapan pajak tidak etis untuk dilakukan dapat dimaknai bahwa Wajib Pajak mempunyai pemikiran bahwa pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan juga sebagai bentuk pengabdian masyarakat/Wajib Pajak terhadap negara. Hal ini sesuai dengan pengertian pajak menurut Meliala (2007) yang mengungkapkan bahwa pajak merupakan suatu iuran rakyat kepada kas Negara sebagai bentuk pengabdian rakyat terhadap Negara dalam membantu membiayai pembangunan Nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan kualitas sistem perpajakan yang ada, yaitu terkait dengan adilnya sistem perpajakan, tarif pajak sesuai dengan penghasilan Wajib Pajak, kemudahan pelayanan dalam menyetorkan perpajakan serta sosialisai yang baik demi kemudahan akses penyetoran pajak yang baik kepada Wajib Pajak. 3. Hasil Uji Hipotesis 3 Diskriminasi Berpengaruh Positif Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan diskriminasi berpengaruh negatif
terhadap
persepsi
wajib
pajak
mengenai
ketidaketisan
penggelapan pajak diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian Suminarsi
69
(2011) yang berpendapat bahwa kebijakan fiskal luar negeri yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan bentuk diskriminasi. Kemudian, pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan kepada semua Wajib Pajak baik yang mempunyai NPWP maupun yang tidak mempunyai NPWP. Hal ini merupakan persamaan hak kepada warga negara yang sudah sama-sama menunaikan kewajibannya. Selain itu, kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai faktor pengurang kewajiban perpajakan dan adanya zona bebas pajak hanya menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Sehingga akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang nantinya akan mengakibatkan tindakan penggelapan pajak. McGee (2009) dalam penelitiannya mengenai skala dimensionalitas mengenai etika penggelapan pajak menyebutkan bahwa variabel diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hasil penelitian Nickerson et al,. (2009) dan Rahman (2013) juga menyatakan bahwa diskriminasi memiliki korelasi positif terhadap penggelapan pajak, maka semakin tinggi tingkat dikriminasi, semakin tinggi juga tingkat penggelapan pajak dan penggelapan pajak akan dianggap suatu hal yang etis untuk dilakukan.
70
4. Hasil Uji Hipotesis 4 Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Berpengaruh Positif Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Ketidaketisan Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis keempat menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksi
kecurangan
berpengaruh positif terhadap ketidaketisan
penggelapan pajak. Sehingga semakin tinggi kemungkinan terdeteksi kecurangan (semakin baik sistem pemeriksaan pajak) maka penggelapan pajak dianggap suatu hal yang tidak etis untuk dilakukan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009), Ayu (2011), Rahman (2013) dan Indriyani dkk. (2016) bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif terhadap tindakan tax evasion atau berpengaruh positif terhadap ketidaketisan penggelapan pajak, yang artinya apabila kemungkinan terdeteksi kecurangan tinggi maka penggelapan pajak semakin tidak etis untuk dilakukan. Ketika Wajib Pajak menganggap bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan tinggi maka dia akan cenderung untuk mematuhi perpajakan dan menghindari perilaku penggelapan pajak. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Tobing (2015) dalam penelitiannya bahwa ketika WP menganggap presentase kemungkinan terdeteksi
kecurangan saat
dilakukan tinggi, maka WP akan takut untuk melakukan penggelapan dan cenderung untuk patuh pada aturan perpajakan. Hal ini diduga karena WP takut ketika tingkat terdeteksi kecurangan tinggi dan dia terbukti melakukan kecurangan, maka dia harus membayar denda yang jumlahnya
71
lebih besar daripada pajak terutangnya. Oleh karena itu, Wajib Pajak akan memilih untuk mematuhi aturan perpajakan dan membayar pajak terutangnya dengan benar. Dari jawaban responden dalam penelitian ini rata-rata menjawab bahwa dengan adanya kerjasama dari fiskus pajak yang baik, dalam arti fiskus pajak melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar serta menghargai hak dan kewajibannya akan menurunkan perilaku Wajib Pajak dalam melakukan penggelapan pajak, sehingga penggelapan pajak menjadi hal yang tidak etis dilakukan.