BAB III PERAN PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN HASIL TEKNOLOGI REKAYASA GENETIKA
A. Peran Pemerintah sebagai Pembina Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”. 93 Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing sesuai dengan asas keadilan dan asas keseimbangan kepentingan.Tugas pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait. Menteri ini melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan
93
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen sebagai berikut: 94 a.
Menciptakan iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 4, untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksud adalah: 1.
Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
2.
Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.
3.
Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga.
4.
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing.
5.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
6.
Meneliti terhadap barang dan/atau jasa yang beredar yang menyangkut perlindungan konsumen.
7.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa. 94
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 4-6.
Universitas Sumatera Utara
8.
Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang/jasa.
9.
Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.
b.
Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 5, untuk mengembangkan LPKSM, menteri juga perlu melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksud adalah: 95 1.
Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.
2.
Melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
3.
Meningkatkan
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan
di
bidang
perlindungan konsumen yang dimaksud untuk meningkatkan sumber daya manusia.
95
Ibid., Pasal 5.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 6, disebutkan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidan perlindungan konsumen, menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis sebagai berikut: 96 a.
Meningkatkan kualitas aparat penyidik pegawai negeri sipil di bidang perlindungan konsumen.
b.
Meningkatkan kualitas tenaga peneliti dan penguji barang/jasa
c.
Melakukan pengembangan dan pemberdayaan lembaga pengujian mutu barang.
d.
Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar mutu barang dan/atau jasa serta penerapannya.
B. Peran Pemerintah sebagai Pengawas Banyak orang beranggapan bahwa satu-satunya yang berkewajiban memberikan perlindungan konsumen adalah organisasi konsumen. Anggapan ini tentunya tidak benar. Perlindungan konsumen sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, organisasi konsumen, dan konsumen itu sendiri. Tanpa adanya andil dari keempat unsur tersebut, sesuai
96
Ibid., Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
dengan
fungsinya
masing-masing
maka
tidaklah
mudah
mewujudkan
kesejahteraan konsumen. 97 Pemerintah bertindak sebagai pengayom masyarakat, dan juga sebagai Pembina pelaku usaha dalam meningkatkan kemajuan industri dan perekonomian negara. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, atau Penerbitan Standar Mutu Barang. Di samping itu, tidak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-standar yang telah ada. 98 Sikap yang adil dan tidak berat sebelah dalam melihat kepentingan konsumen dan produsen diharapkan mampu memberikan perlindungan kepada konsumen. Perlindungan kepada konsumen tidak harus berpihak pada kepentingan konsumen yang merugikan kepentingan pelaku usaha, jadi harus ada keseimbangan. 99 Bagi pelaku usaha atau produsen, mereka perlu menyadari bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada konsumen. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk memproduksi barang dan jasa sebaik dan seaman mungkin dan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Pemberian informasi yang benar tentang produk pangan yang bersumber dari luar negeri khususnya dalam hal ini produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika
97
Ahmadi Miru, dan Sutarrnan Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan kedua, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, Hal. 110. 98 Ibid., Hal. 9. 99 Ibid., Hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
menjadi arti yang sangat penting. Hal ini akan berhubungan dengan masalah keamanan, kesehatan maupun keselamatan konsumen. 100 Hal-hal tersebut perlu disadari produsen. Pemahaman bahwa yang dimaksud dengan “konsumen” adalah “kita semua” sangatlah penting. Suatu musibah benarbenar dapat menimpa kita semua, termasuk juga produsen. Tidak ada satu pihak pun yang menjamin bahwa produsen tidak dapat ditipu, dan siapa yang menjamin bahwa pemerintah tidak dapat terjebak suatu transaksi atas suatu produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika. Sebenarnya yang tidak kalah penting perannya dalam mewujudkan perlindungan konsumen adalah konsumen itu sendiri. Mereka mempunyai potensi dan kekuatan yang cukup, untuk melindungi diri mereka sendiri ataupun kelompoknya apabila terorganisir dengan baik, dan sangat mengharapkan adanya penegakan hukum dalam ruang lingkup perlindungan konsumen. 101 Dalam melaksanakan penegakan hukum (law enforcemen) perlindungan konsumen, khususnya dalam hal peredaran produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika, perlu adanya alat negara yang melaksanakannya. Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 telah diatur tentang penyidikan. Dalam pasal tersebut diatur bahwa selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik 100
Husin Syawali, Nemi Sri Imamyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit CV. Mandar Majis, Cetakan pertama, Tahun 2000, Hal. 42. 101 Ibid., Hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. 102 Artinya, untuk melakukan penyidikan tentang produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika, bukan hanya wewenang polisi, tetapi dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Penyidik PPNS tersebut berwenang: 103 1.
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
2.
Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
3.
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
4.
Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
5.
Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
6.
