perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. 1.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Karanganom Penelitian implementasi pendidikan karakter terintegrasi dalam pembelajaran sejarah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karanganom yang berada di Jln. Raya no. 3, Karanganom, Klaten. SMA Negeri 1 Karanganom secara administratif terdiri dari 2 (dua) gedung, yaitu gedung timur dan barat. Gedung barat difungsikan sebagai pusat administrasi sekolah dan kegiatan belajar mengajar bagi kelas X dan XI, sedangkan gedung timur difungsikan untuk kegiatan belajar mengajar bagi kelas XII. Berdasarkan kegiatan analisa dokumen sekolah, SMA Negeri 1 Karanganom memiliki + 36 ruang kelas, selain ruang kelas terdapat berbagai macam fasilitas sekolah yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pembelajaran maupun non pembelajaran dalam rangka mengasah kompetensi peserta didik SMA Negeri 1 Karanganom, diantaranya adalah laboratorium, perpustakaan, ruang multi media, ruang Dapodik, ruang OSIS, ruang Pramuka, ruang Olahraga, ruang Ibadah, ruang Olah Raga, dan Koperasi Peserta didik (Dokumen I, 25 September 2015) SMA Negeri 1 Karanganom berdiri sejak tahun 1964. Berdirinya SMA N 1 Karanganom diprakarsai oleh Bapak Soepomo (Guru SMA N 1 Klaten) dibantu Bapak Ukirdi dan Bapak Sugiyarto (Alm.) dengan nama SMA Persiapan Jatinom di Ponggok pada tanggal 1 Agustus 1964 dan baru diresmikan pada tanggal 14 Agustus 1964 yang berlokasi di SD Dalangan Ponggok. SMA Persiapan Jatinom di Karanganom baru berstatus negeri pada tanggal 29 Juli 1966 dengan SK Nomor: 106/SK/B/III/ 65-66. Tujuan utama didirikan SMA Negeri Jatinom kala itu diantaranya adalah untuk meningkatkan intelegensi masyarakat sesuai dengan sifat, tingkat dan arah pembangunan daerah (Dokumen I, 25 September 2015) commit to user
54
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
VISI dan MISI SMA Negeri 1 Karanganom Visi, misi, dan tujuan sekolah merupakan hal wajib yang harus dimiliki
instansi pendidikan. Adapun rincian Visi, Misi, dan Tujuan
Pendidikan SMA Negeri 1 Karanganom, adalah sebagai berikut: a.
Visi SMA Negeri 1 Karanganom Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, sebagai lembaga pendidikan formal SMA Negeri 1 Karangnom memiliki visi: Unggul dalam Prestasi, Luhur dalam Budi Pekerti serta Peduli terhadap Lingkungan dan Berkomptensi Global.
b.
Misi SMA N 1 karanganom Untuk mewujudkan Visi Unggul dalam Prestasi, Luhur dalam Budi Pekerti, SMA Negeri 1 Karanganom menetapkan suatu bentuk layanan yang dituangkan dalam bentuk Misi sekolah sebagai berikut: 1)
Meningkatkan efektifitas dan kreatifitas semua warga sekolah dalam proses pembelajaran.
2)
Melaksanakan bimbingan secara efektif sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.
3)
Memotivasi
setiap
peserta
didik
untuk
memiliki
ilmu
pengetahuan dan ketrampilan. Memotivasi peserta didik lebih aktif dalam kegiatan Intra maupaun ekstra kurikuler. 4)
Menanamkan keunggulan sekolah secara efektif kepada semua warga sekolah dan masyarakat .
5)
Menanamkan sportivitas , kejujuran, kedisiplinan dan ketertiban.
6)
Menanamkan keimanan dan ketaqwaan serta budi pekerti luhur dan santun, sesuai dengan budaya bangsa.
7)
Menyiapkan peserta didik untuk siap berkompetisi di era global.
8)
Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
9)
Menciptakan
sekolah
sebagai
pusat
pendidikan
tentang
lingkungan hidup dan bencana di setiap daerah dengan didukung to yang user memadai oleh sarana dan commit prasarana
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10)
Memberdayakan seluruh civitas akademika sekolah untuk berperan aktif dalam melakukan pengelolaan lingkungan di sekolah
11)
Memunculkan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan hidup melalui pendidikan di sekolah dengan memaksimalkan perilaku penghidupan di lingkungan masyarakat
12)
Unggul dalam bidang-bidang Akademik dan non Akademik , Jiwa Kewirausahaah dan wawasan Lingkungan.
c.
Tujuan Pendidikan SMA N 1 Karanganom Tujuan kecerdasan,
pendidikan
pengetahuan,
menengah
adalah
meningkatkan
kepribadian,
akhlak
mulia,
serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, meliputi: 1)
Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum yang disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia.
2)
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan
dan
kemampuan
peserta
didik.
Kurikulum yang disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3)
Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah mimiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4)
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Pengembangan kurikulum
harus
memperhatikan
keseimbangan
tuntutan
pembangunan daerah dan nasional. 5)
Tuntutan dunia kerja. Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
6)
Perkembangan Kurikulum
ilmu
harus
berkesinambungan
pengetahuan, dikembangkan
sejalan
dengan
teknologi, secara
dan
seni.
berkala
dan
perkembangan
Ilmu
Pengetahuan, teknologi, dan seni. 7)
Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah.
8)
Dinamika
perkembangan
global.
Kurikulum
harus
dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapt hidup berdampingan dengan bangsa lain. 9)
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
11)
Kesetaraan
Gender.
pendidikan
yang
Kurikulum berkeadilan
kembangnya kesetaraan gender.
commit to user
harus dan
diarahkan
mendorong
kepada tumbuh
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12)
Karakteristik
satuan
pendidikan.
Kurikulum
harus
dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan (Dokumen I, 25 September 2015).
B.
Kurikulum di SMA Negeri 1 Karanganom
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis, jadi kedudukan kurikulum cukup sentral dalam perkembangan pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan menganai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu seperti yang diamanatkan dalam UU no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (19). Kurikulum yang digunakan di SMA Negeri 1 Karanganom adalah Kurikulum 2013 yang berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebuadayaan Nasional. Kurikulum 2013 dianggap mampu menjadi sarana dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional secara menyeluruh. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan
oleh
infroman
Sp,
bahwa
“…dulu
KTSP
hanya
mengedepankan pengetahuan. Kalau sekarang (red. Kurikulum 2013) sudah ada spiritualnya, sosialnya, pengetahuannya, dan ketrampilan” (Informan Sp, Wawancara IV). Pendapat tersebut didukung oleh informan MT yang menyatakan bahwa “… orientasi pendidikan yang inti adalah karakter. Penilaian yang diutamakan jangan hanya kognitif saja, value itu penting, maka Kurikulum 2013 mengarah kesana termasuk dalam bentuk penilaian” (Informan MT, Wawancara V). Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bukan menjadi tanggung jawab seorang guru mata pelajaran, namun tanggung jawab pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah diemban oleh seluruh warga sekolah. Oleh karenanya, pendidikan karakter disekolah melebur kedalam 3 ranah kegiatan, yaitu kegiatan pembelajaran, kegiatan non-pembelajaran, dan budaya sekolah. Pendidikan karakter dalam kegiatan kurikuler diintegrasikan kedalam mata pelajaran-mata pelajaran yang diterima peserta didik ketika di dalam kelas, commit topendidikan user sedangkan dalam kegiatan ektrakurikuler karakter diwadahi melalui
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan yang mampu mengembangkan intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik, diantaranya melalui kegiatan pramuka, PAKIBRATA, kegiatan keagamaan, dll. Pendidikan karakter dalam budaya sekolah terlihat dari interaksi yang terjadi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, ataupun guru dengan guru. Informan MT, menyatakan bahwa “… contoh misalnya anak dibisaakan ketika bertemu orang tua itu menghormat, jadi disini misalnya bertemu dengan bapak ibu guru itu salam cium tangan, itu salah satunya.”(Informan MT, Wawancara V). Kegiatan tersebut merupakan cerminan praktek pendidikan karakter di lingkungan SMA N 1 Karanganom yang bertujuan melatih ketrampilan peserta didik sesuai dengan bakat yang dimiliki. Penerapan Kurikulum 2013 memunculkan penggunanaan pendekatan saintifik
dalam
kegiatan
belajar.
Pendekatan
saintifik
menuntut
siswa
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran yang terbentuk dalam Kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center) bukan lagi berpusat pada guru (teacher center). Aplikasi kegiatan belajar dengan menggunakan pendekatan saintifik mengacu pada kegiatan 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan). Pendekatan pembelajaran saintifik selain menunjang terciptanya pembelajaran aktif di kelas, juga dapat digunakan dalam melaksanakan pendidikan karakter di dalam kelas. Nilai-nilai karakter secara terseirat dapat diterapkan melalui kegiatan dalam pendekatan tersebut. Pendekatan saintifik melalui kegiatan 5 M menekankan proses pembelajaran dalam 3 (tiga) ranah, yaitu; sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Pendapat tersebut sesuai dengan analisa dokumen yang menunjukan bahwa dalam langkah-langkah pembelajaran guru menggunakan kegiatan 5 M (dokumen VI dan VII).
Peserta didik dituntut tidak hanya mampu mengetahui tentang sesuatu
(pengetahuan), namun juga mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi (sikap) dan bagaimana sesuatu terjadi (ketrampilan). Melalui kegiatan tersebut akan tercipta keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk hidup yang layak commit to user (hard skill)
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C.
Sajian Data
Deskripsi temuan penelitian atau hasil penelitian ditujukan untuk menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan permasalahan yang dikaji pada penelitian ini, yakni tentang implementasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Karanganom. Rumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada penerapan pendidikan karakter yang difokuskan dalam pembelajaran sejarah. Adapun fokus yang dikaji dalam penelitian ini mengacu pada 4 (empat) hal, meliputi (1) perencanaan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah, (2) pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah, (3) evaluasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejara, dan (4) kendala beserta solusinya dalam menyelesaikan masalah yang timbul pada penerapan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah. 1.
Perencanaan
Pendidikan
Karakter
yang
Terintegrasi
dalam
Pembelajaran Sejarah a.
Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter dan Pembejaran Sejarah Kajian pemahaman guru tentang pendidikan karakter dan pembelajaran sejarah dinilai penting oleh peneliti sebelum peneliti melangkah pada kajian tentang penyusunan perangkat pembelajaran. Pemahaman yang diperoleh berguna untuk mengetahui sejauh mana kemampuan guru dalam membuat rencana pengajaran sebagai perangkat pendukung pembelajaran di dalam kelas. Pendidik mata pelajaran sejarah di SMA N 1 Karanganom terdiri atas 6 (enam) pendidik, yaitu Dra. Susana Erni Herawati, Dra. Praba Asmani Florentina, Masjur Tjahjanto, S.pd., Sri Kartini, S.Pd., Drs. H. Sahana, M.M., Suparjianto, S.Pd. Guna mendapat informasi yang berkaitan dengan pemahaman guru, teknik yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1)
Informan Kt (Guru Mata Pelajaran Sejarah Wajib Kelas XII IIS dan XII Bahasa) Pendidikan karakter oleh informan Kt dipahami sebagai upaya untuk menangkal laju globalisasi yang mengarah pada westernisasi dan hedonism dikalangan remaja. Informan Kt mengungkapkan bahwa: Pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik ini dalam rangka menghadapi era globalisasi, dimana dampak buruk dari westernisasi, hedonism dikhawatirkan merusak generasi muda. Sekarang ini banyak anak-anak SMP, SMA yang pola pikir dan gaya hidupnya kebarat-baratan. Selain itu nilai-nilai ketimuran dan Pancasila menipis, hal tersebut tentu berujung pada terkikisnya jati diri bangsa. Jadi, perlu adanya pendidikan karakter.” (Informan Kt, Wawancara I). Pendidikan karakter bukan mata pelajaran yang berdiri secara independen melainkan melebur ke dalam semua mata pelajaran. Peranan pembelajaran sejarah dalam membentuk karakter peserta didik terkandung dalam materi-materi sejarah yang diajarkan kepada peserta didik. Informan Kt memaknai pembelajaran sejarah berperan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila, nasionalisme, dan mengokokohkan kembali jati diri bangsa agar terhindar dari provokasi yang mengarah pada perpecahan (Informan Kt, Wawancara I).
2)
Informan PA (Guru Mata Pelajaran Sejarah Peminatan Kelas X dan XII) Pendidikan karakter oleh informan PA merupakan suatu gerakan yang harus diterapkan mengingat kondisi bangsa saat ini cukup memprihatinkan, banyak tokoh-tokoh cerdas namun tidak berkarakter (Informan PA, Wawancara II). Pembelajaran sejarah berperan penting dalam membentuk karakter peserta didik Informan PA mengungkapkan bahwa … misalnya saya kasih yel-yel, terkadang menyanyikan commit toUntuk user kelas 10 ada materi tentang lagu perjuangan.
