Bab IV Hasil dan Pembahasan
IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO4 dan ZrO2 Serbuk ZrSiO4 dan ZrO2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut dianalisis dengan difraksi sinar-X untuk mengkonfirmasi kandungannya. Difraktogram sampel dapat diamati pada Lampiran A. Difraktogram menggambarkan hubungan antara intensitas dengan sudut 2θ. Dengan memperhatikan puncak-puncak yang dihasilkan, dapat diketahui kristalinitas serbuk ZrSiO4 dan ZrO2. Puncak-puncak ZrSiO4 yang tajam dengan intensitas tinggi menunjukkan bahwa ZrSiO4 bersifat lebih kristalin dibandingkan dengan ZrO2. Perbandingan antara puncak-puncak yang diperoleh dari serbuk ZrSiO4 dan puncak-puncak ZrSiO4 standar dari database PDF (Lampiran B) ditunjukkan pada Tabel IV.1. Berdasarkan perbandingan tersebut, puncak-puncak serbuk ZrSiO4 memiliki kesamaan dengan puncak-puncak ZrSiO4 standar dari database PDF. Tabel IV.1 Perbandingan puncak-puncak difraktogram serbuk ZrSiO4 dengan ZrSiO4 standar dari PDF 2θ sampel
2θ dari PDF
20,02 27,02 35,58 43,78 53,46 55,60
20,01 26,98 35,62 43,78 53,47 55,61
Seperti halnya ZrSiO4, analisis difraksi sinar-X serbuk ZrO2 (Tabel IV.2) juga menunjukkan bahwa puncak-puncak serbuk ZrO2 memiliki kesamaan dengan puncak-puncak ZrO2 standar dari database PDF (Lampiran C).
22
Tabel IV.2 Perbandingan puncak-puncak difraktogram serbuk ZrO2 dengan ZrO2 standar dari PDF 2θ sampel
2θ dari PDF
28,16 31,46 34,36 50,24 60,20
28,17 31,47 34,38 50,12 60,05
IV.2 Proses Pembuatan Pendukung Membran Proses pembuatan pendukung membran diawali dengan penyiapan serbuk ZrSiO4 dan ZrO2 yang akan digunakan. Serbuk awal diayak terlebih dahulu agar diperoleh ukuran partikel yang lebih kecil. Partikel yang lebih kecil akan memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga proses sintering dapat berlangsung lebih cepat. Namun, partikel yang terlalu kecil cenderung mengalami perubahan derajat densifikasi dan penyusutan (shrinkage) yang lebih besar sehingga berpotensi memperkecil ukuran pori membran yang dihasilkan25. Oleh karena itu, ukuran partikel serbuk awal harus diperhatikan agar diperoleh membran dengan sifat-sifat yang diinginkan. Serbuk ZrSiO4 diayak sehingga diperoleh serbuk dengan ukuran maksimal 400 mesh, sedangkan serbuk ZrO2 yang dipakai lebih halus sehingga tidak perlu diayak. Setelah penyiapan serbuk, selanjutnya dilakukan pencetakan membran. PVA ditambahkan pada serbuk awal sebagai zat pengikat untuk mendapatkan hasil cetakan (green body) yang kuat. Zat pengikat harus dapat dihilangkan pada saat sintering tanpa menimbulkan kerusakan membran. Ketika dicampur dengan zat pengikat, partikel-partikel serbuk akan membentuk jaringan antar-partikel. Jaringan tersebut tetap ada meskipun zat pengikat menguap selama proses sintering karena adanya gaya van der Waals26. Zat pengikat juga berpengaruh terhadap kekuatan mekanik, fleksibilitas, plastisitas, dan ketahanan membran keramik.