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. 102
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 59. 103 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam
melakukan
kewenangannya,
Penyidik
PPNS
tersebut
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Di samping itu dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 30 ayat 1 disebutkan bahwa “Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangan
diselenggarakan
oleh
pemerintah,
masyarakat,
dan
lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat”. 104 Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan LPKSM, mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/atau jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Berdasarkan penjelasan tersebut, tugas pengawasan tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, masyarakat umum dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). 105 Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 30 ayat 3 bahwa “Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar”. Lebih lanjut, Pasal 4 mengatur bahwa, “Apabila hasil
104
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen 105
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlidungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan bisa disampaikan kepada menteri dan menteri teknis. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan LPKSM. 1.
Pengawasan oleh Pemerintah Tugas pengawasan pemerintah terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait, bentuk pengawasan oleh pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 8 sebagai berikut: 106 a.
Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku, promosi, pengiklanan, serta pelayanan purnajual barang dan/atau jasa.
b.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan penjualan barang dan/atau jasa. 106
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 8
Universitas Sumatera Utara
c.
Hasil
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
2
dapat
disebarluaskan kepada masyarakat. d.
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh menteri dan atau menteri teknis terkait bersamasama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
2.
Pengawasan oleh Masyarakat Bentuk pengawasan oleh masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 9 sebagai berikut: 107 a.
Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
b.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan cara penelitian, pengujian, dan atau survei.
c.
Aspek
pengawasan
meliputi
pemuatan
informasi
tentang
risiko
penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. d.
Hasil
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
2
dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri teknis.
107
Ibid., Pasal 9.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pengawasan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Bentuk pengawasan oleh LPKSM diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 10 sebagai berikut: 108 a.
Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
b.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan cara penelitian, pengujian, dan atau survei (dalam Penjelasan PP No.58 Tahun 2001 tentang Cara Melakukan Pengawasan di samping melalui penelitian , pengujian, dan/atau survei bisa juga berdasarkan laporan dan pengaduan dari masyarakat baik yang bersifat perorangan maupun kelompok).
c.
Aspek
pengawasan
meliputi
pemuatan
informasi
tentang
risiko
penggunaan barang jika dihapuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. d.
Penelitian pengujian dan/atau survei sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen (dalam Penjelasan PP No.58 Tahun 2001 tentang Cara Melakukan Pengawasan di samping melalui penelitian , pengujian, dan/atau survei bisa juga berdasarkan laporan dan pengaduan dari masyarakat baik yang bersifat perorangan maupun kelompok).
108
Ibid., Pasal 10.
Universitas Sumatera Utara
e.
Hasil
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
2
dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri teknis. Pengujian terhadap barang dan/atau jasa yang beredar, sebagaimana diatur dalam pasal 10 di atas, dilakukan melalui laboratorium penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (ketentuan PP No.58 Tahun 2001). Maksud dari ketentuan ini adalah untuk mendapatkan hasil yang objektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Lembaga laboratorium yang terakreditasi bisa berupa lembaga nasional atau internasional.
C. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Selain melakukan tugas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, peran pemerintah juga membentuk apa yang dimaksud dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini dibentuk sebagai upaya pengembangan perlindungan konsumen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Pembentukan lembaga konsumen semacam BPKN telah dipraktikkan di berbagai negara, seperti di Amerika Serikat ada The Food and Drug Administration (FDA), di Australia ada The Australian Competition and Consumer Comission (ACCC). Sebagai Badan Kesehatan Publik, tugas utama FDA adalah melindungi konsumen sebagaimana diamanatkan dalam undang-
Universitas Sumatera Utara
undang federal, yang mencakup bidang makanan, obat-obatan, kosmetika, dan kesehatan pada umumnya. Sementara itu, tugas utama ACCC, yang dibentuk pada tanggal 6 November 1995 adalah menjalankan fungsi yang diberikan dalam dua undang-undang, yaitu Trade Practices Acts 1974 dan The Prices Surveillance Act 1983. Kedua undang-undang tersebut melarang praktik curang dalam bisnis yang mencakup banyak hal, termasuk isu perlindungan konsumen. 109 Keanggotaan BPKN terdiri dari unsur pemerintah, pelaku usaha, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Akademisi, dan tenaga ahli. Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 4 ayat 1, BPKN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota. Saat ini, keseluruhan anggota BPKN berjumlah 17 orang dengan dibantu beberapa staf sekretariat. Masa jabatan mereka adalah tiga tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. BPKN berkedudukan di Jakarta dan bertanggung jawab kepada Presiden RI. Apabila BPKN diperlukan, bisa dibentuk perwakilan di ibu kota daerah provinsi untuk membantu pelaksanaan tugasnya. Kedudukan BPKN yang langsung bertanggung jawab kepada presiden adalah
sangat
kuat.
Tentunya,
kedudukan
ini
sangat
penting
dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen. 110 Menurut pandangan Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, BPKN yang bertanggung jawab langsung kepada presiden merupakan bentuk perlindungan dari arus atas (top-down), sedangkan arus bawah (bottom-up) diperankan oleh 109 110
Shidarta, Op. cit., Hal. 107-108. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen
Nasional
Universitas Sumatera Utara
LPKSM yang representatif bisa menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. 111 Fungsi BPKN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, BPKN dibebani tugas-tugas utama sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 34. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, BPKN bisa bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional. Beberapa tugas utama BPKN adalah sebagai berikut: 112 1.
Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
2.
Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
3.
Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
4.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
5.
Menyebarluaskan
informasi
melalui
media
mengenai
perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen. 6.
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha.
7.
Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen. 111
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. cit. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Pasal 3 ayat 2. 112
Universitas Sumatera Utara
Jika dicermati, tugas-tugas BPKN tersebut memiliki banyak kesamaan dengan tujuan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk memberikan bimbingan dan perlindungan kepada masyarakat konsumen menuju kesejahteraan keluarga. Secara praktis, tujuan tersebut diimplementasikan dalam bentuk penelitian, pendidikan, penerbitan, dan warta konsumen. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 37, persyaratan untuk menjadi anggota BPKN adalah sebagai berikut: 113 1.
Warga negara Republik Indonesia.
2.
Berbadan sehat.
3.
Berkelakuan baik.
4.
Tidak pernah dihukum karena kejahatan.
5.
Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen.
6.
Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
Sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 6, proses pengangkatan anggota BPKN melalui tahapan sebagai berikut: 114
113
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. 114
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
1.
Menteri mengajukan usul calon anggota BPKN yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan BPKN kepada presiden.
2.
Calon anggota BPKN dikonsultasikan oleh presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR).
3.
DPR memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap calon anggota BPKN dan menyampaikan hasilnya kepada presiden.
7.
Presiden mengangkat anggota BPKN dari calon anggota BPKN yang telah dikonsultasikan kepada DPR.
Proses pemberhentian anggota BPKN sama dengan ketika diangkat. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 7, proses pemberhentian anggota BPKN adalah sebagai berikut: 115 1.
Menteri mengajukan usul pemberhentian anggota BPKN yang tidak lagi memenuhi persyaratan keanggotaan BPKN kepada presiden.
2.
Usul pemberhentian anggota BPKN tersebut dikonsultasikan oleh presiden kepada DPR.
3.
DPR memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap usul pemberhentian anggota BPKN dan menyampaikan hasilnya kepada presiden.
4.
Presiden memberhentikan anggota BPKN yang telah dikonsultasikan kepada DPR.
115
Ibid., Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan
Konsumen,
ditentukan
bahwa
“Presiden
tidak
dapat
memberhentikan anggota BPKN apabila Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberikan pertimbangan dan penilaian untuk tidak memberhentikan anggota BPKN tersebut. Anggota BPKN yang berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir digantikan oleh anggota pengganti antar waktu. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengganti antar waktu dilakukan seperti pada pengangkatan dan pemberhentian anggota baru. BPKN menjalankan tugas dan tata kerjanya berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku, disertai pula dengan adanya Keputusan Ketua BPKN Nomor 02/BPKN/Kep/12/2004. Untuk memperlancar kerja BPKN, dibentuklah tiga komisi, yaitu: 116 1.
Komisi I tentang penelitian dan pengembangan.
2.
Komisi II tentang informasi, edukasi dan pengaduan.
3.
Komisi III tentang kerja sama.
Di luar BPKN yang independen, dalam Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diamanatkan, pemerintah khususnya menteri yang membidangi perdagangan, ditugasi juga untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen secara nasional. Pembinaan dan pengawasan yang lebih khusus dilakukan oleh menteri-menteri teknis sesuai bidang tugas mereka. Menteri yang membidangi perdagangan itu berwenang membentuk tim
116
Happy Susanto, Op. cit., Hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
koordinasi pengawasan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. Tim ini terdiri atas wakil instansi terkait, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). Fungsi tim pun hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada menteri untuk melakukan tindakan konkret, seperti penghentian produksi atau peredaran barang/jasa yang dinilai melanggar peraturan yang berlaku. Dengan demikian, ada perbedaan antara BPKN dan tim diatas. BPKN berfungsi memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen, sementara tim koordinasi yang dibentuk oleh menteri itu berfungsi memberikan rekomendasi berupa tindakan konkret atas setiap permasalahan yang timbul di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENANGANAN ATAS KELUHAN-KELUHAN KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PRODUK PANGAN HASIL TEKNOLOGI REKAYASA GENETIKA
A. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen dieselesaikan melalui gugatan di pengadilan, namun pada kenyataannya yang tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pengadilan pun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis. Berdasarkan Pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Di luar peradilan umum UUPK membuat terobosan dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha di luar peradilan, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dari kedua belah pihak yang bersengketa. Hal ini berlaku untuk gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum.
Universitas Sumatera Utara
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses beperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan. Putusan dari BPSK tidak dapat dibanding kecuali bertentangan dengan hukum yang berlaku. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat 12, BPSK adalah ”badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen”. 117 Di samping bertugas menyelesaikan masalah sengketa konsumen, BPSK juga
bertugas
memberikan
konsultasi
perlindungan
konsumen.
