BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS
A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau “akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed” menurut pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu: 1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling). 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu. Pengertian akta menurut Pasal 165 Staatslad Tahun 1941 Nomor 84 adalah “surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perhal pada akta itu”
Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Syarat penandatangan akta tersebut dilihat dari Pasal 1874
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata dan Pasal 1 Ordonansi No. 29 Tahun 1867 yang memuat ketentuan-ketentuan tentang pembuktian dari tulisan-tulisan dibawah tangan yang dibuat oleh orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka. Secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, kata “akta” berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti “geschrift” atau surat. 17 Menuut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibo, kata-kata berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan. 18 A. Pitlo, yang dikutip Suharjono mengemukakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 19 Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 20 Disamping akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dalam perbuatan perundang-undangan sering kita jumpai perkataan akta yang sama sekali bukanlah surat melainkan perbuatan. Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta dibawah tangan. Yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867
17
Suharjono, “Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123”, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, (Desember 1995), hal.128 18 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hal.9 19 Suharjono, op. cit., hal.43 20 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal.110
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisantulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. 1. Akta Otentik Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya. Dalam pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera, Jurusita, Pegawai Pencatat Sipil, Hakim dan sebagainya. Dalam Pasal 101 ayat (a) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta otentik adalah surat yang diuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan utama dari Notaris adalah untuk membuat akta otentik, untuk dapat suatu akta memiliki otensitasnya sebagai akta otentik maka harus memenuhi ketentuan sebagai akta otentik yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu: a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenberstaan) seorang pejabat umum, yang berarti akta-akta Notaris yang isinya mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan Notaris sebagai pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi syarat ini maka akta tersebut kehilangan otensitasnya dan hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila akta tersebut ditandatangani oleh para penghadap (comparanten) c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab seorang Notaris hanya dapat melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam daerah hukum yang telah ditentukan baginya. Jika Notaris membuat akta yang berada di luar daerah hukum jabatannya maka akta yang dibuatnya menjadi tidak sah. Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 21
21
Herlien Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2003), hal.148
Universitas Sumatera Utara
a. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja. b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang. c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya) d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya. e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. 2. Akta di Bawah Tangan Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan. 22 Dalam Pasal 101 ayat (b) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya. Dalam Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum. Adapun yang termasuk akta di bawah tangan adalah: 23 a. Legalisasi Yaitu akta dibawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada Notaris dan dihadapan Notaris ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh Notaris kepada mereka. Pada legalisasi, tanda tangannya dilakukan dihadapan yang melegalisasi. b. Waarmerken Yaitu akta dibawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada Notaris untuk didaftarkan dan beri tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak 22
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal.125 23 A. Kohar, Notaris Berkomunikasi, (Bandung: Aumni, 1984), hal.34
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan
mengenai
siapa
yang
menandatangani
dan
apakah
penandatangan memahami isi akta. Hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan. Perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah sebagai berikut: a. Akta Otentik – Pasal 1868 KUHPerdata o Akta otentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang o Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris yang mengatakan “menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya) o Harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang o Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim. Terutama mengenai waktu, tanggal pembuatan, isi perjanjian, penandatanganan, tempat pembuatan dan dasar hukumnya. o Kemungkinan akan hilangnya akta otentik sangat kecil b. Akta di Bawah Tangan o Akta di bawah tangan tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas o Dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang berkepentingan o Tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu pasti o Akta yang dibuat di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial
Universitas Sumatera Utara
o Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar o Apabila penandatanganan di akui oleh pihak yang menandatangani akta atau tidak disangkal kebenarannya, akta tersebut sama halnya seperti akta otentik.
B. Bentuk-Bentuk Akta Otentik Dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata maka bentuk akta otentik ada dua, yaitu: 24 a. Akta Partij atau akta pihak Yaitu akta yang dibuat di hadapan Notaris. Artinya, akta yang dibuat berdasar keterangan atau perbuatan pihak yang menghadap Notaris, dan keterangan atau perbuatan itu agar dikonstatir oleh Notaris untuk dibuatkan akta. b. Akta Relaas atau akta pejabat Yaitu akta yang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum yang memuat uraian secara otentik tentang semua peristiwa atau kejadian yang dilihat, dialami, dan disaksikan oleh Notaris sendiri. Misalnya berita acara RUPS. Perbedaan antara akta partij dengan akta relaas adalah; 25
24
F. Eka. Sumarningsih, Peraturan Jabatan Notaris, (Semarang: Diktat Kuliah Program Studi Notariat, Fakultas Hukum, Universitas Dipenogoro,2001) hal.7 25 G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan Jabatan Notaris, op. Cit. hal.52
Universitas Sumatera Utara
a. Akta partij atau akta pihak Undang-Undang mengharuskan adanya penandatanganan oleh para pihak, dengan ancaman kehilangan otensitasnya atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah setidak-tidaknya Notaris mencantumkan keterangan alasan tidak ditandatanganinya akta oleh salah satu pihak pada akhir akta, misalnya salah satu pihak mengalami cedera tangan sehingga tidak bisa menandatangani akta, sebagai ganti nya maka menggunakan cap jempol dan alasan tersebut harus dicantumkan dalam akta Notaris dengan jelas oleh Notaris yang bersangkutan. b. Akta relaas atau akta pejabat Tidak
menjadi
persoalan
terhadap
orang-orang
yang
hadir
menandatangani akta atau tidak, akta tersebut masih sah sebagai alat pembuktian. Misalnya para pemegang saham telah pulang sebelum akta ditandatangani, Notaris cukup haya menerangkannya dalam akta. Perbedaan di atas sangat penting dalam kaitannya dengan pembuktian sebaliknya terhadap isi akta, dengan demikian terhadap kebenaran isi akta pejabat atau akta relaas tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta tersebut palsu, sedangkan pada akta partij atau pihak kebenaran, isi akta partij dapat digugat tanpa menuduh kepalsuannya dengan menyatakan bahwa keterangan dari pihak tidak benar. Pembuatan akta, baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta otentik, yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan
Universitas Sumatera Utara
dan permintaan para pihak tidak ada, maka Pejabat Umum tidak akan membuat akta yang dimaksud.
