BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Pewarisan kekayaan bangsa kepada generasi penerus tidak pernah terprogram secara sistemik. Banyak kegiatan pewarisan yang terlaksana melalui kebiasaan turun-temurun. Tidak pernah ada evaluasi efektivitas jenis dan cara pewarisan yang berlangsung. Semua kegiatan pewarisan berjalan secara alamiah. Hal ini berlangsung sebagai pola meniru kegiatan yang diajarkan guru kepada anak didiknya. Dari kegiatan ini diharapkan agar anak didik yang awalnya meniru kegiatan guru akhirnya bisa mengembangkan lagi hasil kegiatan yang dapat ditirunya. Seperti halnya dalam penenunan yang awalnya hanya diwariskan secara alamiah dari orang tua ke anak-anak serta cucu-cucu mereka kemudian berkembang seiring perkembangan zaman banyak ide pemikiran yang muncul dan dituangkan dalam naskah ilustrasi yang dilukiskan diatas kain tenun ikat. Tenunan yang dikembangkan oleh setiap suku/ etnis di Nusa Tenggara Timur merupakan bagian dari ritual turun-temurun yang diajarkan kepada anak cucu demi kelestarian seni tenun tersebut. Motif tenunan yang dipakai seseorang akan dikenal atau sebagai ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal, setiap orang akan senang dan bangga mengenakan tenunan asal sukunya. Pada suku atau daerah tertentu, corak/motif binatang atau orang-orang lebih banyak ditonjolkan seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang, naga, 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
singa, orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah Selatan banyak menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi daerah-daerah lain corak motif bunga-bunga atau daun-daun lebih ditonjolkan sedangkan corak motif binatang hanya sebagai pemanisnya saja. Kain tenun atau tekstil tradisional dari Nusa Tenggara Timur secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi seperti sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh, sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat, sebagai alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin), sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian, Fungsi hukum adat sebagai denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu, Dari segi ekonomi sebagai alat tukar, sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat, sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat dan lain-lain, sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni) Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat karena dalam proses pembuatannya/ penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal. Tenunan sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
4.2. Hasil Penelitian Dari
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
Lepo
Lorun
dapat
mengkomunikasikannya untuk dunia melalui hasil karya tenun tradisional. Kain tenun ikat merupakan hasil karya perempuan-perempuan suku Sikka yang diolah dengan tangan beserta alat tenunan dan imajinasi dalam menuangkan motif. Cara pemakaian kain tenun pun bermacam-macam, lain daerah atau suku, bisa berbeda pula cara pemakaiannya. Perempuan suku Sikka di Maumere, Kabupaten Sikka, menggunakan kain sarung sebatas pinggang yang disebut utan. Utan dengan ragam hias yang diberi warna gelap atau hitam disebut utan welak. Penampilan kaum perempuan ini masih dilengkapi tusuk konde dari emas atau perak yang tinggi berbentuk bunga, yang disebut bunga u-e. Kain tenun warna hitam atau gelap hanya dipakai oleh mereka yang telah berumur, sedangkan kaum muda memakai kain tenun dengan warna terang dan menyolok. Kain tenun ikat ini merupakan warisan kebudayaan yang ada di Flores, dan bertahan terus hingga sekarang. Menurut kepercayaan masyarakat suku Sikka, perempuan-perempuan yang boleh menikah adalah perempuan-perempuan yang mampu menenun dan menghasilkan kain tenun ikat utan dan lippa. Mitos seperti ini juga mengandung filosofi yang jika dicermati akan menjadi suatu pemikiran yang sesuai dengan logika. Pernikahan merupakan suatu proses yang cukup sulit, dapat dihubungkan dengan penenunan yang memerlukan waktu serta ketrampilan khusus. Dari penenunan dapat dilihat bahwa perempuan tersebut mampu bertanggung jawab terhadap diri serta memiliki ketrampilan khusus yang akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini tentu sangat relevan dengan kehidupan manusia. Demikian pula kain tenun ikat mengandung nilai kearifan local dan juga nilai
filosofi
yang
menyangkut
aspek-aspek
penting dalam kehidupan
manusia.Hubungan aspek social yang terkandung dalam kain tenun khas Sikka ini adalah dalam proses pembuatan kain tenun tersebutkan melibatkan banyak orang sehingga menimbulkan interaksi social dengan sesama dimana setiap orang memiliki tugasnya masing-masing ada yang menenun ada yang melakukan pewarnaan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat suku Sikka dimana interaksi yang terjadi lebih dari kehidupan sehari-harinya yang dikarenakan pembuatan kain tenun ikat ini. Hubungan aspek ekonomi yang terdapat dalam kain tenun ikat khas Sikka adalah dalam pendapatan suatu keluarga dengan menenun seorang perempuan mampu menghasilkan pendapatan sendiri dimana pendapatan tersebut mampu membantu kepala keluarga. Apabila penenunan tidak dilaksanakan kehidupan masyarakat hanya bergantung kepada kepala keluarga yang memiliki pendapatan yang kurang dari cukup. Sehingga kain tenun ikat ini mampu dijadikan sebagai sumber penghasilan. Selain aspek-aspek tersebut, aspek yang juga sangat dipengaruhi dari pembutan kain tenun ini tentunya dari segi lingkungan. Hubungan dengan lingkungan adalah dimana bahan pembuatan kain tenun khas Sikka ini terbuat dari bahan-bahan alami. Bahan dasar yang digunakan adalah kapas yang dipintal menjadi benang kemudian dilakukan pembuatan motif, kemudian bahan pewarna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