Bentuk
konsultasinya sebagai berikut: 118 1.
Memberikan penjelasan kepada konsumen atau pelaku usaha tentang hak dan kewajibannya masing-masing.
2.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen dan juga pelaku usaha.
3.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana memperoleh pembelaan dalam hal penyelesaian sengketa konsumen
4.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen.
117
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. 118
Happy Susanto, Op. cit., Hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
BPSK dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Kedudukan badan ini berada di daerah tingkat II. Susunan pengurus BPSK dibentuk oleh gubernur masing-masing provinsi dan diresmikan oleh Menteri Perdagangan. Anggota BPSK terdiri dari tiga unsur, yaitu pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha. Masing-masing unsur tersebut terdiri dari minimal tiga orang dan maksimal lima orang. Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh menteri. Keanggotaan BPSK terdiri dari ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota, dan anggota itu sendiri. 119 Dalam hal ini penulis telah melakukan penelitian di BPSK Kota Medan dan telah mengetahui struktur keanggotaan di BPSK Kota Medan. 120 Persyaratan untuk menjadi anggota BPSK sebagai berikut: 1.
Warga negara Republik Indonesia (WNI).
2.
Berbadan sehat.
3.
Berkelakuan baik.
4.
Tidak pernah dihukum karena kejahatan.
5.
Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen.
6.
Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun. Dalam menjalankan tugasnya BPSK dibantu oleh sekretariat. Sekretariat
BPSK terdiri dari ketua sekretariat dan anggota sekretariat. Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat/anggota sekretariat BPSK ditetapkan oleh menteri.
119 120
Ibid. Lampiran
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 52, tugas dan wewenang BPSK sebagai berikut: 121 1.
Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsiliasi, atau arbitrase.
2.
Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
3.
Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klusula baku.
4.
Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini.
5.
Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
6.
Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen.
7.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
8.
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini.
9.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud di angka 7 dan 8, yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK.
10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan. 11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen. 121
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya tiga orang yang mewakili unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha (dibantu oleh seorang panitera). 122 Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan bisa mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen ke sekretariat BPSK. Pelaku usaha juga bisa melakukan hal yang sama. Surat permohonan tersebut bisa berupa permohonan secara tertulis atau secara lisan. Permohonan tersebut juga bisa diajukan oleh ahli waris dan kuasanya jika ternyata konsumen yang bersangkutan telah meninggal dunia, sedang sakit, telah lanjut usia, belum dewasa, atau orang yang berkewarganegaraan asing. Permohonan yang dibuat secara tertulis akan diberikan bukti tanda terima oleh sekretariat BPSK, sedangkan permohonan yang dibuat secara lisan akan dicatatkan dalam suatu format yang telah disediakan dengan dibubuhi tanda tangan atau cap jempol konsumen yang bersangkutan atau yang mewakilinya. Berkas permohonan yang telah dicatatkan oleh sekretariat BPSK kemudian ditulis tanggal dan nomor registrasi. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen sebaiknya memang diajukan secara tertulis dengan memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, karena bisa dijadikan tanda bukti
122
Happy Susanto, Ibid., Hal. 86
Universitas Sumatera Utara
bahwa permohonan sudah diajukan. Jika permohonan tidak memenuhi persyaratan, BPSK bisa menolak permohonan tersebut. Persyaratan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 123 1.
Nama dan alamat lengkap konsumen (bisa ahli waris atau kuasanya yang disertai dengan surat kuasa bermaterai).
2.
Nama dan alamat pelaku usaha.
3.
Rincian barang/jasa yang diadukan.
4.
Bukti perolehan barang/jasa seperti bon, faktur, kuitansi, dan dokumen pembuktian lainnya (jika ada).
5.
Keterangan tempat, waktu, dan tanggal diperolehnya barang/jasa tersebut.
6.
Saksi yang mengetahui barang/jasa tersebut diperoleh (jika ada).
7.
Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa (jika ada). BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 hari kerja
setelah gugatan diterima. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 56 mengatur lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan hasil putusan yang dikeluarkan oleh BPSK sebagai berikut: 124 1.
Dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
2.
Para pihak bisa mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
123 124
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dianggap menerima putusan BPSK.
4.
Jika ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
5.
Putusan BPSK sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. Tentang pengajuan keberatan sebagaimana disebutkan pada poin (ayat 2
Pasal 56) tersebut, pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan dalam waktu paling lambat 21 hari sejak diterimanya keberatan. Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut, para pihak dalam waktu paling lambat 14 hari bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA). Mahkamah Agung wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak menerima permohonan kasasi. 125 Dari keseluruhan proses persidangan berdasarkan ketentuan UndangUndang Perlindungan Konsumen, terlihat setidak-tidaknya dari sudut biaya dan waktu penyelenggaraan keadilan itu, pihak konsumen dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab dimudahkan dan dipercepat. Dalam menghadapi situasi sekarang, konsumen mengharapkan pelayanan birokrasi menjadi lebih baik, paling tidak beberapa indikator atau kriteria yang ditawarkan di atas semaksimal mungkin dipenuhi. Abdi negara sudah seharusnya melayani kepentingan 125
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan bukan dilayani oleh masyarakat. Mengingat salah satu tolak ukur dari majunya suatu negara adalah nilai dari pelayanan terhadap masyarakat oleh aparatur negara.