C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Hal terpenting dalam masalah kekuatan pembuktian suatu akta otentik ialah kekuatan pembuktiannya yang lengkap. Bukti lengkap ialah bukti yang dapat menghasilkan kepastian yang cukup untuk mengabulkan akibat hukum yang dituntut oleh penggugat, tanpa mengurangi adanya kemungkinan bukti tentang kebalikannya. Menurut Pasal 1870 KUHPerdata, suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. 26 Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian sebagai berikut: 27 1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht) Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan kebasahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku 26
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 2005), hal.27 Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, op. Cit. hal.72-74
27
Universitas Sumatera Utara
sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keontetikan akta Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta sampai dengan akhir akta. 2. Formal (Formale Bewisjskracht) Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal bulan, tahun, waktu menghadap, dan para pihak yang menghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan
formalitas
dari
akta,
yaitu
harus
dapat
membuktikan
ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan waktu menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau kpeterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain,
Universitas Sumatera Utara
pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun. 3. Materill (Materile Bewijskracht) Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggungjawab para pihak sendiri. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka.
D. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Suatu Akta dapat Dibatalkan Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk syarat sahnya perjanjian-perjanjian harus memenuhi 4 syarat yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat perikatan 3. Hal yang tertentu 4. Adanya sebab yang halal Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian. Artinya, setiap perjanjian harus memenuhi 4 syarat di atas. Apabila ingin perjanjian yang sah, dari empat syarat pokok itu dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1. Kelompok syarat subjektif Yaitu kelompok syarat-syarat yang berhubungan dengan subjeknya, yang terdiri dari: a. Kesepakatan b. Kecakapan 2. Kelompok syarat objektif Yaitu kelompok syarat-syarat yang berhubungan dengan objeknya, yang terdiri dari: a. Hal tertentu b. Sebab yang halal Perbedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam 2 kelompok ini dikategorikan, apabila tidak memenuhi syarat kelompok subjektif maka perjanjian
tersebut
merupakan
perjanjian
yang
dapat
dimintakan
pembatalannya, sedangkan apabila tidak memenuhi syarat yang objektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
Para ahli hukum Indonesia umunya berpendapat, bahwa dalam hal syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukanlah batal demi hukum melainkan dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain, perjanjian ini sah atau mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan itu. 28 Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu akta dapat dibatalkan adalah sebagai berikut: 1. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Undang-Undang yang dimaksud disini adalah Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu pelanggaran terhadap ketentuanketentuan yang terdapat di dalam Pasal 84. Misalnya: o Ketentuan Pasal 52 UUJN No. 30 Tahun 2004 mengenai Notaris yang membuat akta untuk dirinya sendiri, istri dan keluarganya. o Ketentuan Pasal 44 UUJN No. 30 Tahun 2004 mengenai akta Notaris harus ditandatangani. 2. Adanya kesalahan ketikan pada salinan akta Notaris. Apabila ada kesalahan ketik pada salinan akta Notaris seharusnya kita kembali pada ketentuan Undang-Undang. Yang mempunyai nilai sebagai akta otentik sebetulnya adalah akta asli dari akta Notaris tersebut. Pasal 1888 KUHPerdata menentukan kekuatan pembuktian dari akta otentik ada 28
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal.45
Universitas Sumatera Utara
pada aslinya. Salinan akta hanya mempunyai kekuatan yang sama dengan akta aslinya apabila salinan tersebut sama dengan aslinya. Kalau ada salinan akta yang bunyinya tidak sama dengan aslinya (karena ada kesalah ketikan) maka yang bersangkutan dapat meminta kembali salinan yang sama bunyinya. Salinan yang salah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti. 3. Adanya kesalahan bentuk akta Notaris Kesalahan bentuk dari akta Notaris itu bisa terjadi seperti yang seharusnya berbentuk Berita Acara Rapat, oleh Notaris dibuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat. 4. Adanya kesalahan atas isi akta Notaris Kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar, tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar. Misalnya: o Yang bersangkutan mengaku bahwa perempuan yang dibawanya adalah istrinya, kemudian ternyata bukan istrinya. o Yang bersangkutan mengaku telah dewasa ternyata kemudian belum dewasa. o Yang bersangkutan mengaku sebagai Warga Negara Indonesia, kemudian ternyata Warga Negara Asing. o Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek perjanjian, yang dikemudian hari ternyata bukti palsu.
Universitas Sumatera Utara
5. Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta Yaitu perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Misalnya, seorang Notaris yang membuat suatu akta dimana Notaris mengetahui perbuatan hukum yang diinginkan dalam akta tersebut nyatanyata merugikan salah satu pihak. Dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Universitas Sumatera Utara