BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau
Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Pramuka Pulau Pramuka Parameter I II III
Rata-rata
Suhu (ºC)
31
32
30
31
Kecerahan (%)
100
100
100
100
Kecepatan Arus (m/s)
0,06
0,09
0,1
0,083
pH
7,9
7,9
7,8
7,86
Salinitas (‰)
33
33
33
33
Ket : I, II, III = Ulangan
Tabel 4. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Semak Daun Pulau Pramuka Parameter I II III
Rata-rata
Suhu (ºC)
32
31
30
31
Kecerahan (%)
100
100
100
100
Kecepatan Arus (m/s)
0,13
0,125
0,141
0,132
pH
7,8
7,7
7,9
7,8
Salinitas (‰)
33
32
33
32,67
Ket : I, II, III = Ulangan
29
30
4.1.1 Parameter Fisika 4.1.1.1 Suhu Suhu perairan yang diperoleh selama penelitian di perairan Pulau Pramuka dan Semak Daun dilakukan sebanyak tiga kali.Pada Pulau Pramuka suhu perairan yang diperoleh adalah 31ºC, 32ºC dan 30ºC. Suhu perairan Pulau Semak Daun yang diperoleh sebesar 32ºC, 31ºC dan 30ºC. Besarnya suhu yang didapatkan di Pulau Pramuka dan Semak Daun selama penelitian menunjukkan suhu di kedua pulau tersebut cenderung homogen, karena cuaca selama dilaksanakan penelitian tidak banyak berubah. Pada pengamatan terakhir suhu perairan lebih rendah dibanding sebelumnya yaitu sebesar 30ºC, karena dipengaruhi oleh cuaca yang mendung dan hujan.
4.1.1.2 Kecerahan Kecerahan perairan yang diperoleh di Pulau Pramuka pada ekosistem lamun dilakukan sebanyak tiga kali yaitu seluruhnya sebesar 100%, karena kecerahan perairan di Pulau Pramuka di ekosistem lamun yang didapatkan sampai hingga ke dasar perairan. Kecerahan perairan di Pulau Semak Daun pada ekosistem terumbu karang sama halnya dengan Pulau Pramuka yaitu dilakukan sebanyak tiga kali dan memiliki nilai kecerahan seluruhnya 100%. Kecerahan perairan Pulau Semak Daun di titik pemasangan jaring untuk menangkap ikan baronang kecerahannya sampai dasar perairan. Kecerahan perairan hingga 100% ini dipengaruhi oleh masuknya cahaya matahari yang sampai hingga dasar perairan pada tempat dilakukannya penelitian. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi lamun dan terumbu karang karena akan mendukung proses fotosintesis yang optimal.
4.1.1.3 Kecepatan Arus Kecepatan arus yang diperoleh selama penelitian pada Pulau Pramuka yaitu berkisar 0,06 – 0,1 m/s. Pulau Semak Daun selama penelitian memiliki kecepatan arus yaitu berkisar antara 0,125 – 0,141 m/s. Perbedaan arus yang terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan kecepatan angin pada saat penelitian dilakukan.
31
4.1.2 Parameter Kimiawi 4.1.2.1 Derajat Keasaman Derajat keasaman (pH) yang terukur pada Pulau Pramuka dan Semak Daun di semua stasiun menunjukkan bahwa nilai pH cukup homogen. Pada penelitian yang dilakukan di Pulau Pramuka memiliki nilai pH berkisar antara 7,8 - 7,9. Pada Pulau Semak Daun nilai pH yang terukur berkisar antara 7,7 – 7,9. Rata-rata pH normal air laut adalah 7 – 8, bahkan di perairan tropis dapat meningkat hingga 9,4 selama fotosintesis berlangsung (Philips dan menez 1988 dalam Merryanto 2000). Dengan demikian nilai pH di perairan Pulau Pramuka dan Semak Daun pada waktu penelitian berada pada kisaran yang optimal bagi kehidupan lamun dan karang yang merupakan habitat bagi ikan baronang dan biota laut lainnya.
4.1.2.2 Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi dan distribusi organisme (Odum 1971). Hasil pengukuran nilai salinitas setiap stasiun pengamatan hasilnya cukup homogen atau tidak jauh berbeda.Nilai salinitas yang terukur di Pulau Pramuka pada ekosistem padang lamun yaitu rata-rata salinitas sebesar 33‰. Nilai salinitas pada Pulau Semak Daun di ekosistem terumbu karang memiliki nilai rata-rata salinitas perairannya sebesar 32,67‰.