diperoleh dari bahan alami yang aman dan ramah lingkungan. Warna biru dan hitam diperoleh dari daun nila yang banyak tumbuh liar di Flores. Kuning diperoleh dari pengolahan kunyit dan kulit pohon nangka. Merah dihasilkan dari kemiri, daun pohon dadap dan pohon loba, akar pohon mengkudu serta daun talinbaro. Hijau dihasilkan dari daun kacang dan daun nila. Sedangkan warna coklat menggunakan akar mengkudu dan pohon bakau. Apabila kita cermati lebih mendalam proses tersebut tidak dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan karena semua mengandung bahan alami yang mampu terdaur ulang, sehingga keseimbangan ekosistem pun terjaga. Sebagai bagian dari komunikasi, khususnya komunikasi non verbal, suatu kain yang mempuanyai warna, garis, ragam hias, dan tekstur yang akhirnya membentuk sebuah motif yang menjadi ciri khas kebudayaan suatu daerah. Seperti motif kain tenun yang menjadi ciri khas kebudayaan suku Sikka yang ada di Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun,Desa Nita,Kecamatan Nita,Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kain tenun dengan beragam motif yang dimiliki merupakan warisan budaya suku Sikka dan mempunyai nilai budaya yang tinggi, terutama dari sudut estetis, bermakna simbolis, dan memiliki falsafah nilai budaya yang mendasari pembuatannya. Jika kita melihat sejarah kain tenun di Indonesia terutama teknik tenun ikat lungsi, maka dapat kita lihat bahwa proses pembuatannya yang sangat unik dan menarik karena sudah dikenal sejak zaman Prasejarah. Sejak dahulu masyarakat
mengenal corak tenun
ikat yang rumit,
dihasilkan dengan membuat alat tenun sendiri, mencari pohon untuk diambil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
seratnya dan mencelup dengan bahan pewarna alam yang diambil dari hutan di sekitar mereka bermukim. Diperkirakan keahlian ini telah
dimiliki
oleh
masyarakat yang hidup pada masa perundagian atau perunggu mulai abad ke-8 sampai abad ke-2 SM. Menenun adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh perempuan atau wanita dewasa. Kain hasil tenunannya melambangkan sifat kewanitaannya. Pengetahuan dan keterampilan menenun pada umumnya diperoleh secara turun temurun dan merupakan warisan budaya. Tenunan tersebut diberi ragam hias yang beraneka ragam dan menghasilkan berbagai jenis motif. Dari motifmotif tersebutlah terungkap hasil cipta rasa keindahan dari sang penenun. Keragaman dan keunikan motif kain tenun tercermin dengan jelas pada unsur yang terkait dengan pemujaan pada leluhur dan kebesaran alam. Setiap daerah memiliki ciri khas pada motifnya yang terkait dengan fungsi
sosial
budaya daerah tersebut. Dalam setiap kegiatan ritual keluarga atau agama, sepotong
kain
tenun
hampir
selalu
menjadi
bagian
yang
amat
penting.Penggunaan kain sebagai busana merupakan suatu tradisi yang mempunyai arti simbolis dan memiliki peranan yang ideal dari berbagai macam
penggunaannya.
bangsawan
yang
Seperti
dipakai
pada
kain
sebagai
busana
upacara-upacara
adat
untuk
golongan
ataupun
pesta
pernikahan. Hal tersebut mempunyai tujuan untuk menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kedudukan sebagai raja/bangsawan sehingga penggunaan kain bukan hanya sekedar menutupi tubuh tetapi menunjukkan status sosial seseorang di dalam masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Penggunaan kain yang mempunyai makna dapat dikaji menggunakan analisis semiotika. Analisis objek dalam kajian semiotika ini menggunakan metode segitiga makna Pierce. Sebagai acuan dalam analisis, berikut adalah perspektif sejarah motif kain tenun dan hal-hal
yang
melatar
belakangi
penciptaan motif-motif tersebut.
4.2.1 Lepo Lorun Sebelum membahas perspektif sejarah motif kain tenun dan hal- hal yang melatarbelakanginya terlebih dahulu membahas tentang sejarah dari lepo Lorun itu sendiri sebagai locus atau tempat penelitian dilakukan. Lepo Lorun = rumah tenun diirintis sejak 25 mei 2002 dan dimotori oleh seorang perempuan muda bernama Alfonsa Raga Horeng,kelahiran Nita kabupaten Sikka,1 Agustus 1974. Perempuan berdarah Flores lulusan Universitas Widya Mandala Surabaya ini memulai usaha skala kecil bersama empat orang ibu sebagai tenaga kerja di lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan dana swadaya sebesar RP.500.000,- guna membeli bahan baku berupa benang tenun. Sedangkan zat pewarna alam diperoleh secara cuma-cuma dari tanaman pekarangan dan hasil hutan seperti mengkudu, kayu pohon hepang, dadap serep, indigo/nila,loba, kulit pohon manga, kulit pohon nangka, serbuk kayu mahoni. Waher,dan bagian kulit dari akar pohon mengkudu. Atau dalam istilah latinnya anatara lain, indigofera tinctoria, bixa Orellana, artocarpus heterophyllus, curcuma domestica,dan ceriop condolleana .
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Secara georgafis Lepo Lorun terletak di desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur.Wilayah Utara berbatasan dengan Laut Flores, Timur berbatasan dengan Kab. Flores Timur, Barat berbatasan dengan Kab. Ende, dan arah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu; yakni pada 8o22’– 8o50’ LS dan 121o55’40” – 122o41’30” BT; Luas wilayah 1.731,92 Km2; Jumlah penduduk 277.627 orang (NTT dalam angka Tahun 2007); Wilayah Administrasi terdiri dari 21 kecamatan, dan 147 desa dan 13 kelurahan; Prasarana Transportasi udara terdapat Bandara Frans Seda, untuk transportasi laut terdapat Pelabuhan Laut Lorens Say. Tak hanya di desanya, Alfonsa pun berjalan keluar masuk desa lain untuk merangkul para penenun. Satu tahun kemudian, Oktober 2003, Alfonsa mendirikan Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun (STILL) yang berlokasi di Jalan Soverdi, Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Lepo Lorun merupakan bahasa daerah Sikka, Flores yang berarti “rumah tenun”. Di bawah naungan Lepo Lorun ini, ia bersama para penenun lain terus berupaya melestari tenun ikat khas Flores. Seiring berjalannya waktu hingga saat ini kelompok binaan Lepo Lorun berjumlah 1023 orang yang tersebar di berbagai desa di wilayah pulau Flores dan Palue.Setiap kelompok rata-rata beranggotakan 21 orang. Jadi total sekitar 48 kelompok binaan,data terakhir yang diperoleh maret 2016 pada Lepo Lorun. Dan sudah berhasil memproduksi sekitar seribu lebih helai kain tenun ikat Flores. Tidak cukup banyak, karena memang prosesnya rumit sekali.
