BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tanaman Percobaan dan Lingkungannya 4.2.4. Keadaan Umum Tanaman Tanaman kentang yang ditanam, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, pada umumnya tumbuh dengan baik. Bibit mulai tumbuh umur 3 MST, namun belum merata, umur 5 MST barulah bibit tumbuh secara merata pada semua petak percobaan, kemudian sampai umur 8 MST tanaman masih tumbuh dengan cepat. Selama percobaan di Pangalengan terlihat adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman kentang, namun serangannya tidak berarti dan bisa diatasi.
Hama
yang
menyerang daun adalah hama belalang (Valanga nigricornis) dan ulat daun (Plucia calcites), sedangkan hama yang menyerang umbi adalah orong-orong (Gryllotalpa africana) dengan gejala serangan berupa lubang-lubang pada umbi kentang yang bentuknya tidak beraturan. Penyakit yang menyerang pertanaman adalah penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) dengan gejala kelayuan pada seluruh daun tanaman, kemudian diikuti kelayuan secara mendadak pada seluruh bagian tanaman yang jika dicabut, terlihat busuk dan berwarna kehitam-hitaman pada pangkal batang dekat leher akar. Selama percobaan di Cisarua dijumpai pula hama belalang (Valanga nigricornis) dan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum), akan tetapi hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang di Cisarua lebih sedikit dibandingkan dengan di Pangalengan dan boleh dikatakan tidak ada. Umbi yang dipanen di Cisarua sedikit
terlihat ada yang retak atau pecah akibat adanya tekanan dari bagian dalam yang disebabkan oleh kekurangan air pada saat pengisian umbi. Tinggi tanaman di Pangalengan pada umur 8 MST berkisar antara 30 sampai 70 cm, sedangkan di Cisarua tanaman lebih pendek, yaitu berkisar antara 30 sampai 60 cm. Jumlah cabang berkisar antara dua sampai lima, baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Pertumbuhan tanaman secara umum memperlihatkan pola pertumbuhan linier, baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Umur panen di Pangalengan (96 HST) lebih cepat dibandingkan dengan di Cisarua (107 HST). Jumlah umbi yang berukuran < 60 g per petak dan 60 sampai 80 g per petak lebih banyak terdapat di Pangalengan dibandingkan dengan di Cisarua, namun jumlah umbi yang berukuran > 80 g per petak lebih banyak terdapat di Cisarua daripada di Pangalengan. Begitu juga dengan hasil umbi tanaman kentang per petak lebih tinggi di Cisarua dibandingkan dengan di Pangalengan. 4.1.2. Tanah dan Iklim Lokasi Percobaan Hasil analisis tanah lapisan olah (Lampiran 10) menunjukkan bahwa pH (H2O) 5,10 dan pH (KCl) 4,8 Andisols Pangalengan agak berbeda jauh dengan pH Andisols Cisarua, yaitu pH (H2O) 5,90 dan pH (KCl) 5,50. Dengan demikian, pH kedua Andisols tersebut berkisar antara -0,5 dengan +0,5. Sesuai dengan pendapat Uehara dan Gillman (1981), salah satu cara untuk menduga karakteristika muatan variabel adalah pengukuran pH tersebut. KTK tanah (NH4OAc pH 7) Andisols Pangalengan dan Andisols Cisarua masing-masing 29,82 cmol kg-1 dan 35,54 cmol kg-1 (tinggi), P tersedia masing-masing 30,7 mg kg-1 dan 10,7 mg kg-1, P tersedia Pangalengan lebih tinggi daripada P tersedia Cisarua. Retensi P Andisols Pangalengan 90,7 % sedangkan Andisols Cisarua 87,7 %. Menurut Tan (1984), Andisols dengan muatan berubah dibeda-bedakan menjadi Andisols
dengan KTK rendah (< 30 cmol kg-1), KTK sedang (antara 30 sampai 50 cmol kg-1), dan KTK tinggi (> 50 cmol kg-1). Dengan patokan itu, KTK Andisols Pangalengan termasuk rendah dan KTK Cisarua termasuk sedang. C-organik kedua Andisols masing-masing memenuhi kriteria cukup tinggi, yakni Andisols Pangalengan 4,77 % dan Andisols Cisarua 6,05 % dengan N total 0,48 % (sedang) pada Andisols Pangalengan dan N total Cisarua 0,75 % (tinggi). Konsentrasi N total Andisols kedua lokasi berbeda dan secara keseluruhan tingkat kesuburan tanahnya juga berbeda. Pemberian pemupukan adalah salah satu alternatif untuk lebih memperbaiki tingkat kesuburan kedua Andisols tersebut. Bobot isi (BD) Andisols Pangalengan 0,82 g cm-3 dan Andisols Cisarua 0,83 g cm-3. Bobot isi hampir sama dan hal itu sesuai dengan Soil Survey Staff (1990) yang menetapkan bahwa salah satu kriteria Andisols adalah nilai bobot isi
0,90 g cm-3.
Tekstur kedua Andisols memenuhi kriteria yang sama, yaitu lempung berliat. Hasil pengamatan propil Andisol ditampilkan pada lampiran 11 dan 12. Hasil pengamatan profil Andisols Pangalengan (Lampiran 11) menunjukkan adanya horison-horison dalam profil sebagai berikut: Ap, Bw1.1, Bw1.2, Bw2.1, Bw2.2 dan BC1, BC2, serta CB dengan warna tanah tampak dari lapisan 0 sampai > 129 cm.
Hasil pengamatan profil
tanah Andisols Cisarua (Lampiran 12) menunjukkan adanya horison tertimbun (dengan simbol b) yang berarti horison tersebut tidak selalu berkembang dari deposit yang sama (Soil Survey Staff, 1990). Dari profil tampak adanya timbunan bahan volkanik yang berbeda, di antaranya Ap, AB, 2Ab, 2Ab2, 2Ab3, 3Ab, Bw, dan BC dengan warna tanah tampak dari lapisan 0 sampai 180 cm. Hasil analisis difraktogram sinar X menunjukkan adanya kandungan-kandungan mineral di Pangalengan didominasi oleh mineral alofan dan imogolit, sedangkan di Cisarua didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 (haloisit). Hal
itu sejalan dengan pernyataan Hadianjaya (1990) bahwa Andisols Pangalengan terbentuk dari bahan induk andesito-basaltik berasal dari erupsi gunung api Guntur-Pangkalan dan Kendang sedangkan Andisols Lembang (Cisarua) terbentuk dari bahan induk tuf-andesit berasal dari erupsi gunung Tangkuban Parahu dan Burangrang. Dua erupsi tersebut menunjukkan bahwa proses pembentukan tanah Pangalengan dan Cisarua terbentuk dari bahan induk yang berbeda sehingga didapat mineral liat yang berbeda. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 1993 sampai 2002 (Lampiran 13), tipe curah hujan di Pangalengan tergolong tipe C (agak basah) menurut klasifikasi SchmidtFerguson (1951). Curah hujan rata-rata 2242,83 mm tahun-1 atau 224,28 mm bulan-1 dengan rata-rata bulan kering 2 bulan tahun-1. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Januari (385,10 mm) dan curah hujan terendah pada bulan Agustus (30,30 mm), sedangkan curah hujan di lokasi percobaan selama percobaan rata-rata 16 mm bulan-1. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 1994 sampai 2003 (Lampiran 14), tipe curah hujan di Cisarua sama dengan di Pangalengan, yaitu tergolong tipe C (agak basah) menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson (1951). Curah hujan rata-rata 1212,67 mm tahun1
atau 101,06 mm bulan-1 dengan rata-rata bulan kering 2 bulan tahun-1. Curah hujan
tertinggi jatuh pada bulan November (210,91 mm), dan curah hujan terendah pada bulan Agustus (36,22 mm), sedangkan curah hujan di lokasi percobaan selama percobaan ratarata 9,05 mm bulan-1. Selama percobaan di lokasi percobaan Pangalengan rata-rata suhu udara minimum 13,84 0C, suhu udara maksimum rata-rata 24,40 0C suhu udara rata-rata siang 22,84 0C, suhu udara rata-rata malam 16,19 0C, suhu tanah rata-rata siang 25,14
0
C, suhu tanah
rata-rata malam 21,05 0C, kelembaban udara rata-rata siang 75,75 %, dan kelembaban
udara rata-rata malam 90,75 %, sedangkan di lokasi percobaan Cisarua selama percobaan rata-rata suhu minimum 17,89 0C, suhu maksimum rata-rata 24,35 0C, suhu udara ratarata siang 23,04 0C, suhu udara rata-rata malam 19,47 0C, suhu tanah rata-rata siang 24,63 0C, suhu tanah rata-rata malam 20,55 0C, kelembaban udara rata siang 72,15 %, dan kelembaban udara rata-rata malam 87,91 % (Lampiran 15).