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manfaat belajar sejarah, itu mengandung unsur pembentukan karakter. Sejarah kan harus ditarik dengan apa yang terjadi sekarang, sehingga ibu membahas materi dulu kemudian mengaitkan dengan kejadian sekarang pasti ada nilai-nilai karakter yang bisa dimasukkan. (Informan PA, Wawancara II). 3)
Informan Ss (Guru Mata Pelaran Sejarah Wajib Kelas X) Informan Ss memaknai pendidikan karakter sebagai sesuatu yang berkaitan dengan masalah karakter dan watak. Ss mengungkapkan bahwa: … watak dipengaruhi oleh beberapa faktor bisa dari dalam dan luar. Faktor dari dalam, setiap individu mempunyai watak yang berbeda sejak lahir, sedangkan faktor dari luar adalah lingkungan. Lingkungan ini yang bisa membahayakan terutama untuk generasi sekarang, karena banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan perilaku tidak baik mungkin juga yang berhubungan dengan moral. Oleh karena itu generasi yang sekarang itu perlu dididik untuk menjadi lebih baik (Informan Ss, Wawancara III) Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa pendidikan karakter merupakan usaha mendidik generasi muda untuk berperilaku baik, sehingga akan terhindar dari penyimpanganpenyimpangan yang bisa terjadi di masyarakat. Pemahaman informan Ss tentang pembelajaran sejarah mengarah pada upaya pembentukan jiwa nasionalis, yaitu mendidik peserta didik untuk mencintai bangsa dan tanah airnya. Lebih lanjut Ss mengungkapkan bahwa “Indonesia itu kaya akan segalanya, tetapi tidak bisa mengelola dengan baik. Perlu ada sumber daya manusia yang handal, kemudian ada gebrakan-gebrakan”. Melalui belajar sejarah peserta didik diajak untuk mengenal lebih jauh tentang kandungan kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Indonesia masa lampau. Namun, Ss menggaris bawahi bahwa tujuan dari pembelajaran sejarah berbeda-beda sesuai dengan materi yang diajarkan.
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4)
Informan Sp (Guru Sejarah Peminatan dan Sosiologi Kelas XI) Pemahaman Sp tentang pendidikan karakter dan pembelajaran sejarah tidak jauh berbeda dengan pendapat informan Kt. Informan Sp mengartikan pendidikan karakter sebagai upaya untuk membentuk siswa agar mempunyai kepribadian
yang
mencerminkan
kepribadian
Pancasila
(Informan Sp, Wawancara IV, L-25). Pembelajaran sejarah dimaknai sebagai kegiatan untuk mempelajari masa lalu untuk menentukan arah dimasa depan. Sp menegaskan bahwa “suatu bangsa yang besar tidak boleh meninggalkan sejarah. Orang yang sudah meninggalkan sejarah sama halnya ia sudah meninggalkan jati dirinya” lebih lanjut Sp menyatakan bahwa “… dengan belajar sejarah terutama tentang perjuangan para pahlawan, kita bisa bersyukur karena kita sudah merdeka dan hidup seperti ini yaitu lebih maju, modern, sudah seharusnya kita juga harus meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa (Informan Sp, Wawancara IV). b.
Penyusunan
Perencanaan
Pembelajaran
Sejarah
Berbasis
Pendidikan Karakter Hal-hal yang dipersiapkan guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran sudah tercantum dalam tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI),
diantaranya
adalah
menyusun
silabus,
kalender
pendidikan, program tahunan, program semester, dan rencana pembelajaran dalam bentuk RPP (Dokumen I). Program tahunan memuat rincian pelaksanaan pembelajaran sejarah selama satu tahun pelajaran, termasuk di dalamnya adalah rincian alokasi waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kompetensi inti, terlebih lagi Program Semester menjabarkan secara rinci alokasi waktu per kompetensi dasar yang harus dilakukan setiap bulan dalam kurun commit to user waktu 1 semester. Data-data yang berhubungan dengan program
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahunan dan program semester dapat dilihat dalam lampiran penelitian (Dokumen II-V). Persiapan guru selanjutnya adalah merencanakan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran diarti-kan sebagai hasil pemikiran awal seorang guru sebelum mengelola proses pembelajaran. Perencanaan pembelajaran memuat hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran, selain itu guru juga harus memastikan bahwa nilai-nilai karaker sudah tercantum dalam perencanaan pembelajaran tersebut. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai salah satu perangkat pembelajaran memuat rincian pelaksanaan pembelajaran pada materi tertentu. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang digunakan memuat kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD) dan indikator, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media, alat dan sumber pembelajaran yang digunakan, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian (Dokumen-VI & Dokumen-VII). Penyusunan perencanaan pelaksanaan pebelajaran sejarah berbasis pendidikan akrakter sudah terlaksana di SMA N 1 Karakter. Informan PA mengutarakan bahwa “…perencanaan pembelajaran sudah buat. Ada rincian minggu efektif mulai dibuat…terus nanti saya tuangkan dalam Prota, Promes, kemudian baru RPP”. (Informan PA, Wawancara II). Informasi tersebut selaras dengan pendapat informan Sp bahwa buku guru, jurnal, juga digunakan untuk proses pembelajaran selain RPP. Perihal pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah, informan menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter harus turut serta dimasukan dalam perangkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), hal tersebut mengacu pada pembentukan karakter bangsa dimana peserta didik itu mau diapakan, dibawa kemana, mau jadi apa sebagai generasi penerus bangsa (Informan Sp, Wawancara IV). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran to user berdasarkan pada duacommit pengertian diatas mempunyai peranan sebagai
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
skenario pembelajaran dimana proses dan hasil akhir dari sebuah pelajaran sudah digambarkan secara jelas dalam perangkat tersebut. Perencanaan pembelajaran harus mengandung unsur-unsur seperti pemilihan materi, metode, media, dan alat evaluasi. Unsurunsur tersebut harus mengacu pada silabus dengan memerhatikan pokok-pokok tertentu, seperti kompetensi dan kemampuan yang harus dikuasai siswa, pendekatan yang digunakan, metode dan media yang tepat diterapkan kepada siswa, dan penilaian menyeluruh berdasarkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran menurut analisa dokumen (Dokumen VI & VII) memuat beberapa komponen, diantaranya adalah: a.
Identitas sekolah Identitas
sekolah
berisi
tentang
nama
satuan
pendidikan, materi pelajaran, kelas ajar, dan alokasi waktu pembelajaran. b.
Kompetensi Inti Kompetensi inti merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi tersebut meliputi, kompetensi inti I merujuk pada sikap spiritual, yaitu dalam hubungannya dengan Tuhan YME. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam kompetensi ini berupa iman dan takwa kepada Tuhan YME. Kompetensi inti II merujuk pada sikap sosial, yaitu dalam hubungannya dengan dirinya sendiri dan juga orang lain. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam kompetensi ini adalah berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti
III merujuk pada
kompetensi pengetahuan, berupa pemahaman peserta didik terkait dengan materi ajar, dan yang terakhir kompetensi inti IV merujuk pada kompetensi ketrampilan, dimana peserta didik commit tokreatif. user dituntuk untuk cakap dan
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Kompetensi Dasar dan Indikator Kompetensi
dasar
merupakan
kompetensi
yang
dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu. Kompetensi dasar diturunkan dari kompetensi inti yang dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Hasil analisa dokumen menunjukan bahwa kompetensi dasar yang harus dicapai di kelas XI IIA 1 dengan pokok bahasan perlawanan bangsa Indonesia melawan VOC, berupa; 1)
Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam
perjuangan
pergerakan
nasional
menuju
kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia. 2)
Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-cita mendirikan negara dan bangsa Indonesia dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Menganalisis
strategi
perlawanan
bangsa
Indonesia
terhadap penjajahan bangsa Barat di Indonesia sebelum dan sesudah abad ke-20. 4)
Mengolah informasi tentang strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan bangsa Barat di Indonesia sebelum dan sesudah abad ke-20 dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah (Dokumen-VI). Hasil analisa dokumen di kelas XII IIS 1 dengan pokok
bahasan perang dingin memuat kompetensi dasar sebagai berikut; 1)
Menghayati
poses
perjuangan
mempertahankan
kemerdekaan dan menunjukkan rasa syukur terhadap rahmat dan karunia-Nya. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2)
Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas pemebelajaran Sejarah.
3)
Menunjukkan sikap tanggungjawab,peduli,kerja sama dan proaktif yang dipelajari dari peristiwa dan para pelaku sejarah dalam berpartisipasi menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara Indonesia.
4)
Membuat kliping tentang perkembangan dan dampak perang dingin terhadap kehidupan Politik dan ekonomi global (Dokumen-VII). Indikator merupakan perilaku yang dapat diukur
dan/atau
diobservasi
untuk
menunjukan
ketercapaian
kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Hasil analasi dokumen menunjukan bahwa indikator pencapaian kompetensi merupakan turunan dari kompetensi dasar. Indikator berdasarkan hasil analisa dokumen VII (Dokumen-VII) menunjukan bahwa indikator yang ingin dicapai oleh guru adalah: 1)
Menunjukkan sikap percaya mensyukuri nikmat Tuhan atas kemerdekaan dan usaha mempertahankan.
2)
Menunjukkan sikap jujur dalam mengerjakan tugas individu dan kelompok.
3)
Menunjukkan sikap menghargai pendapat orang lain.
4)
Menjelaskan pengertian perang dingin dan penyebabnya.
5)
Menjelaskan jalannya perang dingin.
6)
Menjelaskan berakhirnya perang dingin.
7)
Menjelaskan kaitan antara bersatunya Jerman, runtuhnya Uni Soviet dengan berakhirnya perang dingin.
8)
Membuat laporan hasil kelompok.
9)
Secara
berkelompok
membuat
kliping
tentang
perkembangan dan dampak perang dingin terhadap commit dan to user kehidupanPolitik ekonomi global.
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Materi ajar yang berbeda tentu melahirkan perumusan indikator yang berbeda. Hasil analisa dokumen VI (DokumenVI) menunjukan indikator yang ingin dicapai guru adalah: 1)
Menjelaskan latar belakang dan sebab sebab perlawanan Sultan Agung melawan VOC di Indonesi.
2)
Menjelaskan
usaha yang dilakukan
Sultan Ageng
Tirtayasa menghadapi VOC. 3)
Menjelaskan
latar belakang
dan akibat kekalahan
perlawanan Sultan Hasanudin melawan VOC. 4)
Melalui diskusi kelompok dengan model pembelajaran tim quis
peserta didik dapat menyajikan dalam bentuk
laporan
tulisan perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dan
Sultan Hasanudin melawan VOC. Hasil analisa dokumen VI dan VII menunjukan sedikit perbedaan, indikator yang dijabarkan dalam dokumen VI secara khusus merujuk pada kompetensi dasar pengetahuan dan penerapan pengatahuan. d.
Materi Pembelajaran Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan. Materi pembelajaran disajikan dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Hasil analisa dokumen VI (Dokumen-VI) materi pelajaran dengan materi pokok perlawanan bangsa Indonesia melawan VOC terdiri atas; (1) perlawanan Sultan Agung melawan VOC, (2) perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC, (3) perlawanan Sultan Hasanudin melawan VOC. Analisa dokumen VII menunjukan materi pembelajaran dengan materi pokok perang dingin adalah berakhirnya perang dingin.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e.
Metode Pembelajaran Metode
pembelajaran
digunakan
guru
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran yang dipilih seyogyanya disesuaikan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator yang hendak dicapai dalam setiap mata pelajaran. Hasil analisa dokumen menunjukan bahwa metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran mengacu pada pendekatan saintific learning dengan metode diskusi dan model pembelajaran yang digunakan XI IIA 1 adalah discovery learning, sedangkan kelas XII IIS 1 secara tersirat digambarkan melalui langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran yang digunakan adalah cooperative learning. f.
Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran Media, alat, dan sumber pembelajaran merupakan perangkat
pendukung
kegiatan
pembelajaran
untuk
meningkatkan pemahaman suatu konsep serta mendukung kelancaran proses pembelajaran. Berdasarakn kegiatan analisa dokumen menunjukan bahwa media yang digunakan berupa contoh gambar pahlawan untuk kelas XI IIA 1 (Dokumen-VI) dan video atau gambar-gambar perang dingin untuk kelas XII IIS 1 (Dokumen VII). Alat yang digunakan adalah laptop, LCD, dan proyektor. Sumber belajar yang digunakan untuk kelas XI IIA 1 adalah Kementerian
buku Sejarah Indonesia kelas XI terbitan Pendidikan
dan
Kebudayaan.
Buku-buku
pendukung yang digunakan dalam pembelajaran sejarah dikelas XI IIA 1 antara lain; (1) Sejarah untuk SMA kelas XI IPS karya I Wayan Badrika, (2) Sejarah SMA Kelas XI karya Habib commitNasional to user II karya Djoened Poesponegoro, Mustopo, dan Sejarah
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Marwati, dan Nugrohonotosusanto (Dokumen-VI). Buku-buku pendukung yang digunakan di kelas XII IIS 1 diantaranya adalah (1) buku Sejarah SMA Kelas XII terbitan Kemendikbud, (2) Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia karya Soekmono, (3) Sejarah SMA Peminatan Kelas XII karya Habib Mustopo, dan (4) Sejarah Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial karya Ratna Hapsari. g.
Langkah-Langkah Pembelajaran Langkah-langkah pembelajaran merupakan susunan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa dalam berinteraksi dengan materi pelajaran dan sumber belajar untuk mencapai kemampuan dasar.
