18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena
berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap tanah (Coptotermes curvignathus
Holmgren.).
Berdasarkan
pengujian
yang
telah
dilakukan
menggunakan metode JIS K 1571-2004 dengan masa pengumpanan selama 21 hari, diperoleh nilai rata-rata kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase kehilangan berat contoh uji kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu Hutan Alam
Posisi
Bagian
Batang
Kayu
Atas
Teras
2,66
Gubal
2,83
Teras
2,24
Gubal
2,76
Teras
2,72
Gubal
3,59
Teras
2,66
Gubal
3,42
Bawah
Hutan Tanaman
Atas
Bawah
WL rata-rata (%)
Dari data tersebut, dapat terlihat perbedaan persentase kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan alam. Kayu teras bagian atas dan bawah berturutturut sebesar 2,66% dan 2,24%, sedangkan pada kayu gubal atas dan bawah berturut-turut sebesar 2,83% dan 2,76%. Persentase kehilangan berat tertinggi baik pada kayu bagian atas maupun bagian bawah terdapat pada kayu gubal, hal ini dikarenakan kayu teras memiliki keawetan alami yang tinggi disebabkan adanya zat-zat yang bersifat toxic (racun) dalam zat ekstraktif (Pandit & Kurniawan 2008). Sedangkan persentase kehilangan berat pada posisi batang atas
19
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada batang bawah. Brown (1952) menyatakan bahwa berat jenis kayu pada umumnya semakin menurun dari pangkal batang, pucuk dan cabang. Rayap biasanya menyerang bagian yang kurang padat, jadi bagian kayu awal dari riap tumbuh tahunan lebih disukai (Darrel 1987). Semakin kecil persentase kehilangan berat contoh uji menunjukkan bahwa semakin sedikit bagian contoh uji yang dimakan oleh rayap tanah C. curvignathus. Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh kandungan zat ekstraktif dengan jumlah yang sesuai dengan kondisi yang tidak disukai oleh rayap sehingga contoh uji yang dimakan oleh rayap sangat sedikit. Kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan tanaman dengan perbedaan nilai kehilangan berat pada kayu teras bagian atas dan bawah berturutturut 2,72% dan 2,66%, serta kayu gubal bagian atas dan bawah berturut-turut 3,59% dan 3,42%. Persentase kehilangan berat tertinggi baik pada kayu bagian atas maupun bagian bawah terdapat pada kayu gubal, hal ini dikarenakan kayu teras memiliki keawetan alami yang tinggi. Sedangkan persentase kehilangan berat pada posisi batang atas memiliki nilai yang lebih tinggi daripada batang bawah. Hal tersebut juga terdapat pada hutan alam, dimana kayu teras memiliki keawetan yang lebih tinggi daripada kayu gubal. Keawetan kayu teras diperoleh dari unsur-unsur pokok zat ekstraktif yang berperan sebagai bahan-bahan pengawet alami (Darrel 1987). Nandika et al. (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi dalam batang. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami setiap jenis kayu berbeda-beda bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada batang kayu yang sama. Tabel 3 Perbandingan persentase kehilangan berat bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu
Bagian Kayu
WL rata-rata (%)
Hutan Alam
Teras
2,45
Gubal
2,80
Teras
2,69
Gubal
3,51
Hutan Tanaman
20
Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui persentase kehilangan berat pada kayu hutan alam dan hutan tanaman untuk bagian kayu teras berturutturut adalah 2,45% dan 2,69%, sedangkan untuk bagian kayu gubalnya sebesar 2,80% dan 3,51%. Kayu teras hutan alam memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil daripada hutan tanaman dan kayu gubal hutan alam memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil daripada hutan tanaman. Jadi, dapat diketahui bahwa kayu meranti merah hutan alam memiliki keawetan alami yang lebih tinggi dibandingkan kayu meranti merah dari hutan tanaman dengan diameter batang yang sama yaitu 30 cm. Kayu meranti merah dari hutan tanaman merupakan kayu meranti cepat tumbuh dengan adanya perlakuan silvikultur yang menyebabkan pertumbuhannya bertambah dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan pada hutan alam, kayu tumbuh dengan alami hanya dengan dukungan faktor alam sehingga pertumbuhan lebih lama untuk mencapai diameter tertentu, namun memiliki kematangan kayu yang lebih baik dari hutan tanaman. Wistara et al. (2002) menyatakan bahwa umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat dan umur kayu memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Pengujian secara statistik juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh asal kayu, posisi batang, bagian kayu, serta interaksi antar ketiganya terhadap kehilangan berat contoh uji. Tabel 4 Hasil analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji Faktor
DB
JK
KT
F
Sig.