penenun yang tergabung dalam Lepo Lorun ini. Mereka tersebar di
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
sembilan kabupaten yakni; Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat. Menurut catatan sejarah, tenun ikat Flores sudah ada sejak zaman perungu sebagai bukti otentiknya yakni dengan ditemukannya patung perunggu dengan usia ratusan tahun.Berdasarkan publikasi dari Ruth Barnes dari Asmolean Museum, Oxford, UK yang diterbitkan di Oxford Asian Textile Group Newsletter No 37 Juni 2007, diperkirakan patung perunggu ini dibuat antara tahun 556-596 SM. Patung mungil ini dinilai sangat unik karena menggambarkan sejarah perkembangan teknik menenun. Tergambar secara rinci baris dan lajur benang tenun dan juga motif tenun khas Flores pada alat tenun yang ada dipangkuannya. Disamping itu, kombinasi tahun pembuatan dan juga bahan pembuatan patung ini membuat Sang Penenun semakin unik dan berharga sehingga pada tahun 2006 dinobatkan sebagai “ Master Piece of the 6th Century of Indonesia Sculpture” oleh National Gallery of Australia. Keberadaan Sang Penenun sebenarnya sudah dikenal lebih dari 30 tahun yang lalu berdasarkan publikasi dari Marie Jeane (Monnie) Adams di Asian Perspective (volume 22 tahun 1977) akan tetapi baru diterbitkan pada tahun 1979. Pada saat itu Monnie berpendapat bahwa Sang Penenun adalah milik salah satu suku di Flores dan memiliki kesamaan dengan karakteristik ukiran kayu yang merupakan bagian dari budaya asli Indonesia yang tidak tersentuh oleh budaya India. Pada tahun 1977, Sang Penenun pernah difoto dalam pelukan seorang warga Larantuka Selatan. Selanjutnya pada tahun 1996 foto tersebut diterbitkan dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
sebuah buku yang berjudul Fragile Traditions, Indonesian Art in Jeopardy, karya Paul Michael Taylor, yang sekarang adalah Direktur the Smithsonian’s Asian Cultural History Program. Sayangnya, patung yang terbuat dari perunggu dan berusia 14 abad ini tidak lagi berada di tanah leluhurnya, tapi kini berada di museum Galeri Nasional Australia (National Gallery of Australia, NGA). Patung dengan tinggi 25,8 cm, kedalaman 22,8 cm dan lebar 15,2 cm, ini menggambarkan seorang ibu yang sedang menyusui anaknya. Sementara kedua kakinya berselonjor. Di atas kedua kakinya itu membentang alat tenun ikat. Bagi sebagian besar orang Flores, penampakan semacam ini tentu tak asing lagi. Patung ini menggambarkan kehidupan perempuan Flores, terutama di desadesa. Sebagaimana perempuan pada umumnya, mereka memiliki kewajiban untuk menyusui anak. Di zaman dulu eksistensi perempuan Flores, terutama pada suku-suku tertentu, menjadi kian berarti ketika mereka memiliki kepandaian menenun. Menenun bukan sekadar kegiatan ekonomi tetapi juga memiliki nilai budaya sekaligus makna spiritual-magis.
4.2.2 Tenun ikat Tenun ikat merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara. Tenun ikat memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
masing. Tenun ikat sebagai salah satu warisan budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan kembali penggunaannya. Pembuatan ragam hias pada kain tenun sudah dilakukan sejak sebelum dan dilanjutkan sepanjang proses pembuatan kain itu sendiri. Berbeda dengan kain batik yang ragam hiasnya dibentuk setelah kain selesai dibuat. Secara umum di Nusa Tenggara Timur terdapat dua teknik pembuatan ragam hias pada kain, yakni teknik ikat dan teknik songket. Di sini kedua teknik ini dikenal dan berkembang secara baik. Namun secara keseluruhan, teknik ikat mendominasi jenis kain tenun yang ada. Teknik ikat merupakan suatu teknik perancangan ragam hias melalui pewarnaan pada kumpulan benang yang hendak ditenun. Penenun membuat ikatan-ikatan terpisah di titik-titik tertentu pada benang berdasarkan bentuk ragam hias yang akan dibuat lalu melakukan proses pencelupan untuk pewarnaan benang. Tujuan pengikatan benang sebelum pewarnaan adalah agar terjadi pemisahan antara bagian yang terbuka, yaitu pada bidang benang yang tidak diikat, dengan bagian benang yang tertutup, yang diikat. Pada kain tenun ikat sederhana, saat ikatan benang dibuka, bidang benang berwarna akan menjadi warna kain tenun dan bidang benang yang tidak berwarna menjadi warna ragam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
hiasnya. Teknik mengikat dan mewarnai akan semakin rumit manakala terdapat banyak warna pada ragam hias dalam sebuah bidang kain. Teknik ikat terbagi atas tiga, yaitu ikat lungsi, ikat pakan dan ikat ganda. Lungsi dan pakan adalah istilah yang merujuk pada jenis benang yang menyusun sebuah kain tenun. Lungsi merupakan susunan benang secara vertikal searah panjang kain saat ditenun, sedangkan pakan merupakan benang yang menjalin secara horisontal seturut lebar kain, sekaligus membentuk benang lungsi menjadi kain yang utuh. Dalam teknik ikat lungsi, benang ditata berjajar pada alat tenun untuk selanjutnya diikat secara berkelompok, pada titik-titik tertentu secara terpisah, lalu dilepas dari alat tenun dan dilanjutkan dengan proses pewarnaan benang. Manakala usai proses pewarnaan, kumpulan benang ini lalu disiapkan kembali pada alat tenun dan ikatan pada benang pun dibuka. Saat pelepasan ikatan-ikatan pada benang, ragam hias pada sebuah kain tenun ikat lungsi sudah dapat terlihat. Sementara itu, pembuatan ragam hias dengan teknik ikat pakan membutuhkan keterampilan yang lebih dibanding ikat lungsi. Hal ini terjadi karena saat proses menenun, benang lungsi bersifat statis dan benang pakan bergerak menjalin benang lungsi hingga ragam hias ikat pakan baru akan terlihat saat tenunan selesai dikerjakan. Tenun ikat ganda merupakan gabungan teknik ikat lungsi dan ikat pakan pada selembar kain tenun. Ragam hias terbentuk akibat persilangan benang bercorak pada benang lungsi dan benang pakan yang tepat bertumpu pada titik pertemuannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Tenun ikat adalah gambaran sebuah proses tenun yang dilakukan dengan cara mengikat motif terlebih dahulu sebelum dilakukan pewarnaan dan selanjutnya ditenun. “tenun ikat dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah tenun yang prosesnya diikat,jadi ada talinya ada benang yang diikat. Jadi namanya tenun ikat bukan asal jiplak - jiplak atau diprint tapi ini benar – benar asli buatan tangan yang diikat dalam pembentukan motif. Bahan utamanya adalah dari serat kapas yang dipintal menjadi benang selanjutnya dibentang pada pembidang diikat untuk membentuk motifnya. Dan ini tidak digambar terlebih dahulu tetapi sudah tergambar di otak kami dan dituangkan ke sini akan menjadi motif apa saja yang kita inginkan misalnya motif kuda,motif abstrak,motif manusia,motif ayam dan sebagainya langsung dituangkan ke sini tanpa digambar terlebih dahulu, setelah itu kita mebuat pewarnaan dengan pewarna alam, misalnya akar mengkudu untuk warna merah,kulit kayu seperti manga, kunyit untuk warna kuning, dan nila atau indigo untuk warna biru.”42 Jadi nama tenun ikat menggambarkan sebuah proses yang rumit dan panjang untuk mengahasilkan sebuah kain yang utuh dengan berbagai jenis ragam motif yang sesuai dengan pilihan pembuatnya.Proses kerjanya diawali dengan memisahkan kapas dari biji, lalu digulung menjadi gulungan kapas. Setelah itu baru dipintal menjadi benang. Saat memintal tidak boleh terputus sama sekali, sehingga hasil sebuah tenun ikat menjadi utuh dan terkesan indah. Proses selanjutnya, benang tersebut ditata di atas kayu yang ditempeli paku. Lalu diikat dengan daun gebang (mirip daun pandan). Setelah motif selesai dibuat, barulah proses menenun dimulai. Pada proses terakhir ini memakan waktu dua sampai tiga minggu. Kain tenun asli suku Sikka selalu menggunakan pewarna alam seperti daun dan akar mengkudu untuk menghasilkan werna merah atau daun nila untuk menghasilkan
42
warna
biru.
Pewarnaan
dilakukan
Hasil wawancara Alfonsa Raga Horeng,pemilik Lepo Lorun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berulang-ulang
guna
59
menghasilkan
tenun
ikat
Sikka
yang
berwarna
khas.
Pembuatan kain tenun ikat memang harus dengan penuh kesabaran dan cinta, karena hal ini menjadi bukti betapa warisan leluhur masih, dan harus tetap dijaga selamanya.
4.2.3
Bahan, Alat, dan Perlengkapan
Dasar Pembuatan Kain
Tenun Ikat Pembuatan kain tidak terlepas dari bahan baku yang digunakan. Bahan utama kain adalah serat. Pada zaman purba,masyarakat menggunakan serat kayu, untuk memperoleh serat menggunakan akar beringin. Karena perkembangannya menggunakan serat kapas,kapas ditanam di perkebunan atau di pekarangan. Setelah ditanam dan dirawat sambil menunggu sampai berbuah. Sesetelah itu dipetik lalu dijemur sampai kering. Setelah itu kupas,dipijat dan terakhir dibersihkan kapas harus dijemur agar mudah berkembang sehingga mudah dipisahkan bijinya . setelah kapas dijemur kapas dipisahkan dari bijinya dengan menggunakan alat yang disebut “keho”.Alat ini dipergunakan sampai batas 1970 an. Massa sekarang sudah punah lantaran orang menggunakan busur penghapus atau ”weting”. Kini kapas yang sudah halus siap dipintal. Masyarakat menggunakan dua cara pemintalan yaitu menggunakan puter atau peto kapas dan menggunakan kincir pemintal benang atau “jata kappa” . Alat ini terbuat dari kayu . setelah dipintal benang digulung dalam bentuk gumpalan atau bola dengan alat yang disebut “reong” benang yang berbentuk gumpalan-gumpalan direntangkan lagi pada alat yang disebut “plapan”. Benang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
yangsudah direntangkan diikat menggunakan
tebuk untuk dibuatkan motif-
motif.setelah diikat,benang dicelup sesuai selera. Lalu dijemur sampai kering dan dibuka ikatan tebuknya setelah itu di “gain” Sesudah di gain benang tersebut dicelup kedalam air yang sudah tercampur biji asam atau kanji. Benang kemudian dijemur hingga kering dan dimasukan antara dua plapan lalu di goan sesuai warna sarung yang kemudian dirakit untuk memisahkan lirang atas dan bawah dengan benang khusus yang disebut benang perakit atau “hawen”setelah itu benang siap ditenun. Beberapa alat yang digunakan dalam membuat benang antara lain: Keho : alat untuk memisahkan biji kapas dan serat-serat. Weting : alat untuk menyamak serat kapas hasil proses dari alat keho agar menjadi halus. Alat ini dibuat dari bilahan-bilahan bambu yang diiris kemudian di beri tali menyerupai busur.alat kedua adalah ranting bambu yang bercabang yang digunakan sebagai penyentil atau pemetik tali busur. Dasa : alat untuk memintal kapas menjadi benang. Alat ini digunakan terbuat dari balok kayu. Reong : alat untuk menggulung benang Laen : alat untuk menguraikan benang. Alat ini terbuat terbuat dari sepotong kayu yang agak panjang dari pada ujung –ujungnya diberi berpalang yang agak pendek dan bentuknya menyerupai I besar Seler : alat yang digunakan untukn menguraikan benang –benang agar digulung kembali dalam gumpalan –gumpalan. Alat ini terdiri atas potongan- potongan kayu yang dibuat dalam bentuk segu empat`atau segi enam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
Papan : alat untuk merentangkan kembali benang – benang yang berbentuk gumpalan – gumpalan untuk dibuatkan motif – motif alat ini berbentuk segi empat bahannya terbuat dari kayu dan juga bambu Ai ler : alat yang diletakan pada pinggang penenun dan diikat pada kayu Pine : alat yang digunakan sebagai pemegang benang –benang pada waktu ditenun. Ai gemer : alat yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk menjepiit sarrung Ai tuan : alat untuk merentangkan benang tenunan,alat ini terbuat dari kayu. Tu’un : alat tempat penenunmenyandarkan kaki pada saat menenun Pati : alat tenun untuk merapatkan benang pakan (lodon) . alat ini terbuat dari kayu yang keras . Ekur : alat untuk mengatur barang “lungsi” (geran).Ekurterbuat dari belahan pinang,bentuknya sebesar jari kelingking. Bolen : alat untuk mengatur bentuklungsi yang biasanya terbuat dari satu ruas bambu bulu dan menjadi tempat membulatkan benang –benang Sipe : alat untuk mengatur posisi benang sehingga benang – benang tersebut terbagi atas dua jalur yaitu jalur atas dan bawah. Alat ini terbuat dari irisan atau bilah pelepah enau dan jumlahnya dua buah. Legun : alat yang terdiri atas setengah ruas bambu buluh tempat dimasukan gulungan benang tenunan “ lodon “ atau “pakan” Tunger : belahan batang pinang / bambu yang berguna untuk menahan tuun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
4.2.4 Jenis Jenis Motif Utan Yang digunakan Dalam Masyarakat Sikka. Hampir di setiap pelosok bumi nusantara ini menghasilkan kain tenun yang indah dengan beragam makna di dalamnya. Dari mulai Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan dan seterusnya. Pekerjaan menenun merupakan seni kerajinan tangan turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang. Keragaman suku, etnis, budaya, adat, keyakinan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, turut memperkaya khasanah ragam motif kain tenun di Indonesia. Joseph Fisher, seorang pengamat tekstil dunia menyatakan, bahwa Indonesia merupakan negara penghasil seni tenun yang paling kaya dan canggih yang pernah ada di dunia. Umumnya, motif kain berupa benda hidup naturalistis seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar para penenun. Motif manusia digambarkan melalui sosok tubuh dan anggota tubuh dan biasanya diwujudkan secara utuh. Motif hewan dilukiskan dengan dua cara, baik secara utuh maupun hanya anggota badan saja (bagian ekornya, sayap atau kepala). Sedangkan ragam hias atau corak tenun, biasanya berupa tangkai kembang, suluran, belah ketupat, ujung tombak, tanda silang, titik-titik, persegi empat, dll. Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara. Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
sebagai salah satu warisan budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan kembali penggunaannya.