Langkah-langkah pembelajaran
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdiri dari 3 (tiga) komponen kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan pentutup. 1)
Kegiatan
pendahuluan,
sesuai
yang
tertera
dalam
Dokumen – IV, pada umumnya berisi kegiatan berdoa sebelum pelajaran dimulai, kegiatan ini mengandung nilai religious, kemudian mengecek kehadiran peserta didik dimana didalamnya terkandung nilai disiplin. Kegiatan selanjutnya adalah mengaitkan materi pelajaran sekarang dengan sebelumnya dengan cara menanyakan materi sebelumnya kepada peserta didik, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, kemudian peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok. Hasil tersebut tidak jauh berbeda ketika peneliti melakukan kegiatan analisa dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelas XII IIS 1 (Dokumen – VII) 2)
Kegiatan inti, berdasarkan pendekatan yang digunakan yaitu saintifik learning kegiatan ini mengandung unsur 5M commit mengamati, to user yaitu kegiatan menanya, mengumpulkan
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Kelima kegiatan tersebut pada umumnya melebur dalam kegiatan diskusi peserta didik. Kegiatan diskusi mampu mewadahi kelima kegiatan tersebut, dengan diskusi peserta didik secara otomatis akan melakukan kegiatan tersebut. (Dokumen – VI & Dokumen – VII) 3)
Kegiatan
penutup,
kegiatan
akhir
dalam
proses
pembelajaran, pada umumnya berisi rangkuman materi yang telah dipelajari pada pertemuan kala itu, rencana materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya, dan salam ketika guru beranjak meninggalkan kelas. h.
Penilaian Penilaian merupakan kegiatan yang
dilakukan guru
untuk menilai pencapaian belajar siswa berdasarkan system pengujian
yang
telah
dikembangkan
selaras
dengan
pengembangan silabus. Prosedur dan instrumen penilaian disesuaikan dengan indikator yang hendak dicapai. Kurikulum 2013
mempersyaratkan
penggunaan
penilaian
autentik
(authentic assessment). Penilaian autentik diyakini mampu memberikan informasi kemampuan peserta didik secara mendalam dan sahih. Merujuk pada pengertian tersebut, penilaian dibagi dalam 3 (tiga) komponen, yaitu; penilaian pengetahuan, penilaian sikap, dan penilaian ketrampilan. Hasil analisa dokumen pada dokumen VI dan VII secara rinci menjabarkan penilaian diatas sebagai berikut: 1)
Penilaian kognitif, penilaian ini bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran. Instrumen penilaian yang digunakan adalah test tertulis atau lisan. Hasil analisa dokumen VI menunjukan bahwa teknik penilaian yang digunakan adalah test tertulis commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan model soal uraian. Sama halnya dengan data yang diperoleh dari analisa dokumen VII. 2)
Penilaian
afektif,
perkembangan
digunakan
perilaku
untuk
peserta
mengukur
didik
selama
pembelajaran. Teknik yang bisaanya dipakai guru dalam kegiatan ini adalah teknik pengamatan. Indikator-indikator penilaian afektif guru tentu berbeda-beda disesuaikan dengan materi yang ada dan perilaku yang ingin dibentuk. Hasil analisa dokumen VII nilai-nilai yang ingin diterapkan guru diantaranya adalah syukur, percaya diri, kerja sama, jujur, menghargai, dan rasa ingin tahu. Sedangkan hasil analisa dokumen VI nilai-nilai yang ingin diterapkan guru meliputi nilai syukur, kerja sama, tanggung jawab, dan jujur. Rentang nilai yang digunakan adalah 1 sampai 4 dengan kriteria kurang sampai sangat baik. (Dokumen VI & VII) 3)
Penilaian psikomotorik, pada umumnya bentuk penilaian ini menggunakan kegiatan penugasan. Peserta didik diarahkan
untuk
berpikir
secara
kreatif
dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh melalui kegiatan historiografi dalam bentuk laporan. Indikator penilaian disesuaikan dengan tugas yang diberikan (Dokumen – VI, L-72). Selain melalui kegiatan historiografi, penilaian psikomotorik juga dapat dilakukan selama kegiatan diskusi berlangsung (Dokumen – VII). Kegiatan penilaian wajib dilaksanakan guru untuk mengukur perkembangan siswa setiap pertemuan. Kegiatan tersebut cukup berguna bagi guru untuk merencanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya, selain itu apabila timbul masalah baik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik bias segera commit to user diupayakan pemecahannya seperti kegiatan remedial apabila
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tingkat
pemahaman
materi
belum
mencapai
indikator
pencapaian, pembinaan apabilai terdapat peserta didik yang berbuat kurang baik selama proses pembelajaran berlangsung. Nilai-nilai karakter dalam perencanaan pembelajaran (RPP) secara tersurat tertera dalam kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. Nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan oleh guru melalui materi pokok perang dingin dan perlawanan bangsa Indonesia melawan VOC diantaranya adalah nilai religious dengan indikator rasa syukur kepada Tuhan YME atas kemerdekaan bangsa Indoniseia, kerjasama, tanggung jawab, cinta damai, jujur, peduli, dan proaktif. Nilai-nilai tersebut diharapkan bias diterapkan secara nyata oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai karakter selain tertera dalam kompetensi dasar, juga secara tersirat tercantum dalam sintaks kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang digunakan guru dengan pendekatan saintifik learning dan diskusi memuat berbagai nilai karakter yang tanpa disadari diterapkan oleh peserta didik. Nilai-nilai tersebut antara lain disiplin, tanggung jawab, bersahabat/komunikatif, toleransi, demkratis, rasa ingin tahu, dan gemar membaca. 2.
Pelaksanaan
Pendidikan
Karakter
yang
Terintegrasi
dalam
Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom a)
Kegiatan Awal (Praintruksional) Kegiatan penelitian dilakukan pada tanggal 24 Agustus – 25 September 2015 dengan menggunakan teknik wawancara dan pengamatan (observasi). Hasil penelitian di kelas observee XI IIA 1 (08 September 2015) dan XII IIS 1 (25 Agustus 2015) menunjukan bahwa kegiatan guru yang dilakukan dalam tahap praintruksional diawali dengan mengucapkan salam, menanyakan kehadiran peserta didik dan memastikan peserta didik tidak datang terlambat, menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai melalui tountuk user mengkaitkan materi-materi yang pembelajaran ini, dan commit mencoba
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tengah dipelajari dengan nilai-nilai karakter. Hanya saja untuk kelas XI IIA 1 sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, ketua kelas memimpin untuk melakukan kegiatan doa (Catatan Lapangan I, II, & III). Kegiatan lain dalam tahap pendahuluan adalah guru melakukan refleksi dengan cara memberi pertanyaan kepada peserta didik berkaitan dengan materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Peserta didik menjawab dengan cara ditunjuk oleh guru, hal ini merupakan salah satu strategi guru untuk melatih peserta didik percaya diri, kritis, dan utamanya gemar membaca. Berdasarkan pengamatan, peserta didik yang ditunjuk menjawab pertanyaan guru dengan cukup baik dan jelas. Mereka mampu menjabarkan jawaban dengan cukup percaya diri dan runtut. Guru sebagai fasilitator hanya menambahkan sedikit informasi dari jawaban yang dikeluarkan jika perlu (Catatan Lapangan – I) Nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan praintruksional diantaranya adalah nilai religius yang diaplikasikan melalui kegiatan doa sebelum pelajaran dimulai, kemudian disiplin dalam wujud kegiatan absensi yang menunjukan tidak adanya siswa yang absen ataupun terlambat masuk kelas. b)
Kegiatan Inti (Instruksional) Kegiatan inti pembelajaran (instruksional) di SMA N 1 Karanganom merujuk pada penggunaan Kurikulum 2013 pendekatan yang digunakan adalah pendekatan siantifik. Pendekatan tersebut mencakup kegiatan 5 M, yaitu kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Mengacu pada konsep 5M guru secara aktif melibatkan peserta didik dalam mencari informasi yang luas tentang topik yang tengah dikaji melalui beberapa sumber. Kegiatan pembelajaran merupakan praksis pelaksanaan yang sudah dirancang dalam rencana commit to user pengajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas XII IIS 1 Hasil
penelitian
ini
berdasarkan
pada
kegiatan
observasi yang dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 2015. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran diskusi. Tahap awal, siswa dibagi menjadi 8 kelompok untuk membahas topik yang diberikan oleh guru. Kelompok 1a membahas tentang dampak positif perang dingin bagi Amerika Serikat, kelompok 1b membahas tentang dampak negative perang dingin bagi Amerika Serikat, kelompok 2a membahas tentang dampak positif perang dingin bagi Uni Soviet, kelompok 2b membahas tentang dampak negative perang dingin bagi Uni Soviet, kelompok 3a membahas tentang dampak positif perang dingin bagi dunia ketiga, kelompok 3b membahas tentang dampak negative perang dingin bagi dunia ketiga, dan kelompok 4a membahas tentang dampak positif perang dingin bagi Indonesia yang terakhir 4b membahas tentang dampak negative perang dingin bagi Indonesia. Alokasi waktu diskusi tahap pertama adalah 20 menit. (Catatan Lapangan – I & II) Tahap kedua, menggabungkan kelompok a dan b sesuai dengan permasalahan yang diberikan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah menjelaskan kepada kelompok kecil tentag temuan diskusi. Alokasi waktu yang dibutuhkan adalah 5 menit. Tahap ketiga, setiap 3 (tiga) anggota dari kelompok kecil akan menebar ke beberapa kelompok yang berbeda (kelompok besar). Jadi, masing-masing kelompok beranggotakan anggota dari kelompok lain yang membahas materiyang berbeda. Tugas dari migran kelompok adalah menyampaikan hasil diskusi dari kelompok kecil ke kelompok besar, sehingga setiap peserta didik sudah mengantongi semua materi yang dibahas. Alokasi commit to user berdiskusi dibatasi sekitar 10 menit. Tahap selanjutnya adalah
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengkomunikasikan hasil diskusi, peserta didik yang melakukan presentasi sengaja ditunjuk oleh guru dengan tujuan agar peserta didik yang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sejarah merata, setelah presentasi usai dilanjutkan dengan kegiatan tanya jawab. Metode pembelajaran diatas menunjukan penggunaaan metode
diskusi
dengan
model
pembelajaran
kooperatif
(cooperative learning) tipe JIGSAW dimana ada kelompok asal (kelompok kecil) dan kelompok hasil (kelompok besar) (Catatan Lapangan - I & II). Guru tidak terlalu mendominasi selama pembelajaran berlangsung. Fungsi guru sebagai fasilitator menggiring proses pembelajaran agar berjalan efektif, selain itu nampak juga guru menjawab pertanyaan siswa dalam sebuah kelompok ketika diskusi
berlangsung.
Jadi,
peran
guru
sebagai
sumber
pengetahuan juga nampak pada kegiatan ini (Catatan Lapangan I & II). 2)
Kegiatan Observasi di Kelas XI IIA 1 Observasi dilaksanakan pada tanggal 08 September 2015.
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
kegiatan
pembelajaran menggunakan metode diskusi dengan model discovery learning. Peserta didik dibagi menjadi 8 (delapan) kelompok. Satu kelompok membahas permasalahan yang sama dengan kelompok lain, yaitu terkait dengan masa pendudukan VOC di Indonesia, dengan waktu diskusi kurang lebih 20 menit. Setelah
diskusi
usai,
perwakilan
kelompok
diskusi
mempresentasikan hasil diskusi kepada kelompok lain yang nantinya akan ditanggapi oleh kelompok lain baik berupa pertanyaan
maupun
pernyataan.
Sama
halnya
dengan
pengamatan di kelas XII IIS 1, guru di kelas XI IIA 1 juga tidak commit materi to userpelajaran, guru hanya melengkapi banyak menyampaikan
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa point penting informasi-informsi terkait materi yang disampaikan oleh peserta didik (Catatan Lapangan IV & V). Guru selama pembelajaran berlangsung berperan sebagai fasilitator ataupuun narasumber, sebagai contoh berdasarkan hasil pengamatan di kelas XI IIA 1 guru memberikan konfirmasi terhadap materi-materi yang telah dipelajari peserta didik melalui berbagai sumber dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik yang menghadapi kesulitan dengan begitu guru sebagai fasilitator dan narasumber sudah membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. Guru juga bertindak sebagai motivator agar peserta didik
dapat
berpartisipasi
aktif
selama
pembelajaran
berlangsung. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan di kelas XII IIS 1. Meskipun secara umum pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah sudah berjalan baik, namun sekali waktu guru lebih memilih menggunakan Bahasa Ibu (Bahasa jawa) daripada Bahasa Indonesia dalam menyampaikan materi kepada siswa. Hal tersebut tentu juga berpengaruh kepada peserta didik dalam penggunaan bahasa selama kegiatan pembelajaran berlangsung (Catatan Lapangan – I&II). 3)
Aktivitas Siswa Kelas XI IIA 1 dan XII IIS 1 ketika Proses Pembelajaran Berlangsung Aktivitas-aktivitas siswa yang muncul ketika kegiatan diskusi di kelas XII IIS 1 dan XI IIA 1 berlangsung antara lain seperti siswa mau bertanya ketika ada materi atau tugas yang tidak dimengerti baik itu kepada guru ataupun teman sejawat, rasa saling menghargai akan muncul ketika mereka berada dalam satu kelompok, bahkan ketika mereka berpendapat mereka
berani mempertahankan pendapat yang mereka commit to user diskusi mereka akan belajar utarakan. Melalui kegiatan
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan dan berani untuk menyampaikan hasil diskusi mereka didepan kelas (Catatan Lapangan III & VI). Aktivitas-aktivitas siswa lain yang muncul di kelas XII IIS 1 dan XI IIA 1 selama kegiatan pembelajaran sejarah berlangsung adalah siswa berlaku sopan ketika guru mengajar, rasa saling menghormati siswa kepada guru sangat nampak ketika pelajaran berlangsung. Meskipun kegiatan pembelajaran berlangsung santai, namun siswa tetap mengetahui batasan antara guru dengan siswa itu tetap berbeda. Ketika hendak keluar ruangan siswa juga meminta ijin dulu terhadap guru mata pelajaran. Tingkat keterlambatan di kelas XII IIS 1 ketika pelajaran berlangsung cukup rendah, bahkan ketika observasi berlangsung tidak ada siswa yang terlambat masuk kelas. Hubungan antar teman di kelas XII IIS 1 cukup baik, kelompokkelompok di dalam kelas tidak terlihat mencolok, stiap anak membaur dengan semua temannya (Catatan Lapangan – III & VI). Hasil pengamatan tersebut didukung oleh pendapat informan NK bahwa “… yang saya ketahui teman-teman itu sering ejek-ejekan tapi ya hanya bercanda, kalau untuk grupgrupan itu tidak ada” (Wawancara – VIII) . Aktivitas kebersihan kelas dilakukan dalam bentuk piket bergilir yang dilaksanakan pada pagi hari sebelum jam masuk sekolah, menurut hasil pengamatan tinggkat kebersihan di kelas XII IIS 1 cukup baik, beberapa laci meja berfungsi sebagaimana mestinya bukan lagi sebagai tempat sampah namun untuk menyimpan buku-buku pelajaran.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4)
Sumber
Belajar
yang
Digunakan
Selama
Proses
Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIA 1 dan XII IIS 1 SMA N 1 Karanganom Media belajar yang digunakan selama diskusi adalah buku dan internet. Jadi, dalam kurikulum 2013 penggunaan HP di SMA N 1 Karanganom diijinkan dengan pertimbangan peserta didik membutuhkan informasi-informasi lain yang mungkin tidak tertera dari buku. Buku-buku yang digunakan oleh peserta didik adalah buku-buku dari pemerintah “Sejarah Indonesia” untuk sejarah wajib, sedangkan untuk sejarah peminatan menurut hasil pengamatan peserta didik membeli buku terbitan Penerbit Erlangga untuk mendukung kegiatan belajar belajar (Catatan Lapangan – I & IV). c.