Asal Kayu
1
1,357
1,357
6,611
0,021 *
Posisi Batang
1
0,190
0,190
0,927
0,350 tn
Bagian Kayu
1
2,014
2,014
9,812
0,006 **
Asal Kayu x Posisi Batang
1
0,024
0,024
0,118
0,736 tn
Asal Kayu x Bagian Kayu
1
0,338
0,338
1,645
0,218 tn
Posisi Batang x Bagian Kayu
1
0,025
0,025
0,122
0,732 tn
Asal Kayu x Posisi Batang x
1
0,078
0,078
0,382
0,545 tn
16
3,285
0,205
Bagian Kayu Error
Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata
21
Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor asal kayu dan bagian kayu masing-masing memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata terhadap kehilangan berat. Hal ini menunjukan bahwa kayu meranti merah dari hutan alam dan bagian kayu teras masing-masing memiliki keawetan alami yang tinggi dibandingkan kayu dari hutan tanaman dan bagian kayu gubal. Namun posisi kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Hal ini diduga karena posisi kayu pada pohon memiliki komposisi kimia yang tidak begitu berbeda antara batang atas dan batang bawah dengan jarak potong yang berdekatan dan pengambilan contoh secara acak pada masing-masing posisi kayu sesuai bagian kayu. Jika dilihat dari hubungan antar faktor, tidak ada interaksi yang memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji.
4.2
Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Parameter lain yang digunakan dalam pengujian tingkat keawetan kayu
adalah mortalitas rayap. Persentase mortalitas rayap diperoleh dari perhitungan rayap yang mati selama masa pengujian sampel. Menurut Supriana (1983) dalam Islami (2011) perilaku makan rayap di alam berbeda dengan di laboratorium. Di alam rayap bebas untuk memilih sendiri lingkungan yang paling sesuai bagi hidupnya. Sedangkan di laboratorium, rayap akan memakan bahan (umpan) yang diberikan. Pada awalnya rayap tanah akan menyesuaikan diri dengan lingkungan pada botol uji. Kemudian akan memakan contoh uji yang diberikan. Rayap yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru umumnya mati pada awal pengujian. Bagi rayap yang lebih tahan, akan memilih untuk tidak makan, kemudian lambat laun rayap akan bertambah lemah dan mati.
22
Tabel 5 Persentase mortalitas rayap kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu
Hutan Alam
Posisi
Bagian
Batang
Kayu
Atas
Teras
93,56
Gubal
90,67
Teras
98,89
Gubal
89,11
Teras
91,33
Gubal
85,33
Teras
93,11
Gubal
87,56
Bawah
Hutan Tanaman
Atas
Bawah
Mortalitas (%)
Tabel 5 dapat menunjukkan perbedaan nilai mortalitas rayap pada masingmasing contoh uji kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman. Pada kayu meranti merah dari hutan alam, kayu teras bagian atas dan bawah memiliki nilai mortalitas rayap berturut-turut yaitu 93,56% dan 98,89%, sedangkan kayu gubal bagian atas dan bawah masing-masing sebesar 90,67% dan 89,11%. Kayu gubal bagian atas memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada bagian bawah. Namun, kayu teras bagian atas pada hutan alam ini memiliki mortalitas yang lebih rendah daripada bagian bawah. Persentase nilai mortalitas rayap berbanding terbalik dengan persentase kehilangan beratnya. Semakin besar kematian rayap maka kehilangan berat contoh uji semakin kecil, atau sebaliknya. Mortalitas rayap dimungkinkan terjadi oleh senyawa bioaktif dalam zat ekstraktif yang diduga bersifat racun dan merusak sistem saraf rayap sehingga mengakibatkan sistem saraf rayap tersebut tidak berfungsi yang akhirnya dapat mematikan rayap. Namun, faktor lingkungan pada saat pengujian juga mempengaruhi besar kecilnya mortalitas rayap. Dalam penelitian ini, suhu dan kelembapan ruang selama pengujian belum dapat dikendalikan. Menurut Nandika et al. (2003), kelembaban dan suhu merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap.