Dari ratusan motif yang dimiliki atau diproduksi oleh Lepo Lorun terdapat beberapa jenis motif kain tenun yang dominan dipakai atau yang sering digunakan dan merupakan representasi dari masyarakat suku Sikka.Nama – nama motif yang disematkan pada kain tenun berdasarkan bentuk gambar yang ada pada motif kain tersebut. Motif – motif dominan yang biasa digunakan atau dipakai diantaranya; 1. Motif Utan Dala (motif bintang kejora)
Gambar. 4.2.4.1 sumber data primer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
2. Motif Utan Naga Lalan
Gambar;4.2.4.2 sumber data primer
3. Motif Jarang Ata Bian
Gambar;4.2.4.3 sumber data primer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
4. Motif Korosang Doberadu Manuwalu
Gambar;4.2.4.4 sumber data primer
5. Motif Okokirek
Gambar;4.2.4.5 sumber data primer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
6. Motif Mawarani/Bunga Mawar
Gambar;4.2.4.6 sumber data primer
4.3. Pembahasan Sebagai bagian dari komunikasi, khususnya komunikasi non verbal, suatu kain yang mempuanyai warna, garis, ragam hias, dan tekstur yang akhirnya membentuk sebuah motif yang menjadi ciri khas kebudayaan suatu daerah. Seperti motif kain tenun yang menjadi ciri khas kebudayaan masyarakat suku Sikka,yang ada di Flores NTT. Kain tenun yang dimiliki oleh sentra tenun ikat Lepo Lorun sebagai warisan budaya suku Sikka yang mempunyai nilai budaya yang tinggi, terutama dari sudut estetis, bermakna simbolis, dan memiliki falsafah nilai budaya yang mendasari pembuatannya. Jika kita melihat sejarah kain tenun di
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
Indonesia terutama teknik tenun ikat lungsi, maka dapat kita lihat bahwa proses pembuatannya yang sangat unik dan menarik karena sudah dikenal sejak zaman Prasejarah. Sejak dahulu masyarakat mengenal corak tenun ikat yang rumit, dihasilkan dengan membuat alat tenun sendiri, mencari pohon untuk diambil seratnya dan mencelup dengan bahan pewarna alam yang diambil dari hutan di sekitar mereka bermukim. Diperkirakan keahlian ini telah dimiliki oleh masyarakat yang hidup pada masa perundagian atau perunggu mulai abad ke-8 sampai abad ke-2 SM. Menenun merupakan salah satu karya peradaban turun temurun yang dilakukan oleh kaum wanita. Kain hasil tenunannya melambangkan sifat kewanitaannya. Pengetahuan dan keterampilan menenun pada umumnya diperoleh secara turun temurun dari orang tuanya sebagai warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Tenunan tersebut diberi ragam hias yang beraneka ragam dan menghasilkan berbagai jenis motif. Dari motif-motif tersebutlah terungkap hasil cipta rasa keindahan dari sang penenun. Keragaman dan keunikan motif kain tenun tercermin dengan jelas pada unsur yang terkait dengan pemujaan pada leluhur dan kebesaran alam. Setiap daerah memiliki ciri khas pada motifnya yang terkait dengan fungsi sosial budaya daerah tersebut. Dalam setiap kegiatan ritual keluarga atau agama, sepotong kain tenun hampir selalu menjadi bagian yang amat penting. Penggunaan kain sebagai busana merupakan suatu tradisi yang mempunyai arti simbolis dan memiliki peranan yang ideal dari berbagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
macam penggunaannya. Seperti kain sebagai busana untuk golongan bangsawan
yang
dipakai
pada
upacara-upacara
adat
ataupun
pesta
pernikahan. Hal tersebut mempunyai tujuan untuk menunjukkan penampilan yang
sesuai
dengan
kedudukan
sebagai
raja/bangsawan sehingga
penggunaan kain bukan hanya sekedar menutupi tubuh tetapi menunjukkan status sosial seseorang di dalam masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi. Penggunaan kain yang mempunyai makna dapat dikaji menggunakan analisis semiotika. Analisis objek dalam kajian semiotika ini menggunakan metode segitiga makna Pierce. Sebagai acuan dalam analisis, berikut adalah perspektif sejarah motif dan hal-hal
yang
melatar
belakangi penciptaan
motif-motif kain tenun. 4.3.1. Analisis Nilai Tanda Pada Motif Tanda dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai lima pengertian yakni yang menjadi alamat atau seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya dalam kerangka teoritis mengenai teori tentang tanda, ada tiga hal yang perlu diketahui, yang menjadi fokus utama dalam kajian analisis semiotika: a)
Tanda itu sendiri. Terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,
dan
cara
tanda-tanda
itu
terkait
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan manusia yang
69
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan
hanya
bisa
dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. b) Kode atau sistem yang mengorganisasi tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. c) Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.Berdasarkan konsep tentang tanda seperti yang diungkapkan oleh Fiske yang menyatakan bahwa tanda berada dalam suatu kebudayaan yang diciptakan oleh manusia dan digunakan
oleh
manusia,
serta manusia
pula
yang
mampu
mentransmisikannya. Seperti halnya dengan motif kain tenun Sikka, dimana motif kain tenun merupakan tanda dalam kebudayaan suku Sikka
yang
digunakan
untuk
menyampaikan makna pesan yang
terkandung didalamnya.Kebudayaan suku Sikka adalah tempat dimana motif kain tenun ikat sebagai tanda yang bekerja untuk menyampaikan pesan. Motif digunakan sebagai saluran komunikasi nonverbal dalam suatu lingkup budaya suatu daerah.