Kegiatan Penutup Kegiatan
penutup
merupakan
tahap
terakhir
dalam
pembelajaran di kelas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini pada umumnya berupa kegiatan menyimpulkan materi secara bersama, memberi pertanyaan posttest kepada peserta didik, penyampaian meteri ajar yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, dan doa penutup. Hasil pengamatan menunjukan bahwa kegiatan penutup di kelas XII IIS 1 tidak sepenuhnya terlaksana karena terbatasnya waktu. Jadi, pada kegiatan yang dilakukan guru pada tahap ini adalah memberian informasi terkait dengan materi ajar yang akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya dan mengucapkan salam (Catatan Lapangan – I). Namun, hasil pengamatan di kelas XI IIA 1 kegiatan penutup pembelajaran dilakukan cukup runtut, dimulai dari penyimpulan materi pembelajaran kemudian memberikan pertanyaan refleksi kepada peserta didik dan berdoa sebelum pelajaran usai. Sebelum
kegiatan
doa, secara bersama-sama peserta didik commit to user menyanyikan lagu “Padamu Negeri” salah satu lagu nasional
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia, hal tersebut seiring dengan gerakan sekolah dalam rangka mengembangkan rasa nasionalisme atau cinta tanah air di kalangan warga sekolah SMA N 1 Karanganom (Catatan Lapangan – IV). d.
Nilai-Nilai Karakter yang Muncul selama Pembelajaran Sejarah Berlangsung Nilai-nilai karakter selama proses pembelajaran berlangsung diantaranya muncul dari aktifitas guru dan siswa. 1)
Nilai-nilai karakter yang muncul dari aktifitas guru antara lain disiplin, santun, peduli, religious, mandiri, berfikir kritis, kreatif, kerjasama, saling menghargai, percaya diri, gemar membaca, tanggung jawab, jujur, religious (Catatan Lapangan II & IV).
2)
Nilai-nilai karakter yang muncul dari aktifitas siswa dalam pembelajaran antara lain religious, mandiri, kreatif, toleransi, cinta tanah air, peduli lingkungan dan sosial, rasa ingin tahu. (Catatan Lapangan III & VI). Selain nilai-nilai diatas, nilai disiplin, kejujuran, kerjasama, tanggung jawab, komunikatif, demokratis, cinta damai, dan gemar membaca juga muncul selama proses pembelajaran berlangsung (Catatan Lapangan – I & IV)
3.
Penilaian
Pendidikan
Karakter
yang
Terintegrasi
dengan
Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom Penilaian merupakan salah satu tugas dari empat tugas pokok guru. Penilaian berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran di dalam kelas baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penilaian dalam Kurikulum 2013 mengacu pada penilaian autentik (authentic assessment) yang terbagi dalam 3 (tiga) ranah penilaian, yaitu; pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotorik). Penilaian dalam kegiatan pembelajaran secara tersirat mengandung beberapa nilai-nilai karakter, hal tersebut berkaitan tingkat pencapaian nilai-nilai karakter yang diterapkan oleh guru kepada peserta didik apakah berhasil atau tidak. Asumsi tersebut commitKT, to user didukung oleh pendapat informan bahwa;
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“dalam kurikulum 2013 ada upaya atau kegiatan pembelajaran yang memang harus diberikan kepada murid, diterapkan kepada murid, dan guru harus mengamati betul-betul. Sebagai contoh adalah penilaian diri, antarteman, dan penilaian guru terhadap peserta didik yang berujuan untuk mengamati bagaimana perkembangan karakter peserta didik, apakah terjadi perkembangan peserta didik atau tidak” (informan KT, Wawancara – I). Merujuk pada penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013, penilaian pembelajaran di SMA N 1 Karanganom mengalami perubahan penilaian, yang semula hanya melakukan penilaian tes (pengukuran pengetahuan berdasarkan hasil) sekarang penilaian harus mencakup 3 (tiga) ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik berdasarkan proses dan hasil (penilaian otentik). Penilaian kognitif mengarah pada pemahaman peserta didik terkait dengan materi yang diajarkan. Penilaian afektif merujuk pada perkembangan sikap peserta didik selama proses belajar berlangsung. Kemudian penilaian psikomotorik berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menciptakan sebuah karya. a.
Penilaian Kognitif Penilaian kognitif dalam pembelajaran sejarah menurut hasil wawancara kepada beberapa narasumber dapat ditarik simpulan bahwa metode yang digunakan dalam penilaian ini adalah test dan non test. Tes bisa berupa test terlulis ataupun lisan, sedangkan metode non test adalah melalui kegiatan presentasi. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat informan KT bahwa metode penilaian kognitif dalam kesehariannya bisa menggunakan penilaian presentasi lisan, diskusi kelompok, dan posttest (Informan KT, Wawancara – I). Begitupula informan PA dan Sa yang menyatakan bahwa instrument penilaian kualitatif yang digunakan adalah penilaian test tertulis ataupun tidak tertulis. Test tertulis yang digunakan bisa berupa soal uraian ataupun pilihan ganda (Informan PA dan Sa, Wawancara – II & IV, JWB – 10 & 11). Hasil pengamatan di kelas XII IIS 1 juga menunjukan hal commit to user serupa, sebelum materi baru disampaikan terlebih dahulu guru
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik terkait dengan materi ajar sebelumnya. Guru menunjuk peserta didik secara acak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Alasan guru menunjuk peserta didik berlandaskan pada alasan agar setiap peserta didik gemar membaca, jadi sewaktu-waktu mereka ditunjuk untuk menjawab pertanyaan guru mereka siap. Jadi, guru berusaha meminimalisir dominasi di dalam kelas, dengan cara melibatkan peserta didik secara aktif dengan cara demikian (Catatan Lapangan – I). b.
Penilaian Afektif Penilaian afektif berhubungan dengan tingkat perkembangan sikap/attitude peserta didik. Instrumen yang digunakan dalam penilaian ini berupa lembar pengamatan. Jadi, metode yang digunakan dalam penilaian ini berupa pengamatan terhadap aktivitas perilaku peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian afektif tidak hanya berasal dari pengamatan guru, namun peserta didik juga diberikan lembar penilaian untuk menilai dirinya sendiri dan menilai temannya (penilaian teman sejawat). Dengan begitu, guru akan lebih mudah mengklasifikasikan karakteristik peserta didik secara lebih objektif. Unsur-unsur penilaian dalam penilaian afektif diantaranya adalah nilai tanggung jawab, kerjasama, menghormati, berani berpendapat, dll. Pendapat tersebut diungkapkan oleh informan KT bahwa; “…guru harus mengamati betul-betul. Termasuk juga untuk penilaian diri, antar teman, dan guru terhadap murid, itu bertujuan untuk mengamati karakter peserta didik perkembangannya bagaimana, apakah terjadi perubahan atau tidak” (informan KT, Wawancara – I).
c.
Penilaian Psikomotorik Penilaian psikomotorik berhubungan dengan kemampuan peserta didik menyajikan hasil. Metode-metode yang digunakan guru sejarah di SMA N 1 karanganom dalam melakukan penilaian ini commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda-beda. Penilaian tersebut bisa berupa penilaian portofolio atau laporan. Informan KT mengungkapkan bahwa “… dalam sejarah peserta didik harus mempunyai kemampuan untuk penelitian, bisa kelompok atau individu, misalnya mewawancarai tokoh daerah yang berperan penting dalam pembangunan negara (bela negara), tergantung materinya. Kemudian harus bisa menuliskan sesuai historiografi sejarahnya dalam bentuk laporan” (informan KT, Wawancara – I). Penilaian
ketrampilan
dalam
bentuk
portofolio
yang
digunakan oleh guru-guru sejarah di SMA N 1 Karanaom juga diperoleh dari kegiatan diskusi dan presentasi seperti yang diungkapkan oleh informan PA (Wawancara – V). Terkait dengan penilaian psikomotorik melalui kegiatan diskusi dan presentasi, informan KT menambahkan bahwa penilaian tersebut dilakukan melalui kegiatan analisa kasus satu dengan kasus yang lain. Melalui kegiatan tersebut kan terlihat bagaimana respon anak dalam memberikan solusi untuk masalah yang didiskusikan, sehingga guru akan mampu mengukur sejauh mana pola berpikir kreatif peserta didik. 4.
Kendala
Pelaksanaan
Pendidikan
Karakter
terintegrasi
dalam
Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom Kendala atau kendala dalam melaksanakan suatu kegiatan merupakan hal yang wajar terjadi. Begitupula dengan pelaksanaan pendidikan karakter di SMA N 1 Karanganom khususnya dalam pembelajaran sejarah. Kendala tersebut dapat berasal dari beberapa faktor, diantaranya adalah guru sebagai fasilitator, peserta didik, dan fasilitas yang disediakan oleh sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh informan PA bahwa; “Kalau yang pertama buku, kedua LCDnya kadang-kadang ga jelas. Sehingga mereka sudah siap presentasi tapi LCDnya yang rusak. Dulu setiap kelas sudah ada, tapi sekarang banyak yang sudah nggak bisa dipakai dengan baik. Terus yang kedua penghambatnya, sebagian kecil anak masih apatis, jadi ya memang ada yang nggak aktif, tapi presentasenya menurutcommit saya sangat to userkecil. Penghambat lainnya, karena sekarang ini jam kerja di kabupaten Klaten itu kan 5 hari kerja. Dan
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebetulan jam saya banyak yang jam akhir, sehingga kondisi anak lelah sangat pengaruh” (informan PA, Wawancara – II). Pendapat diatas secara rinci menjabarkan bahwa salah satu kendala dalam
pelaksanaan
pendidikan
karakter
khususnya
dalam
proses
pembelajaran berasal dari fasilitas yang disediakan oleh sekolah, selain itu juga berasal dari dalam peserta didik itu sendiri dan faktor dari luar sekolah yang berupa kebijakan pemerintah Kabupaten Klaten tentang masa kerja di wilayah Kabupaten Klaten. Faktor penghambat lain yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter peserta didik adalah lingkungan dan media. Menurut informan SP lingkungan berpengaruh besar dalam merubah kepribadian
seseorang,
sedangkan
media
berperan
penting
dalam
menyajikan informasi-informasi yang kita sendiri saksikan bagaimana perkembangan media dewasa ini. Lebih lanjut SP menambahkan “…apabila kita sudah menanamkan nilai ini di sekolah, namun dengan dukungan lingkungan dan media yang seperti itu yang membuat anak terpengaruh, maka penanaman karakter akan terhambat” (informan SP, Wawancara – IV, JWB – 12). Informan MT lebih menyoroti bahwa faktor utama penghambat keterlaksanaan pendidikan karakter di sekolah pada umumnya dan dalam pembelajaran sejarah pada khususnya berasal dari keteladanan bapak dan ibu guru. Lebih jelas MT menjelaskan bahwa, “…jadi kalau bapak ibu guru memberi contoh positif akan lebih mudah karakter itu dikembangkan, baru setelah itu faktor lingkungan dan keluarga” (Wawancara – V, JWB – 7). Faktor penghambat lainnya sebenarnya adalah masalah klasik yang menyatakan bahwa, belajar sejarah adalah belajar masa lalu, dan itu tidak penting. Asumsi tersebut didukung oleh informan KT yang menyatakan bahwa “Cuma ada satu dua yang sering tidak respon, karena mengangggap pelajaran sejarah itu membicarakan masa lalu. Kadang masih ada anggapan seperti itu. Terus kemudian anggapan, sejarah itu bukan mata pelajaran yang di UNASkan” (informan commit KT, to Wawancara – I). Lebih lanjut KT user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
menambahkan informasi selaras dengan pendapat PA yaitu faktor penghambat lainnya berasal dari faktor fisik peserta didik karena jam pelajaran sejarah yang menginjak jam 13.30 WIB. Kendala-kendala yang muncul selama kegiatan tidak menyurutkan semangat guru-guru sejarah dalam mendidik peserta didik untuk menjadi manusia unggul. Salah satunya dalam mengatasi kendala berupa buku pelajaran informan PA menawarkan solusi kepada peserta didik untuk membeli buku. Lebih lanjut informan PA menjelaskan bahwa murid dari SMA N 1 Karanganom berasal dari keluarga ekonomi menengah keatas, jadi untuk pengadaan buku sekitar 80% peserta didik siap untuk membeli buku. Selain itu, kendala buku juga bisa teratasi oleh ketersediaan fasilitas peserta didik berupa handphone dan laptop yang dapat digunakan untuk memncari informasi tambahan ketika pembelajaran berlangsung (informan PA, Wawancara-II). Kendala-kendala lainnya yang berkaitan dengan perilaku peserta didik di dalam kelas, informan KT dan Sp mengemukakan pendapat yang berbeda namun mempunyai muara yang sama dalam menciptakan peserta didik yang mempunyai pribadi yang baik. Informan KT menjelaskan bahwa; “… untuk sikap anak yang tidak respon, mengganggu temannya, tidak peduli, biasaanya ibu panggil, tapi tidak saya panggil di dalam kelas, ibu berusaha dekat dan tidak marah terhadap anak yang memiliki perilaku yang tidak baik. Karena remaja itu kalau disikapi dengan sikap yang keras bisaanya akan memberontak. Dengan pendekatan yang baik malahan dimasa yang akan datang mereka akan menjadi baik” (informan KT, Wawancara-I). Berbeda dengan informan KT, informan Sa menawarkan penanaman konsep keteladanan sebagai solusi, guru jangan hanya bisa memberi contoh namun sudah seharusnya guru menjadi contoh (informan Sa, Wawancara-IV). Informan Sa selain menjadikan dirinya sebagai contoh terhadap siswa juga menanamkan konsep disiplin terhadap diri setiap siswa, siswa sudah harus memahami makna disiplin, jadi mereka bukan disiplin atas dasar paksaan, namun disiplin itu muncul dari dalam diri setiap peserta to user Sa ketika muncul suatu masalah didik. Penyelesaian masalahcommit yang dipilih
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah dengan melakukan pendekatan personal kepada peserta didik, sanksi yang diberikanpun bukan hukuman fisik, namun lebih pada hukuman sosial.