4.2. Karakteristika Tumbuh Tanaman 4.2.1. Indeks Luas Daun Rata-rata ( ILD ) Tujuh Harian Indeks luas daun rata-rata ( ILD ) tujuh harian adalah nisbah antara luas daun hijau yang aktif berfotosintesis dengan luas lahan yang ditumbuhi oleh tanaman tersebut ratarata dalam periode tujuh harian. ILD juga merupakan ciri pertumbuhan yang dapat menunjukkan ukuran relatif aparat fotosintesis dan merupakan ratio antara luas daun hijau yang aktif berfotosintesis dengan luas area tanah yang ditumbuhi tanaman tersebut setiap saat. Menurut Gardner dkk. (1991), ILD merupakan parameter yang menunjukkan potensi tanaman melakukan fotosintesis dan juga merupakan potensi produktif tanaman di lapangan. ILD yang tinggi dapat menurunkan hasil karena daun yang paling bawah terus melakukan respirasi yang lebih besar daripada yang dihasilkan pada proses fotosintesis sehingga pembagian fotosintat ke organ lain menjadi berkurang. ILD yang tinggi akan menguntungkan jika hasil yang diinginkan adalah biomassa, tetapi bagi tanaman yang dihasilkan berupa biji atau umbi, hal itu tidak menguntungkan karena tidak tersedianya fotosintat yang berlebihan untuk menghasilkan biji dan umbi.
Sejalan dengan yang
dikemukan oleh Salisbury dan Ross (1995), dalam hal itu tidak dibutuhkan atau tidak diharapkan adanya hasil asimilasi yang berlebihan untuk menghasilkan biji atau umbi di
samping jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan pemeliharaan respirasi. ILD sebesar 3 sampai 5 diperlukan untuk produksi bobot kering maksimum tanaman yang dibudidayakan. ILD yang lebih tinggi juga diperlukan jika tujuannya adalah biomassa total, bukan hasil panen ekonomis, misalnya untuk tanaman budidaya hijauan. Dari matriks perbandingan kurva perkembangan ILD tujuh harian selama lima periode tujuh harian tampak bahwa tanaman kentang yang diberi porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. pada berbagai dosis pupuk N, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, menunjukkan pola peningkatan yang sama, yaitu linier. Untuk setiap dosis porasi tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. pada setiap dosis pupuk N, ILD rendah pada awal pertumbuhan, kemudian meningkat dengan cepat sampai akhir pengamatan (56 HST) masih terus meningkat (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Hal itu terjadi karena sampai umur di atas 56 HST diperkirakan masih ada penambahan luas daun. Sejalan dengan pendapat Yamaguchi dan Rubatsky (1998), pertumbuhan lembar daun tanaman kentang meningkat dengan cepat setelah pertunasan dan munculnya batang dan akumulasi bobot segar berlangsung cepat dan linier selama 90 sampai 100 HST; setelah itu, laju pertumbuhan berkurang dan berhenti dengan mulainya penuaan (senescence). Tanpa masukan porasi, pupuk N, dan inokulan Azospirillum sp. terlihat perkembangan ILD yang paling lambat, tetapi perkembangan ILD itu lebih cepat meningkat dengan masukan porasi dan pupuk N yang terus bertambah tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dengan perbedaan yang tidak sama pada setiap tujuh harian, baik yang ditanam di Pangalengan maupun di Cisarua.
Tanaman kentang yang ditanam, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, tanpa masukan porasi yang tidak diberi masukan inokulan Azospirillum sp. dan tanpa masukan pupuk N memperlihatkan nilai ILD yang lebih rendah. Hal itu terjadi karena tanpa pemberian porasi sebagai pupuk organik kondisi lingkungan pertumbuhan
tanaman
tidak
menunjang
dan juga tidak ada suplai unsur
hara walaupun konsentrasi N tanah sebelum percobaan tinggi kemungkinan N yang ada dalam tanah ini sebelum dimanfaatkan oleh tanaman hilang melalui penguapan pada saat pengolahan tanah.
Di pihak lain porasi juga merupakan sumber energi bagi
mikroorganisme, dalam hal ini Azospirillum sp. dan mikrorganisme lainnya seperti bakteri pelarut fosfat. Tanpa porasi, aktivitas Azospirillum sp., termasuk mikroorganisme lainnya akan terganggu karena tidak
,
,
,
,
/ // /
,
/ 0 0
// //
,
/
/ /
/
,
,"
,"
,!
,! ,
,
,
,
,
,
,
, "
" !
!
!
!
"
"
" !
!
" !
" ""
,
, / /
"
!
"
"
!!
,
. / / /
!
!
" "
, ,
! " "
! "
!
0 // 0
,
/
,
,
,"
,"
,!
,!
,
,
,
,
,
,
,
/ /
/
, "
" !
!
!
!
"
# $%&
" !! ! !!
!" ! ! !
"
" !
!
!
'( $ )*+ "
" " !
! "
"
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 3. Perkembangan ILD tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
,
,
,
/ / /
,
/ 0
/ / 0
, /
,
,"
,"
,!
,!
,
,
,
,
,
,
,
/ /
/
, "
" !
! !
" ! " " !
! "
"
" ! ! "
"
! !
!
!
"
! ! !
""
,
!"
,
.
,
/ / //
,
/ /
, /
0 0 0
,
,
,
,"
,"
,!
,!
,
,
,
,
,
,
,
/ /
/
, "
" !
! !
! "
# $%&
"
" "
! !
!
"
'( $ )*+
! "
" !
"! " " ! !
" ! " !
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 4. Perkembangan ILD tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
,
,
,
,
// // //
,
0 0 0
/ /
,
/
/ /
/
,
,"
,"
,!
,! ,
,
,
,
,
,
,
, "
" !
"
!
!
!
"
"
" "
!
"
" !
! !
, / 0 0
, ,
" " !!! !!
, 0 /
!
!
"
!
"
!
"
" " ! !!
,
.
,
" !
/ 0 //
,
/
0 /
/
,
,"
,"
,!
,!
,
,
,
,
,
,
,
, "
" !
!
!
!
"
# $%& " ! "
!!
"
" !
!
!
'( $ )*+
"
" !
"
! !
"" "
! "
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 5. Perkembangan ILD tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
,
,
, , ,
/ // /
,
/ / /
/ /
,
/
/ /
/
,
,
,"
,"
,!
,! ,
,
,
,
,
,
,
, "
" !
! !
! "
"
!! !
,
"
/ / 0
,
"
"
, ,
/ 0
!
!
.
,
! !
" ! !
!
,
" !
// / //
,
0
// /
//
,
,"
,"
,!
,!
,
,
,
,
,
,
,
, "
" !
! !
! "
# $%& " "" " !
"! ! !
"
" !
! !
! "
'( $ )*+
" !
""
!
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 6. Perkembangan ILD tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
tersedianya sumber energi untuk kehidupannya. Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi dekomposisi
bahan
organik adalah keberadaan N yang tersedia bagi
mikroorganisme tanah sebagai starter yang berarti jika N tidak tersedia, proses dekomposisi tersebut akan terhambat.