4.2 Komposisi Jenis Ikan Baronang Ikan karang memiliki habitat yang berbeda-beda tergantung ketersediaan makanan dan beberapa parameter fisika seperti kedalaman, kejernihan air, arus dan gelombang (Allen 1999). Komposisi jenis ikan baronang di perairan Pulau Pramuka (ekosistem padang lamun) dan Pulau Semak Daun (ekosistem terumbu karang) disajikan pada tabel dan gambar dibawah ini.
32
Tabel 5. Komposisi jenis ikan baronang di perairan Pulau Pramuka (ekosistem lamun) Dan di perairan Pulau Semak Daun (ekosistem karang) Jumlah individu per species Ulangan Ekosistem S. S. S. kecanaliculatus guttatus virgatus Ekosistem lamun I 19 6 II 15 III 10 IV 20 7 V 16 3 Jumlah 80 16 Rata-rata 16 3,2 Ekosistem terumbu I 31 15 18 karang II 26 13 36 III 40 20 11 IV 34 17 7 V 21 24 19 Jumlah 152 89 91 Rata-rata 30,4 17,8 18,2 Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan yang banyak ditemukan di sekitar ekosistem padang lamun dan terumbu karang, sehingga dapat diketahui perbandingan komposisi hasil tangkapan dari habitat lamun dan karang pada Gambar 2 dan Gambar 3. Ikan baronang yang tertangkap pada ekosistem padang lamun selama sampling 1 hingga sampling ke 5 sebanyak 96 ekor dan didominasi oleh spesies Siganus canaliculatus yaitu sebanyak 80 ekor. Ikan baronang yang tertangkap pada ekosistem terumbu karang sama halnya dengan di ekosistem padang lamun yaitu selama sampling 1 hingga sampling ke 5 tertangkap sebanyak 332 ekor dengan didominasi oleh spesies Siganus canaliculatus dengan jumlah 152 ekor. Populasi ikan baronang yang hidup di perairan Kepulauan Seribucukup berlimpah, karena di perairan tersebut tersedia dua ekosistem yang dapat menunjang kehidupan ikan-ikan baronang tersebut, sehingga dapat dijadikan tempat mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) atau daerah pemijahan (spawning ground). Menurut Kordi (2009), ikan baronang tergolong herbivora dengan makanan utamanya berupa lamun, alga atau lumut,
33
pada tingkat larva memakan plankton dan menjadi herbivora saat mulai aktif mencari makan. Secara umum jenis makanan yang ditemukan dalam lambung S. canaliculatus adalah potongan lamun dengan total komposisi diatas 90 %. Ditemukan larva gastropoda pada lambung S. canaliculatus karena gastropoda selama fase larva dan juvenil menempel (epifit) pada daun lamun sehingga ikut termakan S. canaliculatus yang memakan daun lamun (Husein et al. 2012). Disamping itu adanya celah pada ekosistem karang membantu ikan baronang untuk berlindung dari predator.
Siganus guttatus 17%
Siganus canaliculatus 83%
Gambar 2. Komposisi Ikan Baronang yang Tertangkap di Ekosistem Lamun
Siganus virgatus 27%
Siganus canaliculatus 46%
Siganus guttatus 27% Gambar 3. Komposisi Ikan Baronang yang Tertangkap di Ekosistem Terumbu Karang
34
Berdasarkan data hasil tangkapan ikan baronang di ekosistem padang lamun didapatkan 2 spesies ikan baronang dengan presentase terbanyak adalah spesies Siganus canaliculatus sebanyak 83% dan presentase terendah adalah spesies Siganus guttatus sebanyak 17%. Data hasil tangkapan ikan baronang pada ekosistem terumbu karang didapatkan 3 spesies ikan baronang dengan presentase terbanyak adalah dari spesies Siganus canaliculatus sebanyak 46% dan ikan baronang dengan presentase terendah adalah spesies Siganus guttatus dan Siganus virgatus yaitu masing-masing sebanyak 27%.
4.3 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Baronang Sebaran frekuensi panjang ikan baronang yang hidup di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun beraneka ragam, dalam penelitian ini akan disajikan sebaran frekuensi panjang
hasil tangkapan total ikan baronang per
spesies yang berasal dari ekosistem padang lamun dan terumbu karang.