B. Instansi Pemerintah Kemajuan teknologi telah menimbulkan perubahan cepat dan signifikan pada makanan, industri farmasi, kosmetika, alat kesehatan, dan obat asli Indonesia. Dengan teknologi yang semakin canggih, industri-industri tersebut mampu memproduksi berbagai produk dalam skala yang sangat besar. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi, produk-produk tersebut dapat menyebar ke berbagai tempat dalam waktu yang singkat dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. 126 Di sisi lain, konsumsi masyarakat terhadap makanan cenderung meningkat. Hal itu seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Ditambah pula dengan gencarnya iklan dan promosi di berbagai media, turut mendorong konsumen untuk mengonsumsinya secara berlebihan, namun seringkali tidak rasional. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk tersebut secara tepat, benar, dan aman. 127 Dengan alasan tersebut di atas, maka pemerintah Indonesia memerlukan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif sehingga mampu mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk-produk tersebut guna melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumennya. Berdasarkan Keputusan 126
Zumrotin K. Susilo, Menyambung Lidah Konsumen, diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, April 1996, Hal. 63 127 Ibid., Hal. 64.
Universitas Sumatera Utara
Presiden Nomor 166 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang dalam pelaksanaan tugasnya berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. 128 Lembaga ini melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawas obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan kewenangannya antara lain pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industry farmasi. Hal ini dilandasi untuk kepentingan konsumen. Konsumen seringkali tidak mengetahui kemana masalah ini harus diadukan ketika dirugikan produsen, khususnya produsen makanan, komoditi yang sering dikonsumsi sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) membuka sebuah unit pelayanan yang menampung semua keluhan konsumen. Unit ini dinamakan dengan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Diharapkan melalui ULPK ini, masyarakat Indonesia bisa mendapatkan informasi dan mengadukan berbagai kasus yang berkaitan dengan obat, makanan, dan minuman yang beredar di pasaran. Informasi ini berhubungan dengan mutu, harga, efek samping, aturan pakai, kode produksi, sampai peraturan yang melandasi ruang gerak Badan POM, termasuk terhadap produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika. ULPK diresmikan pada 1 April 1998 oleh Menteri Kesehatan, (saat itu Prof. Fariz Anfasa Moeloek). 129 ULPK melayani pengaduan dan konsultasi gratis setiap hari. Pengaduan bisa dilakukan melalui telepon, faksimili, email atau langsung mendatangi kantor
128
Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2002 dan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, (Sispom). 129 Gatot Ibrahim W., Jangan Ragu Untuk Mengadu, (www.humanmedicine.net/public/ulpk), diakses 1 Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
ULPK. ULPK akan menanggapi keluhan konsumen dengan cepat. Bila kasus yang diadukan memerlukan analisis yang mendalam, petugas akan menyampaikan keluhan konsumen kepada unit teknis Badan POM terkait yang siap menindaklanjuti dan memberikan jawaban dalam tempo 24 jam. Kalau ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa kasus yang dilaporkan konsumen merugikan orang banyak, Badan POM selaku instansi yang berwenang tidak segan untuk memberikan peringatan keras berikut sanksi kepada produsen atau pelaku bisnis yang bersangkutan. Keberadaan unit ini diharapkan juga akan meningkatkan pengawasan dari masyarakat untuk kepentingan mereka sendiri. Masyarakat akan semakin kritis memilih dan mengawasi produk sesuai dengan kebutuhan dan kualitas yang diinginkannya. Hal ini berhubungan dan merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mempersiapkan konsumen untuk bersikap kritis adalah mutlak diperlukan apabila Indonesia tidak mau tergelincir dalam menghadapi pasar bebas. 130 Dalam rangka penegakan hukum dan meningkatkan kredibilitas professional yang tinggi, maka kewenangan SisPom meliputi: 131 1.
Pengaturan, relugasi, dan standardisasi.
2.
Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik.
3.
Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar.
130
Zumrotin K. Susilo, Op. cit., Hal. 4. Lihat Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM). 131
Universitas Sumatera Utara
4.
Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan, dan penegakan hukum.
5.
Pre audit dan pasca audit iklan dan promosi produk.
6.
Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan.
7.
Komunikasi, informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik. Agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien,
serta memiliki kemampuan beradaptasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan lingkungan yang berubah dengan cepat, perlu dilakukan transformasi mendasar, mencakup antara lain: 132 a.
mental model dan sistem berpikir sumber daya manusia;
b.
sistem operasi yang terkendali oleh kinerja melalui insentif;
c.
struktur pengambilan keputusan yang mampu menciptakan akuntabilitas publik;
d.
peraturan perundang-undangan sesuai dengan perkembangan. Kebijakan revitalisasi Badan POM diarahkan terutama pada kegiatan
prioritas yang memiliki efek sinergi dan daya dorong yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas, mencakup antara lain: 133 1.
