BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Efektivitas Penyemprotan Sebelum pengaplikasian herbisida, terlebih dahulu diukur jumlah persentase gulma dilahan A, B, dan C. Menurut Kusumawardani (1997) penutupan gulma lebih besar dari 75% layak untuk diuji persentase penutupan gulmanya. Hasil pengukuran sampel menggunakan bingkai pengamatan diperoleh jumlah persentase gulma berdaun sempit dan berdaun lebar berturut-turut di lahan percobaan adalah 54.6% dan 39.9%. Pada lahan A (0.40 ha) dan B (0.94 ha) penutupan gulma berturut-turut adalah sebesar 92.55% dan 98.40% yang merupakan lahan pada masa post emergence sedangkan pada lahan C adalah sebesar 0% yang merupakan lahan pada masa pre emergence. Berikut adalah gambar lahan sebelum dilakukan aplikasi herbisida.
Gambar 11. Kondisi Lahan Sebelum Dilakukan Penyemprotan Aplikasi di lahan A, KS I dan II pada lima hari setelah aplikasi menunjukan bahwa penurunan penutupan gulma menjadi sebesar (82.6 – 82.8)% yakni berkurang 9.85% dari keadaan awal. Aplikasi KPS di lahan B pada lima hari setelah aplikasi menunjukan penurunan penutupan gulma menjadi 93.7% atau berkurang 4.7%. Kusumawandani (1997) menyatakan bahwa setelah penyemprotan herbisida terhadap gulma maka gulma akan mati total sekitar dua minggu setelah penyemprotan. Aplikasi penyemprotan menggunakan BS di lahan C dengan penutupan gulma 0% tidak dilihat keefektivannya dikarenakan setelah aplikasi herbisida di lahan, pengamatan pertumbuhan gulma membutuhkan waktu yang cukup lama. Berikut adalah hasil pengamatan setelah penyemprotan dari hari pertama hingga hari kelima setelah aplikasi herbisida tersaji dalam Tabel 6.
20
Tabel 6. Hasil Pengamatan Aplikasi Herbisida di Lahan No
Tipe Sprayer
Titik Sampel
Hari ke-3
Hari ke-4
DS KD3, DL KD2 DS KD1, DL KD3 DS KD1, DL KD3
DS KD4, DL KD3 DS KD3, DL KD4 DS KD3, DL KD4
DS KD6, DL KD5 DS KD4, DL KD6 DS KD5, DL KD6
Hari ke-5
DL KD3
DL KD4
DL KD6
DL KD8
6
DS KD1, DL KD2 DS KD1
DS KD3, DL KD4 DS KD3
DS KD4, DL KD5 DS KD4
DS KD5, DL KD7 DS KD5
DS KD7, DL KD7 DS KD7
7
100 DL
DL KD2
DL KD4
DL KD5
DL KD6
DL KD7
38 DL, 62 DS 93 DL, 3 DS, 4 K 100 DS
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD2 DS KD1
DS KD4, DL KD4 DS KD1, DL KD3 DS KD3
DS KD4, DL KD4 DS KD2, DL KD3 DS KD4
DS KD5, DL KD5 DS KD4, DL KD5 DS KD5
DS KD7, DL KD7 DS KD6, DL KD7 DS KD7
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD1
DS KD1, DL KD3 DS KD3, DL KD4
DS KD3, DL KD5 DS KD4, DL KD5
DS KD5, DL KD6 DS KD5, DL KD6
DS KD6, DL KD7 DS KD6, DL KD7
DS KD1, DL KD2
DS KD1, DL KD3
DS KD3, DL KD4
DS KD5, DL KD6
DS KD1, DL KD2
DS KD3, DL KD4
DS KD4, DL KD5
DS KD6, DL KD7
3 4 5
8 9 10
DS KD1, DL KD1 DS KD1, DL KD2 DS KD1, DL KD2
Hari ke-2
DL KD2
2
KS I
Hari ke-1