Frekuensi ( ekor)
70
61 54
60
50 34
40
28 21
30
lamun
20 10
13 0 1
0
4
5
0
karang 0
3
0
4
0
4
0
Selang Kelas (mm) Gambar 4. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus canaliculatusdi Lamun dan Terumbu Karang Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat ikan baronang spesies Siganus canaliculatus menyebar di ekosistem lamun dimulai dari selang 100 - 119 mm sampai selang 140 - 159 mm. Frekuensi Siganus canaliculatus yang paling
35
banyak yaitu terdapat pada selang 120 – 139 mm dengan frekuensi 54 ekor dan frekuensi terendah terdapat pada selang 140 – 159 mm yaitu dengan frekuensi 5 ekor. Spesies Siganus canaliculatus menyebar di ekosistem terumbu karang dimulai dari selang 60 - 79 mm hingga selang 220 - 239 mm. Siganus canaliculatus yang berada pada ekosistem terumbu karang tersebar secara merata dengan ukuran yang beraneka ragam, selang 60 - 79 mm Siganus canaliculatus memiliki frekuensi yang terendah yaitu 1 ekor.Pada selang 100 – 119 mm frekuensi Siganus canaliculatus sebanyak 28 ekor, selang 120 – 139 mm frekuensi Siganus canaliculatus paling tinggi yaitu sebanyak 61 ekor. Pada selang 140 – 159 mm memiliki frekuensi sebanyak 34 ekor, selang 160 – 179 mm frekuensinya sebanyak 13 ekor, selang 180 – 199 mm memiliki frekuensi Siganus canaliculatus sebanyak 3 ekor, serta pada selang 200 – 119 mm dan 220 -239 mm memiliki frekuensi Siganus canaliculatus masing-masing sebanyak 4 ekor. Pada Gambar 4 terlihat bahwa ukuran Siganus canaliculatus di ekosistem terumbu karang panjang rata-ratanya lebih besar dibanding di ekosistem lamun, namun Siganus canaliculatus di terumbu karang masih terdapat ukuran ikan yang lebih kecil dibanding yang hidup di lamun. Hal ini disebabkan karena ketersediaan makanan untuk Siganus canaliculatus di ekosistem lamun pada Pulau Pramuka lebih banyak dibanding di ekosistem terumbu karang, dan menurut Kordi (2009) bahwa secara umum jenis makanan yang ditemukan dalam lambung Siganus canaliculatus adalah potongan daun lamun dengan komposisi diatas 90%. Peranan ekosistem padang lamun adalah sebagai daerah asuhan, dimana sebagian besar ikan penghuni padang lamun adalah ikan-ikan juvenil dan apabila telah dewasa akan menghabiskan hidupnya pada tempat lain seperti ekosistem terumbu karang. Menurut Mayunar (1996), nilai ekonomi tertinggi ikan padang lamun sesungguhnya bukan dari segi ukuran, tetapi dari kelimpahan jenis ikan terutama pada tahap juvenil yang memanfaatkan padang lamun sebagai daerah asuhan.
36
Frekuensi ( ekor)
70 60 46
50 40 30 20 10
lamun 12
7
12 4
0
8
7 0
0
0
4
0
5
karang
0
Selang Kelas (mm) Gambar 5. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus guttatus di Lamun dan Terumbu Karang Pada Gambar 5 dapat dilihat Siganus guttatus yang tertangkap di ekosistem lamun relatif sedikit. Selama penelitian di lamun Siganus guttatus yang tertangkap hanya sebanyak 16 ekor, jumlahnya jauh berbeda dengan Siganus canaliculatus yang tertangkap. Sebaran frekuensi panjang Siganus guttatus di ekosistem lamun dimulai dari selang 105 – 131 mm sampai selang 132 – 158 mm. Siganus guttatus memiliki frekuensi terbanyak pada selang 105 – 131 mmyaitu dengan jumlah 12 ekor, sedangkan yang memiliki frekuensi terendah yaitu pada selang 132 - 158 mm dengan jumlah 4 ekor. Siganus guttatus menyebar di ekosistem terumbu karang mulai dari selang 105 - 131 mm sampai selang 267-293 mm. Siganus guttatus memiliki frekuensi terbanyak pada selang 132 -158 mm dengan jumlah 46 ekor, sedangkan yang memiliki frekuensi terendah yaitu pada selang 240 - 266 mm dengan jumlah 4 ekor. Dari Gambar 5 terlihat bahwa ukuran Siganus guttatus di ekosistem terumbu karang lebih besar dibanding dengan di ekosistem lamun. Hal ini dapat disebabkan karena ketersediaan makanan di ekosistem terumbu karang pada Pulau Semak Daun cukup banyak, dan didukung oleh kondisi karang Pulau Semak Daun yang lebih baik dibanding pulau lainnya di Kepulauan Seribu. Faktor-faktor lingkungan
diluar
ketersediaan
makanan
berperan
sebagai
pengendali
pertumbuhan ikan (Rahardjo et al 2011). Hal ini juga dapat membuktikan peran
37
ekologi padang lamun sebagai daerah perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi komunitas ikan baronang, dan saat dewasa akan menuju ekosistem disekitarnya seperti terumbu karang untuk menghabiskan sebagian masa dewasanya pada ekosistem tersebut.