D.
Temuan Studi
Berdasarkan hasil penelittian tentang implementasi pendidikan karakter terintegrasi dengan pembelajaran sejarah di SMA N 1 Karanganom, maka ditemukan pokok-pokok penelitian sebagai berikut: 1.
Pendidikan Karakter sudah Terlaksana di SMA N 1 Karanganom Pendidikan karakter di SMA N 1 Karanganom terintegrasi dalam beberapa kegiatan sekolah, yaitu kegiatan pembelajaran, ekstrakurikuler, dan budaya sekolah. Konsep yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMA N 1 Karanganom adalah konsep keteladanan dan konsep pembiasaan. Konsep keteladanan mengandung mankna bahwa guru sudah tidak lagi bertugas untuk memberikan contoh, tapi sudah seharusnya menjadi contoh yang baik bagi peserta didik, sedangkan konsep pembiasaan ini bertujuan agar peserta didik mampu berperilaku baik atas kesadaran dirinya tanpa adanya paksaan dari luar. Melalui kedua konsep tersebut diharapkan pendidikan karakter akan mengakar kuat dalam diri peserta didik.
2.
Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Sejarah Semua mata pelajaran berperan penting dalam menegakan pendidikan karakter di sekolah. Hasil temuan menunjukan bahwa pendidikan karakter telah terintegrasi dalam pembelajaran sejarah. Integrasi tersebut merasuk dalam beberapa komponen pembelajaran, meliputi; perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. a.
Pendidikan
Karakter
Terintegrasi
dalam
Perencanaan
Pembelajaran Sejarah Perencanaan pembelajaran merupakan tahap pertama dalam alur kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Bentuk integrasi commit to user pendidikan karakter dalam perencanaan nampak dalam kompetensi
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
inti,
kompetensi
dasar
dan
indikator
capaian,
pendekatan
pembelajaran, metode pembelajaran, model pembelajaran, sintaks pembelajaran, dan penilaian. b.
Pendidikan
Karakter
Terintegrasi
dalam
Pelaksanaan
Pembelajaran Sejarah di dalam Kelas Penerapan pendidikan karakter di dalam kelas Nampak pada kegiatan pendahuluan (pra instruksional), kegiatan inti pembelajaran (instruksional), dan kegiatan penutup. Nilai-nilai karakter yang muncul dalam kegiatan tersebut diantaranya adalah nilai keagamaan (religi), mandiri, tanggung jawab, komunikatif dan bersahabat, peduli lingkungan dan sosial, mandiri, toleransi, disiplin, demokratis, dan cinta tanah air. c.
Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Penilaian Pembelajaran Sejarah Merujuk pada Kurikulum 2013 penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik mencakup ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dengan menggunakan
instrument
penilaian
yang
disesuaikan
dengan
kebutuhan. Penilaian pengetahuan diperoleh melalui test dan observasi kegiatan diskusi, penilaian sikap diperoleh melalui kegiatan pengamatan guru dan penilaian diri siswa, sedangkan penilaian ketrampilan diperoleh melalui penilaian project dan portopolio. 3.
Kendala Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom Kendala pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran sejarah dikelompokan dalam dua jenis, yaitu kendala dari dalam dan kendala dari luar. a.
Kendala dari dalam meliputi ketersiadaan fasilitas dan buku sebagai sumber belajar yang kurang memadai, keteladanan pendidik, factor fisik dan psikolgi peserta didik. commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Kendala dari luar meliputi lingkungan dan media massa yang dinilai cukup mengkhawatirkan dan mengancam keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan disekolah. Peraturan Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten yang mengatur bahwa kegiatan belajar mengajar disekolah dimulai dari hari Senin hingga Jumat, hal tersebut berdampak pada pemadatan jam pelajaran di sekolah yaitu dimulai pukul 06.45 WIB hingga 15.00 WIB. Dampak lain sebagai akibat pemadatan jam pelajaran tersebut adalah tidak siapnya fisik dan psikis peserta didik dalam menerima materi pelajaran mengingat tidak jarang mata pelajaran sejarah berada pada jam-jam akhir pelajaran di sekolah.
E. 1.
Pembahasan
Strategi Penerapan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom Pendidikan karakter di SMA N 1 Karanganom secara umum sudah terlaksana. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam kegiatan sekolah seperti kokurikuler, ekstrakurikuler, dan budaya sekolah. Guru-guru sejarah SMA N 1 Karanganom memahami betul pentingnya pendidikan karakter diterapkan kepada peserta didik mengingat peristiwa-peristiwa immoral dewasa ini semakin menjamur di semua kalangan. Kt menegaskan masih banyak sekali karakter-karakter yang harus dibenahi mengingat masyarakat Indonesia tidak semua memiliki jiwa nasional dan karakter yang baik. Karakter-karakter tersebut diantaranya nampak dalam tutur kata, sikap, cara berpakaian, dan perilaku-perilaku anak ketika berada di jalan yang dilakukan oleh pelajar. Lickona (2013: 15) menjabarkan secara rinci selaras dengan asumsi KT terkait tren-tren remaja yang mengganggu meliputi, (1) kekerasan dan vandalisme, (2) mencuri, (3) curang, (4) tidak menghormati figure otoritas, (5) kekejaman teman sebaya, (6) kefanatikan, (7) bahasa yang kasar, (8) pelecehan dan perkembangan seksual yang terlalu cepat, (9) commit to userdiri sendiri dan menurunnya meningkatnya sifat mementingkan
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
tanggungjawab sebagai warga negara, dan (10) perilaku merusak diri. Merujuk pada dua pendapat diatas kita juga bisa menyaksikan secara nyata perilaku-perilaku tersebut dilingkungan sekitar kita baik dengan mata telanjang atau melalui media massa. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dalam mengantarkan generasi muda untuk mencapai kedewasaannya. Dewasa ini banyak sekali individu-individu cerdas namun tidak berkarakter, oleh karenanya muncul berbagai tindak penyimpangan yang terjadi dilapangan. Penyimpanganpenyimpangan tersebut apabila dibiarkan tentu akan menyurutkan semangat nasionalis, cinta tanah air, dan jati diri bangsa. Bahkan tidak dipungkiri lagi ancaman disintegritas tengah mengancam apabila masalah karakter tidak bisa segera dicarikan solusi. Mengutip kalimat Rev Martin Luther King bahwa “Intelligence plus character that is the goal of true education”. Kutipan tersebut selaras dengan pendapat Spencer (filsuf Inggris) yang mengatakan bahwa tujuan sejati dari pendidikan adalah pembentukan karakter (Klann, 2007: 89). Pentingnya kepemilikan karakter yang baik oleh setiap individu selaras dengan pendapat Arnold Toynbe yang menyatakan bahwa “Dari duapuluh satu peradaban dunia yang dapat dicatat, Sembilan belas hancur bukan karena penaklukan dari dunia luar, namun karena pembusukan moral dari dalam” (dalam Saptono, 2011). Merujuk pada beberapa pendapat diatas tentu sejarah adalah salah satu ilmu pengetahuan yang bisa digunakan sebagai cermin untuk menentukan arah peradaban di masa mendatang. Sejarah Indonesia dipenuhi dengan polemic sejak sebelum masa kemerdekaan hingga masa reformasi. Generasi saat ini bisa berkaca dari pengalaman ataupun kegagalan masa lalu untuk membangun bangsa Indonesia menuju kehidupan yang lebih layak. Karakter individu akan berpengaruh banyak terhadap eksistensi suatu bangsa. Informan Wd mengungkapkan bahwa tanpa adanya karakter dalam diri peserta didik pengetahuan dan ketrampilan yang bagus sekalipun tidak akan sempurna, lebih lanjut informan Wd menegaskan bahwa karakter commit to user sudah seharusnya terbentuk dahulu dalam diri peserta didik sebelum
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merambah keranah pengetahuan dan ketrampilan. Pendapat informan Wd tentu mengingatkan kita pada peristiwa sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Bapak pendiri bangsa (founding father) menyadari bahwa setidaknya terdapat tiga tantangan setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, membangun bangsa, dan membangun karakter. Mengutip kalimat Soekarno “bangsa ini harus dibangun
dengan
mendahulukan
pembangunan
karakter
(character
building) karena character building akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Sekolah merupakan bagian dari pelaksanaan pendidikan dalam konteks mikro, dimana pendidikan karakter disekolah dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran, ekstrakurikuler, dan budaya sekolah. Ketiga ranah tersebut memegang peranan masing-masing dalam upayanya membentuk peserta didik berkarakter. Hasil penilitian Agboola dan Tsai (2012) menunjukan bahwa fungsi sekolah adalah sebagai arena dimana peserta didik dapat berbuat baik dan menikmati kehidupan sekolah mereka, jadi pendidikan karakter bukan hanya sebuah slogan, namun juga misi yang menempel. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah berusaha agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar bisa diterapkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pengembangan pendidikan karakter di sekolah adalah terintegrasi dalam semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah sesuai dengan standar isi yang telah ditetapkan. Pengajaran sejarah sebagai bagian dari sistem kegiatan pendidikan mempunyai peranan penting dalam membangun karakter peserta didik. Guru mempunyai kepentingan dalam menanamkan nilai moral kepada peserta didik. Tugas guru yang hanya menyampaikan materi kepada peserta didik sejatinya hanya menggugurkan kewajiban mengajarnya saja, namun dengan mengajarkan kepada peserta didik tentang nilai kehidupan itu akan jauh lebih bermakna. Pendapat tersebut juga dipahami oleh informan Kt commit to user yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran tidak hanya mengajar meteri
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
sejarah saja namun juga memberikan sisipan materi yang berkaitan dengan karakter. Berkenaan dengan asumsi tersebut Sanjaya (2013: 280-292) menjelaskan bahwa peran utama guru memanglah menyampaikan ilmu pengetahuan (sumber belajar), namun bukan satu-satunya. Lebih lanjut Sanjaya mengklasifikasikan peran guru dalam proses pembelajaran selain sebagai sumber belajar adalah sebagai fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator. Peran-peran tersebut dapat membantu guru dalam mengidentifikasi kebutuhan peserta didik. Proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik. TIM Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran setidaknya mengungkapkan pendapat yang hampir sama bahwa manifestasi belajar dinyatakan dalam bentuk tingkah laku. Sejalan dengan pendapat tersebut temuan hasil penilitian menunjukan konsep berubahan tingkah laku sebagai berikut, yang pertama menurut informan IA bahwa melalui belajar sejarah peserta didik dituntut mampu untuk memahami dan menganalisa makna dari peristiwa masa lampau sehingga bisa dijadikan sebagai acuan untuk menentukan tindakan masa kini dan masa depan. Lebih lanjut informan KT menjelaskan bahwa melalui pembelajaran sejarah peserta didik harus mempunyai kemampuan untuk penelitian dan menuliskan sesuai historigrafi dalam bentuk laporan. Sejarah merupakan pokok bahasan yang tidak hanya membahas tentang masa lalu tanpa ada koherensi dengan kehidupan manusia masa kini. Salah satu konsep sejarah adalah berkesinambungan, yaitu peristiwa sejarah masa lalu berhubungan dengan kehidupan manusia masa kini. Sejarah oleh Syafii Maarif (1997: 4) dan Kartodirdjo dalam Aman (2011: 5) diartikan sebagai jembatan penghubung atau pemahaman masa silam (past event) dan masa kini, dan sebagai petunjuk arah ke masa depan, artinya bahwa sejarah mempunyai kesinambungan dan menyangkut peristiwa-peristiwa mutakhir (current event). Pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat dari informan commit to user IA dan Wd bahwa sejarah merupakan pengungkapan tentang peristiwa masa
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lalu sebagai cermin dalam melakukan tindakan masa kini dan sebagai petunjuk untuk masa yang akan datang. Pendidikan sejarah sudah seharusnya dikemas sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan internalisasi nilai, aspek moral dan afeksi subjek didik sebagai perhatian utama dalam pengajaran sejarah, karena pengajaran sejarah yang hanya mengedepankan aspek kognitif tidak akan berpengaruh besar dalam memantapkan jati diri kepribadian bangsa. Tantangan
globalisasi
yang
tengah
menghadang
memaksa
Indonesia untuk bergerak cepat. Indonesia harus bekerja keras dalam mempersiapkan sumber daya manusa yang professional, tangguh, dan siap pakai. Oleh karena itu pengembangan pengajaran sejarah seyogyanya harus memperhatikan beberapa hal, yaitu perhatian terhadap perkembangan IPTEK secara mandiri sehingga peserta didik akan terbiasa dengan pola berpikir kritis, pembelajaran yang terencana dan kompetitif, merangsang peserta didik untuk berfikir logis dan sistematis, dan internalisasi nilai kedalam pembelajaran. Merujuk pada komponen pengembangan pengajaran tersebut, menunjukan setidaknya terdapat 3 (tiga) tahap dalam melakukan pelaksanaan pembelajaran berbasis pendidikan karakter, yaitu tahap perencanaan, pembelajaran (instruction), dan penilaian (assessment). Hal serupa juga disampaikan oleh Arends (2008) dan Mulyasa (2011) bahwa sedikitnya terdapat 3 tahapan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang terintegrasi dengan pendidikan karakter, yaitu tahap perencanaan, tahap pembelajaran, dan tahap penilaian (assessment) dan evaluasi. a.