13 DL, 69 DS, 18 K 68 DL, 6 DS, 26 K 96 DL, 4 DS 90 DL, 10 K 91 DL, 9 DS 100 DS
1
1
Uraian
DS KD8, DL KD6 DS KD6, DL KD7 DS KD5, DL KD6
Jumlah Gulma Teraplikasi
Persentase Gulma Mati (%)
25 M, 8 S, 67 K 46 M, 16 S, 38 K 63 M, 29 S, 8 K 50 M, 20 S, 30 K
25 46 63 50
72 M, 28 S
72
52 M, 48 S 57 M, 30 S, 13 K 43 M, 40 S, 17 K 63 M, 32 S, 5 K 65 M, 35 S
52 57 43 63 65
Rata-rata 1 2 3 4 2
KS II
5 6 7 8 9 10
37 DL, 5 DS, 58 K 2 DL, 98 DS 80 DL, 12 DS, 8 K 1 DL, 99 DS 98 DS, 2 K 3 DL, 97 DS 92 DL, 1 DS, 7 K 84 DL, 16 K 100 DL 99 DL, 1 DS
53.6
30 M, 10 S, 60 K
30
77 M, 23 S
77
DS KD6, DL KD7
82 M, 4 S, 10 K
82
DS KD7, DL KD8
77 M, 23 S
77
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD6
DS KD7
DS KD1, DL KD2 DS KD1, DL KD1
DS KD2, DL KD4 DS KD3, DL KD3
DS KD3, DL KD5 DS KD4, DL KD5
DS KD5, DL KD7 DS KD6, DL KD7
DS KD6, DL KD7 DS KD7, DL KD8
DL KD2
DL KD3
DL KD4
DL KD6
DL KD8
DL KD2 DS KD2, DL KD2
DL KD4 DS KD4, DL KD4
DL KD5 DS KD4, DL KD4
DL KD6 DS KD6, DL KD6
DL KD7 DS KD7, DL KD7
43 M, 35 S, 22 K 62 M, 18 S, 20 K 83 M, 10 S, 3 K 45 M, 4 S, 51 K 44 M, 56 S
43 62 83 45 44
52 M, 48 S
52
Rata-rata
3
59.5
1
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
66 M, 34 S
66
2
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD3
DS KD4
27 M, 73 S
27
3
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD7
96 M, 2 S, 2 K
96
4
27 DL, 73 DS
DS KD1, DL KD2
DS KD2, DL KD3
DS KD3, DL KD3
DS KD4, DL KD4
DS KD5, DL KD5
55 M, 27 S, 18 K
55
5
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD5
DS KD7
97M, 3 K
97
6
84 DL, 16 K
DL KD2
DL KD3
DL KD5
DL KD7
DL KD9
81 M, 19 K
81
7
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
77 M, 23 S
77
8
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD4
DS KD5
92 M, 8 S
92
KPS
9
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD4
DS KD6
DS KD7
94 M, 6 K
94
10
100 DS
DS KD1
DS KD2
DS KD3
DS KD4
DS KD5
85 M, 15 K
85
Rata-rata
77
21
Keterangan notasi: DL : Daun Lebar DS : Daun Sempit KD1 : Terlihat bercak coklat KD2 : Terdapat bercak coklat dan bagian pinggir daun mengering KD3 : Daun berubah warna KD4 : Daun mulai layu KD5 : Daun layu sebagian KD6 : Daun mengering sebagian KD7 : Daun mengering KD8 : Layu kering KD9 : Mati Kering M : Mati S : Segar K : Kosong Hasil pengamatan lima hari setelah aplikasi menunjukan persentase gulma yang mati (kering) di lahan A untuk KS I adalah 53.6% dan KS II adalah 59.5%. Di lahan B untuk KPS adalah 77%. Dosis herbisida yang digunakan oleh KS I, KS II, dan KPS adalah sama yakni 2,4 D-amina 1.5 liter/ha, ametryn 2.5 liter/ha, paraquat 0.5 liter/ha, sticker 0.5 liter/ha, dan glyphosate 2 liter/ha. Dosis herbisida yang digunakan oleh BS adalah 2,4 D-amina 1.5 liter/ha dan diuron 2.5 liter/ha.