Frekuensi ( ekor)
70 60 50
41
40 30 20 10
7
5
6
11
15
5
1
0
Selang Kelas (mm) Gambar 6. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu Karang Pada Gambar 6 sebaran frekuensi panjang Siganus virgatus menyebar di ekosistem terumbu karang dimulai dari selang 63 – 76 mm sampai 161 – 175 mm. Frekuensi tertinggi pada sebaran frekuensi panjang Siganus virgatus yaitu pada selang 119 – 132 mm dengan 41 ekor. Pada selang 161 - 175 mm adalah selang yang memiliki frekuensi terendah yaitu Siganus virgatus yang berada pada selang tersebut hanya ada 1 ekor. Ukuran rata-rata panjang Siganus virgatus pada ekosistem terumbu karang lebih rendah dibanding dengan rata-rata panjang dari Siganus canaliculatus dan Siganus guttatus. Perbedaan tersebut di duga disebabkan karena ada faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin dan umur. Sedangkan faktor
luar
yaitu disebabkan oleh jumlah individu dalam
ekosistemterumbu karang yang tidak sebanding dengan jumlah makanan sehingga terjadi kompetisi dalam mendapatkan makanan (Nggajo 2009).
38
4.4 Hubungan Panjang Bobot Hubungan panjang bobot ikan betujuan untuk melihat pola pertumbuhan ikan dengan parameter panjang dan bobot, dengan kata lain hubungan panjang bobot digunakan untuk menduga bobot melalui panjang atau sebaliknya. Analisis hubungan panjang bobot menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan baronang untuk melihat pola pertumbuhan ikan baronang di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun. Hubungan panjang bobot ikan baronang per spesies disajikan berdasarkan habitat ikan tersebut.
W = -6,024L3,570 R2 = 0,880 r = 0,938
60
a) Bobot (gr)
Bobot (gr)
90
30
0 0
50
100
150
Panjang (mm)
200
270 240 210 180 150 120 90 60 30 0
W = -5,768L3,440 R2= 0,960 r = 0,981
0
50
100
150
b)
200
250
Panjang (mm)
Gambar 7. Hubungan Panjang Bobot Siganus canaliculatus, (a) Lamun (b) TerumbuKarang Pada Gambar 7 berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Siganus canaliculatus pada ekosistem lamun dan terumbu karang yang diukur panjang dan bobot tubuhnya, memiliki ukuran yang berbeda-beda antara ikan satu dengan yang lainnya. Pada ekosistem lamun ukuran Siganus canaliculatus yang terpanjang adalah 155 mm dengan bobot 53 gram dan yang terpendek adalah 100 mm dengan bobot 13 gram , sedangkan ukuran Siganus canaliculatus pada ekosistem terumbu karang yang terpanjang adalah 235 mm dengan bobot 230 gram dan yang terpendek adalah 65 mm dengan bobot 7 gram. Hasil analisis regresi hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus yang tertangkap di ekosistem padang lamun pada Pulau Pramuka didapatkan persamaan yaitu W = -6,024L3,570, dengan nilai b sebesar 3,570, nilai koefisien determinasi (R 2)
39
sebesar 0,880 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.938. Nilai b Siganus canaliculatus pada ekosistem lamun di Pulau Pramuka yaitu lebih besar dari 3 (b>3), artinya pertambahan bobot Siganus canaliculatus lebih cepat dari pertambahan panjangnya yang menandakan keadaan ikan montok. Hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus pada ekosistem terumbu karang Pulau Semak Daun diperoleh persamaan yaitu W = -5,768L3,440, dengan nilai b sebesar 3,440, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,960 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,980. Siganus canaliculatus pada ekosistem terumbu karang memiliki nilai b > 3, artinya pertambahan bobot Siganus canaliculatus lebih cepat dari pertambahan panjangnya, menandakan kondisi ikan montok. Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai t hitung> ttabel yang berarti tolak Ho. yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah allometrik.