Kondisi itu menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan vegetatif tanaman, termasuk pertumbuhan organ fotosintesis, karena tidak tersedianya unsur hara bagi tanaman yang akhirnya menurunkan nilai ILD . Nilai ILD tujuh harian selama lima periode tujuh harian tertinggi (0,7126) di Pangalengan diperoleh pada masukan pupuk 258 kg ha-1 N dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp., sedangkan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. nilai ILD tertinggi (0,8228) dicapai pada pemberian pupuk 86 kg ha-1 N dengan masukan porasi yang sama (22,5 t ha-1). Terlihat bahwa pemberian porasi dan inokulan Azospirillum sp. dapat mengurangi penggunaan pupuk N anorganik. Hal itu terjadi karena adanya suplai N dari proses dekomposisi bahan organik (porasi) bersama dengan
aktivitas
Azospirillum sp. sehingga kebutuhan N tanaman sebagian sudah
terpenuhi dan terlihat adanya penurunan dosis N untuk mencapai nilai ILD tertinggi tersebut. Nilai ILD tanaman kentang yang diperoleh pada penelitian ini termasuk kecil, nilai ILD tanaman kentang 1 sampai < 2 (Sitompul dan Bambang, 1995), hal itu dapat dipahami karena pada akhir pengamatan (56 HST) diduga masih terjadi peningkatan luas daun, itu ditunjukan oleh pola perkembangan ILD yang masih linier (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Pemberian inokulan Azospirillum sp. dapat menyediakan sebagian kebutuhan N tanaman melalui aktivitasnya dalam memfiksasi N2. Menurut Kefalogianni dan Anggelis (2002), fiksasi N oleh Azospirillum sp. merupakan aktivitas yang mengkonsumsi banyak
energi sehingga mikroorganisme yang melakukan aktivitas tersebut sangat bergantung pada ketersediaan C sebagai sumber energi, dalam hal ini bahan organik yang merupakan sumber energinya.
Dengan tersedianya bahan organik sebagai sumber energinya,
Azospirillum sp. dapat berkembang dengan baik sehingga fiksasi N2 meningkat dan menyebabkan N tersedia di dalam tanah. Bahan organik juga memerlukan N untuk proses dekomposisi sebagai starter. Hal itu didukung oleh Isnaini (2001) yang menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH4-, yang berfungsi sebagai substrat jasad renik. Meningkatnya dosis porasi dapat meningkatkan ILD karena porasi juga dapat meningkatkan konsentrasi hara dalam tanah, terutama N, P, dan K, serta unsur lainnya (Lampiran 10). Selain itu, porasi juga dapat memperbaiki tata udara dan air tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak. Porasi merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga Azospirillum sp. yang diberikan akan berkembang dan dapat melakukan aktivitasnya dengan baik dalam memfiksasi N di udara. Oleh karena itu, N tersedia bagi tanaman, kemudian dimanfaatkan untuk menambah dan memperluas daun sehingga nilai ILD meningkat. Tanaman kentang yang ditanam di Cisarua yang diberi porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. serta dengan masukan pupuk N yang bervariasi dosis memberikan pengaruh terhadap nilai ILD yang bervariasi pula. Nilai ILD tertinggi di Cisarua (0,8412) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. dicapai dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dengan masukan pupuk N yang lebih rendah daripada di Pangalengan (172 kg ha-1 N) , sedangkan dengan masukan inokulan Azospirillum sp.,
nilai ILD tertinggi (0,8589) bersama masukan porasi 15 t ha-1 tanpa masukan pupuk N. Hal itu terjadi diduga karena tingginya kandungan hara makro, terutama N; begitu juga dengan C-organik sebelum percobaan di Cisarua dibandingkan dengan di Pangalengan (Lampiran 10). Selain itu karena adanya sumbangan N dari fiksasi N2 oleh Azospirillum sp. Pola perkembangan ILD tujuh harian dengan masukan pupuk N bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. serta masukan porasi berbeda dengan tanpa masukan porasi, baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Hal itu terjadi karena porasi merupakan pupuk organik hasil fermentasi bahan organik segar dengan bantuan mikroorganisme efektif yang berasal dari M-Bio.
Hasil fermentasi bahan
organik tersebut berupa senyawa-senyawa organik seperti asam laktat, alkohol, vitamin, gula, dan asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman di samping itu, senyawa-senyawa tersebut berfungsi melarutkan ion-ion dalam tanah sehingga memudahkan penyerapan unsur hara oleh perakaran tanaman seperti unsur-unsur N, P, dan K yang dapat digunakan oleh tanaman untuk penambahan dan perluasan daun. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gardner dkk. (1991) bahwa unsur P dan K berperan penting dalam fotosintesis yang secara langsung meningkatkan pertumbuhan dan indeks luas daun. Porasi juga dapat membantu dalam memperbaiki sifat fisika tanah sehingga memudahkan mekanisme penyerapan hara dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Dengan kondusifnya lingkungan, aktivitas bakteri Azospirillum sp. yang diberikan ke dalam tanah akan meningkat. Dengan demikian, N akan tersedia di dalam tanah karena Azospirillum sp. mempunyai potensi dalam meningkatkan konsentrasi N melalui
aktivitasnya dalam memfiksasi N2 yang selanjutnya akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk menambah memperluas daun sehingga diperoleh nilai ILD yang tinggi. Masukan pupuk N yang semakin meningkat dengan masukan inokulan Azospirillum sp., justru tidak memberikan nilai ILD yang meningkat pula. Pada tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. nilai ILD tertinggi dicapai pada masukan pupuk 172 kg ha-1 N yang menyebabkan terjadinya kondisi yang maksimal, sedangkan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. nilai pupuk N.
ILD tertinggi dicapai pada tanpa masukan
Konsentrasi N dalam tanah yang tinggi tidak menguntungkan bagi
mikroorganisme sehingga aktivitas Azospirillum sp. akan terhambat.
Dalam hal itu N
oleh Azospirillum sp. hanya diperlukan sebagai starter. Menurut Boddey dan Döbereiner (1994), aktivitas nitrogenase bakteri bergantung pada temperatur tanah dan kandungan ion amonium di dalam tanah dan hal itu merupakan faktor pembatas utama. 4.2.2. Laju Asimilasi Bersih Rata-rata ( LAB ) Tujuh Harian Pertumbuhan tanaman seringkali dinyatakan berdasarkan luas daun karena permukaan daun merupakan organ utama tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Laju penimbunan bahan kering tanaman per satuan luas daun per satuan waktu disebut laju asimilasi bersih dan biasanya dinyatakan dalam g cm-2 (luas daun) hari-1. Laju asimilasi bersih merupakan ukuran efisiensi fotosintesis dalam suatu komunitas tanaman yang nilainya paling tinggi pada saat tumbuhan masih kecil (muda) dan sebagian besar daunnya terkena sinar matahari langsung. LAB merupakan ukuran efisiensi fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman untuk menghasilkan bahan kering. Menurut Britz dan Sager (1990), kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering dapat dipelajari melalui laju asimilasi bersih (LAB).
Gardner dkk. (1991) mendefinisikan LAB sebagai peningkatan bobot kering tanaman per satuan luas daun per satuan waktu. Menurut Tesar (1984), LAB merupakan ukuran efisiensi daun menghasilkan bahan kering dan secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan daun dalam menyerap radiasi matahari dan hara. LAB (laju asimilasi bersih rata-rata) tujuh harian adalah LAB rata-rata dalam
tujuh harian. Pola perkembangan LAB tujuh harian selama lima periode tujuh harian dengan masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. pada setiap taraf dosis pupuk N di Pangalengan membentuk kurva berpola kuadratik.
LAB awalnya rendah, lalu meningkat dengan cepat, kemudian
semakin menurun dengan bertambahnya umur. Di Cisarua perkembangan LAB itu umumnya kurvilinier menurun, LAB awalnya tinggi, kemudian semakin menurun dengan bertambahnya umur (Gambar 7, 8, 9, dan 10). Perbedaan pola perkembangan LAB itu disebabkan oleh cuaca di Pangalengan pada awal pertumbuhan tanaman kentang selalu mendung sehingga cahaya yang diperlukan untuk proses fotosintesis berkurang walaupun tersedia unsur hara yang cukup, sedangkan di Cisarua sebaliknya pada awal pertumbuhan keadaan cuaca cerah sehingga cahaya yang diperlukan untuk proses fotosintesis tersedia dan ditunjang oleh unsur hara cukup. Dengan demikian, fotosintesis dapat berjalan dengan baik sehingga pada awal pertumbuhan nilai LAB tinggi. Hal itu terjadi karena pada awal pertumbuhan tanaman masih kecil, daun-daun yang terdapat pada tanaman tersebut semua terekspos pada radiasi matahari langsung sehingga kecepatan asimilasi CO2 meningkat yang mengakibatkan nilai LAB tinggi. Semakin tanaman berumur lanjut daun-daun tersebut menjadi banyak yang ternaungi sehingga nilai LAB menjadi turun walaupun ILD semakin tinggi. Dengan meningkatnya ILD , semakin banyak daun-daun
yang terlindungi yang menyebabkan penurunan LAB .