Perencanaan
Pembelajaran
Sejarah
Terintegrasi
dengan
Pendidikan Karakter Perencanaan pembelajaran sejarah yang terintegrasi dengan pendidikan karakter diwujudkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Perencanaan merupakan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan dalam pembelajaran memuat unsur to user materi apa yang akan commit diajarkan, alokasi yang dibutuhkan, dan berapa
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak latihan yang akan dilaksanakan untuk suatu materi pokok pelajaran. Majid (2011: 17) mengartikan rencana pengajaran sebagai sebuah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang tertentu, untuk topik tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih, Perencanaan pembelajaran berbasis pendidikan karakter tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada umumnya, yang membedakan hanyalah adanya unsur-unsur nilai-nilai karakter yang dengan sengaja disisipkan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan mendorong lahirnya peserta didik berkarakter. Mulsaya (2012: 78) mengartikan RPP berkarakter sebagai rencana jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan karakter yang akan ditanamkan kepada peserta didik dalam pembelajaran. Adapun tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk membentuk, membina, dan mengembangkan karakter peserta didik sesuai dengan kompetensi yang digunakan. Perencanaan pengajaran (RPP) berperan penting dalam suksesnya kegiatan pembelajaran. RPP berfungsi untuk mendorong guru agar lebih siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran, dengan perencanaan yang matang pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik akan lebih terarah. Komponen-komponen yang terandung
dalam
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
berdasarkan hasil observasi diantaranya adalah; 1) kompetensi inti, 2) kompetensi dasar dan indikator, 3) pendekatan, metode dan model pembelajaran, 4) sintaks/langkah-langkah pembelajaran, 5) sumber, alat, dan media pembelajaran, dan 6) penilaian pembelajaran. Nilai-nilai karakter secara tersirat dan tersurat tercantum didalam komponen-komponen pembelajaran, secara tersurat nilai-nilai karakter terekam dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar yaitu nilai yang berkaitan dengan hubungan manusia denganTuhan (religius), hubungan manusia dengan dirinya dan sesama seperti nilai to user jawab. Nilai-nilai karakter yang mandiri, demokratis, commit dan tanggung
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tercantum dalam kompetensi dasar lebih spesifik lagi karena didasarkan atas materi/pokok bahasan yang tengah diajarkan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh nilai-nilai karakter yang diterapkan oleh guru kepada peserta didik diantaranya adalah kerjasama, tanggung jawab, dan cinta damai melalui kegiatan pembelajaran dengan materi pokok perlawanan bangsa Indonesia melawan VOC. Materi berbeda tentu memuat nilai-nilai karakter yang berbeda pula, seperti halnya yang ditemukan dalam analisa dokumen RPP dengan pokok bahasan dampak perang dingin. Nilai-nilai yang diajarkan melalui materi ini diantaranya adalah tanggung jawab, peduli, dan proaktif dalam menyelesaikan permasalahan berdasarkan peristiwa yang telah mereka pelajari. Nilai-nilai karakter secara tersirat terekam dalam sintaks pembelajaran, berdasarkan analisa dokumen metode dan model pembelajaran yang dipilih guru sangat mendukung dalam membentuk karakter peserta didik. Model yang digunakan guru adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan metode diskusi. Penggunaan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagai pembentuk karakter peserta didik didukung oleh pendapat Sugiyanto (2009: 6) dimana pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan aspek ketrampilan sosial sekaligus kognitif dan aspek sikap. Lebih lanjut Lie (2004) dalam Sugiyanto (2009: 6) menegaskan bahwa pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning community). Istilah kognitif, ketrampilan, sikap kemudian asah-asih-asuh yang dikemukakan oleh Lie merupakan perwujudan dari fungsi totalitas psikologis yang terangkum dalam olah rasa dan karsa, olah hati, olah pikir, dan olah raga. Keempat konfigurasi tersebut akan menciptakan manusia berkarakter apabila berjalan secara seimbang.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Metode yang dipilih guru dalam melakukan pembelajaran adalah metode diskusi. Diskusi merupakan interaksi yang terjadi antaradua orang atau
lebih dalam sebuah
kelompok untuk
membicarakan permasalahan dan mencari pemecahannya secara bersama. Kegiatan diskusi dipilih karena cukup efektif dalam memunculkan keterampilan sosial peserta didik seperti toleransi, tanggung jawab, berani mengemukakan pendapat, dan komunikatif. Nilai-nilai karakter juga menjadi perhatian utama guru ketika melakukan penilaian. Penilaian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Pendapat tersebut merujuk pada Suwandi (2011: 9) yang menyatakan bahwa penilaian merupakan proses untuk mrngetahui proses atau hasil belajar sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetappkan. Penilaian guru terutama dalam Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang digunakan di SMA N 1 Karanganom tidak lagi hanya berkutat dalam penilaian domain kognitif, sikap dan ketrampilan juga menjadi penentu keberhasilan belajar peserta didik. Analisa dokumen menunjukan beberapa nilai
karakter
yang menjadi
sasaran
guru selama
pembelajaran meliputi nilai percaya diri, kerja sama, jujur, religious, menghargai, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab. b.
Pelaksanaan
Pembelajaran
Sejarah
Terintegrasi
dengan
Pendidikan Karakter Pembelajaran (instruction) merupakan kegiatan inti dalam sistem pendidikan, yang merupakan kegiatan transfer ilmu dari guru kepada peserta didik. Seringkali makna pembelajaran nampak begitu ambigu dikalangan awam, banyak orang mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan mengajar. Pembelajaran merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran diartikan sebagai perkembangan dari istilah pengajaran, commitmakna to userbelajar dan mengajar yang terjadi pembelajaran mengandung
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara bersamaan. Lebih jelas Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan guru sebagai pendidik untuk membelajarkan peserta didik yang belajar. Pembelajaran sesuai dengan sintaks perencanaan pengajaran terseusun atas 3 (tiga) tahap, meliputi kegiatan pendahuluan (pra instruction), kegiatan inti (instruction), dan kegiatan penutup. Tahan tersebut sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Majid (2013: 27-29), yaitu (1) tahap prainstruksional yang dilakukan pada awal guru memulai proses belajar dan mengajar, (2) tahap instruksional sebagai kegiatan inti pembelajaran, dan (3) tahap penilaian. Tentu terdapat sedikit perbedaan apabila merujuk pada teori Majid diatas, namun perlu ditekankan disini adalah kegiatan penilaian guru secara tersirat
memang terjadi
seiring
dengan proses
pembelajaran
berlangsung. Informan KT dan PB mengemukakan pendapat bahwa penilaian kognitif dan afektif bisa diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lebih lanjut informan KT mengemukakan bahwa penilaian kognitif bisa diperoleh ketika kegiatan presentasi, diskusi, maupuun posttest ketika kegiatan penutup dilaksanakan sebagai bentuk review materi yang telah diajarkkan. Melalui keigatan pengamatan informasi KT dan PA secara tidak langsung juga melakukan kegiatan penilaian sikap sesuai dengan indikator yang ingin dicapai dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian disesuaikan dengan teori yang mendukung, maka tahapan-tahapan tersebut dijabarkan sebagai berikut; a.
Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan merupakan tahap awal guru memulai kegiatan mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini dibuka dengan salam, kemudian guru commit to kelas user untuk menarik perhatian peserta melakukan pengondisian
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didik yang dilanjutkan dengan memeriksa kehadiran peserta didik. Dalam tahapan ini guru menyampaikan beberapa nilai karakter yang harus ditanamkan kepada diri setiap peserta didik. Berdasarkan pengamatan di kelas XII IIS 1 dengan guru pengampu Ibu Probo Asmani, nilai yang disampaikan kepada peserta
didik
adalah
nilai
kedisiplinan melalui
sebuah
keteladanan, sedangkan nilai yang ditanamkan di kelas XI IIA 1 oleh guru pengampu Bapak Supajianto adalah nilai kejujuran melalui sebuah kasus. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menarik perhatian peserta didik kedalam suasana pembelajaran yang efektif. Hal tersebut senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Majid (2013: 27-28) bahwa tujuan dari kegiatan
pendahuluan
yang
disebutnya
sebagai
tahap
prainstruksional adalah untuk memunculkan kembali tanggapan peserta
didik
terhadap
bahan
ajar
sebelumnya
dan
menumbuhkan kondisi belajar peserta didik. b.
Kegiatan Inti Kegiatan ini merupakan pokok kegiatan pembelajaran. Dalam tahap ini pula guru mulai digunakan pendekatan, metode, dan model pembelajaran yang sebelumnya sudah dirancang dalam
rencana pengajaran. Merujuk pada hasil analisis
dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran menunjukan bahwa pendekatan yang digunakan oleh guru pengampu dalam mengajar kelas XI IIA 1 dan XII IIS 1 sebagai kelas observe adalah pendekatan ilmiah (saintifik approach) menggunakan metode diskusi, sedangkan model pembelajaran yang digunakan berbeda yaitu untuk kelas XII IIS 1 digunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan discovey learning untuk kelas XI IIA 1. Pendekatan ilmiah adalah memandang situasi secara commit tomenarik user spesifik untuk kemudian simpulan secara keseluruhan.
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendekatan
ilmiah
dalam
pembelajaran
meliputi
upaya
mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Metode diskusi adalah metode yang paling popular digunakan selama pembelajaran menggantikan metode ceramah yang popular dalam kurikulum sebelumnya. Metode diskusi mengubah paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center). Meskipun guru hanya sebagai fasilitator dalam kurikulum baru, namun guru tetap mempunyai peranan penting dalam mengarahkan pembelajaran menuju pembelajaran yang efektif. Hal tersebut selaras dengan pendapat Ahmadi dan Amri (2010: 166-169) bahwa meskipun peranan guru hanya sebagai fasilitator tetap suatu saat guru menjadi manusia sumber, yaitu untuk memiliki informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Pendapat tersebut merupakan bagian dari peranan guru sebagai pengajar, selain sebagai pengajar guru juga berperan sebagai manajer, yaitu guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran afektif di dalam kelas seperti memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pendapat diatas juga nampak ketika pembelajaran berlangsung di kelas observee, dimana guru juga berperan sebagai sumber informasi ketika peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi. Guru selama proses pembelajaran berlangsung juga senantiasa memberikan motivasi kepada peserta didik, suasana kelas berdasar hasil pengamatan menunjukan bahwa suasana pembelajaran di dalam kelas cukup nyaman, interaksi terjalin antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik lainnya. Diskusi dalam pembelajaran merupakan commit to user kecil, dimana kelas akan dibagi pembelajaran dalam kelompok
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi beberapa kelompok kecil untuk membicarakan suatu masalah dan menemukan pemecahannya secara bersama. Asumsi tersebut didukung oleh pendapat Ahmadi dan Amri (2010: 165) yang mengartikan diskusi sebagai sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih (sebagai suatu kelompok) yang memberikan pemahaman baik dan benar tentang suatu topik. Model pembelajaran sebagai salah satu komponen pendukung pembelajaran akan memudahkan guru dalam mengarahkan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) seperti yang digunakan di kelas observee XII IIS 1 menekankan pada aspek kerja sama antar individu dalam sebuah kelompok. Dalam sebuah kelompok sudah pasti memiliki anggota dengan tingkat kemampuan yang berbedabeda, dengan begitu melalui kegiatan ini selain guru mengarahkan pada hasil belajar secara kognitif, model pembelajaran
ini
juga
mengarah
pada
pengembangan
kemampuan sosial peserta didik seperti saling menghargai, komunikatif, kerjasama, tanggung jawab dan nilai-nilai lainnya. Asumsi tersebut senada dengan pendapat Ahmadi dan Amri (2010: 67-72) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pengajaran dimana peserta didik belajar dalam kelompokkelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Lebih lanjut Ahmadi dan Amri menjelaskan bahwa melalui pembelajaran kooperatif diharapkan peserta didik akan dapat memecahkan suatu masalah dan juga mendapatkan perilakuperilaku peran orang dewasa dan menjadi peserta didik yang mandiri atau otonom. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Lickona (1997: 67) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan karakter dengan commit to user menggunakan pendekatan komprehensif. Lebih lanjut Lickona
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyebutkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif akan muncul pengajaran dalam memecahkan masalah. Nilai-nilai karakter yang termuat dalam kegiatan ini merujuk pada nilai-nilai karakter yang dipetakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 46) diantaranya adalah kerja sama, tanggung jawab, mandiri, komunikatif dan bersahabat, toleransi, kerja keras, disiplin, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, cinta damai, dan gemar membaca. Secara rinci nilainilai tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1)
Religius Nilai karakter religious nampak dari aktifitas berdoa siswa ketika pembelajaran hendak dimulai dan berakhir. Siswa juga berlaku sopan dan beretika terhadap teman sebaya maupun guru. Siswa menghargai orang lain ketika sedang berbicara.