Evaluasi mutu, keamanan dan khasiat produk berisiko oleh tenaga ahli berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
2.
Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas. 132 133
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built-in control.
4.
Operasi pemeriksaan dan penyidikan terhadap produksi, distribusi
dan
peredaran narkotika, psikotropika dan precursor serta produk-produk ilegal. 5.
Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi profesi.
6.
Komunikasi,
informasi,
dan
edukasi
kepada
masyarakat
untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk. 7.
Bimbingan teknis terutama kepada industri kecil menengah yang berfokus pada peningkatan kualitas produk. Dengan dasar-dasar tersebut di atas, maka Badan POM mempunyai
beberapa tujuan yang diharapkan dapat memberikan alat preventif untuk melakukan perlindungan konsumen. Beberapa tujuan yang menjadi target kinerja dari Badan POM adalah: 134 1.
Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA.
2.
Terkendalinya mutu, keamanan, dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran.
3.
Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
4.
Penurunan kasus pencemaran pangan.
134
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
5.
Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai.
6.
Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antara sesame dan pihak terkait. Pemerintah bekerjasama dengan YLKI pada Tahun 2002 telah melakukan
penelitian dengan mengambil sampel secara acak di beberapa supermarket, hypermarket dan pasar tradisional di Jakarta menunjukkan 6 dari 17 pangan turunan kedelai dan jagung positif mengandung bahan rekayasa genetika, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Hasil Uji Kualitatif Pangan Rekayasa Genetika No
Jenis
Merek
No.Batch/ exp. date PE6EH/04 2003
No. Depkes
1
Susu formula
Nan 1
2
Susu formula
Morinaga
10833/13 Feb 04
3
Kecap
Indofood
08FICII6/08 Jun 03
MD 2454100112 26
4
Kecap
ABC
3/07.11.03
5
Kecap
Bango
100804
6
Mie instan
Indomie
JKTB20231/ 0(1)0702
MD 2454090090 02 MD 2454090041 72 MD 2272090080 03
7
Mie instan
ABC
EO30602
MD 2272100471 78
8
Mie Instan
GaGa 100
MFG121609 1/0702
MD 2272101781 77
ML 5104230020 16 MD 5104101220 22
Produsen
Alamat Produsen
Nestle
-
Hasil Lab. Negatif
PT Ultrajaya u/PT sanghiang Perkasa PT Cakrapangan Sejati u/PT Indosentra Pelangi PT Heinz ABC Indonesia PT Sakura Aneka Food Jakarta PT Indofood Sukses Makmur Tbk PT ABC President Enterprises Indonesia PT Jakarana Tama Bogor 16720
-
Negatif
PO BOX No. 4520 JKTF 11045
Positif
PO BOX 4608/JKT 10001 Telp: 5480376
Positif
-
Negatif
Karawang 41371
Negatif
-
Negatif
Positif
Universitas Sumatera Utara
9
Kentan g
Mister Potato
1K/30.4.200 2
ML 2622010010 81
PT Pacific Food Indonesia
10
Kentan g
Chitato
TO832310/ 23 Feb 02
MD 2622110130 06
Indofood Fritolay Semarang
11
Jagung
Corn Flake ‘Simba’
060902
MD 8622100563 65
PT Simba Indosnack Makmur
12
Jagung
Corn Flake Nestle
01102002PH PIAHAJ
ML 8622110060 04
13
Jagung
27April 2002
14
Susu Formul a Susu Formul a
Happytos Tortilla chips Isomil Soy Infant Formula Wyeth S26
1017818/ MAR28 2004
MD 2622130012 66 ML 5105020010 60 MD 5104100460 08
15
72086NR/12 2003
16
Susu Formul a
Enfamil
E1119D010 1/01 Apr 2004
MD 5104101080 08
17
Kentan g
Pringleys
L118016620 0 0113/Nov02
ML 3622040043 21
Negatif
PT Nestle Indonesia
Jl. Manis III No. 6 Kawasan Industri Manis Jatake Tangerang Layanan konsumen: PO BOX 4112, Jakarta 11041 Gunung Putri Bogor 16964 Jakarta 12520
S.A Products
-
Negatif
PT Abbott Indonesia Jakarta PT Sugizindo Citeureup Indonesia PT Sugizindo Bogor u/PT Indexim Alpha The Procter & Gamble Co. Indonesia
PO BOX 2387/Jkt 10001 -
Positif
PO BOX 2833/Jkt 10028
Negatif
Jakarta
Positif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Berdasarkan tabel diatas, penulis dapat mengetahui bahwa produk pangan hasil rekayasa genetika sudah banyak ditemukan di pasaran. Namun sejauh ini, pemerintah belum pernah mendapatkan pengaduan dari masyarakat atas produk pangan rekayasa genetika yang pernah dikonsumsi. Meskipun belum ada pengaduan, pemerintah diharapkan bersedia mencegah serta menerima semua pengaduan dari masyarakat khususnya mengenai produk pangan hasil rekayasa
Universitas Sumatera Utara
genetika. Begitu juga sebaliknya, masyarakat diharapkan lebih waspada dan lebih selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi dan tidak ragu-ragu untuk melaporkan apabila masyarakat menemukan ataupun menderita kerugian akibat mengkonsumsi makanan khususnya pangan hasil rekayasa genetika.
C. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia perlu didukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk meningkatkan penyelenggaraan perlindungan konsumen, pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Salah satu peran masyarakat adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). 135 Kian ketatnya persaingan dalam merebut pangsa pasar melalui bermacam-macam produk barang, maka perlu keseriusan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) perlu memantau secara serius pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar profit semata dengan mengabaikan kualitas produk barang. Menurut defenisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1, LPKSM adalah “lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen”. 136 LPKSM memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 44 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Perlindungan 135 136
Happy Susanto, Op. cit., Hal. 89. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 3-9, tugas LPKSM yakni sebagai berikut: 137 1.
Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Penyebaran informasi yang dilakukan oleh LPKSM, meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen.
2.
Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan secara lisan atau tertulis agar konsumen bisa melaksanakan hak dan kewajibannya.
3.
Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. Pelaksanaan kerja sama LPKSM dengan instansi terkait ini meliputi pertukaran informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen.
4.
Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan
haknya,
LPKSM
bisa
melakukan
advokasi
atau
pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. 5.
Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Pengawasan perlindungan konsumen 137
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
oleh LPKSM bersama pemerintah dan masyarakat dilakukan atas barang atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berlaku, pemerintah hanya mengakui LPKSM yang memenuhi syarat. Persyaratan LPKSM yang diakui pemerintah yakni sebagai berikut: 138 1.
Terdaftar di pemerintah kabupaten/kota.
2.
Bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Proses dan tata cara pendaftaran LPKSM diatur dalam Keputusan Menteri
(Kepmen) Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 tentang Pendaftaran LPKSM. LPKSM yang telah diakui oleh pemerintah karena telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, perlu melakukan pendaftaran dan penerbitan tanda daftar lembaga perlindungan konsumen (TDLPK). Kewenangan penerbitan TDLPK ada pada menteri. Menteri kemudian melimpahkan kewenangan penerbitan TDLPK kepada bupati/walikota. Bupati/walikota bisa melimpahkan kembali kewenangan kepada kepala dinas. TDLPK diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan atau domisili LPKSM. TDLPK tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Kantor cabang atau kantor perwakilan LPKSM dalam menjalankan
138
kegiatan
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
bisa
Ibid., Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
mempergunakan TDLPK kantor pusat dan dibebaskan dari pendaftaran untuk memperoleh TDLPK. 139 Sebagaimana
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 Pasal 6, tata cara pendaftarannya yakni sebagai berikut: 1.
Permohonan untuk memperoleh TDLPK diajukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada bupati/walikota melalui kepala dinas setempat, dengan mengisi formulir surat permohonan (SP-TDLPK) model A sebagaimana dimaksud dalam lampiran I keputusan menteri ini.
2.
Jika kewenangan pemberian TDLPK dilimpahkan kepada kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3. Permohonan diajukan langsung kepada kepala dinas setempat dengan mengisi formulir surat permohonan (SP-TDLPK) model A, sebagaimana dimaksud dalam lampiran I keputusan menteri ini.
3.
Permohonan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditandatangani oleh pimpinan LSM, penanggung jawab, atau kuasanya. Dalam proses permohonan pendaftaran TDLPK perlu melampirkan
dokumen-dokumen sebagai berikut: 140 a. 1.
LSM yang berstatus badan hukum (yayasan) melampirkan: Salinan akta notaris pendirian badan hukum/yayasan yang telah mendapat pengesahan badan hukum dari menteri hukum dan hak azasi manusia atau instansi yang berwenang. 139 140
Happy Susanto, Ibid., Hal. 90-91. Ibid., Hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
2.
Salinan kartu tanda penduduk (KTP) pimpinan/penanggung jawab LSM yang masih berlaku.
3.
Salinan
surat
keterangan
tempat
kedudukan/domisili
LSM
dari
lurah/kepala desa setempat.
b. 1.
LSM yang tidak berstatus badan hukum maupun yayasan melampirkan: Salinan akta notaries pendirian LSM atau akta notaries yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.
2.
Salinan KTP pimpinan/penanggung jawab LSM yang masih berlaku.
3.
Salinan
surat
keterangan
tempat
kedudukan/domisili
LSM
dari
lurah/kepala desa setempat. Status dan kedudukan LPKSM bisa dibatalkan oleh pemerintah jika mengandung aspek-aspek berikut ini: 1.
Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen.
2.
Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran atas ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. Konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha bisa mengadukan ke LPKSM
agar suara dan haknya bisa diperjuangkan. Sebagaimana dijelaskan pada bagian tugas-tugas LPKSM, di samping memberikan informasi dan memberikan nasihat kepada konsumen, lembaga ini juga bisa memperjuangkan hak-hak konsumen. Oleh karena itu, konsumen yang merasa hak-haknya telah dilanggar bisa mengadukannya ke LPKSM yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Banyak konsumen di Indonesia yang hanya melakukan pengaduan dengan mengirimkan
Universitas Sumatera Utara
surat ke pihak pelaku usaha yang dianggap telah melanggar hak-haknya. Ada juga yang menulis dan mengirimkan surat pembaca ke berbagai macam media massa. Meskipun diakui cara-cara tersebut baik dan barangkali bisa memberikan hasil yang memuaskan, ada cara lain yang kiranya bisa dilakukan. Cara yang dimaksud adalah dengan meminta bantuan LPKSM untuk membantu menyelesaikan masalah. LPKSM akan membantu para konsumen yang ingin mengadukan hakhaknya. Konsumen bisa datang langsung atau melalui telepon. Dengan bantuan LPKSM, biasanya konsumen yang akan mengadukan haknya juga memperoleh banyak pengetahuan hukum yang sangat berarti sebagai bekal atau dasar untuk menyelesaikan masalahnya, termasuk dalam penyelesaian sengketa dengan pelaku usaha nantinya. Dalam hal ini penulis telah melakukan tinjauan ke LPKSM di Medan. Dan dari hasil tinjauan yang dilakukan sejauh ini belum ada kasus yang diadukan oleh konsumen mengenai produk pangan hasil rekayasa genetika. Namun meskipun belum ada kasus yang diadukan oleh konsumen namun diharapkan pemerintah lebih bersikap preventif dalam menangani peredaran produk pangan tersebut. Dan masyarakat juga diharapkan peduli terhadap makanan yang dikonsumsi serta tidak ragu-ragu untuk membuat pengaduan apabila masyarakat dirugikan terkait pangan rekayasa genetika.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab terakhir ini penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan dalam bab-bab terdahulu yang berhubungan dengan Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Produk Pangan Hasil Teknologi Rekayasa Genetika.
A. Kesimpulan Dari kesimpulan pembahasan dalam Bab II sampai Bab IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pengaturan produk pangan dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, telah diatur secara maksimal dan saling mendukung, sehingga tercipta harmonisasi
peraturan
perundang-undangan,
khususnya
hukum
perlindungan konsumen terhadap peredaran produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah: 1.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
7.
Surat Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Hasil Rekayasa Genetik.
2.
Peran pemerintah dalam melindungi konsumen terhadap produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika adalah mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia serta melaksanakan penegakan hukum (law enforcement) atas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan Pemerintah sebagai pengayom masyarakat konsumen dan juga sebagai Pembina pelaku usaha adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, atau peraturan lain serta melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-standar perlindungan konsumen yang telah ada.
3.
Penanganan atas
keluhan-keluhan konsumen berkaitan dengan peredaran
produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Instansi Pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan cara membuka suatu unit pelayanan yang menampung semua keluhan konsumen. Unit ini dinamakan dengan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Selain itu, penanganan keluhan konsumen dapat dilakukan juga oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Diharapkan melalui lembaga-lembaga di atas, masyarakat selaku konsumen bisa mendapatkan informasi dan
Universitas Sumatera Utara
mengadukan berbagai kasus yang berkaitan dengan produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika yang beredar di pasaran.
B. Saran Melihat dari masih banyaknya kendala dalam perlindungan konsumen atas produk pangan yang mengandung bahan rekayasa genetika berikut ini penulis dapat mengusulkan saran sebagai berikut: 1.
Perlu dibuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada untuk dapat menjangkau perkembangan pengetahuan dan teknologi sehingga lebih mudah pada tingkat implementasinya. Selain itu perlu adanya harmonisasi peraturan nasional dengan peraturan internasional sehingga dapat diminimalisasi masuknya produk-produk yang mengandung bahan rekayasa genetika ke dalam teritori nasional. Selain itu perlu adanya penegakan hukum (law enforcement) yang lebih baik dalam rangka pemenuhan hak konsumen di bidang pangan. Pemerintah dan pelaku usaha harus memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada semua pihak yang terlibat produk rekayasa genetika, mengenai risiko dan keuntungannya sehingga masyarakat dapat melakukan pilihan yang cerdas atas produkproduk rekayasa genetika yang beredar di pasaran. Dengan adanya law enforcement ini diharapkan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran diberikan sanksi yang tegas sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Peran pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat, harus disertai juga dengan peran serta yang aktif dari masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan perlindungan konsumen yang dapat memberikan kontribusi bagi dunia usaha, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat yang saling menguntungkan.
3.
Perlu dibentuk peraturan pelaksanaan khusus oleh pemerintah tentang ketentuan peredaran produk pangan hasil teknologi rekayasa genetika. Hal ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang lebih teknis dan rinci sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara