Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1
Mensintesis Senyawa Organotimah
Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C6H6O3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida, NaOH (Mr=40) dilarutkan dalam 200 mL aquades. Campuran ini dimasukkan dalam labu leher tiga dan dipanaskan pada suhu 50 oC selama beberapa saat sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Campuran ini dapat larut homogen
dan tidak
berwarna. Sementara 25 mmol atau sebanyak 1 ekivalen senyawa timah (II) klorida, SnCl2.2H2O (Mr=255,7) yang dilarutkan dalam 200 mL aquades akan berwarna putih susu, larutan ini di tambahkan perlahan-lahan menggunakan corong pisah kepada campuran dalam reaktor. Reaktor dipanaskan lebih lanjut selama 30 menit. Hasil reaksi ini selanjutnya disimpan dalam kulkas dan dibiarkan selama semalam. Keesokan harinya campuran difiltrasi dengan buhner dan dicuci beberapa kali dengan aquades. Ternyata dari hasil penyaringan menggunakan whatman 41 diperoleh kristal berwarna putih mutiara. Filtrat ini selanjutnya dikeringkan dalam desikator vakum beberapa hari sampai massanya konstan. Adapun massa organotimah yang diperoleh dari beberapa percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :
No. Perc. 1 2 3 4
Tabel 4. 1 Massa dan persen hasil senyawa organotimah Jumlah massa (gram) Rendemen (%) C6H6O3 NaOH SnCl2.2H2O Sn(C6H5O3)2.2H2O 6,30 6,30 6,30 6,30
2,00 2,00 2,00 2,00 Rata-rata
5,64 5,64 5,64 5,64
6,37 6,74 6,82 6,55 6,62
34,55 36,56 36,99 35,53 35,91
Dari beberapa percobaan diperoleh massa organotimah rata-rata sebesar 6,62 gram atau sebesar 35,91 %. Padahal secara teoritis jumlah senyawa organotimah
26
yang diperoleh dengan cara ini adalah sebesar 43,00 %. Hasil yang berbeda ini disebabkan antara lain saat mencuci kristal dengan aquades menggunakan aquades yang berlebihan, sehingga beberapa kristal ini sebagian terlarut bersama aquades. Faktor lain adalah sebagian kristal menempel pada kertas saring dan corong buhner sehingga cukup sulit untuk dipisahkan. Tahap berikutnya adalah menguji kristal organotimah dengan larutan Natrium hidroksida, Kalium bikromat, dan diukur dengan FTIR. Dari uji kualitatif dengan larutan NaOH menunjukkan positif, sebab dengan penambahan NaOH sedikit terbentuk larutan keruh yang mengindikasikan terbentuknya endapan, sedangkan dengan penambahan berlebih tidak larut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kristal terdapat ion Sn2+, dimana pada penambahan sedikit membentuk Sn(OH)2 yang membentuk endapan dan pada penambahan berlebih membentuk Sn(OH)42yang dapat larut dalam pelarut air.
Demikian juga pada uji dengan larutan
K2Cr2O7 menunjukkan positif ada ion Sn2+, dimana kristal ini dapat menghilangkan warna orange dari larutan K2Cr2O7. Hilangnya warna dari larutan K2Cr2O7 disebabkan ion Cr2O72- direduksi oleh ion Sn2+ membentuk ion Cr3+. Gambar 4.1 menunjukkan penambahan larutan NaOH pada senyawa organotimah dan Gambar 4.2 menunjukkan penambahan larutan K2Cr2O7 pada senyawa organotimah.
27
A
B
Gambar 4. 1 A. Senyawa organotimah ditambah sedikit NaOH (mengendap) B. Senyawa organotimh ditambah NaOH berlebih (larut)
A
B
Gambar 4. 2 A. Larutan K2Cr2O7 sebelum penambahan senyawa organotimah B. Larutan K2Cr2O7 sesudah penambahan senyawa organotimah
Kristal organotimah ini selanjutnya diukur spektrum vibrasinya dengan FTIR lalu hasilnya dibandingkan dengan spektrum dari bahan pokok pembuatan senyawa ini, yakni senyawa maltol. Dari pengukuran dengan FTIR diperoleh puncakpuncak yang kuat pada vC=O-M =1602; vC=O-VS =1570; vC=C-VS =1506; vC=C-S =1461. Hal ini menunjukan bukti bahwa senyawa organotimah telah terbentuk. Gambar 4.3 menunjukkan spektrum senyawa organotimah.
