perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Wedangan Dengan Konsep Budaya Jawa di Surakarta Wedangan berasal dari kata wedang yang berarti minuman dalam
bahasa jawa, sedangkan wedangan yaitu kegiatan menikmati minuman. Namun lain disini, wedangan disini merupakan tempat makan dan minum seperti halnya rumah makan namun lebih terkesan santai dan kekeluargaan. Salah satu budaya yang masih eksis hingga kini adalah budaya Wedangan.Budaya Wedangan menyiratkan kesan kebersamaan, keakraban dan kesederhanaan. Di Surakarta sendiri wedangan sangat mendominasi di sudut-sudut jalan. Namun seiring berjalannya waktu banyak hadir wedanganwedangan yang terkonsep seperti halnya restoran. Misalnya wedangan yang berkonsep budaya jawa, di Surakarta sendiri banyak wedangan yang berkonsep budaya jawa seperi wedangan rumah nenek yang terletak di laweyan, wedangan kebon koelon yang terletak di karangasem, dan wedangan cangkir blirik yang terletak di banyuanyar. Wedanganwedangan tersebut mempunyai keunikan dan cirri khas masing-masing. Adapun deskripsi dari wedangan-wedangan tersebut sebagai berikut : a) Wedangan Rumah Nenek Wedangan yang terletak di Kelurahan Laweyan ini memiliki konsep wedangan back to home, yakni wedangan seperti halnya dirumah sendiri dan tentunya pada jaman dulu.Wedangan yang terdiri dari rumah klasik jaman kolonial lengkap beserta propertinya ini menyuguhkan makanan dan minuman khas wedangan serta suasana khas budaya jawa. Suasana yang hening dan nyaman membuat penikmat wedangan menjadi betah dan feel enjoy di commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wedangan ini. Pak Berto yang merupakan owner wedangan, sengaja memilih konsep seperti ini agar pengunjung bisa merasakan bahwa seperti ini lho wedangan di rumah saudagaran batik jaman dulu. Pengunjung bisa menikmati wedangan sambil melihat-lihat koleksi peninggalan jaman dulu yang berada di wedangan rumah nenek seperti lukisan, benda-benda bersejarah, ornament jawa, dan juga suasana jaman dulu tentunya. Sering pengunjung dari luar kota atau luar daerah yang berwisata di kampung batik laweyan mampir di wedangan rumah nenek. Menurut pak Berto, beliau ingin di Laweyan itu tidak hanya menjadi kampoeng batik, namun menjadi kampoeng heritage yang penuh dengan sejarah dan cerita di masa lampau.Selain itu, untuk menjaga kelestarian budaya membatik wedangan rumah nenek juga sering digunakan praktek membatik bagi wisatawan yang datang di Laweyan.Jadi selain hanya untuk menikmati wedangan pengunjung juga bisa belajar membatik di wedangan rumah nenek, namun ketika event-event tertentu. Menu makanan yang disajikanpun beraneka ragam mulai dari nasi bandeng, nasi goreng, aneka sundukan seperti sate kikil, sate apus, sate usus, sate udang dan masih banyak lagi. Harga makanan disini juga bervariasi mulai dari 4.000 rupiah hingga 15.000 rupiah.Makanan yang dijual di wedangan ini sebagian masa sendiri dan sebagian titipan dari warga sekitar.Secara tidak langsung wedangan rumah nenek member tambahan penghasilan kepada warga
sekitar
yang
menitipkan
dagangannya
di
wedangan
tersebut.Omzet yang di dapat di wedangan rumah nenek cukup besar, setiap harinya pak Berto bisa mengantongi uang hingga jutaan rupiah, namun dibalik omzet yang besar juga terdapat pengeluaran yang tidak sedikit.Biaya operasional sewa tempat, perawatan bangunan dan gaji 5 pegawainyaterkadang membuat pak Berto merogoh kantong dalam-dalam. Hal ini dikarenakan bangunan yang commit torumah user nenek bukan milik pribadi dan digunakan untuk wedangan 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harus menyewa, selain itu perawatan bangunan juga ekstra diperhatikan mengingat usia bangunan yang sudah berumur ratusan tahun.
Gambar 4. Wedangan rumah nenek menyajikan wedangan jawa klasik dengan bangunan asli khas rumah saudagaran di jaman kolonial
Gambar 5. Benda-benda klasik tempo dulu tertata rapi di pelataran rumah kolonial di commit to user wedangan rumah nenek 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Wedangan Kebon Koelon Wedangan yang terletak di Kelurahan Karangasem ini mengusung konsep budaya jawa. Wedangan yang berbentuk pendopo-pendopo dan dilengkapi banyak ornament etnik ini berdiri diatas tanah pekarangan yang luas atau dengan istilah kebon. Wedangan bernuansa Jawa klasik bertempat di ujung barat kota Solo ini berdiri di atas tanah seluas 4.000 m². Kebon Koelon berarti kebun yang berada di kulon, atau dalam bahasa Indonesia kulon berarti barat. Pemilik wedangan memilih nama ini karena tanah tempat Kebon Koelon berdiri merupakan tanah terluas yang berada di sebelah barat kota Solo. Anda yang datang beramai-ramai menggunakan mobil maupun rombongan sepeda motor tak perlu khawatir dengan kendaraan Anda karena kami memiliki tempat parkir yang sangat luas. (https://kebonkoelon.wordpress.com/about/). Beraneka makanan dan minuman ala wedangan hadir di wedangan ini.Mulai dari wedang teh, wedang jahe, wedang beras kencur,
nasi
bandeng,
nasi
oseng,
dan
berbagai
macam
sundukan.Harga yang ditawarkan di wedangan kebon koelon pun relative terjangkau, untuk wedang rata-rata diberi harga 5 ribu dan untuk sundukan rata-rata 4 ribu. Tempat yang luas, suasana yang nyaman, serta ditambah alunan tembang-tembang jawa membuat daya tariktersendiri bagi penikmat kuliner khususnya wedangan.Dengan tempat yang luas, kapasitas pengunjung yang memadai banyak yang menggunakan wedangan
kebon
koelon
sebagai
tempat
berkumpul
saling
silaturahmi. Menurut pak Gambiro yang merupakan owner dari wedangan kebon koelon, orang yang datang ke wedangan biasanya itu mengajak teman atau lebih dari satu orang, dan mereka commit to user menghabiskan malam dengan ngobrol-ngobrol sembari menikmati 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makanan dan minuman yang ada di wedangan.Tak jarang ketika akhir pekan dan musim liburan pengunjung membludak hingga harus pesan tempat terlebih dahulu.Pegawainya pun sering dibuat kewalahan ketika musim liburan tiba, bahkan pak Gambiro beserta keluarganya harus ikut turun tangan ketika 7 pegawai yang terdiri 2 peracik wedang, 2 penyaji makanan dan 3 pelayan tidak mampu untuk mengantisipasi banyaknya pengunjung diwaktu musim liburan.
Gambar 6. Ukiran kayu jati bertuliskan Wedangan Kebon Koelon menambah kesan lawas ketika kita masuk di Wedangan.
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 7. Tampak pengunjung wedangan sedang menikmati hidangan di pendopo tengah Wedangan Kebon Koelon beserta property klasik tempo dulu seperti lampu, meja, kursi, kepala rusa dll .
c) Wedangan Cangkir Blirik Wedangan ini terletak di Kelurahan Banyuanyar. Meskipun letaknya yang jauh dari pusat kota namun wedangan ini tak kalah ramai dengan wedangan-wedangan yang ada di pusat kota. Wedangan yang berdiri didekat areal persawahan ini mengusung konsep tempo doeloe.Mulai dari jenis makanan, minuman dan penyajian dibuat khas menyerupai tempo doloe.Bahkan tempat atau wadah yang digunakanpun dibuat seperti jaman dulu yakni cangkir blirik.Alunan musik kroncong membuat suasana di wedangan ini menjadi lebih klasik. Sama dengan nama menu andalan, dipilihlah cangkir blirik untuk mewakili konsep lawas yang dipakai Isnan, ownernya. Yakni Isnan Wihartanto (45) yang membuka Wedangan Cangkir Blirik sekitar satu setengah bulan lalu. Berawal dari mengamati banyaknya commit to user pendatang, pak Isnan mengangkat kuliner khas Solo. Di Solo di 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap gang ada wedangan.Hanya saja suasana yang berbeda yang saya tawarkan, maka dipilihlah konsep Solo tempo dulu. Berbagai perabot berbau lawas lalu ia suguhkan termasuk cangkir blirik yang berpadu dengan nama wedangannya. Kalau di Solo, usaha kuliner bukan dilihat dari tempat strategis atau makanan yang murah dan enak, namun beliau berpendapat kalau para pendatang memilih tempat makan dari ulasan mulut ke mulut. Dan agar dibicarakan, dibutuhkan konsep dan menu yang benar-benar khas Kota Solo.Mereka jarang mencari wisata kuliner dengan
konsep
modern
karena
di
tempat
mereka
sudah
banyak.Untuk menarik pendatang, dipilihlah perabot, menu, dan nama yang membawa suasana ke zaman simbah. Ditanya soal strategi pemasaran, pakIsnan mengaku masih dalam tahap memperkenalkan Wedangan Cangkir Blirik kepada masyarakat.Ia juga mengungkapkan rencananya untuk membuat konsep wedangan yang bisa dipanggil untuk acara-acara khusus. Rencananya kami menerima panggilan untuk membawa grobak Wedangan Cangkir Blirik ini ke acara pernikahan dan sebagainya,” lanjutnya optimis. Berbagai menu khas wedangan ditawarkan di wedangan di Jalan Pakelno 6, Banyuanyar, Solo, itu. Untuk menu minuman yang paling khas yakni teh cabli, ramuan asli dari sang pemilik. Cara meminumnya pun dibuat berbeda, pelanggan menyaring sendiri teh yang ada di cangkir blirik.Kemudian tinggal memasukkan gula batu kuning dengan takaran sesuai kemauan.Untuk prosesi minum pun pelanggan dibawa ke zaman dulu. Seporsi teh cabli bisa dinikmati dengan harga Rp4.500.Ada pula menu minuman lain seperti teh greng yang berkasiat menambah vitalitas. Untuk makanan ada nasi bakar, nasi bandeng, nasi dang (kukus), lengkap dengan berbagai lauk gorengan dan sate-satean.Semuanya dipatok dengan kisaran commit to Rp6.000. user harga antara Rp1.500 hingga Dibuka mulai pukul 17.0040
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24.00 WIB, tiap harinya pak Isnan bisa meraup omzet hingga Rp1.500.000. Berbagai menu khas wedangan tersaji dengan harga mulai Rp1.500 hingga Rp6.000. Yang paling beda yakni nasi putih yang cara memasaknya pun masih tempo dulu, yakni didang memakai arang.Bagi pak Isnan, kunci sukses untuk menjalankan usaha kuliner adalah disiplin dalam memperlakukan pagawai. Meski dengan pegawai yang terdiri dari 2 peracik wedang, 2 pembuat makanan dan 5 pelayan, pak Isnan sering kewalahan ketika musim liburan atau akhir pekan. Banyak pengunjung yang datang dari luar kota hanya untuk menikmati wedangan cangkir blirik.