23
Pencetakan membran dilakukan dengan teknik uniaxial pressing, yaitu serbuk dimasukkan ke dalam cetakan (die) dan diberi tekanan sebesar 4.000 psi dari satu sisi. Penekanan (compaction) dilakukan selain untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan juga untuk meningkatkan kerapatan green body. Kerapatan green body yang tinggi akan meminimalkan penyusutan ukuran membran selama sintering. Dengan demikian, ukuran membran yang dihasilkan lebih mudah diprediksi. Pemberian tekanan sebelum sintering ini melibatkan pengaturan partikel, deformasi, dan patahan (fracture)25. Selanjutnya, membran yang telah terbentuk di-sinter pada berbagai temperatur, yaitu 1.200, 1.300 dan 1.400 oC. Proses sintering menyebabkan partikel-partikel green body saling berikatan sehingga dapat diperoleh membran yang kuat. Sintering menghasilkan pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 yang berupa disk (tablet) dengan diameter antara 23,0-24,0 mm dan ketebalan antara 1,2-1,3 mm.
IV.3 Pengaruh Komposisi ZrSiO4 dan ZrO2 pada Permeabilitas Air Pengaruh perbedaan komposisi ZrSiO4 dan ZrO2 pada serbuk awal dikaji dengan mengamati permeabilitas air membran. Permeabilitas merupakan karakteristik utama pendukung membran. Hasil penentuan permeabilitas air membran, yang dinyatakan sebagai fluks air, untuk komposisi ZrSiO4 dan ZrO2 yang berbeda dapat dilihat pada Gambar IV.1. M1 merupakan pendukung membran dengan komposisi ZrSiO4 dan ZrO2 masing masing 90 % (w/w) dan 10 % (w/w), sedangkan pendukung membran M2 memiliki komposisi 75 % (w/w) ZrSiO4 dan 25 % (w/w) ZrO2. Dapat diamati bahwa pendukung membran dengan komposisi ZrO2 yang lebih besar (M2) menghasilkan fluks air yang lebih kecil. Pengamatan fluks air ini diulang sebanyak tiga kali untuk setiap kondisi dan hasil yang ditunjukkan pada gambar merupakan fluks rata-rata.
24
200 M2
180
M1
fluks air (L.m
-2
.jam -1)
160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
100
200 300 laju alir (L.jam -1)
400
500
Gambar IV.1 Fluks air pendukung membran M1 dan M2 hasil sintering pada temperatur 1.200 oC Pada laju alir fasa umpan 158 L.jam-1 fluks kedua membran hampir sama, hal ini dimungkinkan karena tekanan yang kurang kuat sehingga pori-pori membran belum terkompaksi secara optimal. Pada laju alir yang lebih besar dapat diperoleh kompaksi yang lebih optimal sehingga perbedaan fluks antara pendukung membran M1 dan M2 lebih teramati. Hasil pengamatan fluks air pendukung membran M1 dan M2 dapat dikaitkan dengan hasil perhitungan densitas membran (Tabel IV.3). Densitas atau massa jenis membran ini ditentukan dengan piknometer27. Perhitungan densitas pendukung membran disajikan pada Lampiran E. Densitas yang tinggi menunjukkan morfologi membran yang rapat, sehingga permeasi air melewati membran lebih sulit, akibatnya fluks air lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dalam kasus pendukung membran M2. Dengan demikian, diperkirakan bahwa pendukung membran M2 memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan dengan pendukung membran M1.
25
Tabel IV.3 Densitas pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 berdasarkan komposisinya Pendukung membran
ZrSiO4 : ZrO2 (%w/w)
Densitas (kg.m-3)
M1
90 : 10
4076
M2
75 : 25
4118
Ukuran partikel serbuk ZrO2 lebih kecil daripada ZrSiO4, maka ZrO2 memiliki titik kontak antar-partikel yang lebih banyak. Semakin banyak titik kontak antarpartikel, penggabungan antar-partikel selama sintering berlangsung lebih mudah. Dengan demikian, semakin banyak ZrO2 dalam campuran cetakan, akan dihasilkan pendukung membran yang semakin rapat karena partikel-partikelnya memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk bergabung. IV.4 Pengaruh Temperatur Sintering pada Permeabilitas Air Temperatur sintering sangat berpengaruh pada struktur membran yang diperoleh. Oleh karena itu, secara tidak langsung temperatur sintering juga berpengaruh pada kinerja membran. Gambar IV.2 menunjukkan pengaruh temperatur sintering pada fluks air membran M1. Dapat diamati bahwa fluks air semakin berkurang dengan meningkatnya temperatur sintering.
