BAB III SOLUSI BISNIS
3.1. Kebijakan perusahaan pada saat ini Hotel X pada saat sekarang melakukan yield management dengan menerapkan tarif yang lebih tinggi pada saat-saat high season dan weekend. Sedangkan pada workdays dan low season, hanya satu tarif yang dibebankan kepada konsumen. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan, pada saat weekend low season, harga yang dikenakan pada konsumen tetap terdiskon.
Segmentasi yang dipakai oleh Hotel X ini membagi konsumen menjadi konsumen personal dan konsumen corporate. Konsumen personal adalah pelanggan yang bertindak atas nama dirinya sendiri. Sedangkan konsumen corporate adalah pelanggan yang bertindak atas nama institusinya.
Perbandingan prosentase tingkat okupansi antara konsumen personal dan konsumen corporate digambarkan dalam tabel di bawah ini:
100,00% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
CORP PERS
2004
2005
2006
2007
Gambar 3.1. Perbandingan Okupensi Konsumen Kebijakan penetapan harga yang dipakai oleh Hotel X adalah pricing based on competition. Harga yang diterapkan oleh Hotel X selalu di bawah pesaing.
25
Harga yang diberikan untuk konsumen personal pada hari biasa adalah sebesar Rp.328.000,00; sedangkan untuk akhir pekan (Jumat-Sabtu) adalah sebesar Rp.410.000,00.
penambahan
extrabed
akan
dikenakan
charge
sebesar
Rp.100.000,00.
Harga yang ditetapkan untuk pelanggan corporate pada hari biasa dan akhir pekan adalah sama, yaitu sebesar Rp.410.000,00.
Pada saat long weekend tarif yang dikenakan untuk kedua segmen pelanggan ini adalah sebesar Rp.465.000,00. Tabel di bawah ini menggambarkan tarif yang dikenakan kepada konsumen Hotel X
Tabel 3.1 Harga Kamar Hotel X (Sebelum Pajak)
Komponen harga di industri perhotelan juga terdiri dari unsur pajak hotel yang dibebankan oleh pemerintah daerah dan service charge yang dibagikan ke karyawan hotel sebagai komponen gaji. Pajak hotel yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar 10% dari harga jual. Service charge yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar 11%. Jadi total bagian dari harga tambahan yang dibebankan sebagai konsumen adalah sebesar 21%.
Tabel 3.2 Harga Kamar Hotel X (Setelah Pajak)
26
3.2. Rencana ekspansi Dengan pertumbuhan pasar hotel yang cukup besar di Bandung, pemilik Hotel X merencanakan untuk ekpansi dengan meningkatkan jumlah kamar dan menambah fasilitas di Hotel X seperti kolam renang, dan convention hall. Jumlah kamar yang direncanakan akan dibangun adalah sebanyak 35 kamar superior dengan ukuran 28 meter persegi. Convention hall dibangun sebanyak 2 buah. Penambahan kapasitas ini ditargetkan selesai pada bulan September 2008 dan memakan biaya kurang lebih sembilan milyar rupiah Perkiraan harga yang akan dikenakan setelah selesainya bangunan adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Perkiraan Harga Kamar Hotel X (Setelah Pajak)
3.3. Pesaing Kondisi persaingan di hotel bintang tiga di Bandung cukup ketat. Akan tetapi dalam kondisi saat ini, permintaan secara umum tetap lebih banyak daripada penawaran yang tersedia, terutama pada saat-saat akhir pekan panjang dan masa liburan.
Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009, jumlah hotel di Bandung akan bertambah banyak. Beberapa hotel baru akan dibuka di kota Bandung ini. Sedangkan hotel-hotel yang sudah eksis, terdapat penambahan kapasitas dari hotel. Tabel di bawah ini menggambarkan penambahan jumlah kamar di Bandung dan perkiraan pembukaan hotel-hotel tersebut.