2)
Kerja sama Diskusi merupakan bagian dari sebuah kelompok yang didalamnya terjadi interaksi antar anggota kelompok untuk menemukan pemecahan masalah untuk topik tertentu. Agar hasil yang dihasilkan baik, tentu setiap anggota kelompok harus mau bekerja secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain sehingga penyelesaian masalah yang diperoleh akan lebih mendalam ketika dipikirkan secara bersama.
3)
Tanggung jawab Kegiatan diskusi tentu akan melahirkan suatu pembagian kerja, dimana satu orang memegang peranan masingmasing untuk mencari informasi sesuai sub topik yang telah ditentukan. Oleh karena itu, seseorang harus commit to user bertanggung jawab atas perannya masing-masing agar
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan diskusi kelompok tidak menimbulkan masalah karena tidak terpenuhinya tanggung jawab dari beberapa anggota kelompoknya. 4)
Mandiri Pembagian memecahkan
kerja
memaksa
sub
pokok
seseorang yang
untuk
menjadi
bisa
tanggung
jawabnya. Orang yang bertanggung jawab atas satu sub topik masalah harus secara mandiri mencari informasi terkait, bisa melalui buku maupun media pendukung. Meskipun pada akhirnya akan didiskusikan dalam kelompok. Tugas tersebut harus diselesaikan dulu secara mandiri sebelum diskusi kelompok atas hasil yang diperoleh dari setiap individu didiskusikan. Kegiatan lain yang muncul adalah siswa meminta ijin sebelum dan sesudah keluar kelas ketika pembelajaran berlangsung. 5)
Komunikatif dan bersahabat Kegiatan diskusi menimbulkan interaksi antar anggota. Jadi nilai komunikatif secara otomatis muncul dalam kegiatan tersebut, tidak mungkin dalam kegiatan diskusi kelompok
setiap
anggotanya
akan
diam
tanpa
mengemukakan pendapat satu sama lain. Nilai karakter yang
berkaitan
dengan
bersahabat
merujuk
pada
penerimaan satu anggota terhadap anggota yang lain. Perbedaan dalam satu kelompok itu pasti mengingat karakteristik individusatu dengan yang lain berbeda. Melalui
komunikasi
bersahabat
bisa
meminimalisir
kegiatan diskusi yang berjalan alot, oleh karenanya tutur kata ataupun percakapan dalam kegiatan diskusi sudah sepantasnya tidak mengarah pada munculnya konflik. commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6)
Toleransi Toleransi merupakan suatu sikap dalam menghargai perbedaan. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa karakteristik setiap anggota kelompok itu berbeda. Nilai toleransi muncul guna meminimalisir konflik. Aktifitas siswa yang muncul diantaranya adalah siswa menghargai pendapat teman dan tidak membeda-bedakan ketika bergaul dengan teman yang lain.
7)
Disiplin Sikap
disiplin
yang
diperoleh
berdasarkan
hasil
pengamatan seperti tidak adanya keterlambatan peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Sikap disiplin lainnya ditunjukan melalui kegiatan diskusi, guru sebagai wasit menjadi wasit dalam diskusi menentukan waktu yang harus digunakan peserta didik untuk diskusi dan menyampaikan diskusi. Kegiatan diskusi berjalan dengan lancer tanpa ada masalah yang berarti dan peserta didik juga terlihat aktif selama kegiatan diskusi berjalan sampai akhir. 8)
Demokratis Sikap demokratis peserta didik ditunjukan melalui partisipasi aktif peserta didik ketika diskusi dalam kelompok maupun diskusi kelas. Sebagian besar peserta didik mau mengeluarkan pendapat ketika dalam kelompok kkecil maupun kelompok kelas. Jadi pembelajaran tidak hanya berjalan satu arah, namun menyebar karena banyak peserta didik yang mau mengajukan sanggahan atau pertanyaan terkait dengan topik yang disampaikan dan juga disisi lain ada punya peserta didik yang memberi penguatan materi atas jawaban presentatator meskipun commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peserta didik tersebut bukan berasal dari kelompok yang sama. 9)
Rasa ingin tahu Rasa ingin tahu peserta didik selama pembelajaran berlangsung tercermin dari usaha peserta didik untuk mencari informasi berkaitan dengan topik yang dibahas melalui berbagai sumber, baik itu sumber buku maupun internet. Rasa ingin tahu peserta didik yang lain terlihat ketika temannya melakukan presentasi di depan kelas, mereka akan memperhatikan dengan seksama bahkan sebagian peserta didik akan mengajukan pertanyaan untuk menambah pemahamannya tentang topik terkait.
10)
Semangat kebangsaan dan cinta tanah air Sejarah adalah ilmu yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan, melalui berbagai peristiwa baik itu sejarah Indonesia maupun dunia. Melalui pengajaran sejarah anak akan mampu mengambil inti dari suatu peristiwa agar lebih mencintai tanah airnya yang lahir atas darah dan air mata para manusia terdahulu dan beruhasa untuk menjadi warga negara yang baik di masa yang akan datang.
11)
Cinta damai Cinta
damai
tercermin
dalam
seluruh
rangkaian
pembelajaran sejarah. Hal tersebut dapat dilihat tidak adanya konflik antar teman ketika pembelajaran sejarah ataupun diskusi berlangsung, bahkan tidak sedikit peserta didik yang siap membantu ketika peserta didik lain mengalami kesulitan dalam memahami pokok bahasan. Kondisi
di
dalam
kelas
cukup
kondusif
ketika
pembelajaran berlangsung, sedikit anak bahkan hampir tidak ada peserta didik yang membuat keributan ketika commit to user pembelajaran berlangsung.
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12)
Gemar membaca Sikap gemar membaca yang ditunjukan siswa ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan
refleksi
berdasarkan
sub
pokok
materi
sebelumnya melalui pertanyaan, selain melalui kegiatan tersebut sikap gemar membaca juga ditunjukan melalui kegiatan diskusi, yaitu usaha siswa dalam mencari materimateri pendukung untuk memecahkan topik permasalahan diskusi baik secara mandiri ataupun bersama-sama. c.
Kegiatan Penutup Kegiatan penutup sebagai akhir pembelajaran memuat beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut seperti penyimpulan secara umum, penyampaian rencana pengajaran pada pertemuan selanjutnya, pemberian tugas, doa. Satu hal yang membedakan SMA N 1 Karanganom dengan sekolah lainnya adalah, ketika kegiatan sekolah berakhir peserta didik diwajibkan untuk menyanyikan lagu nasional pada pembelajaran terakhir. Kegiatan menyimpulkan merupakan salah satu tugas guru yang berperan sebagai sumber informasi. Guru dalam tahap ini meluruskan materi yang sebelumnya telah dibahas secara bersama-sama, sehingga pemahaman peserta didik untuk topik yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran semakin menguat. Peserta didik menjadi mengerti informasi mana yang benar dan kurang tepat. Pemberian tugas dalam kegiatan ini bisa berupa test tertulis ataupun portopolio sesuai dengan yang telah dirancang dalam rencana pengajaran. Kegiatan akhir adalah menyanyikan lagu nasional dan berdoa bertujuan untuk meningkatkan sikapi nasionalisme peserta didik yang semakin terancam keberadaannya dan menguatkan sikap religious dalam peserta didik.
commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan penutup kurang lebih membutuhkan waktu 10 menit dari total jam pelajaran (2 x 45 menit), namun terkadang kegiatan ini juga tidak dilakukan
secara optimal karena
beberapa kendala. Jadi, kegiatan yang pasti dilakukan guru adalah mengucapkan salam atau berdoa. c.
Penilaian Pembelajaran Sejarah Terintegrasi dengan Pendidikan Karakter Penilaian (assessment) merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Penilaian mempunyai makna yang berbeda dengan pengukuran dan evaluasi. Penilaian diartikan sebagai kegiatan untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilaksanakan berhasil atau tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria yang ingin dicapai. Pendapat tersebut sejalan dengan Suwandi (2011: 9) yang mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Konsep penilaian hasil belajar juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 104 tahun 2014 pasal (1) bahwa
penilaian
hasil
belajar
oleh
pendidik
adalah
proses
pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar merujuk pada Permendikbud nomor 104 tahun 2014 pasal (3) berfungsi untuk memantau kemajuan untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Lingkup penilaian hasil belajar di SMA N 1 Karanganom sesuai dengan Kurikulum 2013 merujuk pada penilaian autentik (assessment authentic). Penilaian autentik terbagi atas 3 (tiga) ranah commit topengetahuan, user penilaian, yaitu; penilaian sikap, dan ketrampila.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendapat tersebut sesuai dengan Lampiran Permendikbud no. 104 tahun
2014
yang
mempersyaratkan
menyatakan
penggunaan
bahwa
penilaian
Kurikulum autentik
2013
(authentic
assessment). Lebih lanjut, penilaian autentik diartikan sebagai bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari pembelajaran
dalam
melakukan
tugas
pada
situasi
yang
sesungguhnya. Mendukung pendapat tersebut, Frey, Schmitt, dan Allen (2012: 13-14) menyatakan bahwa syarat penilaian otentik tidaklah berpusat pada penilaian tertentu dalam sebuah pendekatan, itu berarti penilaian autentik menggunakan beberapa indikator dan system yang tidak terpisah satu dengan yang lain. Penilaian otentik melibatkan peranan siswa dalam menentukan aturan nilai dan evaluasi diri atas kerja mereka selain melibatkan siswa untuk mengerjakan tugas tertentu. Asumsi tersebut selaras dengan pendapat informan KT, Sz, PA, Sp bahwa penilaian hasil belajar di dalam kelas merujuk pada aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap), dan aspek keterampilan (psikomotorik). a.
Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif) Penilaian kompetensi sikap ditujukan untuk mengetahui tingkat
perubahan
siswa
selama
proses
pembelajaran
berlangsung yang berhubungan dengan perasaan, kepercayaan, dan kecenderungan untuk berperilaku. Sikap-sikap yang dinilai oleh guru diantaranya adalah sikap peserta didik terhadap materi pelajaran, guru, proses pembelajaran, dan nilai atau norma yang berhubungan dengan materi ajar. Hasil penelitian menunjukan bahwa teknik penilaian yang digunakan guru dalam kegiatan ini adalah teknik pengamatan dan penilaian diri. Pengamatan dirasa cukup efektif untuk melakukan kegiatan penilaian sikap peserta didik. Penilaian berdasarkan pengamatan diartikan sebagai commit to userpeserta didik selama mengikuti penilaian terhadap kegiatan
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses pembelajaran (Lampiran Permendikbu no. 104 tahun 2014). Berdasarkan hal itu guru dapat melakukan observasi untuk siswa yang dibinanya. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik dalam rangka menilai dirinya sendiri. Hal tersebut senada dengan pengertian penilaian diri menurut Permendikbud no. 104 tahun 2014 yaitu teknik penilaian sikap, pengetahuan yang dilakukan sindiri oleh peserta didik secara reflektif. b.
Penilaian Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) Penilaian kompetensi pengetahuan dilakukan untuk menge-tahui pemahaman siswa dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Penilaian
dapat
dilakukan
selama
proses
pembelajaran
berlangsung maupun pada akhir pelajaran. Teknik yang digunakan dalam penilaian ini berdasar atas temuan penelitian adalah menggunakan test dan observasi terhadap diskusi. Penilaian tersebut dapat berupa soal tertulis, uraian, maupun lisan. Adapun tujuan dari penilaian ini adalah agar peserta didik mampu
mengingat,
memahamai,
mengorganisasikan,
mengevaluasi terkait dengan materi yang telah dipelajari. Penilaian pengetahuan melalui kegiatan diskusi diperoleh melalui kegiatan pengamatan yang dilakukan guru selama pembelajaran berlangsung, yaitu dapat melalui kegiatan bertanya, pengungkapan gagasan, dan menjawab pertanyaan. Temuan tersebut selaras dengan pengertian penilaian pengetahuan menurut lampiran Permendikbud no. 104 tahun 2014, bahwa soal-soal penilaian pengetahuan dalam bentuk test bertujuan agar peserta didik dapat mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan katakatanya sendiri (mengemu-kakan pendapat, berfikir logis, dan user melalui kegiatan diskusi guru menyimpulkan).commit Lebih tolanjut,
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat mengenal kemampuan peserta didik dalam kompetensi pengetahuan
(fakta,
konsep,
prosedur)
melalui
kegiatan
bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengung-kapkan gagasan. c.
Penilaian Kompetensi Keterampilan (Psikomotorik) Penilaian kompetensi keterampilan bertujuan untuk menilai kecakapan atau ketrampilan yang telah dikuasainya oleh peserta didik berdasarkan kriteria atau acuan yang telah ditentukan. Hasil temuan penelitian menunjukan bahwa penilaian
kompetensi
keterampian
menggunakan
teknik
penilaian portopolio dan projek. Penilaian portopolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran (Permendikbud no. 104, tahun 2014). Penilaian projek dalam pembelajaran sejarah berdasarkan pendapat dari informan KT bahwa setiap peserta didik harus mampu melakukan penelitian sejarah berdasarkan metode yang sesuai yaitu historiografi. Penelitian tersebut nantinya akan disajikan dalam bentuk laporan. Temuan tersebut selaras dengan jabaran penilaian projek berikut, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan menyelidiki, dan kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas (Permendikbud, no. 104 tahun 2014). Dalam melakukan penelitian sejarah peserta didik memulainya dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. 2.
Kendala dan Solusi yang Digunakan dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terintegrasi dengan Pembelajaran Sejarah di SMA N 1 Karanganom Kendala pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dalam pembelajaran sejarah secara umum diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu kendala dari dalam dan kendala dari luar. commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Kendala yang Berasal dari Dalam Beberapa kendala yang timbul diantaranya adalah: 1)
Fasilitas
sekolah
yang
kurang
memadai.
PA
dan
Ss
mengungkapkan bahwa salah satu kendala pembelajaran adalah ketidak tersediaan LCD yang memadai di beberapa kelas. LCD tersebut bisa jadi dalam keadaan rusak ataupun tidak jelas. PA mengungkapkan selain kendala dari LCD, kendala lain muncul dari penyediaan buku sebagai sumber belajar peserta didik. Berbeda dengan sejarah wajib, buku untuk sejarah peminatan harus disediakan secara mandiri oleh peserta didik. 2)
Respon siswa selama pembelajaran. PA mengungkapkan bahwa masih adanya siswa yang apatis selama pembelajaran sejarah berlangsung. Kt menambahkan bahwa kendala yang dihadapi dalam mengajar sejarah berbasis pendidikan karakter adalah masih kuatnya paradigma peserta didik bahwa mata pelajaran sejarah hanya berkutat dengan masa lalu, sehingga tidak begitu penting untuk dipelajari. Kendala lain adalah karena mata pelajaran sejarah (saat penelitian dilangsungkan) bukan mata pelajaran yang masuk dalam UN, sehingga respon siswa terhadap mata pelajaran sejarah tidak begitu baik.
3)
Keteladanan dari guru. Kendala ini disampaikan oleh MT selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan adalah keteladanan dari guru meskipun apabila diamati hal tersebut tidak terlalu ketara. Namun, MT tetap menegaskan bahwa bapak/ibu guru harus menjadi contoh positif, sehingga pendidikan karakter akan mudah dikembangkan di sekolah. Pendapat MT selaras dengan asumsi Koesuma yang menyatakan bahwa peranan guru sebagai pendidik karakter selain mengajarkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik ia juga bertugas memberikan teladan kepada peserta didik dalam kehidupan nyata baik di dalam kelas to user217). Pendapat tersebut didukung maupun di luar commit kelas (2007:
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh pendapat Lickona (1997: 670 yang menyatakan bahwa melalui pendekatan komprehensif dalam pendidikan guru berperan sebagai pengasuh, model dan mentor moral, serta pencipta lingukungan kelas yang pedduli. Hasil penelitian Sa’diyah (2013) juga menunjukan hal serupa bahwa salah satu peranan guru sejarah (khususnya) adalah sebagai teladan, inspiratory, motivator, dinamisator, dan inisiator. Jadi, perlunya sebuah figure yang baik bagi guru untuk menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik. b.
Kendala yang Berasal dari Luar 1)
Kebijakan
Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Klaten
yang
memutuskan kebijakan sekolah selama 5 (lima) hari kerja. Berdasarkan kebijakan tersebut tentu akan terjadi pemadatan jam pelajaran. Kondisi tersebut menempatkan banyak jam pelajaran sejarah di jam akhir. Keadaan tersebut berpengaruh pada kondisi fisik peserta didik yang sudah menurun, sehingga daya serap materi sudah tidak optimal. 2)
Lingkungan. Lingkungan berpengaruh besar dalam keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Sp menyatakan bahwa lingkungan bisa menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan karakter apabila lingkungan menyajikan sesuatu yang berlainan arah dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Sp menambahkan tingkat keingintahuan siswa dimasa remaja sangatlah tinggi, oleh karenanya tidak sedikit anak yang terpengaruh dengan apa yang terjadi di lingkungan.
3)
Media. Media sama halnya lingkungan. dewasa ini media begitu akrab dengan kehidupan utamanya kaum muda. Meskipun tidak sedikit dampak positif yang ditawarkan oleh media, namun media juga bisa berakibat fatal apabila tidak digunakan secara commit to user bisa mengakses berbagai sumber bijak. Dewasa ini masyarakat
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berita secara mudah. Hal tersebut yang dikhawatirkan oleh Sp, media sebagai penyaji informasi berpengaruh besar dalam merubah kepribadian peserta didik. Mereka akan mudah terpengaruh dengan apa yang ditwarkan oleh media agar dibilang
kekinian,
bahkan
tidak
jarang
sekali
tanpa
mengindahkan nilai dan norma yang ada. 3.
Peranan Pembelajaran Sejarah yang Terintegrasi dengan Pendidikan Karakter dalam Rangka Membentuk Good Citizenship Character Pendidikan
sebagai
salah
satu
bagian
dari
humaniora,
menempatkan pendidikan sebagai usaha dalam pemanusiaan manusia (Humanizing Being). Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang pintar dan baik. Hidayatullah (2015: 55-56) menjelaskan bahwa arah dari sebuah pendidikan adalah, (1) membangun manusia berakhlak (berkarakter), dan (2) membangun manusia pembelajar. Pendidikan akhlak sebagai sesuatu yang melekat pada diri manusia, menjadikan pendidikan dibutuhkan manusia sepanjang hidupnya. Sedangkan manusia pembelajar merupakan interpretasi dari suatu usaha manusia dalam bekerja sungguh-sungguh dan upaya pengembangan dirinya. Jadi, manusia merupakan fokus utama dalam pelaksanaan pendidikan. Ki Hajar Dewantara (1977: 165-166) mengartikan pendidikan sebagai sebuah perjuangan, yaitu pendidikan ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara menempatkan pendidikan sebagai usaha kebudayaan, berazas keadaban, yaitu pendidikan berfungsi untuk memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan. Oleh karena itu, muncul anggapan bahwa pendidikan bukan hanya pendidikan di sekolah, melainkan pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat (long life education). Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara sesuai dengan yang tertera di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 31 (amandemen IV) ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu to user sistem pendidikan nasionalcommit yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan tersebut yang nantinya akan menjadi salah satu dasar lahirnya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yangberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Senada dengan fungsi dan tujuan pendidikan diatas, Hamalik (2009: 23) mengkalsifikasikan fungsi pendidikan nasional kedalam 4 (empat) pokok-pokok pikiran pendidikan nasional, yaitu pendidikan berfungsi sebagai; (1) pengembangan pribadi, (2) pengembangan warga negara, (3) pengembangan kebudayaan, (4) pengembangan bangsa. Dengan demikian pendidikan harus mampu membangun masyarakat yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang suka belajar dalam rangka mewujudkan pendidikan yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Peserta didik sebagai bagian dari lingkungan akan tumbuh menjadi warga negara dan warga masyarakat oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan selain bertanggung jawab untuk mempersiapkan peserta didik untuk siap terjun ke dalam dunia kerja dan pengembangan kepribadian, sekolah juga berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara dan warga masyarakat. Prof I.P Simanjuntak dalam Hamalik (2009: 24-25) secara rinci menjelaskan bahwa (1) warga negara yang baik dan sesuai dengan negara kita adalah warga negara yang berjiwa Pancasila dan berdasarkan pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 jadi pendidikan disekolah harus diarahkan ketujuan tersebut, commit user sedangkan (2) fungsi sekolah dalamtomewujudkan warga masyarakat adalah
perpustakaan.uns.ac.id
113 digilib.uns.ac.id
masyarakat yang berbudaya yang berjalan diatas nilai-nilai dan normanorma sosial. Pengajaran sejarah sebagai bagian dari sub system pengajaran mempunyai andil dalam membentuk peserta didik menjadi warga negara dan warga masyarakat yang baik sesuai dengan konsep Prof I.P Simanjuntak. Sejarah pada dasarnya tidak hanya mengkaji tentang peristiwa masa lalu tanpa ada pengaruh terhadap kehidupan setelahnya. Pengajaran sejarah sebagai kajian tentang peristiwa masa lalu berdasarkan metode dan metodologi tertentu mempunyai peranan dalam mengajarkan nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk watak, dan kepribadian peserta didik. hal tersebut tentu senada dengan salah satu fungsi dari pendidikan nasional yaitu pengembangan kepribadian. Lebih lanjut, Gunning (1978: 179) dalam Aman (2011: 15) menjelaskan bahwa pengajaran sejarah bertujuan untuk menjadikan peserta didik agar mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dirinya dan menyadari keberadaannya untuk ikut serta keberadaannya untuk ikut serta menentukan masa depan yang lebih manusiawi bersama orang lain. Jadi, pengajaran sejarah yang berkutat pada kajian fakta-fakta dasar, angka dan tahun serta sejarah sebagai materi pelajaran menghafal tentu sangat naif apabila kita mnegerti btul makna dan tujuan dari pengajaran sejarah yang sesungguhnya. Melalui pengajaran sejarah peserta didik akan diajak bertamasya ke masa lampau dengan tujuan untuk memahami lingkungan, kejadian-kejadian masa lampau dan menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam suatu kejadian untuk bisa dianalisa dan dipahami untuk kemudian diterapkan untuk dirinya apabila nilai itu bermanfaat. Pendapat Gunning tersebut tentu tidak jauh berbeda apabila di korelasikan dengan pendapat Prof I.P. Simanjuntak bahwa sejarah sebagai bagian dari ilmu pendidikan bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik dan menyadarkan peserta didik untuk mengenal dirinya dan lingkungannya. Pengajaran sejarah secara spesifik bertujuan untuk menumbuhkan commit to user kesadaran manusia. Kesadaran manusia dalam perspektif pengajaran sejarah
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
dirumuskan sebagai penanaman dan pengembangan kesadaran sejarah dalam diri peserta didik. Oleh karenanya, sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang bertanggung jawab mencetak generasi bangsa yang unggul, kreatif, dan berdaya saing mempunyai peranan penting dalam mengajarkan sejarah kepada peserta didik. Pengajaran sejarah berperan dalam mengembangkan karakter peserta didik, seperti berpikir kritis, semangat kebangsaan, kepedulian, dan kemampuan dalam mencari, mengolah, dan mengkomunikasikan informasi. Pendapat tersebut sejalan dengan informasi yang diperoleh dari informan KT yaitu semangat persatuan dan nasionalisme harus disisipkan dalam materi pembelajaran dengan tujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dan memperkuat jati diri bangsa agar selamat dari pengaruh provokasi yang mengarah pada perpecahan. Lebih lanjut, informan KT mengungkapkan bahwa salah satu strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran sejarah adalah peserta didik mampu menganalisa suatu kasus, selanjutnya peserta didik dituntut untuk menemukan pemecahan dari permasalahan tersebut dan menyajikan hasil analisa kepada teman sejawat di depan kelas. Informan PA menambahkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran sejarah peserta didik dituntut untuk bertanya. Kegiatan bertanya bertujuan untuk mengasah rasa ingin tahu peserta didik tentang peristiwa-peristiwa sejarah. Melalui kegiatan tersebut informan PA berharap rasa cinta tanah air dan nasionalisme muncul dari dalam jiwa peserta didik. Kegiatan bertanya akan melatih peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat, pendapat tersebut akan menjadi bahan diskusi bersama, maka akan muncul nilai-nilai seperti kerjasama, saling menghargai akan muncul. Mendukung pendapat tersebut, Hasan berpendapat bahwa setiap peristiwa sejarah selalu menghadirkan tokoh pahlawan sebagai pemimpin bagi masyarakat dan bangsanya. Fakta sejarah tidak selalu memunculkan perjuangan yang selalu berhasil, kegagalan pun juga tidak luput mengiringi. Peserta didik melalui commit to user untuk menjadi pahlawan atau pelajaran sejarah diharapkan mampu
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemimpin
bagi
merencanakan
masyarakat tindakan
dan
bangsanya,
kepahlawanan
dan
mencari
solusi,
kepemimpinan
dan untuk
menerapkan solusi tersebut. Merujuk pada pendapat tersebut salah satu tindakan kepahlawanan yang dapat diterapkan oleh peserta didik salah satunya adalah rela berkorban. Pendapat tersebut selaras dengan pendapat informan Wd yang mengutarakan bahwa cara berjuang pemuda sekarang diantaranya adalah memerangi kebodohan, mempunyai rasa hormat (tingkat sosial) terhadap orang lain dan orang tua, bukan lagi peperangan tumpah darah seperti yang dilakukan oleh pahlawan terdahulu. Pendidikan sejarah berpotensi untuk membangun sikap dan semangat kebangsaan, selain itu pendidikan sejarah juga dapat digunakan sebagai wahana untuk memperkuat jati diri bangsa melalui proses identifikasi diri. Jadi setiap peserta didik seyogyanya mampu mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari warga negara.
commit to user