W = -3,619L2,455 R2 = 0,937 r = 0,968
100
a) Bobot (gr)
Bobot (gr)
150
50
0 0
50
100
150
Panjang (mm)
200
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
W = ‐4,534L2,895 R2 = 0,982 r = 0,991
0
b)
50 100 150 200 250 300
Panjang (mm)
Gambar 8. Hubungan Panjang Bobot Siganus guttatus, (a) Lamun (b) Terumbu Karang Pada Gambar 8 Siganus guttatus pada ekosistem lamun dan terumbu karang yang diukur panjang dan bobot tubuhnya, memiliki ukuran yang berbeda-beda antara ikan satu dengan yang lainnya. Pada ekosistem lamun ukuran Siganus guttatus yang terpanjang adalah 145 mm dengan bobot 52 gram dan yang terpendek adalah 105 mm dengan bobot 22 gram, sedangkan ukuran Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang yang terpanjang adalah 290 mm dengan
40
bobot 392 gram dan yang terpendek adalah 125 mm dengan bobot 29 gram. Dapat dilihat juga pada gambar sebaran ukuran Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang lebih bervariasi dibanding dengan di lamun, ini dikarenakan populasi Siganus guttatus di ekosistem terumbu karang lebih banyak tertangkap jumlahnya dibanding di ekosistem lamun. Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan panjang bobot Siganus guttatus yang tertangkapdi ekosistem padang lamun Pulau Pramuka pada Gambar 8 diperoleh persamaan yaitu W = -3,619L2,455, dengan nilai b sebesar 2,455, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,937 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,968. Hubungan panjang bobot Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang pulau Semak Daun diperoleh persamaan yaitu W = -4,534L2,895, dengan nilai b sebesar 2,895, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,982 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,991. Nilai b Siganus guttatus pada ekosistem lamun di Pulau Pramuka dan ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun yaitu sama-sama memiliki nilai b kurang dari 3 (b < 3) yang artinya pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya, yang menandakan keadaan ikan kurus.Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai t hitung> ttabel yang berarti tolak Ho yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah allometrik.
150
W = -3,261L2,246 R2 = 0,874 r = 0,935
Bobot (gr)
120 90 60 30 0 0
50
100
150
200
Panjang (mm) Gambar 9. Hubungan Panjang Bobot Siganus virgatus di Terumbu Karang
41
Siganus virgatus yang tertangkap selama penelitian ukurannya bervariasi, dari yang berukuran kecil hingga sedang, ini terlihat pada Gambar 9 sebaran ukuran Siganus virgatus bervariasi, karena memiliki ukuran yang berbeda-beda antara ikan yang satu dengan yang lainnya. Pada ekosistem terumbu karang ukuran Siganus virgatus yang terpanjang adalah 175 mm dengan bobot 68 gram dan yang terpendek adalah 63 mm dengan bobot. Hasil analisis regresi hubungan panjang bobot Siganus virgatus yang tertangkap hanya pada ekosistem terumbu karang, karena ikan baronang dari spesies Siganus virgatus tidak tertangkapan pada ekosistem padang lamun di Pulau Pramuka. Hubungan panjang bobot Siganus virgatus pada ekosistem terumbu karang pulau Semak Daun diperoleh persamaan yaitu W = -3,261L2,246, dengan nilai b sebesar 2,246, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,874dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,935. Nilai b dari Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun kurang dari 3 (b < 3) yang artinya pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya, yang menandakan kondisi ikan kurus. Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai t hitung> ttabel yang berarti tolak Ho, yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah allometrik. Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk, beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan tubuh, selain itu terdapat pula perubahan yang bersifat sementara misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. Perubahanperubahan ini dinamakan pertumbuhan allometrik atau heterogenic. Apabila pada ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometric atau isogenic (Effendie 1997). Dari semua grafik, terlihat bahwa pola pertumbuhan baronang di lamun dan di terumbu sama yaitu allometrik, namun kecepatan pertumbuhannya berbeda. Menurut Bagenal (1978) dalam Habibun (2011), faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin,
42
tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) dalam Harmiyati (2009) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Menurut Effendie (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad.