27
Tabel 3.4 Hotel Baru yang Akan dibuka Di Bandung
Tabel 3.5 Penambahan Kapasitas Hotel di Bandung
AVG 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
Grand Serella
Santika
Topas
Mitra
Grand Pasundan
Perdana Wisata
Panghegar
Permata
Nalendra
Imperium
Gambar 3.2. Grafik Tingkat Okupensi Hotel di Bandung
28
Tabel 3.6 Harga Kamar di Hotel Lain
3.4. Struktur Biaya Pemisahan biaya yang terjadi di Hotel X secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya biaya yang tidak terpengaruh akan jumlah penjualan yang terjadi.
29
Biaya ini tetap ada meskipun tidak ada penjualan sama sekali. Biaya tetap yang terjadi di Hotel X yang nilainya cukup material adalah biaya listrik, biaya tenaga kerja untuk departemen room, biaya tenaga kerja administrasi, dan biaya pajak bumi dan bangunan.
Tabel 3.7 Fixed Cost Hotel X
Biaya variabel adalah biaya yang terjadi seiring dengan penjualan yang terjadi di hotel. Setiap ada tamu yang menginap di hotel, maka tamu mendapat sarapan pagi. Biaya yang dibebankan atas sarapan pagi ini adalah sebesar Rp.30.000,00 per orang dengan maksimal dua orang per kamar. Biaya variabel lain yang cukup penting terjadi di hotel adalah biaya ammenities. Ammenities adalah paket sampoo, sabun dan pasta gigi yang harus digantikan dengan yang baru setelah kamar ditinggali oleh konsumen.
Tabel 3.8 Variable Cost Hotel X
30
Tabel 3.9 Perkiraan Biaya
perkiraan biaya yang terjadi untuk tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada tabel 3.8 di atas. Perkiraan biaya ini memperhitungkan asumsi kenaikan sebesar 10% masing-masing terhadap biaya tahun sebelumnya.
3.5. Penentuan level proteksi (protection level) Cara konvensional untuk menerima reservasi adalah dengan metode pertama datang, pertama dilayani (first come,first serve). Dengan cara ini tamu yang datang dahulu, ialah yang mendapatkan kamar yang ada. Hal ini lumrah dilakukan jika hotel hanya memberlakukan satu tarif untuk semua tamu dan setiap saat. Akan tetapi jika ada tarif yang berbeda untuk tamu hotel, maka akan lebih baik untuk memberlakukan level proteksi.
Level proteksi adalah jumlah kamar yang dicadangkan untuk harga tertentu. Misalnya level proteksi yang ditetapkan untuk hotel X adalah sebesar 25 kamar, hal ini berarti 25 kamar ini diberlakukan untuk harga tanpa diskon. Batas pemesanan adalah jumlah kamar maksimal yang diperbolehkan untuk tarif diskon. Jadi secara matematis, hubungan level proteksi dan batas pemesanan dapat digambarkan sebagai berikut:
Level proteksi untuk harga non diskon = total kapasitas – batas pemesanan harga diskon
31
Supaya level proteksi yang ditetapkan oleh pihak manajemen Hotel X berjalan dengan baik, hal terpenting yang harus dilakukan oleh manajemen adalah penetapan segmentasi pasar. Pihak manajemen harus mengetahui segmen mana yang bersedia untuk membayar dengan harga non-diskon. Business traveller adalah segmen utama yang biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh harga. Ketika perjalanan dinas dibiayai oleh pihak perusahaan, biasanya harga tidak terlalu menjadi pertimbangan dari konsumen dibandingkan jika konsumen membayar dari kocek pribadinya.
Positioning dari hotel X dari awal telah diterapkan untuk business traveller, terutama dari pihak instansi pemerintahan. Namun seiring dengan perkembangan pasar pariwisata kota Bandung, terutama setelah dibukanya jalan tol Cipularang, pasar konsumen personalpun menjadi terbuka. Supply hotel di Bandung yang lebih sedikit dari demand membuat konsumen personal bersedia membayar mahal ketika berlibur di kota Bandung.
Tahap penentuan level proteksi (Cachon & Terwiesch, 2006, 325) 1. evaluasi critical ratio Critical _ Ratio =
Cu r −r = h l Co + Cu rh
2. Cari nilai Q dalam fungsi F(Q)=Critical Ratio, dimana F(Q) adalah probabilitas dari high fare demand. 3. level proteksi yang optimal untuk high fare demand adalah sebesar Q, yang berarti pula batas pemesanan untuk low fare adalah sebesar kapasitas-Q.