26
laju alir 381 L/jam
450
laju alir 283 L/jam laju alir 158 L/jam
350 300
fluks air (L.m
-2
.jam -1)
400
250 200 150 100 50 0 1200
1300 tem peratur sintering ( oC)
1400
Gambar IV.2 Fluks air pendukung membran M1 sebagai fungsi temperatur sintering
Pola yang hampir sama juga teramati pada pendukung membran M2 (Gambar IV.3). Kurva pada Gambar IV.2 dan IV.3 juga menunjukkan bahwa semakin besar laju alir fasa umpan, fluks air semakin besar. Jika laju alir fasa umpan semakin besar, maka semakin besar juga gaya dorong permeasi menembus membran.
180
laju alir 381 L/jam laju alir 283 L/jam
160
laju alir 158 L/jam 120
fluks air (L.m
-2
.jam -1)
140
100 80 60 40 20 0 1150
1200
1250 1300 1350 tem peratur sintering ( oC)
1400
1450
Gambar IV.3 Fluks air pendukung membran M2 sebagai fungsi temperatur sintering
27
Pola penurunan fluks air pendukung membran terhadap kenaikan temperatur sintering dapat dijelaskan dengan penentuan densitas pendukung membran. Penentuan densitas pendukung membran menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur sintering akan menghasilkan membran dengan densitas yang semakin tinggi. Densitas pendukung membran yang tinggi menggambarkan morfologi pendukung membran yang rapat. Sintering pada temperatur yang lebih tinggi memungkinkan penggabungan partikel-partikel serbuk berlangsung lebih cepat dan derajat penyusutan membran yang lebih besar, sehingga dihasilkan pendukung membran yang lebih rapat. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan pori pendukung membran yang dihasilkan. Secara umum, pori yang lebih kecil akan memberikan fluks yang lebih kecil. Tabel IV.4 Densitas pendukung membran M1berdasarkan temperatur sintering Temperatur sintering (oC)
Densitas (kg.m-3)
1.200 1.300 1.400
4076 4099 4122
IV.5 Pelapisan Pendukung Membran dengan TiO2 Pelapisan TiO2 pada pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 dilakukan dengan melapiskan suspensi TiO2 1 % pada salah satu sisi pendukung membran. Pendukung membran yang telah dilapisi selanjutnya dikalsinasi pada temperatur 900
o
C selama dua jam dengan laju pemanasan 8
o
C/menit. Kalsinasi
dimaksudkan untuk lebih menyatukan partikel-partikel TiO2 dengan permukaan pendukung membran sehingga diperoleh lapisan TiO2 yang kuat. Pada Gambar IV.4 memperlihatkan bahwa pelapisan TiO2 menyebabkan fluks air membran mengalami penurunan. Partikel-partikel TiO2 yang berukuran nanometer membentuk lapisan atas membran yang rapat. Dengan demikian, membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 berpotensi memiliki pori yang lebih kecil dibandingkan pendukung membran ZrSiO4-ZrO2. Hal ini dikonfirmasi oleh foto SEM pada Gambar IV.9 dan IV.10.
28
200
sebelum pelapisan
180
setelah pelapisan
fluks air (L.m
-2
.jam -1)
160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
100
200 300 laju alir (L.jam -1)
400
500
Gambar IV.4 Fluks air pendukung membran M1 hasil sintering pada temperatur 1.300 oC sebelum dan sesudah dilapisi dengan partikel TiO2 IV.6 Permeabilitas dan Selektivitas Membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 Terhadap Larutan Garam Pb(II) Uji permeabilitas dan selektivitas membran terhadap larutan garam dilakukan dengan menggunakan membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 hasil sintering pada temperatur 1.300 oC. Larutan garam Pb(II) digunakan sebagai fasa umpan. Permeabilitas membran terhadap larutan garam Pb(II), yang dinyatakan dengan fluks, disajikan pada Gambar IV-5. Pengamatan fluks ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap kondisi dan hasil yang ditunjukkan pada gambar merupakan fluks rata-rata. Gambar IV.5 memperlihatkan adanya hubungan yang linear antara laju alir fasa umpan, yang mewakili tekanan fluida, terhadap fluks. Semakin tinggi laju alir fasa umpan, fluks yang dihasilkan semakin besar.
29
90 80 fluks (L.m -2.jam -1)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
50
100
150 200 laju alir (L.jam -1)
250
300
Gambar IV.5 Fluks membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 terhadap larutan garam Pb(II)
Kemampuan membran untuk menahan zat terlarut diamati dengan melewatkan fasa umpan larutan garam Pb(II) melalui membran pada laju alir fasa umpan 158 L.jam-1. Dengan menghitung konsentrasi larutan umpan dan permeat dapat ditentukan rejeksi membran terhadap larutan garam Pb(II). Rejeksi menunjukkan secara kuantitatif garam Pb(II) yang direjeksi oleh membran. Hasil pengamatan konsentrasi larutan umpan dan permeat sebagai fungsi waktu disajikan pada Gambar IV.6. Dapat diamati bahwa konsentrasi larutan umpan semakin
berkurang,
sedangkan
konsentrasi
larutan
permeat
bertambah.
Berkurangnya konsentrasi larutan umpan terjadi karena sebagian Pb(II) berpermeasi menembus membran dan sebagian lagi terjebak pada pori membran selama proses permeasi. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan hasil analisis Energy Dispersive X-ray (EDX) terhadap membran yang telah digunakan untuk memisahkan larutan Pb(II). Analisis EDX pada permukaan dan penampang melintang membran yang telah digunakan menunjukkan adanya unsur Pb, masing-masing 1,35 % dan 2,34 %.
30
umpan 1 dan permeat 1
25
umpan 2 dan permeat 2
konsentrasi (ppm)
20
15
10
5
0 70
85
100
115
t (m enit)
Gambar IV.6 Konsentrasi larutan umpan dan permeat sebagai fungsi waktu
Bertambahnya konsentrasi larutan garam Pb(II) pada fasa permeat menjadi petunjuk bahwa membran tidak bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan pada Gambar VI.7 yang memperlihatkan rejeksi membran terhadap larutan garam Pb(II). 120
replika 1
replika 2
rata-rata
100
Rejeksi (%)
80
60
40
20
0 70
85
100
115
t (m enit)
Gambar IV.7 Rejeksi membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 terhadap Pb(II) sebagai fungsi waktu
31
Dapat diamati bahwa terjadi penurunan rejeksi yang tajam setelah permeasi berjalan selama 85 menit. Diduga, ini menjadi suatu petunjuk bahwa lapisan selektif TiO2 pada permukaan membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 terkikis selama proses pemisahan berlangsung, sehingga membran tidak selektif lagi terhadap Pb(II). Pengikisan lapisan selektif TiO2 dapat diamati dengan membandingkan foto SEM membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 antara sebelum dengan setelah digunakan untuk memisahkan Pb(II) dari larutannya. Pengikisan partikel TiO2 pada permukaan membran yang telah digunakan untuk memisahkan Pb(II) dari larutannya disebabkan oleh tekanan laju alir fasa umpan selama proses permeasi berlangsung. Pelapisan TiO2 pada pendukung membran yang kurang kuat juga menyebabkan terkikisnya lapisan TiO2.