Suatu tanda
diciptakan untuk
kemudian dapat dipahami maknanya. Makna dari motif-motif tersebut mengandung nilai budaya yang diwariskan oleh orang-orang terdahulu kepada generasi penerus agar dapat memahami makna budaya daerah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
sendiri
sehingga
generasi
penerus tidak buta akan budayanya
sendiri.mengatakan sesuatu, gejala, bukti, pengenal, dan petunjuk. Tidak semua tanda terlihat, suara dapat dikategorikan sebagai tanda, begitu juga bau, rasa, dan bentuk. Beberapa tanda mempunyai dimensi visual dan mengetahui varisasi aspek-aspek visual tanda adalah hal penting sebagai pertimbangan dalam analisis nilai tanda.Dalam penelitian ini menggunakan Teori simbol Susanne Langer dan teori tanda Ferdinand de Saussure. Menurut teori simbol Langer bahwa simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain dari luar perwujudan bentuk simbol itu sendiri. Simbol kultural yang dilatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, seperti kain sutera dalam kebudayaan suku Sikka. Sebuah simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola , atau bentuk. Konsep adalah mkana yang disepakati bersama antara pelaku komunikasi. Makna yang disetujui secara bersama adalah makna denotatif, sedangkan makna pribadi atau gambaran secara pribadai yang diungkapkan oleh seseorang adalah makna konotatif.Sedangkan menurut Saussure melalui dikotomi sistem tanda yaitu signifier (penanda) dan signified (pertanda). Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau inabsentia antara “yang ditandai” (signified) dan “yang menandai” (signifier). Penanda adalah Penanda
coretan
atau
bunyi
yang
bermakna.
merupakan aspek material dari bahasa atau apa yang
dikatakan atau didengar atau apa yang ditulis atau dibaca. Petanda
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Petanda merupakan aspek mental dari bahasa.Dalam analisis makna menggunakan analisis segitiga makna oleh Pierce. Tanda menurut Pierce, seorang filsuf Jerman yang juga ahli logika, merupakan elemen utama komunikasi, artinya manusia hanya berpikir dengan tanda, menurut Pierce logika adalah sinonim semiotik. Fungsi esensial dari tanda adalah untuk membuat hubungan menjadi efisien, meskipun bukan tindakan, tetapi merupakan usaha untuk menjadikannya yang umum dan operasional. Tanda diurai dengan mengambil sudut pandang dari relasinya, dibedakan atas tiga jenis yaitu: a) Ikon: suatu tanda yang terjadi berdasarkan adanya persamaan potensial dengan sesuatu yang ditandakannya (seperti peta dan wilayah geografisnya, foto dengan objeknya, lukisan dengan gagasannya). b)
Indeks: suatu tanda yang sifatnya tergantung dari adanya suatu
denotasi, atau mempunyai kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya (seperti: ada asap pasti ada api). c) Simbol: suatu tanda yang ditentukan oleh suatu aturan yang berlaku umum, kesepakatan bersama, atau konvensi (seperti: gerakan tubuh atau anggukan kepala sebagai tanda setuju). 4.3.2. Deskripsi Makna Filosofi Motif“Utan” ( sarung Khusus Perempuan ) Deskripsi penelitian ini dilakukan dengan mengambil dan menjelaskan beberapa motif kain tenun yang terdapat dalam sentra tenun ikat Lepo Lorun sebagai representasi dari kehidupan dan filosofi adat dan budaya setempat yakni
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
suku Sikka. Secara umum motif – motif ini merupakan representasi dari adat dan budaya setempat. Setiap motif yang dihasilkan mempunyai makna atau filosofi hidup bagi masyarakat setempat. Jika ditelusuri kembali dari motif, teknik, proses pembuatan dan asalnya, sebuah kain tenun ikat bagi masyarakatnya dapat dianggap mempunyai nilai dan makna yang dalam. Nilai-nilai itu antara lain nilai spritual (religio-magi), nilai politis (dikaitkan dengan ritual-ritual adat dan oleh pemangku adat), dan nilai sosial-ekonomis (sebagai denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial). Juga makna yang dalam dapat ditemukan dalam pemakaian kain tenun berdasarkan corak-motinfya, misalnya motif daerah Flores bagian SikkaMaumere yang biasa dikenakan beserta maknanya, antara lain:Utan Jarang Atabi’an, dengan motif pasangan manusia berkuda yang melambangkan manusia menuju alam baka (dipakai sewaktu ada kematian). Utan Merak, dengan motif burung merak dari corak dan warna yang menarik dan indah (dipakai pengantin wanita). Utan Mitan, dengan motif garis warna gelap yang tenang (dipakai oleh para orang tua). Utan Mawarani, dengan motif bintang kejora sebagai pemberi terang, petunjuk dan media penolak bala (dipakai para pemimpin).