Yang dimaksudkan dengan Cost Underage (Cu) adalah biaya yang diakibatkan karena kebijakan proteksi kamar terlalu rendah atau dengan kata lain, selisih dari pendapatan yang hilang antara harga diskon dan harga non diskon
32
Yang dimaksudkan dengan Cost Overage (Co) adalah biaya yang diakibatkan karena kebijakan proteksi jumlah kamar terlalu tinggi.
F(Q) adalah fungsi distribusi dari X yang menyatakan probabilitas X kurang dari atau sama dengan Q. Untuk menentukan F(Q), sebelumnya dicari terlebih dahulu f(Q). f(Q) dalam distribusi poisson dicari dengan menggunakan rumus:
f (Q) =
e − μ .μ Q Q!
Dimana: e merupakan bilangan tetap Euler yang besarnya 2,71828 µ merupakan mean dari demand Q merupakan jumlah kamar
3.6. Proses penentuan booking limit untuk harga non diskon Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menentukan booking limit untuk harga non diskon digambarkan pada gambar 3.3 di bawah ini:
33
FORECAST ALL DEMAND
FORECAST HIGH DEMAND
FIND CRITICAL RATIO
FIND F(Q) TABLE
BOOKING LIMIT FOR HIGH DEMAND
FIND EXPECTED REVENUE
Gambar 3.3 Proses Penentuan Booking Limit Berdasarkan tingkat okupensi hotel 2006 dan 2007, maka dilakukan peramalan dengan menggunakan metode regresi least square. Metode ini dipilih karena perkiraan selesainya pembangunan hotel yang masih cukup lama yaitu kuartal ketiga tahun 2008.
34
Tabel 3.10 Tabel Data Demand Forecast
Dalam bisnis pariwisata seperti perhotelan, terkadang ada bulan-bulan tertentu dalam satu tahun yang mengalami kenaikan jumlah kamar yang terjual dikarenakan bulan tersebut sedang ada liburan (holiday season). Hal ini mengakibatkan dalam perhitungan least square harus diperhitungkan faktor musim (season). Data yang tersedia harus disesuaikan dengan menggunakan season index. Season index ini diperoleh dari rata-rata penjualan di bulan yang sama dibagi dengan rata-rata penjualan selama dua tahun. Setelah diperoleh season index ini, data penjualan kemudian kembali di-deseasonalized dengan cara membagi jumlah RNS dengan season index.
Data tersebut kemudian diproses dengan menggunakan fitur data analysis yang terdapat dalam Microsoft Excel dan hasilnya adalah sebagai berikut:
35
Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Analisis Regresi All Demand
Persamaan regresi yang kita dapatkan dari data tersebut adalah
Y=646,001 + 9,646x
Dimana Y adalah perkiraan jumlah kamar yang terjual, dan X adalah bulan yang diramalkan
Tabel
menunjukkan hasil peramalan selama tahun 2008 dan 2009 dengan
menggunakan persamaan regresi tersebut
36
Tabel 3.12 Hasil Persamaan Regresi All Demand
Hasil perhitungan ini belumlah sempurna karena adanya faktor musim yang harus diperhitungkan ke dalam peramalan ini. Untuk mendapatkan hasil peramalan yang telah disesuaikan dengan musim, maka didapatkan angka forecast dikalikan dengan seasonal factor yang diperoleh dari Y dibagi dengan rata-rata demand dua tahun ke belakang.
37
Tabel 3.13 Hasil Persamaan Regresi All Demand Season Adjusted
Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen Hotel X, pasar hotel untuk kedepannya masih berprospek tinggi dengan tingkat pertumbuhan per tahun minimal 10%. Berdasarkan hasil peramalan, pertumbuhan untuk tahun 2008 dan 2009 adalah masing-masing 11,77% dan 12,28%. Hal ini kurang lebih sejalan dengan perkiraan dari manajemen.