Meningkatnya luas daun yang
seiring dengan bertambahnya umur tanaman tidak meningkatkan fotosintesis yang diduga karena daun saling menaungi sehingga daun itu tidak efisien dalam melakukan fotosintesis. Daun pada bagian bawah yang ternaungi akan menyebabkan produk total fotosintat lebih sedikit dibandingkan dengan luas daun. Seperti dijelaskan oleh Stoskopf (1981), penuaan daun menyebabkan rendahnya
LAB karena berkurangnya laju
fotosintesis, sedangkan respirasi tetap berlangsung. Pola perkembangan LAB tujuh harian selama lima periode tujuh harian secara spesifik, dari matriks perbandingan kurva, terlihat bahwa tanpa masukan
, ,
, !
,
, / // /
,
// /
/
/
/
, /
, 5
%$/
,
,
,
-
/ /
!
, ,
!
,
,
!
.(
,
,
, "
" !
1 2 %( %3 % 4 $ %5 +
" !
!
! "
" "
(
"
! !
,
!
!
!
! " "! " " " " ! "
"
,
. !
/ /
,
,
,
,
,
/ /
!
/
/
p0 p1 p2 p3
,
,
,
, ,
" !
!
" " !! ! "
"
,
"
/ / //
!
,
, / /
,
/
!
,
,
, "
" !
! !
!
"
# $%&
!
! ! "
"
" !
! !
! "
'( $ )*+
" ! " "
" ! ! ! ! ! "
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 7. Perkembangan LAB tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
,
, / /
,
/ /
/
"
!
,
/
-
/ / /
/ /
/
, ,
,
, "
,
.(
5
%$,
,
, " ,
!
" !
!
!
!
"
, "
"
!
!
!
"
""!
1 2 %( %3 % 4 $ %5 +
!
! " "
, ,
,
. !
, , // // //
, !
,
"
,
!
, / //
//
, ,
,
,
, "
, ,
/ / // // // //
,
,
,
"
" " !! " ! "!
(
"
" !
" !
!
!
!
!
"
"
,
" !
!
!
!
"
, Periode Umur (HST) " !
"
! " "
"!" "! " !
!
!
" ! !
!!
" "
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 8. Perkembangan LAB tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
, ,
, "
0 0 0
, ,
5
%$,
.(
,
-
, / /
/
"
, ,
"
,
/ / /
"
"
, "
"
" !
! !
! "
"
, " ,
!
" !
! !
" "
" " " !
"
(
! !
! "
"
!
"
1 2 %( %3 % 4 $ %5 +
/
,
,
"
"
""
""
, , , , , , , , , ,
/ /
,
.
,
!
"
, ,
/ / / / // /
"
, / / /
!
,
/ /
"
/
, "
" !
! !
! "
,
"
"
" !
! !
! "
Periode Umur (HST) " !
"
"! "
Keterangan:
! " !"
! " ! !" " !
! "
Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan.
Gambar 9. Perkembangan LAB tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
,
, !
,
,
"
/ // //
,
/ /
/
"
"
/ //
0
/
, ,
,
"
, ,
"
,
"
.(
5
%$0 0
, ,
,
"
,
, "
" !
! !
! "
"
" !
!
!
! "
"
1 2 %( %3 % 4 $ %5 +
(
" " !!! " "
,
.
"
,
" / / 0
, ,
" !
, ,
" "
! !
/ /
, 0
"
"
0 /
, ,
/ 0
/
0
"
, , ,
"
,
, " ,
" !
! !
! "
"
p1 p3
, ,
# $%&
p0 p2
"
"
"
" !
! !
! "
'( $ )*+
" ! " "
" " "
!" "
! !
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 10. Perkembangan LAB tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
porasi, baik tanpa atau dengan masukan inoculan Azospirillum sp. dan masukan pupuk N yang bervariasi dosis yang paling lambat, tetapi meningkat dengan masukan porasi yang terus bertambah sampai dosis tertentu dengan perbedaan yang tidak sama pada setiap tujuh harian, baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Meningkatnya pertumbuhan tanaman meningkatkan ILD sehingga makin banyak daun yang ternaungi dan hal itu akan menyebabkan menurunnya LAB sepanjang masa pertumbuhan tanaman. Pada tajuk tanaman yang ILD -nya tinggi, daun yang muda pada puncak tanaman menyerap radiasi matahari paling banyak, mengalami laju asimilasi yang tinggi, dan mentranslokasikan sejumlah besar hasil asimilasi ke bagian tanaman yang lainnya.
Sebaliknya, daun-daun yang lebih tua pada dasar tajuk dan terlindung
mengalami laju asimilasi yang rendah dan memberikan lebih sedikit hasil asimilasi ke bagian tanaman yang lainnya. Nilai LAB
di Pangalengan pada pemberian berbagai dosis pupuk N tanpa
pemberian inokulan Azospirillum sp. serta masukan porasi berbagai dosis secara umum tidak berbeda. Begitu juga dengan tanaman kentang pada pemberian porasi bervariasi dosis, masukan inokulan Azospirillum sp. dan masukan pupuk N yang bervariasi juga belum memberikan perbedaan dalam mempengaruhi LAB .
Hal itu dapat terjadi
karena tingginya kandungan hara dalam tanah sebelum percobaan (Lampiran 10) sehingga hara yang ada di dalam tanah sementara sudah mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Walaupun pemberian porasi berbagai dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dan pemberian pupuk N bervariasi dosis belum memberikan pengaruh yang berarti, pemberian porasi yang semakin meningkat sampai dosis tertentu meningkatkan nilai LAB . Nilai LAB tertinggi (0,0014) dicapai pada tanpa
pemberian inokulan Azospirillum sp bersama masukan porasi 15 t ha-1 dan pupuk N 172 kg ha-1, sedangkan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. nilai LAB tertinggi (0,0018) dicapai dengan pemberian inokulan Azoprillum sp. dan masukan porasi 15 t ha-1 serta tanpa masukan pupuk N.
Hal itu berkaitan dengan kemampuan porasi dalam
memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik bagi Azospirillum sp. yang diberikan dan bagi perkembangan sistem perakaran tanaman. Selain itu, porasi dapat mensuplai hara, terutama N, P, dan K. Semakin tinggi dosis porasi dan pemberian inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N yang diberikan, semakin tinggi konsentrasi N, P, dan K di dalam tanaman. Semua unsur-unsur tersebut memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara esensial pembentuk semua asam amino, protein, dan koenzim. Menurut Olson dan Kurtz (1982), N esensial bagi komponen molekul klorofil, aktivasi karbohidrat, dan pendukung pengambilan hara lainnya. Fosfor merupakan bagian esensial dari berbagai gula fosfat dan berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya.
Menurut Blevins (1994), P berperan penting dalam
metabolisme energi karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat. Peran P yang lain adalah mengontrol aktivitas ATP-ase yang berdampak pada beberapa aspek yang berbeda dalam metabolisme tanaman sehingga metabolit dapat bergerak ke sel via kotranspor dengan pompa proton ke dalam apoplas oleh adanya ATP-ase. Kalium berperan dalam proses membuka dan menutupnya stomata, mempengaruhi translokasi fotosintat, dan meningkatkan aktivitas fotosintesis. Menurut Buckman dan Brady (1990), K merupakan pengatur penyerapan P dan N serta unsur-unsur lainnya. Tersedianya unsur
hara esensial itu menyebabkan berlangsungnya pertumbuhan tanaman sehingga meningkatkan nilai LAB tanaman. Sama halnya dengan di Pangalengan, tanaman kentang yang ditanam di Cisarua tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. dan pemberian pupuk N dosis berapa pun secara umum belum memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai LAB akibat pemberian porasi yang berbeda. Nilai LAB tertinggi (0,0027) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. dicapai dengan pemberian porasi 7,5 t ha-1 dan pupuk 228 kg ha-1 N. Sedangkan nilai LAB dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. dan pemberian porasi serta pupuk bervariasi dosis terlihat berbeda. Nilai LAB tertinggi (0,0035) terlihat pada pemberian porasi 22,5 t ha-1 dan masukan pupuk N 86 kg ha-1. Seperti yang telah dijelaskan di muka terlihat bahwa pemberian inokulan Azospirillum sp. dapat mengurangi penggunaan pupuk N karena Azospirillum sp. dapat mensuplai N melalui aktivitasnya memfiksasi N2 selain itu Azospirillum sp. dapat pula menyumbangkan hormon tumbuh. 4.2.3. Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata ( LTT ) Tujuh harian
Pertumbuhan tanaman adalah penimbunan bahan kering tanaman per satuan luas per satuan waktu. Bahan kering tanaman merupakan gambaran dari translokasi hasil fotosintesis (fotosintat) ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat dikatakan laju tumbuh tanaman sangat ditentukan oleh luas daun tanaman yang mampu mengintersepsi sinar matahari secara maksimum dan laju fotosintesis tanaman selanjutnya.