Gambar 12. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer I
Gambar 13. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Sprayer II
22
Gambar 14. Sampel Aplikasi Menggunakan Knapsack Power Sprayer Herbisida 2,4 D-amina efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, ametryn efektif untuk mengendalikan gulma berdaun sempit, paraquat efektif untuk melukai dinding sel daun sehingga penetrasi herbisida lain lebih tinggi, sticker efektif sebagai perekat herbisida pada permukaan daun, glyphosate efektif untuk mengendalikan gulma baik berdaun sempit maupun berdaun lebar, dan diuron efektif digunakan pada saat pre emergence. Nishimoto (1985) menyatakan banwa penetrasi herbisida sistemik akan berbanding lurus dengan konsentrasi herbisida yang disemprotkan. Menurut Ashton dan Monaco (1991) menyatakan bahwa penambahan dosis penyemprotan dengan volume pelarut yang sama akan menghasilkan laju penetrasi ke dalam tumbuhan yang lebih baik karena perbedaan konsentrasi antara larutan herbisida dengan larutan di dalam tumbuhan semakin besar. Pengamatan efektivitas pada KPS lebih baik dibandingkan menggunakan KS, hal ini dapat disebabkan karena pada KPS sumber tenaga pemompaan herbisida berasal dari motor bakar internal sehingga debit penyemprotan dan tekanan kerja lebih stabil, jika tekanan lebih tinggi maka penetrasi cairan herbisida yang mengenai permukaan daun akan lebih tinggi dan akan seragam pada setiap luas permukaan daun yang teraplikasi, pada KS sumber tenaga pemompaan berasal dari pemompaan tuas oleh operator sehingga keletihan operator sangat mempengaruhi debit penyemprotan dan tekanan kerja yang dihasilkan. Penelitian ini tidak ada perlakuan nosel yang digunakan untuk membandingkan keefektivan kinerja masing-masing sprayer, nosel yang dipergunakan adalah nosel standar yang diberikan produsen pada saat membeli sprayer tersebut. Salah satu nosel yang tepat untuk aplikasi herbisida sistemik adalah nosel flat yang memenuhi pola semprot merata (Houmy, 1999). Berikut adalah gambar nosel yang digunakan dalam penelitian.
(a) (b) (c) (d) Gambar 15. Nosel yang Digunakan dalam Penelitian. (a) nosel KS I, (b) nosel KS II, (c) nosel KPS, (d) nosel BS
23
B. Biaya dan Unjuk Kerja Aplikasi Penyemprotan Tiga jenis sprayer yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai bentuk, ukuran, dan teknologi yang berbeda, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Spesifikasi masing-masing sprayer dapat mempengaruhi kinerja di lahan. Isi tangki KS I lebih besar satu liter dari pada KS II sehingga tidak berulang kali mengisi tangki. KS I memiliki diameter selang dan pipa lebih kecil dari pada KS II sehingga dapat mempengaruhi debit penyemprotan. KS I untuk mengaplikasi lahan A (0.20 ha) membutuhkan waktu 2.03 jam sehingga kapasitas lapang efektif (KLE) dan kapasitas lapang teroritis (KLT) KS I berturut-turut adalah 0.098 ha/jam dan 0.235 ha/jam. KLE dan KLT KS II berturut-turut adalah adalah 0.111 ha/jam dan 0.222 ha/jam serta lama aplikasi 0.20 ha adalah 1.80 jam. KLE dan KLT KPS berturut-turut adalah 0.204 ha/jam dan 0.235 ha/jam serta lama aplikasi 0.94 ha adalah 4.62 jam. KLE dan KLT BS berturut-turut adalah 2.657 ha/jam dan 5.042 ha/jam serta lama aplikasi 0.93 ha adalah 0.35 jam. Sehingga efisiensi lapang untuk KS I, KS II, KPS, dan BS berturut-turut adalah 41.89%, 50.14%, 86.71% dan 52.70%. Tabel 7. Spesifikasi tiga jenis sprayer yang digunakan dalam penelitian herbiciding gulma tebu Knapsack Knapsack Knapsack Power Boom No. Spesifikasi Satuan Sprayer 1 Sprayer 2 Sprayer Sprayer 1 Merk Alpha Tasco Tasco Jacto Condor 2 Tipe Alpha 16 Mist 15 TF 900 BX-12/75 3 Panjang mm 332 427 470 1550 4