28
105
%T
5 9 6 .0 0
1 0 2 6 .1 3
3500
3000
2500
2000
1750
1500
4 5 3 .2 7
1 1 9 9 .7 2
5 3 2 .3 5
1 2 3 4 .4 4
0
1 2 6 5 .3 0
1 5 7 0 .0 6 1 5 0 4 .4 8
15
1 4 6 0 .1 1
1 6 0 8 .6 3
30
4500 4000 organo tin
8 4 4 .8 2 8 3 1 .3 2
45
7 1 1 .7 3
9 1 8 .1 2
60
401 19
1 0 8 3 .9 9
1 6 5 3 .0 0
1 3 8 2 .9 6 1 3 5 4 .0 3
1 7 3 9 .7 9
2 8 5 2 .7 2
2 9 2 2 .1 6
3 2 5 5 .8 4
75
3 4 6 8 .0 1
90
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 4. 3 spektrum senyawa organotimah
Spektrum IR dari senyawa ini sangat berbeda dengan spektrum IR dari senyawa bahan pokoknya, yakni senyawa maltol. terlihat pada Gambar 4.4.
29
Pengukuran FTIR senyawa maltol
5 63 .2 1
75
7 6 1.8 8
%T
95 4.76
1 90 1.8 1
90
4500 Maltol
4000
3000
3500
2000
2500
1750
1500
70 9.80 69 2.44
1 02 4.20
50 9.2 1
92 0.05
12 24 .8 0
-15
84 8.68
11 97 .7 9 1 19 2.0 1
3 25 7 .77
0
12 5 7.5 9
16 54 .9 2 16 2 4.0 6 1 6 1 6.3 5 15 58 .4 8 1 46 2.0 4
15
1 28 6.5 2
31 70 .9 7 30 62 .9 6
30
10 7 6.2 8
1 39 6.4 6 13 71 .3 9 1 32 5.10
45
4 01 1 9
2 9 99 .31 2 92 2 .16
60
1000
1250
500 1/cm
750
Gambar 4. 4 Spektrum senyawa maltol
Uji lain terhadap senyawa organotimah adalah pengukuran senyawa ini dengan 1
HNMR.
Hasil pengukuran 1H NMR terdapat geseran kimia 2,32 ppm berupa
sinyal singlet untuk dua gugus metil, dua proton lainnya ditunjukkan oleh sinyal duplet dengan j = 4,8 Hz pada geseran kimia 6,60 ppm untuk proton vinilik. Adapun proton pada enol eter ditunjukkan pada geseran kimia 7,74 ppm dengan multiplisitas dublet dengan j = 4,85 Hz. Adapun estimasi puncak-puncak spektrum 1H NMR dari senyawa ini seperti terlihat pada Gambar 4.5 sebagai berikut : 2,32 6,60 O
O O
O
O
Sn(II)
Sn
O
O O
O
7,74
O
O
7,74
O 6,60
2,32
Gambar 4. 5 Sinyal-sinyal 1H NMR dari senyawa organotimah
30
Adapun spektrum 1H NMR dari senyawa ini terlihat pada Gambar 4.6 sebagai berikut :
Gambar 4. 6 Spektrum 1H NMR dari senyawa organotimah
Spektrum 1H NMR dari senyawa organotimah ini sangat jauh berbeda dengan spektrum
1
HNMR dari senyawa bahan baku pokok, yakni maltol.