Utan
Rempe-Sikka,
dengan
bermotif
tiga
bintang
yang
mengandaikan suami, istri dan anak (dipakai oleh pengantin wanita). Dan Utan Sese We’or, dengan motif ekor burung murai betina dan jantan (dipakai oleh sepasang pengantin). Penjelasan motif – motif kain tenun yang representatif adalah sebagai berikut;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
Motif Utan Dala (motif bintang kejora)
Gambar. 4.3.2.1 sumber data primer Motif
Bintang
Kejora
berbentuk
bintang
berganda
tiga
yang
melambangkan unit keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak. Persegi empat dengan isian belah ketupat kompleks melambangkan pertanda pencegah malapetaka. Sehingga, motif Bintang Kejora ini diyakini, pemakainya bisa mendapatkan penerangan atau petunjuk dan sekaligus kain itu digunakan sebagai media penolak malapetaka. Konon, motif ini merupakan motif khas yang khusus diperuntukkan bagi putri-putri Kerajaan Sikka. Dan kini, motif Bintang Kejora atau sering juga disebut Mawarani inilah yang paling banyak diminati para perempuan dari berbagai negara.Utan Mawarani, dengan motif bintang kejora sebagai pemberi terang, petunjuk dan media penolak bala (dipakai para pemimpin)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
Motif Utan Naga Lalan
Gambar;4.3.2.2 sumber data primer Naga lalan adalah Sarung untuk perempuan Sikka Flores, warna merah mengkudu, motif jejak naga. Jika perempuan yang mengenakan sarung ini bagaikan dilindungi oleh naga. Pada bagian geometris belah ketupat dengan empat jari dan bintang berganda dengan delapan jari sebagai pertanda hidup rukun dari pasangan hidup manusia. Dalam bahasa Sikka, Naga Lalan berarti jejak naga. Masyarakat adat percaya naga salah satu simbol spirit Ibu Bumi. Apabila naga melintas dan meninggalkan jejak, maka orang yang melihat jejak itu akan mendapatkan keberuntungan dalam hidup. Kain tenun dengan motif Naga Lalan digunakan sebagai busana harian dan pakaian pesta adat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Motif Jarang Ata Bian
Gambar;4.3.2.3 sumber data primer Jarang Ata Bian, Motif kain ini melambangkan kuda sebagai kendaraan arwah menuju alam baka mempunyai makna filosofis bahwa hidup manusia tidak akan terlepas dengan kematian. Kehidupan di dunia ini tidaklah kekal dan hanya bersifat sementara. Meski begitu, umat manusia tidak akan punah secara mutlak. Akan tetap muncul kehidupan baru setelah kehidupan lama berakhir. Motif ini biasanya dipakai untuk suasana duka cita atau acara kematian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Motif Korosang Doberadu Manuwalu
Gambar;4.3.2.4 sumber data primer Motif Korosang Doberadu Manuwalu menggambarkan induk ayam yang dikelilingi oleh delapan ekor anak ayam, bermakna filosofis sebagai bentuk perlindungan atau pengayoman dalam hidup berkeluarga, layaknya orang tua melindungi anaknya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Motif Okokirek
Gambar;4.3.2.5 sumber data primer Motif okokirek atau tempat sirih pinang, diciptakan berdasarkan cerita nenek moyang bahwa sub-etnis Sikka dahulu adalah pelaut ulung. Walhasil, cukup mudah mencirikan kain tenun ikat jenis ini, selalu ada figur nelayan, sampan, perahu, udang, atau kepiting.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
7. Motif Mawarani/Bunga Mawar
Gambar;4.3.2.5 sumber data primer Utan Mawarani, corak bunga mawar dimaknai indah seperti mawar. Lambang keindahan dan ketulusan. Melukiskan keindahan alam pulau Flores yang universal, karena arti kata Flores itu sendiri adalah bunga. Flores pulau bunga dengan keindahan alamnya dilukiskan dalam motif utan mawarani.. Menurut cerita lisan turun-temurun, motif ini merupakan kain khas yang hanya dikenakan putri-putri Kerajaan Sikka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
4.3.3. Deskripsi Wawancara Terhadap Narasumber Wawancara dengan pemilik sentra tenun ikat Lepo Lorun Narasumber : Ibu Alfonsa Raga Horeng P : Sejak kapan usaha Anda didirikan? J : Sejak oktober tahun 2003 P : Dari sekian banyak usaha, mengapa Anda memilih usaha ini? J : Mengapa saya memilih usaha ini, karena saya ingin melestarikan budaya tenun ikat yang ada di flores, didedikasikan untuk menjaga warisan dan tradisi budaya. “Rumah tenun ini untuk membiasakan diri hidup berbudaya, yaitu dengan menenun. P : Berapa modal awal yang Anda butuhkan untuk mendirikan usaha ini? J : Modal awal merupakan dana swadaya dari beberapa anggota sebesar Rp.500.000 guna membeli bahan baku berupa benang tenun. Sedangkan zat pewarna alam diperoleh secara cuma - cuma dari tanaman pekarangan dan hasil hutan P :Bahan – bahan pewarna alam apa saja yang biasa digunakan dalam proses pewarnaan kain tenun? J : Bahan - bahan seperti akar mengkudu, kayu pohon hepang, dadap serep,indigo/nila, loba, kunyit, kulit pohon mangga, kulit pohon nangka,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
serbuk kayu mahoni, waher dan bagian kulit dari batang akar pohon mengkudu. Atau dalam istilah latinnya antara lain; indigofera tinctoria, bixa
Orellana,
morinda
citrifolia,
psidium
guajava,
artocarpus
heterophyllus, curcuma domestica, dan ceriops condolleana. Dari fermentasi bahan - bahan pewarna alam inilah akan menghasilkan berbagai macam warna seperti warna hijau, merah, hitam,biru nila (indigo),kuning,dll sesuai selera penenun dan jenis motif yang akan dibuat. P :Mengapa lebih memilih menggunakan pewarna alam padahal jika dilihat dari proses cara pembuatannya memakan waktu lebih lama daripada pewarna sintetis. J : Di sini kami tidak mengejar kuantitas produksi karena kami bukan pabrik, yang kami lakukan adalah menjaga dan melestarikan apa yang telah diwariskan oleh leluhur yakni tetap pada ritual adat yang sesungguhnya. Menenun, menggunakan bahan pewarna alam adalah adalah adat atau ritual kehidupan kami yang dilakukan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang kami. Secara tidak langsung mengajarkan kepada kami untuk lebih mencintai alam, merawat dan melestarikannya untuk kelangsungan hidup di masa yang akan datang. Sisa – sisa pewarna alam yang dibuang dapat dijadikan pupuk dan tidak merusak unsur hara dalam tanah jika dibandingkan dengan pewarna sintetis atau bahan kimia lainnya dapat merusak kulit dan tidak ramah lingkungan karena meninggalkan limbah atau sampah yang lambat laun akan merusak alam sekitar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
P : Bisakah anda menceritakan sejarah Lepo Lorun yang anda miliki? J : Dari Bahasa asli Sikka Lepo artinya rumah dan Lorun artinya rumah. Jadi Lepo Lorun artinya rumah tenun.Segala aktifitas tenun dilakukan dalam rumah tenun. P :Berapa jumlah karyawan yang Anda butuhkan untuk menjalankan usaha ini? J : Sejak pertama berdirinya Lepo Lorun kami hanya memiliki empat orang penenun dan dalam proses perjalanan waktu kami telah memiliki 1023 anggota yang kini tersebar di beberapa kabupaten di daratan pulau Flores dan Lembata dengan total 48 kelompok binaan, tiap kelompok berjumlah kurang lebih 21 orang. P : Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan selembar kain tenun? J : Perlu saya jelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan dari serat alam dan pewarna alam membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 8-9 bulan dan untuk benang tekstil dan pewarna sintetik membutuhkan waktu satu hingga dua bulan. P : Apakah Anda tahu tentang sejarah kain tenun itu sendiri? J : Iya saya tahu, menurut cerita sejarah keberadaan kain tenun kami merupakan sebuah peradaban nenek moyang kami yang ada sebelum masehi dan diwariskan secara turun temurun.Berdasarkan publikasi dari Ruth Barnes dari Asmolean Museum, Oxford, UK yang diterbitkan di Oxford Asian Textile Group Newsletter No 37 Juni 2007, diperkirakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
patung perunggu ini dibuat antara tahun 556-596 Sebelum Masehi. Patung mungil
ini
dinilai
sangat
unik
karena
menggambarkan
sejarah
perkembangan teknik menenun. Tergambar secara rinci baris dan lajur benang tenun dan juga motif tenun khas Flores pada alat tenun yang ada dipangkuannya. P : Dapatkah Anda menjelaskan, apa ciri-ciri kain tenun yang bagus? J : Sebuah kain tenun dikatakan bagus apabila memililiki unsur- unsur motif dan warnanya yang menunjukan karakter orang Flores. P : Apakah Anda tahu sejarah penciptaan motif kain tenun ikat? J : Iya. Yang saya ketahui adalah kain tenun yang kami miliki adalah sifatnya turun temurun dari nenek moyang dan para pendahulu kami, motif motif yang diciptakan berdasarkan imajinasi tentang apa yang ada pada alam sekitar. Umumnya, motif kain berupa benda hidup naturalistis seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar para penenun. Motif manusia digambarkan melalui sosok tubuh dan anggota tubuh dan biasanya diwujudkan secara utuh. Motif hewan dilukiskan dengan dua cara, baik secara utuh maupun hanya anggota badan saja (bagian ekornya, sayap atau kepala). Sedangkan ragam hias atau corak tenun, biasanya berupa tangkai kembang, suluran, belah ketupat, ujung tombak, tanda silang, titik-titik, persegi empat, dll. P : Menurut Anda, apakah motif kain menjadi ciri utama dari sebuah kain tenun?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
J : Iya motif kain menjadi sangat penting karena dengan melihat motif kita bisa mengetahui asal usul sebuah kain berasal, karena setiap daerah atau wilayah mempunyai corak dan ragam motif yang berbeda serta makna dan filosofisnya pun berbeda. P : Menurut anda, unsur apa yang paling penting dalam kain tenun? J : Unsur yang terpenting dalam sebuah kain tenun adalah benangnya dari serta kapas, menggunakan bahan – bahan pewarna alami, memliki main motif, kualitas tenunannya bagus (kerapatan benang dalam tenunan lebih rapat). P : Menurut anda, seberapa penting sebuah motif dalam kain tenun? J : Motif sangat penting karena menunjukkan ciri khas dari suatu wilayah atau daerah tertentu, selain itu juga menambah keindahan kain terlihat lebih artistik dan eksotik P : Menurut anda, apakah motif kain tenun mempunyai makna tertentu? J : Iya, setiap motif kain memiliki makna. P : Dapatkah anda menjelaskan makna dari beberapa motif kain tenun yang dimiliki oleh Lepo Lorun? J : Utan Jarang Atabi’an, dengan motif pasangan manusia berkuda yang melambangkan manusia menuju alam baka (dipakai sewaktu ada kematian). Utan Merak, dengan motif burung merak dari corak dan warna yang menarik dan indah (dipakai pengantin wanita). Utan Mitan, dengan motif garis warna gelap yang tenang (dipakai oleh para orang tua). Utan Mawarani, dengan motif bintang kejora sebagai pemberi terang, petunjuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
dan media penolak bala (dipakai para pemimpin). Utan Oi Rempe-Sikka, dengan bermotif tiga bintang yang mengandaikan suami, istri dan anak (dipakai oleh pengantin wanita). Dan Utan Sese We’or, dengan motif ekor burung murai betina dan jantan (dipakai oleh sepasang pengantin). P : Menurut anda, apakah motif-motif pada kain tenun menunjukkan status (kelas) sosial tertentu? Dapatkah anda menjelaskan dengan rinci perbedaan motif berdasarkan status sosial (misalnya: motif apa yang dipakai oleh kaum bangsawan, dll) J : Ada beberapa motif yang menunjukan status atau kelas social dalam masyarakat misalanya Motif Utan Dala atau Bintang Kejora berbentuk bintang berganda tiga yang melambangkan unit keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak. Persegi empat dengan isian belah ketupat kompleks melambangkan pertanda pencegah malapetaka. Sehingga, motif Bintang Kejora ini diyakini, pemakainya bisa mendapatkan penerangan atau petunjuk dan sekaligus kain itu digunakan sebagai media penolak malapetaka. Konon, motif ini merupakan motif khas yang khusus diperuntukkan bagi putri-putri Kerajaan Sikka (dipakai para pemimpin). Selain itu ada beberapa motif lain yang khusus dipakai untuk upacara atau ritual adat tertentu misalnya dalam acara kematian, menjadi wajib para ibu – ibu memakai kain tenun (utan ) dengan warna dominan lebih gelap sebagai ungkapan
dukacita atau belasungkawa yang mendalam kepada
orang yang telah meninggal dan keluarganya. Motif yang biasa dipakai adalah motif jarang ata bian yang bermakna bahwa hidup manusia tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
terlepas daripada kematian. Kehidupan di dunia ini tidaklah kekal dan hanya bersifat sementara . Kuda dilambangkan sebagai kendaraan arwah menuju alam baka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/