Lebar
mm
170
246
320
2500
5
mm
493
517
623
2150
mm
1480
1100
1221
-
mm
9.9
13.7
12.5
-
mm
530
520
602
-
mm
9.9
12.7
9.6
-
mm
-
-
-
7000
mm
-
-
-
500
kg
3.2
4.2
10
255
liter
16
15
25
600
liter/detik
0.017
0.018
0.024
0.335
kg/cm2
2.2
2.2
2.5
3.5
cm
-
129*
102.4*
-
mikron
-
203*
146*
-
18
Tinggi Panjang Selang (hose) Diameter Selang Panjang Pipa (Lance) Diameter Pipa Panjang Boom Jarak antar Nozzle Bobot Kosong Kapasitas Tangki Debit Tekanan Kerja Lebar Kerja Efektif Ukuran Droplet Tipe Nozzle
Flat Fan
Flat Fan
Hollow Cone
Flat Fan
19
Harga
175,000
310,000
1,550,000
51,300,000
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Rp/unit
*diperoleh dari hasil pengujian oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Deptan
24
Hasil tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengamatan kecepatan maju, lebar kerja, dan lama aplikasi di lahan dan perhitungan teoritis menggunakan rumus. KPS memperoleh efisiensi lapang terbesar, hal ini dapat dikarenakan lama pengolahan dengan nilai 4.62 jam cukup singkat untuk mengolah 0.94 ha dan kecepatan maju. Namun terdapat kekurangan pada KPS yakni bobot yang terlalu berat untuk jenis knapsack sprayer. Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa ukuran droplet KPS lebih kecil dari pada KS II, yang mana dengan ukuran droplet yang lebih kecil meningkatkan daya penetrasi atau daya tembus larutan herbisida yang disemprotkan ke permukaan daun gulma sehingga menimbulkan efek lebih nyata terhadap kematian gulma. Penelitian ini kondisi angin dianggap sama pada setiap pengamatan seingga faktor angin tidak diperhitungkan. Tekanan kerja akan mempengaruhi ukuran butiran cairan yang dihasilkan untuk suatu nosel yang sama. Semakin besar tekanannya proses penumbukan cairan pada waktu akan keluar dari nosel makin besar, disamping itu selisih kecepatan antara udara yang meniup dengan cairan di dalam tangki menjadi makin besar pula, sehingga lembaran cairan di dalam tangki menjadi semakin besar pula, sehingga lembaran cairan yang terbawa makin tipis, tumbukan makin besar dan butiran cairan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mempengaruhi bentuk penyebaran dan kemampuan melekatnya butiran pada bagian tanaman. Kestabilan tekanan juga berpengaruh pada keseragaman penyemprotan pada knapsack sprayer. Tekanan kerja yang terukur pada KSI dan KS II adalah sama yakni 2.2 kg/cm2, pada KPS 2.5 kg/cm2, dan BS adalah 3.5 kg/cm2. BS memiliki tekanan kerja paling tinggi tetapi tidak dapat dilihat efek penyemprotannya dikarenakan BS digunakan pada lahan yang belum tumbuh gulma. Aplikasi herbisida post emergence menggunakan KS dan KPS, KPS memiliki tekanan kerja terukur lebih tinggi dibandingkan KS sehingga secara teoritis KPS memiliki daya penetrasi lebih tinggi dibandingkan KS. Hal ini terbukti pada pembahasan mengenai efektivitas penyemprotan dan ditunjukan pada Tabel 6. Tabel 8. Perhitungan Kapasitas Penggunaan Larutan Herbisida Volume Herbisida (liter/ha)
Volume Air (liter/ha)
Total Volume Campuran Herbisida (liter/ha)
Inefisiensi Larutan Herbisida (liter/ha)
Persentase Inefisiensi (%)
KLE (ha/jam)
Debit (liter/jam)
Trowput Capacity (liter/ha)
KS I
0.098
60.689
617.010
7
393
400
217.010
54.3
KS II
0.111
65.404
588.640
7
393
400
188.640
47.2
KPS
0.204
85.301
418.943
7
393
400
18.943
4.7
BS
2.657
1206.000
453.871
4
596
600
-146.129
-24.4
Tipe Sprayer
Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa hubungan debit dengan kapasitas lapang efektif menghasilkan kapasitas penggunaan larutan herbisida (throwput capacity) di lahan untuk masing-masing sprayer. Hasil perhitungan menunjukan KS I memperoleh throwput capacity sebesar 617.010 liter/ha. Jumlah ini melebihi total volume larutan herbisida standar perusahaan yakni 400 liter untuk satu hektar lahan. Hal ini menyebabkan ketidakefisienan (inefisiensi) penggunaan larutan herbisida sebesar 217.010 liter atau 54.3%. KS II memperoleh throwput capacity sebesar 588.640 liter/ha. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan KS I. Inefisiensi penggunaan larutan herbisida untuk KS II adalah 188.640 liter atau 47.2%, nilai ini lebih kecil 7.1% dibandingkan KS I. KPS memperoleh throwput capacity sebesar 418.943 liter/ha. Inefisiensi penggunaan larutan herbisida sebesar 18.943 liter atau 4.7%. KPS memperoleh jumlah inefisiensi tertinggi diantara knapsack sprayer lainnya karena nilai KLE dan debit
25
lebih tinggi. KPS memiliki throwput capacity lebih rendah dibanding KS tetapi efektivitas yang dihasilkan yang diperoleh KPS lebih tinggi dibanding KS, hal ini dapat dikarenakan ukuran droplet dan tekanan kerja yang terukur pada KPS lebih tinggi dibandingkan KS. Ukuran droplet dan tekanan kerja sangat mempengaruhi evektivitas aplikasi herbisida. BS memperoleh throwput capacity sebesar 453.871 liter/ha. Larutan herbisida yang digunakan oleh BS merupakan penggunaan paling efisien dibanding dengan sprayer lainnya karena untuk mengolah satu hektar lahan, BS diberikan kapasitas volume 600 liter sehingga BS efisien dalam penggunaan larutan herbisida sebesar 146.129 liter/ha atau 24.4%. Tabel 9. Tabulasi Perhitungan Biaya Total Masing-masing Sprayer
ha
Knapsack Sprayer I 0.20
Knapsack Sprayer II 0.20
Knapsack Power Sprayer 0.94
liter
123.4
117.7
393.8
442.1
Lama waktu aplikasi
jam
2.03
1.80
4.62
0.35
Volume bahan bakar
liter
-
-
0.7
27
Kapasitas lapang efektif
ha/jam
0.098
0.111
0.204
2.657
Debit aplikasi herbisida
liter/jam
60.69
65.40
85.30
1206.00
Parameter / Variabel
Satuan
Luas lahan teraplikasi Volume aplikasi larutan
Boom Sprayer 0.93
Konsumsi bahan bakar
liter/jam
-
-
0.69
7.14
Harga bahan bakar
Rp/liter
-
-
4 500
7 705
Throwput capacity
liter/ha
617.01
588.64
418.94
453.87
%
82.8
82.6
93.7
0
Biaya aplikasi herbisida
Rp/jam
22,291.92
25,181.61
46,145.08
294,702.39
Biaya konsumsi b. bakar
Rp/jam
-
-
3,588.00
29,179.29
Upah operator
Rp/jam
7,464.29
7,464.29
7,464.29
7,464.29
jam/tahun
2520
2520
2520
2520
Weed cover
Waktu operasional unit Harga unit sprayer
Rp/unit
175,000
310,000
1,550,000
259,825,000
Umur Ekonomis
tahun
1
1
2
10
Biaya penyusutan
Rp/tahun
157,500
279,000
1,395,000
23,384,250
Biaya Bunga Modal
Rp/tahun
18,375.00
32,550.00
122,062.00
15,004,893.75
Biaya operasional
Rp/jam
29,756.20
32,645.90
64,661.65
339,350.24
Biaya tetap
Rp/jam
69.80
123.60
602.00
15,233.80
Biaya total
Rp/jam
29,826.00
32,769.53
65,263.66
354,584.03
Biaya aplikasi herbisida
Rp/ha
303,230.95
294,925.75
317,575.82
127,712.46
Perhitungan biaya total untuk masing-masing sprayer terdapat pada tabel diatas. KS I dan KS II tidak diperhitungkan karena KS I dan KS II tidak membutuhkan bahan bakar saat aplikasi di lahan. Harga bahan bakar yang digunakan oleh traktor untuk menggerakkan BS adalah standar harga minyak diesel industri sebersar Rp 7,705.00/liter. Asumsi umur ekonomis untuk KS I, KS II, KPS, dan BS berturut-turut adalah satu tahun, satu tahun, dua tahun, dan sepuluh tahun. Perhitungan biaya penyusutan sprayer menggunakan metode garis lurus. Perhitungan biaya bunga modal menggunakan metoda majemuk yakni dengan memperhitungkan tingkat suku bunga yang berlaku didunia perbangkan. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 10.5% bersumber dari bank nasional pada periode Juli 2012. Waktu operasional setiap sprayer sama yaitu tujuh jam per hari atau 2520 jam/tahun.
26
Biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar mengandung pengertian biaya yang barus dikeluarkan untuk aplikasi herbisida mengunakan sprayer dalam satu hektar lahan, sedangkan dalam rupiah per jam mengandung pengertian biaya yang harus dikeluarkan untuk aplikasi herbisida menggunakan sprayer per satu jam operasi kerja. KS I lebih tinggi dibanding KS II, namun KLE KS II lebih tinggi dibanding KS I. Hal ini dapat disebabkan karena KS II, waktu aplikasi di lahan lebih cepat dibanding KS I sehingga dengan kecepatan maju dan luas lahan yang sama KS II lebih efisien dibanding KS I. Biaya aplikasi herbisida dan biaya operasional dalam rupiah per jam untuk KS I lebih rendah dibanding KS II. Hal ini dapat disebabkan karena debit penyemprotan yang dihasilkan oleh masing-masing knapsack sprayer sehingga dapat mempengaruhi banyaknya herbisida yang dibutuhkan untuk aplikasi di lahan. Weed cover KS II lebih rendah dibanding KS I, hal ini menunjukan kinerja KS II lebih baik dibanding KS I, namun kondisi KS II masih baru sedangkan KS I telah lama dipakai. Membandingkan KPS dengan KS I dan II, biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per jam untuk KPS paling tinggi diantara knapsack sprayer lain yang digunakan dalam penelitian. Biaya operasional KPS memperhitungkan biaya konsumsi bahan bakar, sehingga biaya operasional dan biaya total KPS hampir dua kali lipat dibanding KS I dan KS II. Namun biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar KPS tidak berbeda jauh dibandingkan KS I dan KS II, hal ini disebabkan karena waktu aplikasi dalam jam per hektar lebih kecil dibanding KS I dan KS II sehingga pengaplikasian herbisida di lahan dapat dilakukan dengan cepat dan membutuhkan biaya yang rendah. Aplikasi menggunakan BS merupakan paling rendah dilihat dari biaya aplikasi herbisida dalam rupiah per hektar. BS paling rendah karena waktu pengaplikasian herbisida di lahan cukup singkat walaupun dari segi biaya konsumsi bahan bakar, biaya operasional, biaya tetap, dan harga unit paling tinggi dibanding KPS, KS I, dan KS II.
27