Hasil
pengukuran 1H NMR dari senyawa maltol menunjukkan adanya sinyal singlet pada 2,32 ppm yang menunjukkan 3 atom H pada gugus metil, sinyal dengan multiplisitas dublet pada 6,39 ppm dan j = 5,5 Hz yang menunjukkan H pada vinilik dan geseran kimia 7,67 ppm dan j = 5,5 Hz dengan multiplisitas dublet menunjukkan H pada posisi enol eter. Adapun estimasi puncak-puncak spektrum 1
H NMR dari senyawa ini seperti pada Gambar 4.7 sebagai berikut : O
OH
6,39
7,67
O
2,32
Gambar 4. 7 Sinyal-sinyal 1H NMR dari senyawa maltol
31
Adapun spektrum 1H NMR dari senyawa ini terlihat pada Gambar 4.8 sebagai berikut :
Gambar 4. 8 Spektrum 1H NMR dari senyawa maltol
IV. 2 Produksi Biodiesel dengan Katalis organotimah
Produksi biodiesel dengan katalis organotimah ini mengikuti 3 jalur, yakni :
Kondisi standar
Kondisi optimum
Kondisi suhu kamar
IV.2.1 Produksi Biodiesel dengan Kondisi Standar
Sebanyak 0,1 mol minyak sawit ditambah 1 mmol organotimah dalam DMF lalu dipanaskan dalam labu leher tiga selama 30 menit, maka terbentuk larutan tak berwarna yang homogen. Selanjutnya campuran ini ditambah 0,4 mol metanol, lalu dipanaskan selama 1 jam sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Setelah pemanasan selesai, ternyata terbentuk 2 fasa, lalu campuran ini dimasukkan dalam corong pisah dan didiamkam selama 24 jam. Campuran dalam corong pisah ini
32
akam memisah menjadi dua bagian, dimana fasa organik dipisahkan dari fasa anorganik.
Fasa organik dari hasil pemisahan selanjutnya dicuci dengan air
hangat pada suhu kira-kira 40 oC sebanyak tiga kali, lalu dikeringkan dan ditimbang. Adapun produk esterifikasi sebelum dipisahkan seperti terlihat pada Gambar 4.9 sebagai berikut :
Gambar 4. 9 Produk esterifikasi sebelum dipisahkan
Dengan pengukuran menggunakan FTIR diperoleh puncak-puncak pada bilangan gelombang 3500 cm-1 dan bilangan gelombang 1750 cm-1 yang menunjukkan
33
adanya suatu ester, seperti terlihat pada Gambar
4.10 berikut ini : :
912.33
966.34
875.68
3500
75
2679.13
3506.59
4000 4500 Sampel C
4332.12
4256.90
%T
1656.85
90
1031.92
60
723.31
45
3000
2500
2000
1750
1500
401 19
1099.43
1114.86
1238.30
1462.04
1747.51
2924.09
0
2852.72
15
1165.00
3005.10
1373.32
30
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 4. 10 Spektrum IR dari biodiesel
Adapun massa biodiesel yang diperoleh pada jalur ini ditunjukkan oleh Tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4. 2 Massa biodisel dengan katalis organotimah pada kondisi standar Jumlah massa (gram) Rendemen No. Produk (%) Percobaan Minyak sawit Metanol Katalis biodiesel 1
25,8
12,8
0,4
20,50
79,45
2
25,8
12,8
0,4
19,88
77,05
3
25,8
12,8
0,4
21,06
81,62
4
25,8
12,8
0,4
20,28
78,60
20,43
79,18
Rata-rata
Dari tabel dapat diperoleh bahwa pada kondisi ini setiap produksi biodiesel dengan menggunakan 25,8 gram minyak sawit dan 12,8 gram metanol, rata-rata menghasilkan biodiesel sebanyak 20,43 gram atau dengan rendemen sebesar 79,18 %.
34
IV.2.2 Produksi Biodiesel dengan Kondisi optimum
Sebanyak 1 mmol senyawa organotimah dilarutkan dalam pelarutnya, yakni DMF; selanjutnya larutan ini di tambahkan kepada 0,1 mol minyak sawit. Campuran ini dimasukkan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan termometer, lalu dipanaskan pada suhu 60 oC selama 30 menit sambil di aduk dengan magnetic stirrer. Campuran dalam labu ini selanjutnya di tambah 0,4 mol metanol secara perlahan lahan melalui corong pisah dan pemanasan diteruskan sampai 1 hingga 8 jam. Hasil reaksi diambil beberapa mL pada setiap jamnya, lalu dielusi pada plat KLT dengan suatu eluen heksana-eter dengan perbandingan 1,2 : 0,8. Hasil elusi dilihat dalam uap yodium dan selanjutnya diidentifikasi untuk menentukan waktu yang paling optimal pada produksi biodisel ini. Dari identifikasi terhadap hasil elusi pada berbagai cuplikan dari 1 jam hingga 8 jam, diperoleh waktu produksi yang paling optimum adalah 5 jam. Adapun hasil elusi biodiesel dan minyak sawit yang dilihat dengan uap iodium seperti terlihat pada Gambar 4.11
Gambar 4. 11 Spot dengan waktu produksi 1 hingga 8 jam
35
Oleh karena kondisi optimum untuk produksi biodiesel dengan katalis ini dicapai pada waktu produksi selama 5 jam, maka dilakukan produksi pada waktu tersebut lalu ditentukan persen rendemen produk. Jumlah biodiesel yang dilakukan pada waktu 5 jam dan jumlah rendemen terlihat pada Tabel 4.3. Tabel 4. 3 Massa biodiesel dan rendemen dengan waktu produksi 5 jam Jumlah massa (gram) Rendemen No. Produk (%) Percobaan Minyak sawit Methanol Katalis biodiesel 1
25,8
12,8
0,4
24,20
93,79
2
25,8
12,8
0,4
24,18
93,72
3
25,8
12,8
0,4
24,06
93,25
24,15
93,59
Rata-rata
Dari tabel dapat diperoleh bahwa pada kondisi optimum produksi biodiesel yang menggunakan bahan baku minyak sawit sebanyak 25, 8 gram, akan diperoleh produk biodiesel rata-rata sebanyak 24, 15 gram atau dengan rendemen 93,59%. Hasil ini berbeda cukup signifikan bila dibandingkan dengan produksi biodiesel pada kondisi standar yakni yang hanya sebesar 79,18 %.
IV.2.3 Produksi Biodiesel Suhu Kamar
Sebanyak 0,1 mol minyak sawit ditambah 1 mmol organotimah dalam DMF lalu ditambah metanol, masing-masing dengan perbandingan jumlah minyak sawit dan metanol berturut-turut 1 : 1; 1 : 3; 1: 4; dan 1 : 8. Campuran ini dimasukkan dalam labu erlenmeyer tertutup lalu diaduk dengan magnetik stirrer selama 2 jam. Setelah proses ini selesai, ternyata terbentuk 2 fasa, lalu campuran ini dimasukkan dalam corong pisah dan didiamkam selama 24 jam. Campuran dalam corong pisah ini akam memisah menjadi dua bagian, yakni fasa organik dan fasa anorganik.
Fasa organik dari proses ini selanjutnya dipisahkan dari fasa
anorganiknya, dengan cara dicuci dengan air hangat pada suhu kira-kira 40 oC sebanyak tiga kali, lalu dilakukan destilasi sederhana untuk memisahkan pengotor-pengotor yang masih menempel pada produk biodiesel. Biodiesel yang
36
sudah didestilasi ini selanjutnya dikeringkan dan di timbang. Gambar 4.12 adalah produk esterifikasi pada produksi suhu kamar sebelum destilasi.
A
B
C
D
Gambar 4. 12: A. Produk esterifikasi perbandingan 1 : 1 B. Produk esterifikasi perbandingan 1 : 3 C. Produk esterifikasi perbandingan 1: 4 D. Produk esterifikasi perbandingan 1 : 8
Adapun massa biodiesel yang diperoleh pada kondisi ini terlihat pada Tabel 4.4 berikut : Tabel 4. 4 Massa biodiesel pada suhu kamar berbagai perbandingan mol Jumlah massa (gram) Rendemen No. Produk Minyak (%) Percobaan Metanol Katalis biodiesel sawit 1
25,8
3,2
0,4
18,82
72,94
2
25,8
9,6
0,4
19,75
76.55
3
25,8
12,8
0,4
19,39
75,15
4
25,8
26,6
0,4
24,20
93,79
Ternyata produksi biodiesel dengan menggunakan katalis organotimah tidak dapat berlangsung pada suhu kamar. Hal ini ditunjukkan dengan spektrum 1H NMR dari produk ini yang tidak menunjukkan adanya senyawa metil ester. Adapun Spektrum 1H NMR dari Biodiesel pada kondisi ini terlihat seperti pada gambar 4.13 sebagai berikut :
37
Gambar 4. 13 Spektrum 1H NMR dari Biodiesel pada suhu kamar
38