Laju tumbuh
tanaman adalah bertambahnya berat dalam komunitas tanaman per satuan luas lahan dalam satu satuan waktu.
Ketentuan itu digunakan secara luas dalam analisis
pertumbuhan tanaman yang ditanam di lapangan. Laju tumbuh tanaman yang meningkat
sebesar 20 g m-2 (luas lahan) hari-1 (200 kg ha-1 hari-1) dianggap cukup baik untuk kebanyakan tanaman budidaya. Menurut Gardner dkk. (1991), hubungan di antara laju tumbuh tanaman dengan luas daun atau indeks luas daun dan laju asimilasi bersih dinyatakan bahwa laju tumbuh tanaman merupakan hasil kali antara indeks luas daun dengan laju asimilasi bersih. Semakin lebar atau semakin luas daun, indeks luas daun akan semakin tinggi akibat meningkatnya luas daun yang mendukung laju fotosintesis. Laju asimilasi bersih juga akan semakin tinggi sehingga laju tumbuh tanaman akan semakin meningkat. Laju tumbuh tanaman rata-rata ( LTT ) tujuh harian merupakan laju penambahan bobot kering tanaman (g m-2 hari-1) rata-rata per satuan luas lahan dalam tujuh harian (Djajasukanta, 1987).
Secara umum perkembangan LTT tujuh harian selama lima
periode tujuh harian pertumbuhan tanaman kentang yang diberi porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. dan pemberian pupuk N berbagai dosis, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, menunjukkan pola peningkatan yang sama, yaitu linier.
Untuk setiap dosis porasi tanpa atau dengan masukan inokulan
Azospirillum sp. pada setiap dosis pupuk N, LTT tujuh harian rendah pada awal pertumbuhan, kemudian meningkat dengan cepat, dan sampai akhir pengamatan (56 HST) masih terus meningkat (Gambar 11, 12, 13, dan 14). Hal itu terjadi karena sampai umur
,"
,
, " , , "
/ /
,
/
/
",
, "
!,
, 5
%$/ /
,
,"
(
/ / //
,
0 0 0
, "
,
,"
,
, "
,
,
, "
" !
(
!
!
"
! !
! " "
1 + ( - 5 +
!
!
!
"
! !
! "
,
!
!
"
!
"
"
" " !
"
"
!, ,"
/ 0
! !
!! ! ""
. / / 0
" ! !
!
!, ,
"
// // //
,
/
,
,"
,
,
// / //
,"
!,
,
,
," , ,
"
" !
!
!
!
"
, "
# $%& " ! ! "!
! !
"
!
!
" !
!
!
' ( $ ) *+ !
" "
!
" !"
!"
" "
"
!
gan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 11. Perkembangan LTT tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
Keteran
,
,
,
Laju Tumbuh Tanaman Kentang (g m -2 hari-1)
,
/ / /
,
0 0 / // /
,
/
/ /
/
",
,
!,
!,
, ,
,
,
,
, "
,
" !
"" !
! !
!
! "
! !
" " !
"
" !
"" " ! "
! " !" "
", // / / / 0
! !
! "
!!
" !!
"
!
,
.
!,
,
", 0
/ / /
!,
,
/ /
/
, , , ,
,
,
, "
" !
! !
! " # $%&
"
! !
!
"
" !
"!
!
! ""
"
! "
'( $ )*+
" !
! !
"
"
" ! " "
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 12. Perkembangan LTT tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
!,
! ,
,
0 0 0
",
0 0 //
,
/ /
,
/
0 0
/
",
,
,
(
5
%$,
",
!,
,
,
",
,
, "
" ! " !! ! " "
1 + ( - 5 +
(
" !"
! !
!
!", ! , ", , ", , ", , ", , ", ,
! " !
" !
"
!"
! "
" ! "
!
! , ",
/ /
! !
" ""!
! " " ! !
. 0 0 0
"
",
0 0 0
, /
",
/ /
/
, ", , ", , "
" !
! !
! "
",
"
" !
! !
! "
, # $%& "
"
! "
! " !
" !
'( $ )*+
" " !
" " " !!
"" ! ! !
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 13. Perkembangan LTT tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
,
",
,
/ 0 0
,
0 0
/
0 0
/
",
! ,
,
,
",
,
,
,
",
(
5
%$" ,
0 0 /
,
, "
,
" !
!
!
!
"
"
",
" !
1 + ( - 5 +
(
!" ! !" "
"
!
!
!
"
,
/ 0
"
" !
!""
!",
. / 0 0
!
"
, ",
"
!
! " !
!
! ,
0 0 0
",
/
/ 0
0
, ",
",
, ,
",
",
, ",
, "
" !
!
!
!
,
"
",
"
", # $%& ! " " ! ! "
' (
" "! " !
! !
!
!
$ ) *+
! ! ! !
" !
!!
" " !! !
!"" "! !
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 14. Perkembangan LTT tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
di atas 56 HST diperkirakan masih ada penambahan luas daun. Sejalan dengan pendapat Yamaguchi dan Rubatsky
(1998), pertumbuhan lembar daun tanaman kentang
meningkat dengan cepat setelah pertunasan dan munculnya batang dan akumulasi bobot segar berlangsung cepat dan linier selama 90 sampai 100 HST.
Setelah itu, laju
pertumbuhan berkurang dan terhenti dengan mulainya penuaan (senescence). Dilihat dari matriks perbandingan kurva, perkembangan LTT tujuh harian selama lima periode tujuh harian dengan masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. serta dengan masukan berbagai dosis pupuk N di Pangalengan dan Cisarua terlihat bervariasi.
Lain halnya dengan ILD dan LAB ,
perkembangan LTT tujuh harian selama lima periode tujuh harian dengan masukan pupuk N bervariasi dosis dan tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dengan masukan porasi, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, berbeda dengan tanpa masukan porasi. Hal itu disebabkan porasi selain dapat memperbaiki sifat fisika tanah melalui peningkatan daya sangga air, kandungan air, agregasi, dan aerasi serta mengurangi aliran permukaan, porasi sebagai pupuk organik juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah, di antaranya memperbesar kapasitas tukar kation dan meningkatkan kelarutan unsur hara dalam tanah seperti unsur-unsur hara N, P, dan K, serta unsur-unsur lainnya (Lampiran 10) sehingga unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih tersedia dan fotosintesis akan meningkat. Oleh karena itu terjadi peningkatan bahan kering tanaman. Dengan demikian, LTT akan meningkat pula. Pemberian inokulan Azospirillum sp. dapat mengurangi pemakaian pupuk N, dalam hal ini terlihat pada nilai LTT tertinggi di Pangalengan (11,7772) pada tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. diperoleh dengan pemberian porasi 22,5 t ha-1 pemberian
pupuk N 172 kg ha-1, dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp ternyata nilai LTT tertinggi (10,5917) bersama masukan porasi 15 ton ha-1 dan tanpa masukan pupuk N, berbeda halnya dengan nilai LTT tertinggi di Cisarua (37,5629) pada tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. diperoleh dengan pemberian porasi 22,5 t ha-1 pemberian pupuk N 86 kg ha-1, dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp ternyata nilai LTT tertinggi (47,4744) bersama masukan porasi 22,5 ton ha-1 dan tanpa masukan pupuk N. Hal itu disebabkan porasi dapat menyumbangkan berbagai unsur hara, terutama N, ke dalam tanah ditambah dengan N yang berasal dari fiksasi N oleh Azospirillum sp. Jadi, walaupun tanpa pemberian pupuk N, kebutuhan N tanaman sudah terpenuhi. Aktivitas bakteri Azospirillum sp. juga meningkat dengan tersedianya substrat yang berasal dari porasi yang digunakan sebagai sumber energi dan nutrisi untuk melangsungkan kehidupannya. Di pihak lain aktivitas bakteri Azospirillum sp.
akan terhambat jika
tersedia N yang tinggi dalam tanah. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan oleh Reynders dan Vlassak (1979) bahwa pertumbuhan tanaman dapat meningkat jika diinokulasi dengan bakteri Azospirillum sp. Di samping meningkatkan konsentrasi N, bakteri Azospirillum sp. juga mampu menghasilkan fitohormon yang barangkali berpengaruh lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman daripada N yang disumbangkannya. Unsur N sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tanaman dan organ-organ tanaman.