4.5 Struktur Populasi 4.5.1 Struktur Umur Siganus canaliculatus Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Bhattacharya, di dapatkan bahwa ikan baronang spesies Siganus canaliculatus di ekosistem padang lamun terdiri dari satu kelompok umur (Gambar 10). Kelompok umur terpetakan pada koordinat atas (114 ; 0,405) dan koordinat bawah (135 ; -0,875), mempunyai struktur fungsi Y = 7,876 – 0,062 X dengan panjang rata-rata sebesar 126,552 mm.
KOHORT 1 1
0.5 0 -0.5 0
50
100
150
200
-1 -1.5 -2 -2.5
Gambar 10. Kelompok Umur Siganus canaliculatus pada Ekosistem Lamun Perhitungan struktur umur dengan menggunakan metode Bhattacharya, di dapatkan bahwa Siganus canaliculatus di ekosistem terumbu karang terdiri dari satu kelompok umur(Gambar 11). Kelompok umur pertama terpetakan pada
43
koordinat atas (80 ;1,386) dan koordinat bawah (120 ; 0,779), mempunyai struktur fungsi Y = 2,889 – 0,015 X dengan panjang rata-rata sebesar 190,206 mm.
KOHORT 1 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 -1 -1.5 -2
50
100
150
200
250
Gambar 11. Kelompok Umur Siganus canaliculatus pada Ekosistem Terumbu Karang
4.5.2 Struktur Umur Siganus guttatus Hasil perhitungan dengan meggunakan metode Bhattacharya terhadap ikan baronang spesies Siganus guttatus pada ekosistem lamun di dapatkan satu kelompok umur (Gambar 12). Kelompok umur terpetakan pada koordinat atas (121 ; 0,405) dan koordinat bawah (137 ; -0,288), mempunyai struktur fungsi Y = 5,724 – 0,043 X dengan panjang rata-rata sebesar 132,120 mm.
KOHORT 1 2 1.5 1 0.5 0 -0.5
0
50
100
150
-1
Gambar 12. Kelompok Umur Siganus guttatus pada Ekosistem Lamun
44
Perhitungan struktur umur Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang dengan menggunakan metode Bhattacharya, bahwa di dapatkan satu kelompok umur (Gambar 13). Kelompok umur terpetakan pada koordinat atas (167 ;0,105) dan koordinat bawah (209 ; -0,405), mempunyai struktur fungsi Y = 2,016 – 0,012 X dengan panjang rata-rata sebesar 165,775 mm.
KOHORT 1 1
0.5 0
-0.5
0
50
100
150
200
250
300
-1
-1.5 -2
Gambar 13. Kelompok Umur Pertama Siganus guttatus pada Ekosistem Terumbu Karang
4.5.3 Struktur Umur Siganus virgatus Perhitungan dengan metode Bhattacharya, di dapatkan bahwa Siganus virgatus di ekosistem terumbu karang terdiri dari dua kelompok umur (Gambar 14). Kelompok umur pertama terpetakan pada koordinat atas (77 ; 0,336) dan koordinat bawah (91 ; -0,154), dan memiliki struktur fungsi Y = 3,035 – 0,035 X dengan panjang rata-rata 86,601 mm.
45
KOHORT 1 1.5 1 0.5 0 -0.5
0
50
100
150
200
-1 -1.5 -2
Gambar 14. Kelompok Umur Pertama Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu Karang Kelompok umur ke dua mempunyai koordinat atas (119 ; 1,628) dan koordinat bawah (147 ; -1,090), struktur fungsi Y = 12,758 – 0,097 X dengan panjang rata-rata 131,434 mm.