Gambar 8. Wedangan Cangkir Blirik merupakan salah satu wedangan dengan konsep budaya jawa yang mengedepankan ornament-ornamen etnik sebagai daya tarik tersendiri bagi pengunjung wedangan.
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 9. Nuansa jawa yang kental dengan hiasan tokoh pewayangan dan benda etnik disuguhkan ketika pengunjung sampai di pintu masuk wedangan. Dari berbagai deskripsi wedangan di atas, dapat disimpulkan bahwa wedangan tersebut mempunyai keunikan tersendiri meski berkonsep budaya jawa. Adapun karakteristik dari wedangan tersebut dapat dilihat dari table berikut ini. Karakteristik Budaya Jawa dalam Wedangan di Surakarta No 1
Nama wedangan
Karakteristik 9 Menonjolkan rumah saudagaran
Rumah Nenek
batik pada jaman kolonial yang asli dan masih terawatt. 9 Terdapat foto-foto Mbok Mase (Pengrajin
Batik)
Laweyan
Jaman dulu 9 Terdapat benda-benda unik jaman dulu yang penuh dengan filosofi 2
Kebon Koelon
commit to 9 userMenonjolkan rumah limas an 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jaman dulu 9 Terdapat
berbagai
burung
perkutut serta sangkar jaman dulu di setiap sudut wedangan 9 Menonjolkan tempat yang luas seperti kebon pada jaman dulu 9 Terdapat
ornament-ornament
klasik jaman dulu 3
9 Menonjolkan
Cangkir Blirik
pendopo
yang
digunakan untuk wedangan 9 Menonjolkan
cangkir
blirik
sebagai gelas yang digunakan untuk wedang Tabel 1.
2. Manfaat Wedangan Sebagai Media Sosial
Aja turu sore Kaki, ana dewa nganglang jagad, nyangking bokor kencanane, isine donga tetulak, sandhang kalawan pangan, yaiku bageyanipun, wong melek sabar narima.
Jangan tidur terlalu sore, terjagalah bentangkan sajadah, bersimpuhlah dialtar, dan keimananmu, Ada Dewa/Malaikat sedang mengelana jagad disepertiga malam, mencari dirimu yang masih terjaga, Dibawanya bejana kencana, dari Yang Maha Rahmat, kau tahukah isinya? Isinya do’a penolak bala, penolak bencana, penarik rezeki, petunjuk jalan terang, Berkah pakaian serta makanan yang cukup, sandang untuk jasmani dan rohani, makanan untuk jiwa dan raga, Yaitu commit to user bagian untuk orang yang tak pernah tertidur mata raga dan mata jiwanya, 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang yang selalu melihat, nyalang matanya melihat segala sesuatu dan sabar menerima segalanya, tak pernah lupa saat ia jaya dan selalu bertawakal saat ia terpuruk.
Begitu kurang lebih arti syair asmarandana dalam bahasa Indonesia.Rangkaian tulisan tersebut mengandung arti religi yang amat dalam.Bagaimana umat berupaya mendekatkan diri dengan Tuhannya, melalui ibadah tengah malam. Namun, sebagian orang menafsirkan berbeda akan maksud ini dengan beranggapan tidur larut malam mendatangkan rejeki. Pandangan inilah yang menjadi salah satu alasan budaya nonkrong malam hari, yang oleh orang Jawa biasa disebut “prihaten wengi”. Barangkali, sebait syair Jawa klasik yang berbentuk asmarandana tersebut dapat mewakili sebuah aktivitas masyarakat yang disebut wedangan.Wedangan berasal dari kata dasar wedang (bahasa jawa) yang artinya air minum. Sedangkan arti dari kata “wedangan” adalah sebuah warung makan/minum yang memakai gerobak atau dipikul, biasanya berhenti disuatu tempat (istilah angkotnya : ngetem) dan tidak pindahpindah, buka dari sore hingga menjelang subuh. Biasanya untuk penerangan dipakai lampu minyak, tapi dalam perkembangannya sekarang sudah menggunakan lampu listrik. Seiring berjalannya waktu konsep wedangan mulai berevolusi mengikuti tuntutan zaman. Dari yang awalnya menggunakan konsep “pikulan”, sekarang sudah menetap di satu tempat, dari yang dulunya hanya menjual minum dan jadah bakar sekarang makanan sudah mulai bervariasi, dan bahkan ada pula yang menawarkan konsep wedangan era modern lengkap dengan aksesorisnya. Tambahan ornamen lampu hias, gelas hias sampai lukisan bak konsep rumah makan modern (café) kini mulai ditambahkan di wedangan.Namun bagaimanapun wedangan tetap lekat dengan budaya “nongkrong” malam hari, makanan tradisional commit to user dengan menu-menu yang sederhana. 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wedangan menjadi sistem budaya masyarakat jawa dan Surakarta khusunya.Pada jaman dulu wedangan merupakan kegiatan yang rutin dilakukan ketika pagi sebelum berangkat kerja atau beraktifitas.Bagi masyarakat jawa jaman dulu wedangan merupakan sebuah kegiatan yang sudah membudaya dan dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan atau tradisi. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan dibagi ke dalam tiga wujud, yakni: 1) wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, norma-norma, gagasan-gagasan, nilai-nilai, peraturan-peraturan dan sebagainya, 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam suatu masyarakat, 3) wujud kebudayaan sebagai bendabenda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1985:5). Fenomena wedangan tersebut diatas termasuk pada wujud kebudayaan yang kedua (berdasarkan pembagian wujud kebudayaan oleh Koentjaraningrat). Sebagian masyarakat kota Surakarta memiliki aktivitas kelakuan berpola yakni makan malam di wedangan, hal ini terbukti dari menjamurnya
pedagang
wedangandi
kota
Surakarta
dan
jumlah
pengunjung yang banyak menikmati makanan di wedangan. Wedanganmerupakan tempat yang cukup nyaman untuk bersantai dengan teman, hal ini mencerminkan terjadinya komunikasi yang akrab/dekat dalam masyarakat kota Surakarta. Namun sisi negatifnya dapat pula berarti bahwa masyarakat kota Surakarta senang sekali nongkrong atau berkumpul dan ngobrol tidak jelas arahnya.Wedangan merupakan fenomena budaya yang menarik di kota Surakarta. Terdapat banyak warung wedangan yang tersebar ke penjuru kota Surakarta. Baik wedangan yang yang berkonsep gerobak biasa sampai modern yang berkonsep budaya jawa.Wedangan dengan konsep budaya jawa di Surakarta diantaranya adalah Wdangan Rumah Nenek, Wedangan Kebon Koelon, dan Wedangan Cangkir Blikrik. Fenomena wedangan ini dapat mencerminkan masyarakat kota Surakarta yang suka bersuara, nongkrong, commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
santai, akrab, dan dapat dipercaya.Berikut beberapa manfaat wedangan sebagai media sosial yang terekam oleh peneliti.
2.1.Wedangan Sebagai Tempat Untuk Reuni Teman Reuni berasal dari kata Re yang artinya Kembali dan Uni yang artinya Bersatu dengan kata lain reuni berarti kembali bersatu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dan sebagainya) setelah berpisah cukup lama (http://kbbi.web.id/reuni). Setiap orang pasti punya teman dekat baik itu teman sekolah, teman kerja dan sebagainnya. Tak jarang dengan sesuatu hal entah itu kesibukan ataupun pekerjaan membuat mereka untuk berpisah dalam waktu yang cukup lama. Dengan diadakannya reuni mereka bisa saling bertemu dan bercanda ria. Biasanya diadakannya reuni mempunyai maksud dan tujuan tertentu seperti menjalin silaturahmi, Nostalgia, Networking.Seperti halnya yang telah dikatakan responden saya ketika saya melakukan kegiatan wawancara dengan mas Gunawan. “ Ya saya palingan ngumpul sama temen-temen mas, reuni alumni sma kalau ndak ya alumni kuliah. Ya intinya kita itu disini untuk silaturahmi mas, menjaga persaudaraan agar tidak putus. Karena pada dasarnya relasi itu sangat penting untuk saya, selain itu kita juga sering bahas masalah kerjaan, bahkan saling menawarkan lowongan kepada teman yang belum bekerja.”(Wawancara Gunawan, 25 Mei 2016) Menjalin silaturahmi, Dengan reuni kita bisa menjalin kembali hubungan kita dengan teman seperjuangan dulu. Kita bisa mengetahui kabar mereka, di mana mereka tinggal, di mana mereka kerja, dan bagaimana keadaan mereka saat ini. Bisa juga jadi ajang saling memaafkan kalo dulu masih punya salah sama orang lain. Nostalgia, Reuni juga bisa jadi ajang untuk mengingat kembali commit to user semua kenangan, suka duka, tawa canda, tangis haru dll. Dan pastinya bisa 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadi hal yang menyenangkan bisa mengingat masa-masa sekolah, masa kuliah, kerja atau sebagainya. Networking, Dengan reuni kita bisa saling bertukar informasi tentang disiplin pekerjaan yang digeluti oleh teman-teman kita. Dengan demikian kita dapat saling menghubungi jika ada peluang bisnis sekarang ataupun nanti. Untuk yang belum berhasil, sapa tau ada teman baik kita yang bisa membantu untuk meniti karir lebih baik. Seperti itulah hal yang ditemukan ketika melakukan wawancara di lapangan terkait dengan kegiatan reuni teman yang dilakukan oleh mas Gunawan.Bahwasanya yang sering dibahas ketika melakukan reuni di wedangan antara lain seperti network atau jaringan, meliputi jaringan lowongan pekerjaan, saling bersilaturahmi dan bertukar pikiran serta saling mempererat tali persaudaraan. Begitu juga yang disampaikan oleh pak Gambiro selaku pemilik Wedangan Kebon Koelon, Bahwasanya banyak pengunjung melakukan kegiatan di wedangan tersebut seperti acara ulang tahun ataupun reuni dengan teman. “ Wah kalo itu sering dek, coba bisa anda muter-muter dan mengamati, banyak orang-orang yang datang kesini bukan hanya sekedar untuk wedangan. Namun mereka juga ada yang berbicara bisnis, terus reuni sama teman yang mungkin jarang ketemu, rapat juga ada itu anak-anak mahasiswa yang sering.”(Wawancara Gambiro, 25 Mei 2016) Dari penjelasan pak Gambiro diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kegiatan sosial yang terjadi di wedangan kebon koelon salah satunya reuni teman.Banyak pengunjung yang datang di Wedangan Kebon Koelon secara beramai-ramai untuk berjumpa dengan teman-temannya atau reuni.
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar. 10 Mas Gunawan beserta teman-temannya ketika diwawancarai sedang berkumpul bersama teman-temannya untuk reuni sekedar pelepas rindu dan saling sharing.
2.2. Wedangan Sebagai Tempat Untuk Ketemu Bisnis Ketemuan bisnis adalah kegiatan ketika beberapa orang bertemu untuk membahas kegiatan pekerjaan mereka. Tak jarang mereka bertemu di suatu tempat untuk mebicarakan bisnis mereka.Hal-hal yang dibicarakan di wedanganpun beraneka ragam. Seperti halnya KOMISI yaitu komunitas sales Indonesia menjadikan wedangan rumah nenek sebagai tempat mereka melakukan kegiatan meeting, sharing juga kumpul-kumpul untuk suatu acara. Seringkali KOMISI di wedangan untuk membahas tentang agenda kerja, rapat bulanan, serta masalah yang dihadapi oleh anggota baik kepada konsumen maupun masalah internal.Seperti yang diutarakan mas Wahyu ketika commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditanya mengenai apa yang sering di bahas oleh KOMISI di wedangan Rumah Nenek. “ya biasanya kalau kita ada agenda kumpul disini kita bahas tentang agenda program kerja kita kedepan, agenda meeting dan lain sebagainya, bahkan juga ada permasalahan intern anggota yang kita bahas disini. Paling tidak kita kan bisa bantu memecahkan masalah yan dialami setiap anggota. Terus itu…. Termasuk ada kabar kegiatan sosial seperti siapa yang mau nikah, terus juga kalau ada yang punya baby baru. Itu nanti kan kita bisa diskusikan bareng-bareng enaknya gimana”(Wawancara Wahyu, 15 Mei 2016) Bagi mereka KOMISI merupakan suatu keluarga dengan latar belakang anggota yang berbeda-beda namun dengan satu tujuan bersama.KOMISI memilih wedangan rumah neneksebagai tempat berkumpul mereka karena wedangan dinilai tempat yang nyaman dan tenang karena wedangan tersebut letaknya jauh dari keramaian, selain itu suasana jawa tempo dulu yang membuat nyaman bertemu dengan relasi bisnis. Begitu juga menurut mas Wahyu sebagai ketua komunitas sales Indonesia ketika menjawab pertanyaan tentang wedangan rumah nenek terkait dengan komunitas tersebut. “ya menurut kita wedangan rumah nenek ini tempatnya enak untuk kita melakukan cara entah itu meeting, ngobrol dan agenda kegiatan lain, untuk makananya juga lumayan enak semuanya suka dengan makanan yang ada di wedangan ini. Kalau masalah harga memang disini lebih mahal disbanding wedangan pada umumnya namun kita sudah nyaman disini, wedangan ini pun sudah seperti basecamp kami (wis koyok omahe dewe). Jadi ya masalah harga tidak jadi masalah. Ya mungkin itu mas alasannya”.(Wawancara Wahyu, 15 Mei 2016) Dapat disimpulkan tanggapan dari mas Wahyu selaku ketua KOMISI bahwa mereka merasa nyaman ketika di dalam mereka membuat acara itu tempatnya tenang, santai dan bahkan seperti rumah sendiri. commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Begitu juga yang disampaikan Pak Alberto Pemilik Wedangan Rumah Nenek, menurut beliau wedangan Rumah nenek sering digunakan untuk kegiatan rapat atau meeting oleh komunitas seperti komunitas KOMISI (Komunitas Sales Indonesia). “ Banyak sih, bahkan kita sering digunakan untuk acara gathering, kemarin itu ada dari astra, trus dari instansi-instansi, pers, tementemen wartawan, acara sosialisasi juga, trus untuk yang dari luar kota belajar membatik sering juga disini.”(Wawancara Alberto, 15 Mei 2016) Selain itu, Pak Alberto juga berpendapat bahwa Wedangan Rumah Nenek sengaja merangkul atau menjalin kerjasama dengan komunitaskomunitas yang ada di Surakarta. “Iya, bagaimanapun kita juga harus menjalin hubungan dengan temen-temen komunitas, kebetulan yang cukup intens saat ini ya komunitas sales itu. Mereka sering mengadakan rapat, meeting, disini. Saya malah berharap ini dijadikan seperti rumah mereka sendiri dan sudah biasa sekali.”(Wawancara Alberto, 15 Mei 2016)
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 11. Kegiatan wawancara bersama pak Alberto pemilik wedangan rumah nenek, pak Yudi dan mas Wahyu ketua komunitas sales indonesia
Gambar 12. KOMISI (Komunitas Sales Indonesia) menjalin kerjasama dengan Wedangan Rumah Nenek Sebagai basecamp tempat kegiatan mereka
2.3. Wedangan Sebagai Tempat Untuk Kumpul Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peran setiap anggota keluarga berbeda-beda, mulai dari ayah, ibu dan anak. Kegiatan mereka dalam beraktivitas sehari-hari pun tidak sama. Kesibukan masing-masing anggota keluarga membuat waktu untuk bersama semakin sedikit.Terkadang sebuah keluarga membutuhkan sebuah tempat diluar rumah untuk mereka bercengkrama, sekedar menikmati suasana baru, atau bahkan refreshing untuk menghilangkan penat. Tempat rekreasi seperti pantai, alam, taman berman dan mall biasanya menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi sebuah keluarga sebagai tempat hiburan yang paling dicari, selain itu banyak juga yang menjadikan wisata kuliner sebagai pilihan untuk pilihan alternatif mereka. Wedangan adalah salah satu tempat menarik bagi sebuah keluarga untuk berkumpul bercengkrama.Seperti yang diungkapkan oleh mas Restu ketika datang ke wedangan dengan keluarga.Bagi dia wedangan adalah tempat yang nyaman bagi keluarga untuk bersantai menikmati makanan dan menikmati suasana tradisional di tengah penatnya aktivitas kita.Mas Restu memilih wedangan cangkir blirik sebagai tempat makan sembari bersantai dengan keluarga.Tidak ada kesan serius di dalam wedangan, biasanya keluarga mas Restu hanya menikmati makanan sambil ngobrol ringan seperti permasalahan pribadi setiap anggota keluarga. Aku biasane nek neng wedangan kene ki karo keluarga ku kadang yo karo koncoku Mas. Tapi sering e karo keluargaku sih Mas…nek karo konco-koncoku nek wedangan biasa pinggir dalan kerep e. Aku nek mbi keluarga luwih nyaman neng kene Mas, karena neng kene nuansa ne koyo mangan neng rumah makan, luwih pas lah nek dinggo kumpul keluarga.lha nek neng wedangan biasa kan istilah e nongkrong, lha mosok mbi keluarga nongkrong, kan yo piye Mas. Jadi nek nggo kumpul keluarga luwih pas Mas. Mergone neng kene ki suasana ne tenang, ra bising, wong omongan neng kene yo alon-alon, ra banter. Dadi nek ngobrol mbi keluarga yo penak. Nek kumpul neng kene yo marai luwih intens ngobrol suwe mbi keluarga Mas, opo meneh nek pas adiku karo masku trus ponakanku do kumpul neng Solo. Yo beda ne karo neng rumah makan ki neng kene isoh ngobrol luwih suwe. Jadi nek buatku neng wedangan iki soh luwih nyedakke akuuser mbi keluargaku (Wawancara Restu, commit to 30 Mei 2016) 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun hal yang dibahas di wedangan ketika sebuah keluarga berkumpul antara lain permasalahan internal yang mungkin dimiliki tiap anggota keluarga seperti keluarga mas Restu. Obrolan ringan sembari menikmati hidangan khas wedangan serta alunan tembang jawa adalah suasana yang pas bagi keluarga mas Restu untuk saling bertukar pendapat. Pak Isnan sebagai pemilik wedangan juga menjelaskan bahwa yang datang di Wedangan Cangkir Blirik kebanyakan adalah keluarga.Menurut beliau orang yang suka dengan konsep wedangan dengan budaya jawa adalah orang tua, dan orang tua biasanya identik dengan keluarga.Banyak orang yang datang di wedangan beserta keluarga-keluarganya, jarang orang datang ke wedangan itu sendiri. “Sebenarnya ya kebetulan saja mas, pas kita lagi dijalan nemu barang yang bagus ya kita pajang di wedangan, terus ada juga pengunjung yang nitip barangnya untuk dipajang disini, seperti lukisan, kentongan dll. Solo itu sekarang kompetitornya banyak, jadi kalau kita ndak bergerak ya udah ketinggalan dengan yang lain. Sekarang aja tiap sudut-sudut perempatan pasti ada wedangan, dan mereka juga komunitas dan punya masa, dengan berbagai konsep wedangan baik modern maupun jawa klasik.Jadi solo itu sudah jadi kotanya wedangan.Tiap malam minggu aja hp saya bunyi.Pak? Wedangan cangkir blirik itu sama Manahan sebelah mananya? La sampeyan dari mana? Ada yang dari semarang, jogja, pati dll. Dan mereka jauh-jauh Cuma untuk menikmati wedangan di solo. Tetapi orang-orang yang datang kesini itu cenderung family, jarang anak-anak muda yang datang kesini kecuali yang bener-bener suka wedangan seperti ini. Jadi kesannya kan santai wedangan disini. Hal ini juga yang membedakan wedangan dan rumah makan.Kalau wedangan orientasinya 60% ngobrol dan 40% makan.Kalau rumah makan 60% makan dan 40% ngobrol.Kalau disini orang datang jam 5 sore dan pulang jam 10 malam ya ndak masalah.Ya seperti inilah karakter wedangan.Jadi saya juga ndak asal buka wedangan, harus tau roh dan karakternya.Alhamdulillah ini masih rame dari awal buka dulu.”(Wawancara Isnan, 20 Mei 2016) commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pak Isnan juga menjelaskan bagaimana orientasi orang di wedangan yaitu lebih besar prosentasenya untuk santai dan ngobrol daripada untuk makan.Menurut beliau inilah yang dinamakan wedangan, yaitu kesannya santai berbeda dengan rumah makan.Meskipun bukan seperti wedangan di pinggir jalan, namun para pengunjung merasa nyaman dengan konsep yang dihadirkan oleh wedangan cangkir blirik.
Gambar 13. Wedangan klasik dengan konsep yang begitu santai merupakan salah satu pilihan alternative untuk keluarga bercengkrama ria sambil menikmati makanan atau minuman
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 14. Wedangan Cangkir Blirik juga pernah digunakan untuk kegiatan ramah tamah bersama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bersama warga Surakarta. Karakteristik wedangan dengan aktivitas atau kegiatan sosial yang berbeda bisa dijelaskan berdasarkan table di bawah ini : Nama Wedangan
Aktivitas Sosial Yang Penjelasan Terjadi
Wedangan
Kebon Reuni Teman
Koelon
Kegiatan temu kangen dengan teman sekolah, teman kuliah atau teman kerja
Wedangan
Rumah Ketemu Bisnis
Nenek
Kegiatan dalam rangka keperluan
bisnis
atau
pekerjaan, yaitu komisi atau
komunitas
Indonesia commit to user 55
sales yang
menggunakan wedangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rumah
nenek
sebagai
basevamp untuk kegiatan mereka
seperti
rapat,
meeting, gathering dll Wedangan
Cangkir Keluarga
wedangan
Blirik
berfungsi
untuk
berkumpulnya
keluarga
untuk
menyantap sembari
makana
bercerita
dan
bercengkrama ria Tabel 2.
3. Pemaknaan Wedangan Sebagai Simbol Budaya Jawa Charron (1979) menyebutkan pentingnya pemahaman terhadap simbol-simbol ketika seseorang menggunakan teori interaksionisme simbolis.Simbol adalah objek sosial dalam suatu interaksi.Ia digunakan sebagai perwakilan dan komunikasi yang ditentukan oleh orang – orang yang menggunakannya.Orang-orang tersebut memberi arti, menciptakan dan mengubah objek tersebut di dalam interaksi. Simbol sosial tersebut dapat mewujud dalam bentuk objek fisik ( benda-benda kasat mata); katakata (untuk mewakili objek fisik, perasaan, ide-ide, dan nilai-nilai), serta tindakan ( yang dilakukan orang untuk memberi arti dalam berkomunikasi dengan orang lain (Soeprapto, 2002: 126).
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di setiap lingkungan memiliki kontrak khusus yang terbentuk karena budaya masyarakat yang ada mengenai pemahaman interaksi pada suatu simbol.Yang mana pemahaman simbol itu terbentuk karena adanya interaksi sosial dan budaya dari suatu tempat tertentu.Dari mulai rumah, lingkungan
sekitar
rumah,
sekolah,
kampus,
dan
juga
wedangan.Wedangan menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Pada bahasan ini akan mengungkapkan simbol-simbol yang ada dalam wedangan. Simbol dalam pemahaman ini lebih pada simbol budaya klasik yang dimunculkan di wedangan. Simbol-simbol yang dimaksud ialah simbol yang tercipta atau sengaja diciptakan untuk mendukung proses interaksi antara penjual dengan pembeli, ataupun pembeli dengan pembeli lain. Penjual atau pemilik wedangan berkonsep budaya jawa sengaja menonjolkan simbol tersebut agar mendukung proses interaksi yang terjalin agar tercipta suasana nyaman di wedangan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Alberto pemilik wedangan Rumah Nenek sebagai berikut: “Konsep awal saya mendirikan Wedangan Rumah Nenek ini dulu karena dilatarbelakangi oleh keinginan saya untuk meramaikan Kampoeng Batik Laweyan di malam hari. Karena kita tahu sendiri proses interaksi jual beli dan kehidupan sosial di Laweyan ini hanya ada ketika pagi dan siang hari. Kemudian saya juga memanfaatkan arsitektur budaya jawa di bangunan ini untuk menarik perhatian pengunjung.Rumah Nenek asumsinya seseorang kalau sudah hidup dimanapun akan ada yang namanya pulang ke kampung halaman dan biasanya mereka menyebut aktivitas tersebut dengan istilah pulang ke rumah nenek.”(Wawancara Alberto, 15 Mei 2016) Oleh karena itu, lebih lanjut simbol-simbol budaya jawa yang dimunculkan di wedangan Rumah Nenek, wedangan Kebon Koelon dan wedangan Cangkir Blirik akan diuraikan di bawah ini.
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.1. Gebyok, Rumah Kolonial Dan Ornamen Jawa Sejarah gebyok bisa ditarik sejauh masa hidup Ratu Kalinyamat – Putri Sultan Trenggono, sultan Demak abad ke-16.Sang putri yang bernama asli Retno Kencono Wungu bersama suaminya yang bernama Sunan Hadirin mendapat jatah kekuasaaan di wilayah Jepara, Kudus, Pati dan sekitarnya.Masa itu juga hidup Sunan Kudus Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, gebyok telah diciptakan dan menjadi karya agung, dengan ukiran rumit dan indah menjadi titik tolak utama.Gebyok yang sudah berkembang pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat ini adalah rumah kayu yang dipenuhi oleh kerajinan ukir pada kayunya.Gebyok diciptakan untuk meraup tujan praktis, etis, dan estetik. Sebagai kebutuhan praktis, gebyok adalah sebagai rumah yang layak dan tangguh.Walaupun penuh ukiran, tetapi tidak meninggalkan kekuatan sebagai penyangga rumah juga.Dan rumah ini bukan rumah biasa.Melainkan rumah “pilihan”.Betapa tidak, untuk menciptakan gebyok diperlukan kayu pilihan serta tenaga ahli terbaik pada zamannya.Sebagai kebutuhan estetis, tak pelak gebyok memulangkan keindahan pada ukiran yang tak tertandingi.Kesabaran, ketelatenan, dan kemampuan teknis ukir lihai adalah syarat mutlak menciptakan ukiran yang indah pada gebyok. Gebyok juga punya nilai etis dan spritiual.Gebyok memberi pesan spiritual bagi penghuninya.Ukiran dalam gebyok memaparkan tujuan hidup manusia sangkan paraning dumadi keharmonisan, kesejahteraan
dan
kedamaian.Keharmonisan
desain
gebyok
memperlihatkan pentingnya keharmonisan hidup dengan alam.Gebyok juga tanda tentang jalan ke sorga, naik turunnya roh nenek moyang.Swastika adalah simbol harmoni dan keseimbangan hidup. commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bung bambu adalah simbol regenerasi, kesuburan, dan keberlanjutan hidup. Kala makara adalah simbol cinta antara ibu dan anak. Dan karena dulu Kudus – Jepara adalah wilayah tunggal di bawah kekuasaan Demak, maka yang ada di Kudus juga ada di Jepara.Ukiran Jepara secara motif bisa jadi dipengaruhi oleh wacana yang saat itu berkembang di Kudus. Sedang motif-motif khas kudus menjadi sangat indah ketika berpadu pada ketrampilan seni pahat Jepara. Dulunya, seni ukir kudus didominasi oleh bunga teratai. Hal ini bisa dimengerti karena pada saat itu, pada zaman dahulu, agama mayoritas warga Kudus adalah agama Hindu. Sunan Kudus, penyebar Islam tanah Jawa, memperkenalkan ukiran dari bunga melati. Bunga melati berukuran kecil, putih dan wangi.Arti dari melati sebagai perlambang mengandung arti bahwa penganut agama Islam pada waktu itu berjumlah kecil, namun bisa memberikan wewangian bagi sekeliling. Melati dalam gebyok dibikin menyatu sama lain, dan juga menyatu dengan komponen yang lain. Makna simbolik dari kedekatan ini adalah umat islamdan umat dari beragama lain sebaiknya bersatu membangun kedamaian, walaupun berbeda agama dan pendapat. Kembali ke sisi historis, seiring meredupnya pamor kesultanan Demak dan kemudian melemahnya Mataram dan menguatnya kekuasaan kolonial Belanda, sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan gebyok. Jepara dengan pelabuhan besarnya menjadi kota mati karena Belanda lebih tertarik mengembangkan Semarang sebagai kota besar. Belanda mendapat hadiah Semarang karena berhasil membantu mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo dengan tokoh utama Untung Surapati. commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di tambah dengan letak Jepara yang menjorok ke laut dan tidak masuk dalam peta jalan pantura (Daendels), benar-benar secara ekonomi membuat posisi Jepara jadi tidak penting.Tak hanya sampai di situ, pusat kekuasaan di Jepara-Kudus-Pati tidak lagi dipusatkan di Jepara seperti era Kesultanan Demak, tapi di pindah ke Pati.Sehingga Pati
menjadi
pusat
pemerintahan
wilayah
karesidenan
yang
membawahi Pati-Jepara-Kudus-Rembang-Blora. Bergesernya posisi sentral Jepara sebagai pusat bisnis dan birokrasi segera diambil alih oleh Pati dan Kudus.Pati yang memang terletak di apit oleh Kudus-Jepara-Rembang-Blora dengan cepat menjadi pusat pemerintahan wilayah itu dengan cepat. Kudus juga berkembang pesar secara bisnis akibat pengaruh membesarnya kota seperti Batavia-Surabaya-Semarang juga secara tidak langsung membuat kota kudus menjadi ikut ramai karena Kudus adalah perlintasan darat kota-kota tersebut. Tentu, yang harus disebut, adalah penemuan rokok kretek di kudus olah Haji Djamari yang membuat banyak orang kaya baru di Kudus. Liem Sioe Liong dan keluarga Hartono (Djarum) kemudian menjadi pemain utama akan bisnis kretek ini. Liem Sioe Liong memulai bisnisnya memang di Kudus setelah datang dari China, dan kemudian
bisnisnya
menggurita
setelah
terjun
di
bisnis
cengkeh.Sementara keluarga Hartono kemudian membeli sebuah perusahaan rokok kecil bernama “Djarum” – yang kemudia berkembang pesat. Di luar itu, orang pribumi juga mendapat ‘berkah’ akan booming kretek ini. Sehingga pada tahun 1930-an ketika resesi ekonomi global melanda, bisnis kretek tidak goyah dan makin bergairah saja. Tentu sebelum tahun 30-an, sekitar 1810 mulai muncul user banyak orang kaya commit baru di toKudus.Baik dari bisnis rokok kretek 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maupun yang lainnya.Ditambah Kudus menjadi perlintasan darat utama jalur Surabaya – Semarang – Jakarta.Orang-orang pribumi kudus yang kaya raya sebagian besar tinggal di Kudus Kulon (kudus bagian barat), sedang para pejabat (ambtenaar) dan pengusaha beretnis China sebagian besar tinggal di kudus Wetan (timur). Kudus barat dan kudus timur ini dibatasi sebuah sungai yang disebut Kali Gelis. Perbedaan selera estetik orang-orang kaya dan terpandang di Kudus kulon dan wetan mulai nampak. Orang-orang kudus kulon yang bebasis wiraswasta dan islam mencoba ‘berbeda’ dengan orang-orang yang tinggal di Kudus kulon. Perbedaan itu diantaranya diwujudkan dalam bentuk rumah tinggal. Orang-orang kudus kulon berusaha tetap membuat rumah gebyok yang sudah mereka kenal sejak zaman pemerintahan Demak dan Sunan Kudus. Orang-orang Kudus wetan membuat rumah yang saat itu trend di dunia arstitektur (gaya art deco), yang didominasi bangunan tembok tebal dan tinggi khas bangunan colonial di Indonesia. Sementara orang kaya beretnis China juga menyerupai bangunan belanda dengan tambahan sedikit ornament China (seperti yang saat ini bisa kita lihat di bangunan bekas juragan susu di Jalan Ahmad Yani yang sekarang jadi “Omah Mode”). Rumah gebyok saat itu menjadi identitas bahwa orang kaya kudus kulon berbeda dengan orang kalangan atas kudus wetan, sekaligus membedakan dengan orang kudus kebanyakan (bukan orang kaya) yang rumahnya bentuk limasan biasa. Inilah mengapa bangunan rumah gebyok kemudian menjadi ciri khas dan diakui sebagai rumah adat kudus.Bentuknya kira-kira seperti yang ada di Bentara Budaya Kompas, di kawasan Palmerah. Selain faktor sejarah, juga faktor ekonomi yang membuat rumah gebyok lebih banyak commit berada to di user kudus di banding di wilayah jepara 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau tempat lain. Dari rangkuman di atas dapat disimpulkan Ada faktor politik, ideologi, dan tentu saja faktor kelas sosial sehingga muncul banyak rumah gebyok di Kudus.Singkatnya, tidak mungkin orang tidak kaya zaman itu membuat rumah gebyok.Bila suatu daerah zaman
itu
banyak
rumah
gebyok,
berarti
banyak
orang
kaya.Banyaknya orang kaya, berarti daerah itu maju secara ekonomi. Saat ini ada sekitar 60 rumah adat kudus yang dilindungi dan sudah tidak boleh diperjual-belikan atau dipugar seenaknya. Tapi karena kerajaan Demak kemudian bermemorfosa menjadi kesulatan Pajang (solo) dan kemudian menjadi mataram (jogja), dengan kalangan pemerintahan hindia belanda dibawah residen adalah keturunan mataram, maka rumah gebyok juga bermetamorfosis menjadi rumah joglo dengan ukiran indah. Rumah joglo ini tersebar hampir di semua wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.Hampir semua pendopo kabupaten di jawa tengah dan jawa timur ada rumah joglo dengan gebyok sebagai pembatas antara ruang publik dan privat.Intinya sebuah rumah disebut rumah Jawa, bila ada eleman gebyok sebagai pemisah antara ruang publik (untuk menrima tamu, dll) dan ruang privat (ruang keluarga). Seperti halnya bangunan rumah gebyok yang berada di wedangan kebon koelon, berdasarkan filosofi gebyok bangunan yang berada di wedangan kebon koelon mempunyai history sendiri baik secara umum, bagi pemiliknya ataupun pengunjungnya.Gebyok dinilai mampu memperkuat kesan budaya jawa di wedangan tersebut. Begitu juga wawancara saya dengan pemilik wedangan kebon koelon yaitu pak Gambiro tentang gebyok yang membuat kesan klasik semakin kental.Gebyok dinilai mampu menguatkan roh etnik budaya jawa klasik jaman dulu. Dengan adanya gebyok orang langsung commit userjaman nenek moyang. terbayang akan suasana rumahtopada 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Saya itu termasuk orang yang pecinta klasik, etnik dan budaya jawa.Lihat saja itu ada motor-motor klasik di parkiran seperti c70.Itu punya saya semua, jadi jiwa klasik saya itu memang benar-benar kental.Terkadang suasana klasik itu membuat seseorang menjadi nyaman, santai, rilek dan bahkan mengingat memory-memory masa lalu yang sudah lupa. Nah, makannya saya buat konsep wedangan ini jawa klasik biar orang yang tidak tau suasana jaman dulu bisa tau, ini lho susasana jaman dulu, seperti rumah jaman dulu, properti jaman dulu itu seperti rumah gebyok khas bangunan jaman dulu yang bikin suasananya khas dan tembang-tembang klasik jaman dulu. Jadi orang itu bisa bener-bener menikmati dengan santai bareng-bareng”.(Wawancara Gambiro, 25 Mei 2016)
Gambar 15. Bangunan gebyok jaman dulu, dilengkapi dengan ornament klasik seperti sepeda tertata rapi menempel pada dinding wedangan kebon koelon menambah suasana jawa menjadi lebih kental commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut pak Gambiro, bangunan khas limasan dan gebyok mempunyai filosofi tersendiri, dimana menggambarkan bagaimana kehidupan jaman dulu, ditambah lagi ada burung dan sangkar yang terletak di sudut depan rumah seperti rumah si doel anak betawi. “ya kalau bicara tentang filosofi pasti ada dek, kayak dek agung sendiri kalau punya barang mesti juga ada filosofinya kan? Misalnya itu ada rumah gebyok dan di depannya ada burung perkutut dalam sangkar.Anda tau film si doel anak betawi? Mirip ndak latar rumah itu sama rumahnya si doel? Banyak sebenarnya filosofi-filosofinya namun kalau diceritakan ndak habis semalaman dek”.(Wawancara Gambiro, 25 Mei 2016)
Gambar 16. Suasana khas budaya jawa dengan adanya ornament-ornamen klasik seperti lampu teplok, bangunan limasan meja dan kursi kayu Selain rumah gebyok, terdapat ornament-ornamen jawa klasik yang menghiasi di setiap sudut wedangan kebon koelon.Ornamen merupakan dekorasi yang digunakan untuk memperindah bagian dari commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebuah bangunan atau objek. Ornamen arsitektural dapat diukir dari batu, kayu atau logam mulia, dibentuk dengan plester atau tanah liat, atau terkesan ke permukaan sebagai ornamen terapan; dalam seni terapan lainnya, bahan baku objek, atau yang berbeda dapat digunakan. Berbagai macam gaya dekoratif dan motif telah dikembangkan untuk arsitektur dan seni terapan, termasuk tembikar, mebel, logam. Dalam tekstil, kertas dinding dan benda-benda lain di mana hiasan mungkin jadi pembenaran utama keberadaannya, pola istilah atau desain lebih mungkin untuk digunakan. Berdasarkan
penjelasan
tentang
ornament
tersebut,
di
wedangan kebon koelon terdapat berbagai macam ornament-ornamen jawa klasik seperti patung buto (tokoh dalam pewayangan) yang terbuat dari batu, hiasan dinding yang berupa lukisan jaman dulu, ukiran-ukiran khas jawa klasik, dan hiasan-hiasan lainnya. Bangunan
rumah
kolonial
merupakan
bangunan
yang
mengandung unsur sejarah yang begitu kuat di Indonesia, apalagi kalau
dikaitkan
mempunyai
dengan
history
jaman
dan
penjajahan.Bangunan
filosofi
tersendiri
bagi
kolonial kaum
budayawan.Tidak semua daerah di Indonesia mempunyai peninggalan jaman kolonial. Salah satu kota yang terdapat bangunan kolonial yakni Surakarta. Kota yang dipimpin oleh kasunanan pakubuwono ini menyimpan banyak history tentang kolonial. Hal ini diperkuat dengan banyaknya bangunan-bangunan kolonial yang ada di kota Surakarta salah satunya di kelurahan Laweyan. Di kelurahan Laweyan terdapat banyak bangunan kolonial yang masih berdiri megah dengan keaslian bangunannya.Seperti disebuah wedangan milik pak Alberto.Wedangan khas budaya jawa ini berdiri di dalam rumah saudagaran batik pada jaman dulu.Rumah commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khas kolonial lengkap dengan ornamen dan properti jaman kolonial disulap menjadi sebuah wedangan dengan konsep heritage. Rumah yang berdiri megah sejak jaman dulu itu terus dirawat dan dijaga keasliannya sampai sekarang.Biaya yang dikeluarkannya pun juga tidak sedikit untuk merawat rumah tersebut.Hal ini dipaparkan pak Alberto ketika saya melakukan wawancara dengan beliau. “sekarang bukan banyak lagi, tapi tiap kelurahan pasti ada wedangan. Itulah solo ketika sesuatu itu jadi dan populer makan akan di ikuti juga dengan folower-folower (plagiat) itu. Tapi kita yakin dan percaya aja bahwa kita punya sebuah kelebihan yaitu heritage.Yang mungkin butuh waktu dan modal yang besar dan itu merupakan kendala kita saat ini, karena mengingat biaya maintenance rumah ini cukup besar belum termasuk lainlain.Ya kita nanti sambil jalan biar kedepannya jadi lebih baik”. Tidak hanya merawat bangunan semata, kelengkapan properti di interior rumah juga diperhatikan.Penambahan barang-barang etnik jaman kolonial di interior rumah juga sangat diperhatikan bagi pak Alberto karena beliau mempunyai maksud dan tujuan tertentu untuk menghidupkkan roh dari bangunan tersebut. “bicara maksud dan tujuan , sebenarnya iya, cuman menurut saya ini saja masih kosong. Belum kelihatan rohnya.Tetapi untuk memunculkan roh dari rumah ini bias dibayangkan.Lampu raiso lampu sak-sak e, lampu ya mesti lampu krompyong, karena ini lebih ke kolonial. Ora iso aku nyelehke lesung, dakon, atau apa gitu sing berbau tradisional. Konsep inilah yang jadi mahal, naruh lemaripun ya lemari kompeni yang gede-gede gitu, nggak asal lemari kayu gitu”.(Wawancara Alberto, 15 Mei 2016)
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 17. Wedangan rumah nenek dengan kemegahaan rumah saudagaran jaman kolonial yang masih asli dan terjaga
Gambar 18. Berbagai ornament dan kerobongan menambah suasana di wedangan to lebih user ke kolonial rumah nenekcommit menjadi 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Cangkir adalah wadah kecil untuk minumteh atau kopi dengan pegangan di salah satu sisi yang digunakan sewaktu memegang dengan ibu jari dan jari tangan yang lain. Cangkir kadangkala berisi teh atau kopi yang panas sehingga pegangan pada cangkir berguna agar tangan tidak kepanasan sewaktu mengangkat cangkir. Cangkir biasanya dibuat dari porselen dan mempunyai pasangan berupa piring kecil yang juga dikenal dengan namatatakan (saucer). Cangkir dan tatakannya biasanya merupakan bagian dari perangkat minum teh (tea set) yang terdiri dari teko, cream jug, mangkuk gula bertutup, dan slop bowl. Di Indonesia, cangkir masih sering digunakan sebagai satuan ukuran pada resep kue, 1 cangkir kira-kira sama dengan 150 cc dan tidak sama dengan 1 cup. Cangkir harus berpasangan dengan tatakan yang memiliki motif yang sama. Cangkir yang berkualitas tinggi dan mahal biasanya dibuat dari porselen yang hampir bening dengan motif bunga yang indah.Kolektor sering menghabiskan waktu mencari pasangan dari cangkir dengan tatakan yang hilang atau pecah.Cangkir antik yang pernah dipakai tokoh ternama selalu menjadi incaran kolektor.Sendok teh dari perak dengan tangkai yang memiliki sedikit keramik berhias motif yang serupa dengan cangkir juga merupakan barang incaran kolektor. Cangkir pertama yang dikenal Eropa berasal dari pusat produksi keramik Imari di Jepang.Cangkir diimpor oleh orang Eropa khusus untuk minum teh yang merupakan minuman baru pada masa itu."Cangkir" teh (mangkuk teh) yang digunakan di Asia Timur tidak mempunyai pegangan.Cangkir pertama yang dibuat orang Eropa di Meissen juga tidak mempunyai pegangan karena sekadar meniru "cangkir" teh dari Asia. Berbeda dengan cangkir pada umumnya, cangkir blirik to yang user berarti wadah untuk minum the memiliki definisi lain.commit Cangkir 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau kopi sedangkan blirik adalah bercorak lurik. Seperti halnya cangkir yang digunakan di wedangan cangkir blirik, kelurahan banyuanyar kota Surakarta. Cangkir klasik tempo dulu digunakan sebagai wadah untuk penyajian minuman, bahkan nama cangkir tersebut digunakan untuk nama kedai wedangan itu yakni wedangan cangkir blirik. Wedangan yang didirikan pak Isnan itu diberi nama cangkir blirik lantaran cangkir blirik yang digunakan sebagai wadah minuman sekaligus ikon dari wedangan tersebut. Digunakannya cangkir blirik tersebut juga memiliki maksud dan tujuan tertentu bagi pak Isnan. “jadi gini, kalau saya mau membuat sesuatu itu kan harus ada filosofinya. Karena ada benang merah antara nama, suasana, dan juga menu (atau rasa). Jadi saya ndak asal buat nama, kalau ada orang tanya itu kan bias tak jawab. Pertama, rohnya itu saya mau buat suasana tempo doloe (etnik). Yang kedua, apa sih yang orang melihat benda itu kesannya langsung lawas, yang ketiga harus ada sesuatu yang menjadi andalan dan ada hubungannya dengan nama. Makannya kita kasih nama cangkir blirik. Orang melihat cangkir blirik kan langsung teringat jaman dulu. Terus ditambah lagi penyajian nya yang satu set jadi gak Cuma cangkir blirik, tapi komplit dengan saringan gembreng, gula batu dan lepek. Mungkin itu filosofi nama dari cangkir blirik itu”.(Wawancara Isnan, 20 Mei 2016) Paparan dari pak Isnan selaku pemilik wedangan tentang filosofi cangkir blirik dan asal muasal nama wedangan tersebut.
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 19. Wedang jahe disajikan dengan cangkir blirik lengkap dengan set gula batu dan saringan gembreng serta sendok Budaya jawa merupakan salah satu budaya besar yang khas dan klasik.Berikut adalah karakteristik symbolbudaya jawa di wedangan rumah nenek, wedangan kebon koelon dan wedangan cangkir blirik.
Karakteristik wedangan Cangkir Blirik, Wedangan Kebon Koelon dan Wedangan Rumah Nenek. Nama Wedangan Wedangan
Karakteristik Simbol
Cangkir Cangkir Blirik
Blirik
Penjelasan Cangkir dengan motif blirik khas jaman dulu, menjadi wadah untuk minuman di wedangan
cangkir
menggambarkan commit to user 70
minum jaman dulu.
blirik, tempat
perpustakaan.uns.ac.id
Wedangan
digilib.uns.ac.id
Kebon Gebyok dan Ornamen Rumah
Koelon
Jawa
lawas
dengan
gebyok dan perlengkapan serta
benda-benda
menjadikan
etnik
wedangan
kebon koelon terlihat klasik, dengan
menghidupkan
suasana jawa yang mungkin sudah jarang dijumpai. Wedangan
Rumah Rumah Kolonial
Nenek
Bangunan saudagar jaman dulu, yaitu rumah kolonial yang masih asli beserta
properti
lengkap jaman
kolonial dihadirkan dengan konsep
wedangan
yang
menarik
bagi
pecinta
suasana
jaman
kolonial
dulu. Tabel 3.
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur.Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari.Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Sebagai orang jawa yang baik, diwajibkan untuk menjunjung tinggi nilai-nlai budaya jawa, serta ikut serta di dalam melestarikan budaya commit to user jawa.Pemaknaan budaya jawa akansimbol-simbol kebudayaan yang 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
muncul di masyarakat sangat kental kaitanya dengan kehidupan seharihari.Begitu juga yang terjadi di wedangan dengan konsep budaya jawa. Wedangan dengan konsep budaya jawa seperti wedangan rumah nenek, wedangan kebon koelon dan wedangan cangkir blirik mempunyai nilai, makna dan simbol tersendiri bagi pemilik dan pengunjung baik secara fisik maupun non fisik. Simbol budaya fisik adalah simbol budaya yang berupa fisik yaitu seperti yang ditemukan di lapangan yaitu bangunan, ornament jawa, hiasan, gebyok, krobongan dll.Sedangkan simbol budaya non fisik beruba bahasa, gesture, adat istiadat atau unggah- ungguh.Di wedangan sendiri simbol budaya jawa begitu kental ketika wedangan mengadopsi konsepkonsep budaya jawa itu.Seperti yang dijelaskan mas Restu ketika berkunjung di wedangan Cangkir Blirik. Kanggoku nek disini anu Mas, aku ngeroso suasana Jawa hidup di sini. Soalnya dari ornamen-ornamen, asesoris , kayu-kayu dan bangunan joglo di sini mewakili Jawa banget Mas. Selain itu pegawe pegawe ne sini yo njawani Mas, bahase ne alus alus, ramah Mas. Pokok e Jawa banget . Terus sing beda dari wedangan sini dengan wedangan lain, sing membuat Jawa ne m,akin hidup itu…iki Mas, musik Jawa…langgam Jawa sing diputer di sini. Nyaman lah istilah e, Jawa banget. Aku sebagai wong Jowo yo eneng rasa bangga lan seneng dadi wong Jawa sing budaya ne apik ngene ki. Sing kadang aku ra pati nggagas soal budaya Jawa dadi kelingan meneh, disadarkan lah istilah e nek budaya Jawa kuwi urip (Wawancara Restu, 30 Mei 2016) Selain itu, mas Gunawan juga menjelaskan tentang banyaknya wedangan moder yang bermunculan di kota Solo dengan berbagai konsep dan fasilitas.Selain mengusung konsep tradisional wedangan juga memberikan fasilitas yang dibutuhkan saat ini yaitu wifi. Saiki wedangan sing dikonsep modern ngene iki lagi akeh bermunculan ning Solo. Contohe ya kebon koelon, aku biasane wedangan ning kene kie karo konco-konco kampus. Kan nek wedangan ngene kie disediani wifi mas, dadine isoh sekalian karo bahas tugas-tugas kampus. Ditambah meneh suasane wi nyaman, commitisoh to user ora terlalu bising dadine diskusi suwe karo konco, opo meneh 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wedangane diiringi gending-gending Jawa, karo eneng ornamenoranamen kuno. Sekilas ngelingke suasana ning ndaleme simbah ning ndeso. (Wawancara Gunawan, 25 Mei 2016) 3.2. Penyajian
Wedangan-wedangan
dengan
konsep
budaya
jawa
tidak
melepaskan esensi dari budaya jawa itu sendiri. Wedangan-wedangan tersebut selain menggunakan simbol budaya fisik, juga tidak melepaskan simbol budaya non fisik seperti cara penyajian makanan, pelayanan, bahasa yang disampaikan (etika jawa), sikap dan perilaku pelayan. Seperti yang diungkapkan oleh Mas Gunawan tentang wedangan kebon koelon berupa simbol budaya non fisik yang ada di wedangan tersebut. Pelayane ning kene kie yo ramah-ramah mas, yen nglayani konsumen nganggo basa krama karo seragam lurik. Dadine pengunjung wi ngrasa diajeni. Kan wong yo seneng mas nek dilayani ramah ngono kuwi. Jajanan sing disediake yo ora beda karo wedangan sing eneng ning pinggir-pinggir dalan, regane iseh bersahabat lah mas dingo kantong mahasiswa. (Wawancara Gunawan, 25 Mei 2016) Hal serupa juga dikatakan oleh Mas Restu tentang pelayanan yang terkesan ramah di Wedangan Cangkir Blirik.
“Kanggoku nek disini anu Mas, aku ngeroso suasana Jawa hidup di sini. Soalnya dari ornamen-ornamen, asesoris , kayukayu dan bangunan joglo di sini mewakili Jawa banget Mas. Selain itu pegawe pegawe ne sini yo njawani Mas, bahase ne alus alus, ramah Mas. Pokok e Jawa banget . Terus sing beda dari wedangan sini dengan wedangan lain, sing membuat Jawa ne m,akin hidup itu…iki Mas, musik Jawa…langgam Jawa sing diputer di sini. Nyaman lah istilah e, Jawa banget. Aku sebagai wong Jowo yo eneng rasa bangga lan seneng dadi wong Jawa sing budaya ne apik ngene ki. Sing kadang aku ra pati nggagas soal budaya Jawa dadi kelingan meneh, disadarkan lah istilah e nek budaya Jawa kuwi urip” commit user (Wawancara Restu, 30toMei 2016) 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan dari pemilik wedangan sendiri baik wedangan Kebon koelon, rumah nenek maupun cangkir blirik, memang selalu mengedepankan pelayanan dan rasa.Meskipun wedangan-wedangan tersebut menjual suasana yang nyaman namun dari segi pelayanan terhadap pengunjung juga harus tetap diperhatikan.Pengunjung adalah raja, seperti itulah istilah yang patut untuk mendiskripsikan pengunjung. Pak Isnan pemilik wedangan cangkir blirik juga menjelaskan tentang bagaimana harus mengutamakan pelayanan dengan ramahtamah dan sopan santun, karena dari pelayanan orang akan menilai tentang wedangan tersebut. “ Ya kalau pegawai-pegawai disini semuanya saya suruh mengerti sopan- santun terhadap pengunjung wedangan, sampai ada sampah sekecil apapun harus diambil. Saya mengutamakan pelayanan dan kebersihan, karena orang datang itu kalau tempatnya kotor pasti juga risih kan? Ya seperti itulah yang mesti saya tekankan, dari hal kecil memang perlu diperhatikan.”(Wawancara Isnan, 20 Mei 2016). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa di wedangan kebon koelon terdapat simbol – simbol budaya jawa dalam bentuk non fisik yaitu berupa penyajian makanan. Pelayanan makanan di wedangan
kebon
koelon
juga
tidak
sembarangan,
mereka
menggunakan tata krama bahasa yang halus, serta sikap dan perilaku yang sopan seperti layaknya orang jawa.
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 20. Keramah tamahan pelayanan di wedangan cangkir blirik membuat wedangan ini masih eksis hingga sekarang, meski banyak wedangan-wedangan baru dengan konsep yang lebih modern.
Gambar 21. Suasana pelayanan konsumen di wedangan kebon koelon dengan mengutamakan senyum dan ramah kepada pengunjung.
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3. Sarana Simbol budaya jawa dalam wedangan tidak hanya melekat pada bangunan dan penyajian pelayanan tetapi juga media atau fasilitas yang digunakan dalam wedangan tersebut yaitu sarana. Sarana disini adalah media yang digunakan oleh wedangan sebagai penunjang dalam memunculkan simbol budaya jawa itu sendiri, misalnya seperti penggunaan cangkir blirik, piring gembreng, meja dan kursi kayu dan saringan gembreng. Cangkir blirik adalah cangkir gembreng jaman dulu dengan motif uliran-uliran khas dan berwarna doreng. Seperti pada umumnya, cangkir ini digunakan untuk wadah minuman berupa teh, jahe, kopi lengkap dengan saringan gembreng. Di wedangan cangkir blirik, cangkir tersebut merupakan ikon khas dari wedangan itu sendiri. Sesuai dengan namanya, cangkir blirik mempunyai filosofi tersendiri bagi pemiliknya. Begitu juga yang dikatakan pak Isnan selaku pemilik dari wedangan cangkir blirik. “Jadi gini, kalau saya mau membuat sesuatu itu kan harus ada filosofinya. Karena ada benang merah antara nama, suasana, dan juga menu (atau rasa). Jadi saya ndak asal buat nama, kalau ada orang tanya itu kan bias tak jawab. Pertama, rohnya itu saya mau buat suasana tempo doloe (etnik). Yang kedua, apa sih yang orang melihat benda itu kesannya langsung lawas, yang ketiga harus ada sesuatu yang menjadi andalan dan ada hubungannya dengan nama. Makannya kita kasih nama cangkir blirik. Orang melihat cangkir blirik kan langsung teringat jaman dulu. Terus ditambah lagi penyajian nya yang satu set jadi gak Cuma cangkir blirik, tapi komplit dengan saringan gembreng, gula batu dan lepek. Mungkin itu filosofi nama dari cangkir blirik itu.”(Wawancara Isnan, 20 Mei 2016)
Selain cangkir blirik juga terdapat sarana sebagai penunjang simbol budaya jawa di wedangan yaitu piring gembreng, meja dan kursi kayu jaman dulu.Kursi dan meja kayu jati yang besar dan commit to user terkesan klasik dengan model jaman dulu membuat suasana tempo 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dulu terkesan hidup kembali seperti yang ditemui di wedangan kebon koelon. Di wedangan kebon koelon terdapa meja dan kursi kayu yang antik yang digunakan sebagai meja dan kursi bagi pengunjung.Kursi dan meja yang memang didesain khas oleh pemiliknya itu diharapkan menambah suasana wedangan menjadi terkesan klasik tempo dulu.Hal serupa telah dijelaskan Pak Gambiro selaku pemilik wedangan Kebon Koelon. “Saya itu termasuk orang yang pecinta klasik, etnik dan budaya jawa.Lihat saja itu ada motor-motor klasik di parkiran seperti c70.Itu punya saya semua, jadi jiwa klasik saya itu memang benar-benar kental.Terkadang suasana klasik itu membuat seseorang menjadi nyaman, santai, rilek dan bahkan mengingat memory-memory masa lalu yang sudah lupa. Nah, makannya saya buat konsep wedangan ini jawa klasik biar orang yang tidak tau suasana jaman dulu bisa tau, ini lho susasana jaman dulu, seperti rumah jaman dulu, property jaman dulu itu seperti rumah gebyok dan meja dan kursi kayu besar-besar dan juga patung-patung etnik. Itu yang menurut saya hanya ada di jaman dulu dan sekarang kita bisa lihat di wedangan kebon koelon ini.Jadi orang itu bisa bener-bener menikmati dengan santai bareng-bareng.”(Wawancara Gambiro, 25 Mei 2016) Dari penjelasan pak Gambiro dapat disimpulkan bahwa meja dan kursi kayu jaman dulu dihadirkan dengan maksud menciptakan kembali suasana tempo dulu di wedangan kebon koelon.Meja dan kursi kayu merupakan bentuk dari simbol budaya jawa berupa sarana atau media yang memfasilitasi wedangan sebagai simbol budaya jawa. Tidak hanya dari owner wedangan, pengunjung wedanganpun juga mempunyai penilaian tersendiri bagi sarana yang digunakan di wedangan tersebut seperti mas Gunawan dan mas Restu ketika saya melakukan kegiatan wawancara. “ disini selain tempatnya yang nyaman juga makanannya tidak sembarangan mas rasannya, harganyapun juga terjangkau meski pengunjung yangtodatang commit user di wedangan ini banyak yang naik mobil. Selain itu yang menarik bagi saya kursinnya besar 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan lebar mas, jadi saya bisa selonjoran dan juga wadahnya itu yang unik pakai piring gembreng.”(Wawancara Gunawan, 25 Mei 2016) Hal serupa juga disampaikan mas Restu bahwa di wedangan cangkir blirik selain tempatnya yang nyaman, gelas yang digunakan yaitu cangkir blirik dengan teh tubruk atau jahe dengan cangkir ukuran besar, selain itu di wedangan cangkir blirik juga disediakan termos-termos dengan berisikan air panas.Jadi apabila wedang teh atau jahennya habis bisa di tuangkan air panas kembali sesuai selera dari pengunjung.
Gambar 22. Cangkir Blirik menjadi salah satu ikon dan sarana yang digunakan untuk wadah minuman sekaligus menjadi filosofi nama dari sebuah wedangan yakni wedangan cangkir blirik
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 23. Salah satu sarana penunjang di wedangan kebon koelon yaitu piring gembreng yang dijadikan media untuk wadah makanan yang disajikan untuk pengunjung.
Gambar 24. Meja dan kursi kayu khas jaman dulu sebagai salah satu sarana penunjang suasana tempo dulu yang hadir di wedangan kebon koelon. commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PEMBAHASAN Menurut Riyadi SoepraptoIstilah interaksionisme menjadi sebuah label untuk pendekatan yang relatif khusus pada ilmu yang membahas tingkah laku manusia. Dasar-dasar teori interaksionisme simbolis berpedoman pada uraian-uraian dasar dari gagasan interaksi simbolis itu sendiri. Teori interaksionisme simbolis berada pada analisa paling akhir dari tiga dasar pemikiran yang menyertainya. x
Manusia bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya.
x
Asal muasal arti atas benda-benda tersebut yang muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang.
x
Makna yang demikian ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses interpretasi yang digunakan oleh manusia dalam berurusan dengan benda-benda lain yang ditemuinya. Hanya sedikit ahli yang menilai bahwa ada yang salah dalam dasar
pemikiran yang pertama. “Arti” (mean) dianggap sudah semestinya begitu, sehingga tersisih dan dianggap tidak penting. “Arti” dianggap sebagai sebuah hubungan netral antara faktor-faktor yang bertanggungjawab pada tingkah laku manusia, sedangkan ‘tingkah laku’ adalah hasil dari beberapa faktor. Kita bisa melihatnya dalam ilmu psikologi sosial saat ini. Posisi teori interaksionisme simbolis adalah sebaliknya, bahwa arti yang dimiliki benda-benda untuk manusia adalah berpusat dalam kebenaran manusia itu sendiri. Dari sini kita bisa membedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya, yakni secara jelas melihat arti dasar pemikiran kedua yang mengacu pada sumber dari arti tersebut. Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk seseorang tumbuh commit dari cara-cara to user di mana orang lain bersikap 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang “arti” sebagai produk sosial; Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktivitas yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.Pandangan ini meletakkan teori interak-sionisme simbolis pada posisi yang sangat jelas, dengan implikasi-implikasi yang cukup dalam. Sedangkan
pada
tahapan
pemikiran
yang
ketiga,
teori
interaksionisme simbolis memberikan pemahaman akan “arti” tersebut lebih jauh lagi. Penggunaan “arti” oleh pelaku terjadi melalui sebuah proses interpretasi. Proses ini sendiri terbentuk melalui dua tahapan utama. Pertama, pelaku mengindikasikan dirinya sendiri akan benda-benda terhadap mana dia beraksi. Dia harus menunjukkan sendiri benda-benda yang memiliki makna itu. Kedua, melalui perbaikan proses berkomunikasi dengan diri sendiri ini, maka interpretasi akan menjadi sebuah masalah, yakni bagaimana kita memperlakukan “arti” itu sendiri. Maka dengan demikian bisa disaksikan dengan jelas bahwa “arti” memainkan peran penting dalam aksi, melalui sebuah proses interaksi dengan diri sendiri. Menurut Mead, manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dan pemikiranya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya dengan melalui pertimbangan. Karena itu, dalam tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses tindakan yang sesungguhnya. Berpikir menurut Mead adalah suatu proses individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan memilih dan menggunakan simbol-simbol yang bermakna. Melaui proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana diantara stimulus yang tertuju padanya akanditanggapinya. Dengan demikian, individu tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya. commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Simbol atau tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan interaksi mempunyai makna-makna tertentu, sehingga dapat menimbulkan komunikasi. Menurut Mead, komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau berusaha memahami makna yang diberikan oleh pihak lain. Dalam hubungan ini, Habermas mengemukakan dua kecendrungan fungsional dalam argument bahasa dan komunikasi serta hubungan dengan perkembangan manusia. Pertama, bahwa manusia dapat mengarahkan orientasi perilaku mereka pada konsekuensi-konsekuensi yang paling positif . Kedua, sebagai kenyataan bahwa manusia terlibat dalam interaksi makna yang kompleks dengan orang yang lain, dapat memaksa mereka untuk cepat berinteraksi dengan apa yang diinginkankan orang lain. Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat.Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.Mencari makna dibalik yang sensual menjadi penting didalam interaksi simbolis. Secara umum, ada enam proporsi yang dipakai dalam konsep interaksi simbolik, yaitu; 1. Perilaku manusia mempunyai makna dibalik yang menggejala; 2. Pemaknaan manusia perlu dicari sumber pada ineraksi sosial manusia; 3. Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistic, tak terpisah, tidak linear, tidak terduga; 4. Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan berdasar penafsiran fenomenlogik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanik dan otomatis. commit to user 5. Konsep mental manusia itu berkembang dialektik; dan 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan beberapa simbol terletak sebagai properti terpasang pada beberapa titik di wedangan cangkir blirik, wedangan kebon koelon, dan wedangan rumah nenek.Hal tersebut sebagai upaya pemilik wedangan dalam melakukan komunikasi tidak langsung yang mempunyai makna terselubung di balik simbol yang terlihat. Kedua komunikasi yang tersirat dari simbol tersebut berupaya memberikan suasana kehangatan budaya jawa dan keakraban suasana rumah jawa lengkap dengan ornamen yang menghiasi untuk menarik pengunjung. Budaya jawa yang masih lekat dengan kehidupan masyarakat Surakarta menjadi celah pangsa pasar bagi pemilik wedangan untuk menghadirkan kembali suasana budaya jawa sehingga memberikan ketertarikan yang lebih dibandingkan wedangan yang lain. Sesuai dengan proposisi interaksionisme simbolik yang dijelaskan Riyadi Soeprapto (2002) bahwa manusia bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya.Asal muasal arti atas benda-benda tersebut yang muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang.Makna yang demikian ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses interpretasi yang digunakan oleh manusia dalam berurusan dengan benda-benda lain yang ditemuinya. Pada wedangan cangkir blirik simbol cangkir blirik sebagai wadah tempat wedang yang disajikan kepada pengunjung merupakan alat komunikasi utama yang ingin disampaikan oleh pak Isnan selaku pemilik cangkir blirik untuk menunjukkan kembali suasana kehangatan budaya jawa tempo dulu melalui wadah minum yang dulu banyak digunakan orang jawa. Sedangkan pada wedangan kebon koelonsimbol budaya jawa ditunjukkan dengan gebyok dan ornamen jawa yang memberikan makna rumah lawas dengan perlengkapan serta benda-benda etnik menjadikan commit to user wedangan kebon koelon terlihat klasik, dengan menghidupkan suasana 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jawa. Melalui simbol tersebut pak Gambiro selaku pemilik berkomunikasi dengan pengunjung sehingga pengunjung merasa nyaman dengan suasana rumah jawa yang dipenuhi ornamen klasik. Pada wedangan rumah nenek simbol budaya jawa ditunjukkan dengan bangunan yang digunakan Alberto (52 tahun) sebagai tempat wedangan yaitu rumah lawas dengan gaya arsitek kolonial jaman Belanda lengkap dengan properti benda-benda lawas yang dikemas dengan konsep penataan wedangan untuk ditujukan bagi pecinta suasana jaman kolonial dulu. Pemilik Wedangan berusaha menyampaikan adanya simbol Jawa yang coba dihidupkan dalam wedangan, yang membedakan .Pesan tersebut bisa dimaknai oleh pengunjung di wedangan melalui simbol – simbol
budaya
Jawa
yang
dirasakan
hadir
dalam
wedangan
tersebut.Simbol-simbol budaya tersebut muncul baik secara fisik maupun non fisik. Simbol budaya Jawa fisik dirasakan pengunjung melalui adanya ornamen-ornamen dan bentuk bangunan yang mendominasi ruang-ruang di wedangan tersebut. Selain simbol budaya fisik, simbol budaya Jawa non-fisik dirasakan pengunjung melalui bahasa yang digunakan pelayan di wedangan tersebut.Sebagian
bahasa yang digunakan adalah bahasa-
bahasa Krama yang sifatnya halus, dan merepresentasikan budaya Jawa. Keramah tamahan dari pelayanan, gestur atau gerakan badan yang sedikit menunduk yang merupakan simbol etika dan unggah-ungguh Jawa yang juga dimunculkan dalam wedangan. Melalui perspektif Interaksionisme Simbolik Hebert Mead, dalam melihat fenomena tersebut adalah penggunaan simbol-simbol budaya seperti bahasa, bagunan fisik serta gestur oleh wedangan
yang dapat
dimaknai sebagai kehadiran kebudayaan Jawa oleh pengunjung. Penyampaian simbol-simbol tersebut membentuk pola interaksi antara to user di wedangan dengan pengunjung pemilik wedangan, pelayancommit atau pegawai 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang hadir di dalam wedangan tersebut.Wedangan menyediakan ruangruang yang menghadirkan simbol-simbol budaya tersebut. Wedangan menjadi ruang dan media interaksi institusi-institusi sosial. Dari temuan lapangan didapatkan
beberapa institusi sosial yang
kuat ikatan mereka melalui adanya wedangan.Keluarga, komunitas dan hubungan pertemanan menjadi lebih kuat ikatan mereka karena intensitas interaksi mereka di wedangan.Wedangan memberikan ruang yang nyaman bagi institusi-institusi sosial tersebut untuk melakukan interaksi dalam waktu yang lama.Berdasarkan pengalaman mereka, berkumpul di wedangan yang suasana nya nyaman memberikan ruang tersendiri dalam mempererat hubungan mereka di dalam institusi sosial.
commit to user 85