b
a
Gambar IV.8 Foto SEM permukaan membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 sebelum (a) dan setelah (b) digunakan untuk memisahkan Pb(II) dari larutannya dengan perbesaran 5.000x
IV.7 Analisis Morfologi Membran Pengamatan membran keramik dengan SEM dapat memberikan informasi mengenai morfologi membran. Gambar IV.9 menunjukkan foto SEM permukaan dan penampang melintang pendukung membran ZrSiO4-ZrO2. Foto SEM pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 menunjukkan membran yang berpori. Membran berpori ini cocok digunakan sebagai pendukung membran untuk dilapisi dengan material yang dapat menghasilkan pori yang lebih rapat. 32
a
b
Gambar IV.9 Foto SEM permukaan dengan perbesaran 5.000x (a), dan penampang melintang dengan perbesaran 1.000x (b) pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 hasil sintering pada temperatur 1.300 oC
Gambar IV.9a menunjukkan adanya pengasaran butir (grain coarsening) sehingga terbentuk partikel yang lebih besar. Pengasaran butir ini terjadi selama proses sintering. Selain itu, pemberian tekanan selama pencetakan juga menjadi gaya dorong penggabungan antar-partikel sehingga terbentuk partikel-partikel yang besar. Penekanan (compaction) dapat memperbesar titik kontak antar-butir. Titik kontak antar-butir ini menjadi gaya dorong penggabungan antar-partikel selama proses sintering. Pada membran yang telah dilapisi dengan TiO2 (Gambar IV.10) terlihat partikel TiO2 sangat dominan pada permukaan membran. Partikel-partikel TiO2 yang berukuran kecil menutupi seluruh permukaan pendukung membran. Partikel TiO2 yang berukuran kecil menutupi pori pendukung membran sehingga diperoleh lapisan selektif membran yang lebih rapat dibandingkan dengan sebelum lapisan ZrSiO4-ZrO2. Foto penampang melintang membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 (Gambar IV.10b) menunjukkan antarmuka lapisan pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 dengan lapisan TiO2 terlihat jelas dan kurang menyatu. Hal ini dapat disebabkan oleh temperatur kalsinasi yang terlalu rendah atau waktu kalsinasi yang kurang lama. Namun, variasi terhadap temperatur dan waktu kalsinasi tidak diamati. Selain itu, 33
antarmuka yang kurang menyatu dapat disebabkan oleh perbedaan laju penyusutan antara pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 dan lapisan TiO2. Hal ini menjadi petunjuk mengenai kemungkinan adanya ketidakhomogenan fasa. Perbedaan laju penyusutan selama sintering diamati oleh Feng et al28 dalam proses co-sintering membran α-alumina dua lapis. Pemilihan temperatur sintering sangat berpengaruh pada laju penyusutan. Kemungkinan, selama kalsinasi pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 mengalami penyusutan yang lebih lambat dibandingkan partikel TiO2, karena sebelumnya pendukung membran telah menyusut selama sintering pada temperatur yang lebih tinggi. Perbedaan laju penyusutan ini menyebabkan partikel TiO2 tidak dapat bergabung secara sempurna dengan pendukung membran.
a
b Lapisan ZrSiO4-ZrO2
Gambar IV.10 Foto SEM permukaan dengan perbesaran 5000x (a) dan penampang melintang dengan perbesaran 500x (b) membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2
Selain untuk mengamati terbentuknya lapisan TiO2 pada pendukung membran, foto penampang melintang membran juga memperlihatkan morfologi bagian dalam (bulk) membran. Gambar IV.9b menunjukkan bahwa pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 yang dihasilkan memiliki morfologi yang homogen.
34
IV.8 Analisis Kimia Permukaan Membran Analisis kimia permukaan membran keramik dengan menggunakan Energy Dispersive X-Ray (EDX) terhadap pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 dan membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 ditunjukkan Tabel IV.5. Tabel IV.5 memperlihatkan bahwa komposisi titanium (Ti) sangat dominan pada membran hasil pelapisan, sebaliknya zirkonium (Zr) dan silikon (Si) sangat kecil. Keberadaa titanium dalam analisis EDX mengkonfirmasi adanya TiO2 sebagai hasil pelapisan. Komposisi TiO2 yang dominan disebabkan oleh lapisan TiO2 yang terlalu tebal dan kedalaman deteksi EDX yang terbatas. Adanya unsur aluminium (Al) berasal dari ketidakmurian serbuk ZrSiO4 dan ZrO2 yang dipergunakan. Bahan serbuk yang digunakan merupakan hasil pengolahan dari mineralnya. Tabel IV.5 Komposisi kimia permukaan pendukung membran ZrSiO4-ZrO2 dan membran ZrSiO4-ZrO2-TiO2 Membran
Komposisi Kimia (% massa) Zr
Si
O
Ti
Al
ZrSiO4-ZrO2
48,64
12,36
31,63
-
0,54
ZrSiO4-ZrO2-TiO2
1,45
0,59
39,94
58,02
-
35