Semua organ tersebut akan tumbuh dan
berkembang lebih cepat, terutama daun. Daun akan tumbuh lebih luas sehingga mampu mengintersepsi sinar matahari yang maksimum untuk proses fotosintesis dan selanjutnya
meningkatkan laju fotosintesis tanaman.
Hal itu semua sangat bergantung pada
persediaan hara N dan air di dalam tanah. 4.2.4. Laju Tumbuh Umbi Rata-rata ( LTU )Tujuh harian Laju tumbuh umbi rata-rata ( LTU ) adalah laju penambahan bobot kering umbi per satuan waktu per tanaman rata-rata dalam periode tertentu. Menurut Mares dkk. (1985), LTU berhubungan erat dengan luas daun. LTU merupakan variabel yang dapat menerangkan kecepatan penimbunan fotosintesis di dalam umbi. Hubungan antara laju tumbuh umbi dengan luas daun semakin terlihat karena meningkatnya umur tanaman yang mengakibatkan kebutuhan fotosintat semakin meningkat dan kemudian menurun karena luas daun semakin berkurang akibat terjadinya senescence pada daun dan umbi mulai mengeras. Secara umum perkembangan LTU tujuh harian selama lima periode tujuh harian pertumbuhan tanaman kentang yang diberi porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan atau pemberian inokulan Azospirillum sp. pada setiap dosis pupuk N menunjukkan peningkatan dan penurunan yang relatif sama, yaitu umumnya linier. Untuk setiap dosis porasi tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp., LTU tujuh harian rendah pada awal pertumbuhan, kemudian meningkat terus sampai akhir pengamatan (56 HST), baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Artinya, sampai umur 56 HST masih terjadi pertumbuhan umbi. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yamaguchi dan Rubatsky (1998) bahwa inisiasi umbi tanaman kentang biasanya terjadi setelah 45 HST dan sampai umur 90 HST masih terjadi peningkatan pengisian umbi.
Perkembangan LTU tanaman kentang tujuh harian selama lima periode tujuh harian, dilihat dari matriks perbandingan kurva, dengan masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. pada berbagai dosis pupuk N, umumnya berbeda, baik di Pangalengan maupun di Cisarua (Gambar 15, 16, 17, dan 18). Nilai LTU tujuh selama lima periode tujuh harian dengan masukan pupuk N bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. serta dengan masukan porasi berbeda dengan tanpa masukan porasi dan memberikan nilai LTU paling rendah, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, karena pemberian porasi akan menambah ketersediaan unsur hara dalam tanah, terutama unsur N, P, dan K. Selain itu porasi dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Dengan demikian, tanah menjadi kondusif bagi perkembangan Azospirillum sp. yang diberikan dan bakteri itu melakukan aktivitas dengan baik sehingga perkembangan perakaran tanaman serta umbi kentang akan lebih baik. Secara umum pemberian porasi dosis berapa pun dan masukan berbagai dosis pupuk N tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. terlihat mampu menyebabkan perbedaan nilai LTU di Pangalengan. Dengan masukan inokulan
,
,
,
,
,"
,"
0 /
/
-1
0
,
,
-1
/ 0
,!
,
Laju Tumbuh Umbi Kentang (g batang hari )
0 0 /
,
0 / /
,!
-
,
,
,
,
, "
,
" !
! !
! "
"
,
" !
! !
! "
,
, " "
" "
"
!
"
"" ! !
" ""
!
!
!
"
,
,
.
,!
,
, ,
0 0 0
, 0 0 0
, ,
0 /
/ 0
/
, 0
,!
,! ,
,
, "
,
" !
! !
! "
, "
,!
" !
! !
! "
,
# $%& !! ! !
!
'( $ )*+
!"
"
! !
" !
! ! "
!" ! !"
! "
!
!
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 15. Perkembangan LTU tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
,"
,
,
-
," /
,"
/ 0
/ /
,!
/ /
/ /
/
/
0
,
,"
,
,
, "
" !
!
!
!
"
,"
,
,
,
"
-
5 $i
-1
)
,
!
1 + ( - 5 ' ( -%
!
" ! "
!
,!
,
,
, 0 / /
,
/ /
!
"
!
!
"
" " ! "! !!!
!
0 // /
/ 0
/
, /
,
,!
,!
,
,
,
, "
,
" !
!
!
!
" , # $%&
"" " !
!
!
" !!
" ! ""
"
" !
!
" !
!
'( $ )*+
! "
"!
Keterangan:
!
,!
.
,
,
!
!!
! " !
!
" !
" !
! " "
" "
!
Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan.
Gambar 16. Perkembangan LTU tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan
, "
,
,
, "
, / 0
, "
0 /
/
, , "
,
,"
, 5
%$/ /
/
, "
0
,
, "
, "
,
, -
/ /
,"
0
,
-
, "
, "
" !
!
1 + ( - 5 ' ( -%
!
!
!
"
"
" !
!"
! ! "
!
!
!
// / /
, "
!, // /
! "
/
// //
//
,
, "
,"
,
,
, "
,"
,"
,
, " ,
," "
! !
0 0
," /
,"
, "
"
! ,"
.
, " ,
!
!
! !
! !
,"
!
,"
"
" !
!
" !
!
!
!
,
"
,"
,"
"
" !
!
!
!
"
,
# $%& " " "!" !"
" "
' (
$ ) *+ ! " !
!! " "
"
Keterangan: Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan. Gambar 17. Perkembangan LTU tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
,
,
,
,
,
0 0
,
/ 0 0
,"
-
0 0
/
/ /
0
,"
/
,!
,!
, ,
, ,
,
,
,
,
-
5
%$,
"
,
" !
La1 + ( - 5 ' ( - %
"
!
!
!
! "
"
"
"
!
"!
!
!
"
"
!
"! !
!
,
!
!,
" !
! "
"
! " !
!
!
,
.
," ,"
,
/ 0 0
,"
0 /
0 0 0
, /
,
/ 0
0
,"
," ,
, ,"
,"
, ,"
"
" !
!
!
!
"
"
,
" !
!
!
!
"
,"
# $%& ! ! ! !
Keterangan:
,
'( $ )*+
! ! "
" "
"
"
"
" "
"
"
!" !
" !
"
Setiap pasang kurva berhimpit (/) atau sejajar (//) atau tidak sejajar (x)menurut uji kesejajaran-keberhimpitan kurva pada taraf nyata 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam matriks perbandingan.
Gambar 18. Perkembangan LTU tujuh harian tanaman kentang dengan masukan porasi bervariasi dosis dengan masukan pupuk N 0 (a), 86 (b), 172 (c), dan 258 kg ha-1 N (d) dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua
Azospirillum sp. terjadi proses sebaliknya, secara umum nilai LTU tidak dipengaruhi oleh
masukan porasi dan pupuk N bervariasi dosis. Pada tanpa masukan inokulan
Azospirillum sp. nilai LTU tertinggi (1,2766) diperoleh dengan masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat (22,5 t ha-1) bersama pemberian pupuk N 172 kg ha-1, sedangkan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. nilai LTU tertinggi (2,3478) dicapai dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dan tanpa masukan pupuk N.
Hal itu
menunjukkan bahwa pemberian inokulan Azospirillum sp. dan masukan porasi saja sudah mampu meningkatkan nilai LTU karena adanya suplai N sebagai hasil aktivitas fiksasi N2 oleh bakteri. Peningkatan dosis porasi dan masukan inokulan Azospirillum sp. berarti terjadi peningkatan populasi Azospirillum sp. di dalam tanah sehingga populasi bakteri yang meningkat itu mampu mendominasi rizosfer dan oleh karena itu, dapat meningkatkan suplai N sehingga mampu meningkatkan LTU karena N berperan dalam pembentukan urbi.