Tahap berikutnya untuk menentukan level proteksi adalah menentukan peramalan konsumen yang bersedia membayar dengan harga tanpa diskon (high fare). Peramalan dilakukan dengan metoda yang sama dengan peramalan demand, yaitu
38
dengan metoda least square method yang disesuaikan dengan season index. Hasil peramalan dapat dilihat dengan pada tabel 3.14 Tabel 3.14 Data Forecast High Demand .
39
Tabel 3.15 Hasil Perhitungan Analisis Regresi High Demand
Dari table di atas, didapati persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y= 419.24+9.110597X
40
Tabel 3.16 Hasil Persamaan Regresi High Demand Season Adjusted
Berdasarkan data dari pihak manajemen Hotel X, konsumen yang bersedia membayar pada harga high rate pada weekdays rata-rata sebesar 60% dan sisanya 40% pada akhir pekan (weekend). Pengecualian terjadi pada musim liburan yaitu pada bulan Juni, Juli dan Desember. Pada bulan-bulan tersebut, konsumen yang bersedia membayar high rate pada hari kerja rata-rata mencapai 80% dan 20% pada akhir pekan.
41
Karena pihak manajemen tidak mempunyai data historis untuk pembagian konsumen per jenis kamar, maka untuk pebagian konsumen yang menetap di kamar jenis Superior dan Deluxe diasumsikan masing-masing 70% dan 30%.
Tabel 3.17 Forecast High Demand Pada Weekday dan Weekend
Perhitungan critical ratio untuk jenis kamar Deluxe pada weekday ditunjukkan pada tabel di bawah.
42
Tabel 3.18 Critical Ratio Weekday Deluxe Room
Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Deluxe pada akhir pekan ditunjukkan pada tabel di bawah Tabel 3.19 Critical Ratio Weekend Deluxe Room
Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Superior pada hari kerja ditunjukkan pada tabel di bawah Tabel 3.20 Critical Ratio Weekday Superior Room
Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Superior pada akhir pekan ditunjukkan pada tabel di bawah
43
Tabel 3.21 Critical Ratio Weekend Superior Room
Dari hasil perhitungan dari tabel F(Q) per bulan diperoleh limit proteksi untuk high rate sebagai berikut:
44
Tabel 3.22 Level Proteksi untuk High Rate
45
Dari booking limit tersebut kita mendapati pada bulan September 2008, expected revenue jika kamar dalam keadaan penuh sebesar Rp. 194.472.727,00 dan Rp.416.000.000 untuk kamar Superior dan Deluxe pada saat weekday dibandingkan dengan jika Hotel X tidak melakukan yield management dan hanya menjual dengan harga diskon. Sedangkan untuk weekend didapati selisih sebesar Rp.3.966.942,00 dan Rp.22.479.339,00 untuk kamar Superior dan Deluxe pada saat weekend. Untuk perhitungan per bulan lebih lengkapnya ditunjukkan pada tabel 3.23
Tabel 3.23 Perbandingan Expected Revenue Pada Kondisi Kamar Penuh
Sedangkan expected revenue jika parhitungan demand menggunakan hasil peramalan sebelumnya akan menjadi sebesar:
46
Tabel 3.24 Perbandingan Expected Revenue Demand Based
Dengan demikian kita dapat menghitung net cashflow yang diharapkan dari penambahan
kapasitas
dan
penerapan
dari
yield
management
dengan
menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV). Hasilnya terlihat pada tabel 3.25
Tabel 3.25 Perhitungan Expected Profit dengan Yield Management Tahun 2008-2013
Pada tahun kelima atau tahun 2012, penambahan kapasitas ini menunjukkan net cashflow positif dengan tingkat pengembalian Internal Rate of Return (IRR) sebesar 13,98%.
Jika perusahaan tidak menerapkan yield management, pada tahun 2013 barulah mencapai titik BEP. Jadi ada selisih dua tahun lebih lama untuk mencapai net cashflow positif jika dibandingkan dengan Hotel X menerapkan yield management. Pada tahun 2012 selisih dari besarnya net cashflow mencapai angka Rp.943.527.036,00. Tingkat pengembalian IRR-pun menjadi 9,94% pada kondisi tidak melakukan yield management.
47
Tabel 3.26. Expected Profit Tanpa Yield Management
48