23
Pada contoh uji kayu meranti merah dari hutan tanaman diperoleh informasi mortalitas rayap pada kayu teras bagian atas dan bagian bawah berturutturut sebesar 91,33% dan 93,11%, sedangkan pada kayu gubal bagian atas dan bawah berturut-turut sebesar 85,33% dan 87,56%. Mortalitas tertinggi terdapat pada kayu teras baik bagian atas maupun bawah dibandingkan kayu gubalnya. Selain faktor zat ekstraktif kayu dan faktor lingkungan, sifat kanibalistik dan necrophagy yang ada pada rayap juga memungkinkan terjadinya mortalitas rayap yang lebih tinggi. Rayap-rayap yang tidak menyukai makanan yang ada akan kelaparan, lemas, dan mati. Rayap-rayap yang lemah atau sakit akan dibunuh dan dimakan oleh rayap-rayap yang lebih aktif. Selain itu, dengan sifat nekrofagnya rayap aktif akan memakan bangkai sesamanya untuk bertahan hidup dan efisiensi koloni. Nandika et al. (2003) mengemukakan bahwa sifat ini akan semakin terlihat bila rayap kekurangan makanan. Perilaku ini merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan koloni. Perbandingan mortalitas rata-rata antara hutan alam dan hutan tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan persentase mortalitas rayap antara bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu
Bagian Kayu
Mortalitas rata-rata (%)
Hutan Alam
Hutan Tanaman
Teras
2,45
Gubal
2,80
Teras
2,69
Gubal
3,51
Persentase rata-rata mortalitas rayap antara kayu meranti hutan alam dan hutan tanaman untuk bagian kayu teras berturut-turut sebesar 96,23% dan 92,22%, sedangkan untuk bagian kayu gubalnya berturut-turut sebesar 89,89% dan 86,45%. Kayu meranti hutan alam memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada hutan tanaman, baik pada kayu teras maupun kayu gubalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kayu meranti merah dari hutan alam memiliki
24
ketahanan alami yang lebih tinggi dibandingkan kayu meranti merah dari hutan tanaman terhadap serangan rayap tanah.
Tabel 7 Hasil analisis sidik ragam mortalitas rayap contoh uji Faktor
DB
JK
KT
F
Sig.
Asal Kayu
1
83,142
83,142
6,611
0,021*
Posisi Kayu
1
22,679
22,679
0,927
0,350tn
Bagian Kayu
1
220,039
220,039
9,812
0,006**
Asal Kayu x Posisi Kayu
1
0,018
0,018
0,118
0,736tn
Asal Kayu x Bagian Kayu
1
0,462
0,462
1,645
0,218tn
Posisi Batang x Bagian Kayu
1
15,601
15,601
0,122
0,732tn
Asal Kayu x Posisi Kayu x
1
20,182
20,185
0,382
0,545tn
16
109,825
6,864
Bagian Kayu Error
Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata Uji statistik juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh asal kayu, posisi kayu, bagian kayu, serta interaksi antar ketiganya terhadap mortalitas rayap. Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor asal kayu dan bagian kayu masing-masing memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata terhadap mortalitas rayap. Hal ini menunjukan bahwa kayu meranti dari hutan alam dan bagian kayu teras masingmasing memiliki keawetan alami yang tinggi dibandingkan kayu dari hutan tanaman dan bagian kayu gubal. Namun posisi batang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Jika dilihat dari interaksi antar faktor, tidak ada interaksi yang memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap.
4.3
Bentuk Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Rayap menggunakan kayu sebagai tempat berlindung dan untuk
memperoleh sumber makannya (Bowyer et al. 2003). Aktivitas rayap C. curvignatus selama pengujian menimbulkan perubahan pada contoh uji. Menurut Krisna dan Weeaner (1971) dalam Ria (2009), rayap akan cenderung memilih makanan yang mengandung banyak selulosa, mudah digigit dan dihancurkan.
25
Pada contoh uji kayu meranti kerusakan berbentuk seperti lubang-lubang yang terdapat pada permukaan dan sisi contoh uji. Kerusakan tersebut merupakan bukti adanya serangan rayap tanah terhadap contoh uji. Contoh uji pada penelitian ini merupakan satu-satunya sumber makanan bagi rayap C. curvignathus, sehingga rayap hanya memiliki pilihan memakan contoh uji. Supriana (1983) dalam Saragih (2009) juga menyatakan bahwa dalam contoh uji preferensi makanan tunggal di laboratorium, rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan makanan dan dalam keadaan terpaksa tersebut rayap memakan bahan makanan atau akan mati kelaparan. Bentuk kerusakan contoh uji sebelum dan sesudah pengumpanan dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5 Bentuk serangan rayap (C. curvignathus) terhadap sampel kayu meranti merah (a) sebelum pengujian; (b) sesudah pengujian