Menurut Wieny (1999) LTU sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti kelembaban tanah, suhu dan N.
LTU berhubungan dengan ILD ,
tanaman yang mengalami cekaman air, suhu dan N akan mengurangi luas daun. Pemberian pupuk N yang meningkat atau lebih tinggi sampai dosis tertentu akan meningkatkan laju pengisian umbi. Pengaruh aplikasi N terhadap perkembangan umbi, laju, dan panjang waktu pengisian umbi saling berhubungan. Selanjutnya dengan pemberian pupuk N yang lebih tinggi lagi (258 kg ha-1 N) justru terjadi penurunan nilai LTU karena peningkatan takaran pupuk N mengakibatkan bertambahnya konsentrasi nitrat pada bagian tangkai daun dan menurunkan kandungan pati umbi.
Konsentrasi nitrat tersebut dapat menghambat pembentukan umbi, oleh
karena itu, takaran pemupukan N yang tinggi akan merugikan tanaman (Thomson dan Nelly, 1957). Perkembangan LTU di Cisarua tanpa pemberian pupuk N dan tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. serta masukan porasi bervariasi dosis terlihat berbeda. Nilai
LTU yang lebih tinggi (1,5209) terlihat pada masukan porasi 15 t ha-1 dan masukan pupuk N 172 kg ha-1, sama halnya dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. nilai
LTU yang lebih tinggi diperoleh pada pemberian porasi 15 t ha-1 dan pemberian pupuk 172 kg ha-1 N.
Kondisi ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Yoshida dan Coronel
(1976) bahwa pada kondisi N yang tepat, akan menurunkan retensi terhadap stomata sehingga difusi CO2 meningkat, dengan demikian jumlah umbi bertambah, hal itu tercermin dari meningkatnya nilai LTU . Hasil penelitian Wieny dengan dosis N 250 kg ha-1 kapasitas pengisian karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan dosis N yang lebih rendah, yaitu 150 kg ha-1 dan 200 kg ha-1.
4.3. Konsentrasi Hara dalam Jaringan Tanaman 4.3.1. Konsentrasi N Tanaman Konsentrasi N tanaman kentang dipengaruhi secara interaktif oleh kehadiran atau keberadaan inokulan Azospirillum sp., dan pemberian pupuk N bervariasi dosis, serta lokasi (Pangalengan dan Cisarua), tetapi efek interaktif itu tidak bergantung pada efek pemberian porasi walaupun efek interaksi inokulan Azospirillum sp. dengan pemberian pupuk N itu bergantung pada pemberian porasi di lokasi mana pun (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung, Lampiran 18).
Konsentrasi N tanaman yang diberi pupuk N bervariasi dosis berbeda dan perbedaan itu berbeda antara yang tak diberi dengan yang diberi inokulan Azospirillum sp. serta perbedaan itu juga bergantung pada lokasi. Konsentrasi N tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan di Cisarua yang diberi inokulan Azospirillum sp. lebih tinggi dibandingkan dengan yang tak diberi inokulan Azospirillum sp., tetapi di Pangalengan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp., konsentrasi N tanaman jauh lebih tinggi daripada tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp. akibat pemberian pupuk N dengan dosis yang lebih tinggi, sedangkan di Cisarua dengan pemberian pupuk N sampai dosis tertentu
terlihat peningkatan konsentrasi N tanaman, tetapi kemudian
terjadi penurunan konsentrasi N tanaman akibat pemberian pupuk N dengan dosis yang lebih tinggi. Secara umum konsentrasi N tanaman kentang di Pangalengan lebih sedikit dibandingkan dengan di Cisarua (Tabel 2). Hal itu berkaitan dengan kondisi tanah kedua lokasi sebelum dilakukan percobaan. Kandungan N tanah di Pangalengan lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi N tanaman di Cisarua
(Lampiran 10). Ini dapat
dipahami karena hasil analisis mineral Andisols Pangalengan dan Cisarua terdapat perbedaan (Lampiran 11 dan 12) di mana Andisols Pangalengan didominasi oleh mineral alofan dan imogolit sedangkan di Cisarua didominasi oleh mineral haloisit, kristobalit. Tanah yang terbentuk dari Tabel 2. Konsentrasi N tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokasi (L)
Dosis porasi (t ha-1 ) (P)
Inokulan
Dosis pupuk N (kg ha-1) (N)
Azospirillum sp. (A)
0 86 172 258 -------------------------- % -----------------------
Pangal e ngan
0
Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15,0
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
Cisaru a
0
Tanpa Dengan
7,5
Tanpa Dengan
15
Tanpa Dengan
22,5
Tanpa Dengan
1,380 b (a) 1,435 b (a)
1,499 a (b) 1,679 a (b)
1,538 a (b) 2,028 de (d)
1,579 a (b) 1,771 b (c)
1,438 b (a) 1,497 c (a)
1,515 a (b) 1,809 bc (b)
1,638 b (c) 2,038 de (c)
1,791 b (d) 2,217 d (d)
1,808 fg (a) 1,840 fg (a)
1,832 bc (a) 2,038 d (b)
1,861 c (b) 2,066 e (b)
1,901 c (b) 2,175 d (c )
1,818 fg (a) 1,975 h (a)
1,990 d (b) 2,215 g (c)
2,018 d (c) 2,548 f (d)
1,124 a (a) 1,746 ef (a)
1,855 c (b) 2,057 de (b) 1,465 a (b) 1,777 b (a)
2,069 e (d) 2,142 f (c)
1,784 b (c) 1,858 c (b)
1,613 d (a) 2,044 i (a)
2,299 de (b) 2,482 de (b)
2,481 h (d) 3,212 j (d)
2,225 d (c) 2,733 g (c)
1,733 e (a) 2,092 i (a)
2,471 de (c) 2,941 g (b)
2,813 i (d) 3,513 k (d)
2,349 e (b) 3,104 h (c)
1,858 g (a) 2,397 j (a)
2,618 e (b) 2,755 f (b)
3,535 k (d) 3,626 l (d)
2781 g (c) 3,317 i (c)
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, LxAxN, dan PxAxN teruji nyata, sedangkan LxPxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05
dominasi mineral alofan dan imogolit memiliki muatan tetap karena bergantung pH, mineral
tersebut bersifat ampoter (larut dalam asam dan basa) bila
ditambahkan bahan organik berapapun akan menyulitkan mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik tersebut sedangkan pada tanah yang terbentuk dari dominasi haloisit bila ditambahkan bahan organik akan lebih mudah terdekomposisi dan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sehingga lebih banyak hara yang disuplai karena bahan organik tidak begitu kuat diikat. Keefektifan asosiasi Azospirillum sp. dengan tanaman bergantung pada ketersediaan N sebagai sumber nutrisi dan C sebagai rizosfer. Dengan
sumber
energi
dalam
demikian, aktivitas bakteri Azospirillum sp. akan meningkat
dengan tersedianya N di dalam tanah. Selain itu, N juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi
tanaman
untuk
menghasilkan
substrat
mikroorganisme sebagai sumber energinya. disebabkan oleh aktivitas Azospirillum sp.
yang
kelak akan digunakan oleh
Peningkatan konsentrasi N tanaman yang membentuk koloni pada perakaran
tanaman yang membantu memperbaiki sistem perakaran tanaman dan juga menyediakan unsur N bagi tanaman. Meningkatnya aktivitas Azospirillum sp. dalam memfiksasi N2 menyebabkan N tersedia di dalam tanah dan tanaman. Di samping itu, Azospirillum sp. juga dapat menghasilkan hormon tumbuh seperti auksin yang berfungsi memacu pembentukan akar dan rambut-rambut akar sehingga dapat memperluas daerah serapan unsur hara dan air oleh akar (Hadas dan Okon, 1987). Dengan demikian, semakin banyak N yang dapat diserap oleh tanaman. Pada penelitian ini aktivitas bakteri Azospirillum sp. terlihat masih meningkat dengan pemberian N yang tinggi (258 kg ha-1) padahal N yang terdapat dalam tanah
sebelum percobaan tergolong tinggi. Hal itu dapat terjadi karena menurunnya efisiensi pupuk N yang diberikan akibat sebagian N diduga telah hilang tervolatilisasi sebelum tanaman memanfaatkannya.
Percobaan dilakukan pada musim kemarau dan selama
percobaan boleh dikatakan tidak ada hujan sama sekali. Kondisi itu bisa menyebabkan hilangnya N melalui penguapan karena kekeringan pada saat pengolahan tanah sehingga unsur N tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian, sisa N yang ada itulah yang diperkirakan dapat mendukung aktivitas Azospirillum sp. sebagai starter sebelum tanaman mampu menghasilkan eksudat yang banyak untuk kebutuhan bakteri itu. Sesuai dengan hasil penelitian Marcia dkk. (1997), pemberian N sebagai starter diperlukan sebelum tanaman menghasilkan eksudat dan eksudat itulah yang kelak digunakan oleh bakteri sebagai sumber nutrisinya. Jumlah N yang dapat diserap oleh tanaman bergantung pada konsentrasi N larutan tanah. Konsentrasi N dalam larutan tanah dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk N (pupuk anorganik). Hal itu terlihat dari semakin tingginya konsentrasi N tanaman yang diberi pupuk N yang semakin meningkat atau dengan kata lain, konsentrasi N tanaman dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara N bagi tanaman dan kemampuan pupuk N untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Mengel dan Kirkby (1987), total kandungan hara dalam tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi hara tanaman dan bobot bahan kering tanaman. Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari peran N yang sangat penting sebagai bahan penyusun asam amino, amida, protein, dan nukleoprotein. Tersedianya N yang cukup akan meningkatkan laju fotosintesis.
Menurut Gardner dkk. (1991),
berlangsungnya asimilasi N menjadi molekul organik bergantung pada reduksi NO3- oleh
enzim nitrat reduktase yang aktivitasnya optimal pada keadaan cahaya cukup dan laju fotosintesis yang tinggi. Konsentrasi N tanaman yang ditanam di Pangalengan lebih tinggi dicapai pada tanpa dan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. bersama masukan porasi 22,5 t ha1
dan masukan pupuk 258 kg ha-1 N (2,018 % dan 2,548 %), berarti konsentrasi N di
Pangalengan ini tergolong rendah sesuai dengan pendapat
Jones dkk. (1991) bahwa
untuk tanaman kentang konsentrasi N tanaman 2 sampai 2,9 % tergolong kriteria rendah. Sedangkan di Cisarua berbeda dengan di Pangalengan karena di Cisarua konsentrasi N tanaman yang diberi porasi 22,5 t ha-1 tanpa dan dengan masukan Azospirillum sp. dan pemberian pupuk N 172 kg ha-1 secara proporsional lebih tinggi (3,535 % dan 3,626 %), berarti konsentrasi N di Cisarua ini tergolong cukup sesuai dengan pendapat Jones dkk. (1991) bahwa untuk tanaman kentang konsentrasi N tanaman 3 sampai 4 % tergolong kriteria cukup.
Artinya, ada perbedaan respons tanaman kentang antara yang ditanam di
Pangalengan dengan yang ditanam di Cisarua. Perbedaan respons itu diduga terjadi karena adanya perbedaan kandungan unsur hara tanah sebelum penelitian di kedua tempat tersebut. Di Pangalengan konsentrasi N total tanah ada pada taraf dengan kriteria sedang (0,48 %), sedangkan di Cisarua konsentrasi N total tanah dengan kriteria sangat tinggi (0,75 %) (Lampiran 10) sehingga N yang berasal dari porasi ditambah dengan N yang berasal dari simbiosis dan N yang diberikan berupa pupuk (Urea dan ZA) diduga bersinergi meningkatkan konsentrasi N dalam jaringan tanaman. Hal itu sejalan dengan pendapat Pilbeam dan Kirkby (1990) bahwa laju serapan N oleh tanaman bergantung pada konsentrasi N dalam medium.
Konsentrasi N tanaman kentang memang dipengaruhi secara interaktif oleh pemberian porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. serta pemberian pupuk N yang bervariasi, tetapi tidak bergantung pada lokasi. Hal itu diduga disebabkan oleh bahan organik yang terdapat di dalam tanah di kedua lokasi tersebut yang sama-sama termasuk kriteria tinggi (4,77 % dan 6,05 %) sehingga di kedua lokasi itu pengaruh interaksi antara pemberian N dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. terhadap konsentrasi N tanaman kentang yang hanya bergantung pada pemberian porasi tidak berbeda. Pemberian porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. serta pemberian pupuk N yang bervariasi pula berpengaruh dalam meningkatkan konsentrasi N tanaman sebagaimana dinyatakan di atas yang menunjukkan bahwa porasi yang berasal dari bahan organik yang telah difermentasi oleh mikroorganisme berperan cukup baik dalam menyumbangkan hara tanaman, terutama hara N, namun tidak mencerminkan jumlah N itu tersedia bagi tanaman seperti yang telah dijelaskan di muka karena tidak semua N yang ada di dalam tanah dan pupuk N yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Keadaan demikian disebabkan oleh salah satu sifat N, yaitu mudah tercuci dan mudah menguap, apalagi pada saat pelaksanaan percobaan musim kemarau dan boleh dikatakan tidak ada hujan sama sekali selama percobaan (Lampiran 15) yang dengan kondisi itu unsur N menguap ke udara karena tidak tersedia air untuk melarutkannya. Porasi sebagai pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah, di antaranya memperbaiki struktur tanah serta tata air dan udara tanah melalui mekanisme dihasilkannya senyawa organik atau humus dari porasi tersebut yang berfungsi sebagai
perekat agregat tanah sehingga agregat Andisols lebih stabil dan akhirnya struktur menjadi lebih mantap. Dengan demikian, porasi dapat memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan akar tanaman karena dapat memperbaiki struktur tanah, tata air, dan tata udara tanah menjadi lebih baik sehingga mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman yang selanjutnya akan meningkatkan konsentrasi N dalam jaringan tanaman. Beberapa reaksi pelapukan bahan organik dalam tanah ternyata dapat meningkatkan pH tanah seperti dijelaskan oleh Hue (1992) bahwa pembentukan ligand antara asam-asam organik seperti asam tartrat dengan gugus hidroksil dari Fe dan H dalam tanah menyebabkan pengikatan Fe dan Al dan membebaskan OH- sehingga pH meningkat. Peningkatan pH tanah mengakibatkan proses dekomposisi bahan organik dalam tanah berlangsung dengan baik sehingga menghasilkan NH4+ yang kemudian menbentuk NH4OH yang disosiasinya akan menghasilkan NH4+ dan OH-. Dalam bentuk ammonium (NH4+) dan NO3- itulah ion N diserap oleh tanaman yang selain dimanfaatkan oleh tanaman akan dimanfaatkan juga oleh bakteri Azospirillum sp. untuk kelangsungan hidupnya (hanya sebagai stater) sehingga aktivitas bakteri meningkat. Dengan demikian, akan semakin banyak N yang dihasilkan dari fiksasi Noleh bakteri tersebut. Pupuk N yang diberikan bersama dengan suplai N dari bahan organik yang difermentasi (porasi) mampu memenuhi kebutuhan tanaman dan bakteri Azospirillum sp. sehingga tidak terjadi kompetisi antara tanaman dengan Azospirillum sp. Hal itu terlihat dari semakin tingginya konsentrasi N tanaman dengan pemberian porasi bersama masukan inokulan Azospirillum sp. dan pupuk N. 4.3.2. Konsentrasi P Tanaman
Konsentrasi P tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua masing-masing bervariasi akibat pemberian porasi berbagai dosis dan variasi itu bergantung pada variasi pupuk N, tetapi tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp. di Pangalengan, sedangkan di Cisarua juga bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp.
(berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data
masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tak tergabung Lampiran 17). Pada Tabel 3 terlihat bahwa konsentrasi P tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan yang diberi masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat bervariasi dan variasi itu berbeda jika diberi pupuk N dengan dosis yang bervariasi pula, baik tanpa maupun dengan masukan inokulan Azospirillum sp. Pemberian porasi dan pemberian pupuk N yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan konsentrasi P tanaman, tetapi jika pemberian pupuk N ditingkatkan konsentrasi P tanaman menurun. Artinya, pemberian porasi 22,5 t ha-1 dan masukan pupuk 172 kg ha-1 N sudah seimbang; jika diberi pupuk N yang lebih tinggi lagi hingga 258 kg ha-1, terjadi penurunan konsentrasi P tanaman