15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter persentase perkecambahan Berdasarkan hasil anasisis sidik ragam pada Lampiran 1, perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan benih palem ekor tupai. Hal ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan tersebut tidak efektif digunakan untuk meningkatkan persentase kecambah benih palem ekor tupai. Hal ini disebabkan oleh kulit benih palem ekor tupai yang sangat kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Lapisan tengah (mesocarp) dari kulit benih palem ekor tupai merupakan bagian yang paling tebal sehingga membuat embrio sulit untuk tumbuh. Menurut Sutopo (1993), jika kulit benih dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Persentase perkecambahan menunjukan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Puspaningrum, 2006). Tabel 1. Rataan Persentase Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai Pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman Perlakuan Persentase kecambah (%) Konsentrasi KNO3 (K0) Tanpa konsentrasi 29,17 (K1) 4000 ppm 41,67 (K2) 6000 ppm 25,00 (K3) 8000 ppm 45,83 (K4) 10.000 ppm 37,50 (K5) 12.000 ppm 45,83 Lama Perendaman (L0) Tanpa perendaman 33,33 (L1) 24 jam 47,22 (L2) 48 jam 27,78 (L3) 72 jam 41,67 Interaksi Tidak ada KK 98.13 Berdasarkan Tabel 1. di atas perlakuan konsentrasi KNO3 tidak berpengaruh nyata, namun dari beberapa taraf uji konsentrasi KNO3 yang diuji cobakan,
16
persentase kecambah tertinggi terdapat pada konsentrasi 8000 ppm dan 12.000 ppm dengan rata-rata 45,83. Pemberian KNO3 pada konsentrasi tinggi diduga dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Faustina dkk (2011) bahwa perlakuan konsentrasi KNO3 mampu meningkatkan daya tumbuh dan indeks vigor benih pepaya sebelum penyimpanan. Selanjutnya, jika dilihat dari hasil analisis sidik ragam perlakuan lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kecambah. Lama perendaman 24 jam memperlihatkan rata-rata yang tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu dengan nilai rata-rata 47,22 %. Akan tetapi lama perendaman selama 24 jam juga diduga belum tepat sehingga menyebabkan rendahnya perkecambahan benih karena perendaman yang terlalu lama dapat menyebabkan keracunan pada embrio. Daya larut oksigen yang rendah pada KNO3 juga menjadi penyebab rendahnya perkecambahan karena benih yang telah turun mutunya setelah berimbibisi mempunyai laju respirasi yang rendah, sehingga laju respirasi yang rendah ditambah ketersediaan oksigen yang sedikit menyebabkan benih gagal dalam berkecambah (Ruliyansyah, 2011). Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dilihat pola perlakuan yang terbaik dari masing-masing faktor pemberian konsentrasi dan lama perendaman KNO3 seperti
Persen Perkecambahan
pada Gambar 1 di bawah ini. 50.00
45.83
45.00
41.67 37.5
40.00 35.00
47.22
45.83
41.67 33.33 29.17
27.78
30.00
25
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Tanpa Kons.
4000 ppm
6000 ppm
8000 10.000 12.000 Tanpa 24 jam 48 jam 72 jam ppm ppm ppm Per.
Konsentrasi
Lama Perendaman
Gambar 1. Rataan Persentase Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman
17
4.2 Parameter Laju Perkecambahan Berdasarkan hasil anasisis sidik ragam pada Lampiran 2, perlakuan konsentrasi dan lama
perendaman tidak berbeda
nyata terhadap
laju
perkecambahan benih palem ekor tupai. Hal ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan tersebut tidak efektif digunakan untuk meningkatkan laju kecambah benih palem ekor tupai. Hal ini diduga, karena benih tidak maksimal dalam menyerap air, sehingga hasilnya pun tidak berpengaruh nyata. Kulit benih yang keras menyebabkan benih palem menjadi dormansi karena oksigen dan air tidak dapat masuk ke lembaga maupun embrio melalui kulit. Mungkin dengan melakukan perlakuan awal (skarifikasi), kulit benih yang tadinya keras bisa menjadi lunak, sehingga oksigen dan air bisa terimbibisi kedalam jaringan benih (Haryuni, 2007). Maka dari itu masih perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang hal ini. Laju perkecambahan benih dilakukan untuk mengidentifikasi pematahan dormansi benih. Adelina (2009) menyatakan laju perkecambahan dihitung berdasarkan kecambah normal dan abnormal yang tumbuh sampai akhir pengamatan. Tabel 2. Rataan Laju Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai Pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman Perlakuan Konsentrasi KNO3 (K0) Tanpa konsentrasi (K1) 4000 ppm (K2) 6000 ppm (K3) 8000 ppm (K4) 10.000 ppm (K5) 12.000 ppm Lama Perendaman (L0) Tanpa perendaman (L1) 24 jam (L2) 48 jam (L3) 72 jam Interaksi KK
Laju Kecambah (hari) 49.33 48.00 38.42 58.83 38.79 53.96 46.33 53.11 40.83 51.28 Tidak ada 93.64
18
Dari hasil analisis sidik ragam konsentrasi KNO3 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju perkecambahan benih. Akan tetapi dari kesemua taraf uji konsentrasi, yang memiliki laju perkecambahan tercepat yaitu 6000 ppm dengan nilai rata-rata 38.42/hari. Hal ini jelas berbeda dengan penelitian pada palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens) dimana perkecambahan dapat ditingkatkan secara nyata dengan perendaman KNO3 8000 mg selama 24 jam (Utami dan Siregar, 2001). Lama perendaman benih juga belum mampu memberikan pengaruh nyata terhadap laju perkecambahan. Disebutkan bahwa lama perendaman selama 48 jam memiliki laju perkecambahan lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu dengan nilai 40,83/hari. Lamanya benih dalam berkecambah disebabkan oleh dormansi benih palem ekor tupai itu sendiri. Dormansi benih disebabkan oleh struktur benih, misalnya kulit benih, braktea, gluma, pericarp dan membran yang mempersulit keluar masuknya air dan udara (Justice, 2002). Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dilihat pola perlakuan yang terbaik dari masing-masing faktor pemberian konsentrasi dan lama perendaman KNO3 seperti pada Gambar 2 dibawah ini. 58.83
Laju Perkecambahan
60.00
53.96 49.33
50.00
48
51.28
46.33 38.79
38.42
40.00
53.11
40.83
30.00 20.00 10.00 0.00 Tanpa Kons.
4000 ppm
6000 ppm
8000 10.000 12.000 Tanpa 24 jam 48 jam 72 jam ppm ppm ppm Per.
Konsentrasi
Lama Perendaman
Gambar 2. Rataan Laju Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman
19
4.3 Parameter Nilai Perkecambahan Berdasarkan hasil anasisis sidik ragam pada Lampiran 3, perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak berbeda nyata terhadap nilai perkecambahan benih palem ekor tupai. Hal ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan tersebut tidak efektif digunakan untuk meningkatkan nilai kecambah benih palem ekor tupai. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh karateristik benih yang digunakan sebelumnya.
Fahmi (2012) dalam
penelitiannya
menyatakan
konsentrasi yang digunakan untuk berbagai jenis biji tentunya tidak sama, tergantung kepada karakteristik biji yang bersangkutan. Tabel 3. Rataan Nilai Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai Pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman Perlakuan Konsentrasi KNO3 (K0) Tanpa konsentrasi (K1) 4000 ppm (K2) 6000 ppm (K3) 8000 ppm (K4) 10.000 ppm (K5) 12.000 ppm Lama Perendaman (L0)Tanpa perendaman (L1) 24 jam (L2) 48 jam (L3) 72 jam Interaksi KK
Nilai Kecambah 0.156 0.293 0.124 0.247 0.229 0.314 0.183 0.297 0.189 0.239 Tidak ada 115.63
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi KNO3 tertentu tidak memberikan efek nyata terhadap nilai perkecambahan benih palem ekor tupai. Berdasarkan perlakuan konsentrasi yang diuji, konsentrasi 12.000 ppm memiliki nilai perkecambahan tertinggi yaitu dengan nilai rata-rata 0.31/hari2. Tabel 3. diatas juga menunjukan bahwa perlakuan lama perendaman benih belum mampu memberikan pengaruh nyata terhadap nilai perkecambahan benih palem ekor tupai. Diantara semua perlakuan yang diuji, perlakuan lama perendaman selama 24 jam menunjukan nilai perkecambahan tertinggi yaitu
20
sebesar 0,29/hari2. Akan tetapi masih butuh penelitian lebih lanjut tentang lama perendaman yang lebih cocok untuk mematahkan dormansi benih palem ekor tupai. Hasil penelitian sebelumnya tentang jambu mete yaitu perlakuan invigorasi KNO3 3000 mg selama 24 jam menunjukan hasil dapat meningkatkan daya berkecambah, berat kering kecambah normal, tinggi kecambah dan kecepatan tumbuh benih jambu mete. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jambu mete di lapangan (Rusmin, 2009). Namun untuk kedua perlakuan ini masih diperlukan metode perlakuan awal agar benih lebih mudah menyerap air. Teknologi sederhana yang paling efektif untuk mematahkan dormansi benih yaitu (skarifikasi) yang tepat pada posisi embrio (Fahmi, 2012). Berdasarkan hal diatas dapat dilihat pola perlakuan yang terbaik dari masingmasing faktor pemberian konsentrasi dan lama perendaman KNO3 seperti pada Gambar 3 dibawah ini :
Nilai Perkecambahan
0.35
0.31
0.30
0.29
0.30
0.25
0.20
0.24
0.23
0.25
0.18
0.19
0.16
0.15
0.12
0.10 0.05 0.00 Tanpa Kons.
4000 ppm
6000 ppm
8000 10.000 12.000 Tanpa 24 jam 48 jam 72 jam ppm ppm ppm Per.
Konsentrasi
Lama Perendaman
Gambar 3. Rataan Nilai Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman 4.4 Parameter Tinggi tanaman Berdasarkan hasil anasisis sidik ragam pada Lampiran 4, 5, dan 6, perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman
21
palem ekor tupai. Hal ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan tersebut tidak efektif digunakan untuk meningkatkan tinggi tanaman palem ekor tupai. Dalam keadaan alamiah, fase pertumbuhan awal ditunjukkan laju pertumbuhan bersifat eksponensial kemudian menurun karena adanya faktorfaktor pembatas. Faktor pembatas pertumbuhan diantaranya waktu, media tumbuh dan faktor-faktor lingkungan lainnya (Saleh dkk, 2008). Oleh karena itu, banyak tanaman yang berkecambah lebih awal tapi saat pada proses pertumbuhan kerap kali menurun. Tabel 4. Rataan tinggi tanaman Perlakuan Konsentrasi KNO3 (K0) Tanpa konsentrasi (K1) 4000 ppm (K2) 6000 ppm (K3) 8000 ppm (K4) 10.000 ppm (K5) 12.000 ppm Lama Perendaman (L0) Tanpa perendaman (L1) 24 jam (L2) 48 jam (L3) 72 jam Interaksi KK
13 MST
Tinggi Tanaman 15 MST
17 MST
0.725 1.330 0.467 1.133 1.617 1.812
1.733 2.608 1.108 2.558 2.792 3.279
3.308 4.817 2.500 4.979 5.113 5.842
0.806 1.147 1.175 1.594
1.844 2.289 2.367 2.887 Tidak ada 114.16
3.739 4.272 4.281 5.414
134.16
107.43
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4. di atas menunjukan bahwa konsentrasi KNO3 tertentu tidak memberikan efek nyata terhadap tinggi tanaman palem ekor tupai. Dari semua perlakuan konsentrasi yang diuji pada umur 13 mst, konsentrasi 12.000 ppm memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu dengan nilai rata-rata 1.812 cm. Sementara untuk lama perendaman 72 jam memiliki tinggi rata-rata 1,594 cm, jauh lebih tinggi daripada ketiga perlakuan lainnya. Pada umur 15 MST, konsentrasi 12.000 ppm masih tetap yang paling tinggi yaitu dengan nilai rata-rata 3,279 cm. Sementara untuk lama perendaman 72 jam memiliki tinggi rata-rata 2,887 cm, jauh lebih tinggi daripada ketiga perlakuan lainnya. pada umur ini, laju pertumbuhan perlakuan (K5) dan (L3) stabil.
22
Selanjutnya, pada umur 17 MST, konsentrasi 12.000 ppm masih tetap memiliki nilai rata-rata paling tinggi dibandinkan dengan konsentrasi lainnya yaitu dengan nilai 5,842 cm, sedangkan untuk lama perendaman 72 jam muncul dengan nilai tertinggi yaitu 5,414 cm. Berdasarkan hal diatas dapat dilihat pola perlakuan yang terbaik dari masingmasing faktor pemberian konsentrasi dan lama perendaman KNO3 seperti pada Gambar 4 dibawah ini : 5.84
6.00
Tinggi Tanaman
5.00 4.00
1.00
5.41
5.11 4.27
4.28
3.73 3.30
3.27 2.60
3.00 2.00
4.97
4.81
2.50
2.55
1.70 1.33 0.70
2.28 1.61
1.10
2.88
2.79 1.81
2.36
1.84
1.59 1.14
1.13
1.17
0.80
0.46
0.00 Tanpa Kons.
4000 ppm
6000 ppm
8000 10.000 12.000 tanpa 24 jam 48 jam 72 jam ppm ppm ppm per.
13 MST
Gambar 4. Rataan Tinggi Tanaman
15 MST
17 MST