KOHORT 2 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 0
50
100
150
200
-1 -1.5 -2
Gambar 15. Kelompok Umur ke dua Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu Karang Metode Bhattacharya pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari sebelah kiri dari distribusi total. Jika distribusi normal yang pertama telah ditentukan maka ia disingkirkan dari distribusi total. Prosedur
46
yang sama diulangi selama masih memungkinkan untuk memisahkan distribusi normal dari distribusi total (Sparre & Venema 1999). Suatu kohort didefinisikan sebagai sekelompok ikan yang kesemuanya memiliki umur yang sama dan berasal dari stok yang sama. Dari gambar diatas, rata-rata ikan baronang yang diperoleh dari hasil tangkapan di Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun terdiri dari satu kohort, dan hanya spesies Siganus virgatus yang memiliki dua kohort. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata ikan baronang yang tertangkap di Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun kesemuanya memiliki umur yang sama dan berasal dari stok yang sama. Panjang rata-rata ikan baronang di ekosistem terumbu karang lebih besar dibanding dengan di ekosistem lamun, ini berarti pertumbuhan ikan baronang di ekosistem lamun lebih lambat daripada ikan baronang di karang. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan kondisi perairan yang berbeda. Pada umumnya ikan baronang yang hidup di terumbu karang yaitu pada ukuran sedang sampai besar, sedangkan yang hidup di lamun pada umumnya masih berukuran kecil. Menurut Syahrir (2012) komposisi ikan karang paling tinggi terdapat pada ekosistem terumbu karang dan komposisi ikan karang terendah di dapat pada ekosistem padang lamun. Menurut Marasabessy (2010) ekosistem padang lamun digunakan oleh ikan karang sebagai daerah asuhan dan perlindungan (nursery ground), dan sebagai tempat memijah (spawning ground) maupun sebagai tempat mencari makan (feeding ground). Dengan kondisi lingkungan yang lebih tenang dari pada terumbu karang, ikan-ikan yang berukuran relatif kecil (±15 cm)lebih banyak di temukan di padang lamun. Walaupun ekosistem padang lamun mempunyai produktifitas primer yang tinggi, kondisi lingkungan yang statis dan pengaruh pasang surut yang tinggi menyebabkan rendahnya komposisi ikan yang di temukan di padang lamun. Ikan karang yang berukuran lebih besar lebih menyukai terumbu karang untuk mendapatkan tempat perlindungan dan mencari makan (Syahrir 2012).
47
4.5.3 Karakter Morfometrik Hasil pengukuran karakter morfometrik merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomi saat mengidentifikasi ikan. Setiap spesies ikan memiliki ukuran mutlak berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud disini seperti makanan, suhu, pH, dan salinitas (Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008). Hasil pengukuran karakter morfometrik pada tiga spesies ikan baronang dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil
pengukuran
menunjukan
adanya
perbedaan
kisaran
ukuran
morfometrik. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda.
Oleh
karena
itu,
standar
dalam
identifikasi
ialah
ukuran
perbandingannya, seperti jarak antara panjang kepala (PK) dibandingkan dengan panjang total (PT) (Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008). Hasil pengukuran perbandingan karakter morfometrik pada masing-masing spesies ikan baronang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kisaran Ukuran Perbandingan Ciri Morfometrik pada Ketiga Spesies Ikan Baronang Spesies Perbandingan
Morfometrik
Siganus canaliculatus
Siganus guttatus
Siganus virgatus
PT : PK
4,10 – 6,71
4,60 – 6,43
3,50 – 6,76
PT : TB
2,50 – 3,22
2,30 – 3,22
2,16 – 3,17
PK : TK
0,58 – 0,85
0,58 – 0,76
0,56 – 0,90
PK : DM
1,21 – 5,71
2,10 – 4,00
1,79 – 3,80
TB : TK
1,50 – 2,14
1,70 – 2,14
1,47 – 2,33
Berdasarkan
Tabel
6,
terlihat
adanya
perbedaan
kisaran
nilai
perbandinganciri morfometrik pada masing-masing spesies. Umumnya jenis Siganus virgatus memiliki kisaran perbandingan ciri morfometrik yang lebih lebar dibandingkan Siganus canaliculatus dan Siganus guttatus. Pada perbandingan Panjang kepala : Diameter mata (PK : DM), jenis Siganus canaliculatus memiliki
48
kisaran yang lebih lebar dibandingkan dua spesies lainnya. Perbedaan kisaran perbandingan karakter morfometrik pada ketiga spesies tersebut selain disebabkan oleh perbedaan spesies juga disebabkan adanya perbedaan umur dan jenis kelamin (Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008). Faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan pH diduga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perbedaan ukuranperbandingan ciri morfometrik pada ketiga spesies tersebut karena faktor lingkungan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun tidak banyak perbedaan.