BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PARTAI POLITIK ISLAM
A. Definisi Politik dan Politik Islam Secara Umum A.1. Definisi Politik Politik dalam bahasa Inggris Politics yang berarti ilmu yang mengatur ketatanegaraan.1 Sedangkan dalam kamus politik,
ada
empat definisi politik; Satu. Perkataan “politik“ berasal dari bahasa Yunani dan diambil alih oleh banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Pada zaman klasik Yunani, negara atau lebih tepat negara-kota disebut polis.
Plato (± 347 sebelum Masehi)
menamakan bukunya tentang soal-soal kenegaraan politea, dan muridnya bernama Aristoteles (± 322 sebelum Masehi) menyebut karangannya tentang soal-soal kenegaraan Politikon. Maka “politik” memperoleh arti seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan. Politik mencakup kebijaksanaan atau tindakan yang bermaksud
mengambil
bagian
dalam
urusan
kenegaraan/
pemerintahan termasuk yang menyangkut penetapan bentuk, tugas dan lingkup urusan negara. Dua; “Politik” adalah masalah yang mencakup beraneka macam kegiatan dalam suatu sistem masyarakat yang
terorganisasikan
(terutama
negara),
yang
menyangkut
pengambilan keputusan baik mengenai tujuan–tujuan sistem itu
18
19
sendiri maupun mengenai pelaksanaannya.Tiga; “Politik” berarti sebuah kebijakan, cara bertindak dan kebijaksanaan. Empat; Dalam arti yang lebih luas “politik” diartikan sebagai cara atau kebijaksanaan (policy) untuk mencapai tujuan tertentu.2 Sedangkan menurut Bernard lewis kata “politik” sering diterjemahkan dengan kata siyasa, mungkin lebih tepat dirujukkan ke dalam bahasa Inggris sebagai statecraft yaitu cara menjalankan pemerintahan atau keahlian dan ketrampilan memerintah.3 Lain
lagi
dengan
pendapat
Miriam Budiardjo
yang
mengatakan bahwa “politik” (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan dan melaksanakan tujuan-tujuan dari sistim tersebut. Pengambilan keputusan (decisionmaking) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistim politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu .4 Sedangkan Mukhoyar berpendapat bahwa “politik” dapat didefinisikan dengan berbagai cara, tapi satu hal sudah pasti bahwa politik menyangkut kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan. Disamping berhubungan
itu,
dalam
dengan
pengertian cara
dan
sehari-hari, proses
politik
pengelolaan
juga suatu
pemerintahan suatu Negara (the act of human social control). Dengan demikian, politik merupakan suatu kegiatan penting,
20
sehingga banyak orang berpendapat bahwa olitik adalah ‘panglima”. Artinya politik sangat menentukan corak social, ekonomi, hukum dan berbagai aspek kehidupan lainnya.5 Menurut Deliar Noer “Politik” adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik juga menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (publik Goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagi pula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik. 6 Selain itu “politik” juga memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti itu tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itupun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.7
A.2. Definisi Politik Islam (Siyasah Syar’iyah / Fiqh siyasah) Kata siyasah berasal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus alMunjid dan Lisan al-Arab berarti mengatur, mengurus dan
21
memerintah.8 Siyasat bisa juga bermakna pemerintahan dan politik, atau membuat kebijaksanaan. Kata sasa sama dengan to gevern, to lead, siyasat sama dengan policy (of goverment, corprotion, etc).9 jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu mengatur, mengurus dan membuat
kebijaksanaan,
pemerintahan
dan
politik.
Artinya
mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai suatu tujuan adalah siyasah. Pada prinsipnya definisi-definisi tersebut diatas mengandung persamaan. Siyasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing mereka dalam kemaslahatan dan menjauhkannya dari kemadhorotan.10 Jadi politik Islam
juga mentukan corak sosial, ekonomi,
hukum dan berbagai aspek kehidupan
bernegara sebagaimana
sistem yang diatur dalam fiq siyasah. Dari definisi diatas dapat ditegaskan bahwa wewenang untuk membuat segala bentuk hukum, peraturan dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengaturan kepentingan negara dan urusan umat guna mewujudkan kemaslahatan umum terletak pada pemegang kekuasaan. Ada sebuah kaidah Siyasah yaitu:
22
Kemaslahatan yang umum didahulukan atas kemaslahatan yang khusus.11 Oleh sebab itulah segala bentuk hukum, peraturan dan kebijaksanaan siyasi yang dibuat oleh pemegang kekuasaan bersifat mengikat. Ia wajib ditaati oleh masyarakat selama produk tersebut secara substansial tidak bertentangan aturan hukum yang berlaku serta tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena pemerintah mempunyai hak untuk ditaati, firman Allah dalam surat An-Nisa’:59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri di antara kamu. (QS.An-Nisa’:59) Bila demikian maka Islam sebagai agama mencakup segala hal tentang aspek kehidupan juga memusatkan kajiannya pada bidang-bidang politik yang berhubungan dan berdasarkan pada ajaran Islam (fiqh siyasah). Namun demikian, nampaknya kebanyakan para penulis teori politik Islam terjebak dalam pandangan idealis historis, tanpa melihat realitas dan bagaimana cara mengaktualisasikan idealisme dan slogan - slogan idealnya. Akhirnya, konsep dan gagasannya hanya bertengger diatas menara gading secara sakral, tanpa pernah menyentuh bumi relitas, tidak di format dengan kemasan modern dan dapat menjawab persoalan sebagian mereka telah berusaha mengkaji konsep Islam tentang sistem pemerintahan dengan
23
kepatuhan pada eksperimen pertama itu, dengan pandangan bahwa ia merupakan eksperimen yang paripurna dan konstitusional seratus persen,
tanpa
memperhatikan
karakter
eksperimennya,
dan
bagaimana kondisi politik, sosial dan historis yang menjadi intrumennya. Sesungguhnya kebutuhan kita yang sangat mendesak kini adalah menemukan format teori politik yang integral”, yang dapat dikaji dan di Reformasi.12 Ini dilakukan agar setiap muslim menjadikan politik sebagai kegiatan integral dari kehidupan yang utuh dan sekaligus berfungsi alat dakwah Islamiyah. Hal itu tentu saja bukanlah politik sekuler, melainkan politik yang penuh komitmen kepada Allah. Sebab itulah kita mencoba memberikan makna yang pada akhirnya dapat di fahami dan dapat di impementasikan ke dalam kegiatannya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Namun demikian di kalangan Islam sendiri masih ada perbedaan pandangan tentang Islam dan politik, sehingga Munawir Sadjali mengklasifikasikan menjadi tiga aliran; Aliran pertama berpendapat ; Islam adalah sebuah agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara bernegara. Pada aliran ini umumnya berpendapat bahwa: 1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat sistem ketatanegaraan / politik. Oleh karena itu dalam bernegara
24
umat islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan islam, dan tidak perlu / meniru ketatanegaraan Barat. 2. Sistem ketatanegaraan / politik Islam yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan nabi Muhammad dan khulafa alRosyidin. Tokohnya, Hasan al-Banna, Sayid Qutb, Rasyid Ridha, almaududi) Aliran kedua : Islam adalah agama yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan sebagai tokohnya adalah ; Ali Abd al-Raziq dan Thoha Husain. Aliran Ketiga : Menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi aliran ini menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan maha penciptanya. Aliran ini berpendirian
bahwa
dalam
Islam
tidak
terdapat
sistem
ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.13
B.
Partai Politik B.1 Definisi Partai Politik Partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang seazas, sehaluan, dan setujuan terutama dibidang politik.14 Miriam Budiardjo berpendapat bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik
25
adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, yakni yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik- (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan–kebijaksanaan mereka.15 Lain halnya dengan Bambang Cipto yang mempunyai pandangan bahwa partai politik merupakan peralihan jangka panjang dari istilah fraksi yang jauh lebih tua umurnya, sifat peralihan ini menyebabkan
proses
pengakuan
masyarakat
politik
terhadap
keberadaan partai penuh dengan kesukaran dan rintangan16 Menurut Sumarno dan Yeni Lukiswara, Partai Politik merupakan sekelompok manusia yang mengorganisir dirinya dalam bentuk organisasi politik yang didasarkan pada suatu ideologi, dengan maksud untuk memperoleh atau merebut suatu kekuasaan didalam pemerintah.
Jadi
partai
politik
merupakan
perantara
yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah.17 Definisi lainnya dikemukakan oleh Cheppy Haricahyono, dalam bukunya “ilmu politik dan perspektifnya” mengatakan bahwa partai politik adalah sekelompok manusia yang secara bersama-sama menyetujui prinsip-prinsip tertentu untuk mengabdi dan melindungi kepntingan nasional.18
26
Sedangkan menurut Deliar Noer, Partai politik merupakan himpunan
orang-orang
yang
se-ideologi
atau
tempat/wadah
penyaringan dan pembulatan, serta tempat berkumpulnya orang – orang yang se-ide, cita-cita dan kepentingan.19 Jadi partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara, melalui pemilihan umum.20 Dari berbagai pengertian tentang politik, politik Islam dan partai politik maka dapat diketahui bahwa “partai politik Islam” yang penulis maksudkan adalah suatu kelompok orang-orang Islam yang terorganisir dalam suatu wadah organisasi yang meletakkan Islam (Qur’an dan Hadits ) sebagai dasar dan garis perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi, maupun ide dan cita-cita umat Islam dalam suatu negara. Atau dapat dikatakan bahwa “partai Islam” merupakan sekelompok orang yang beragama Islam kemudian membentuk sebuah organisasi politik, yang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai azas dalam menentukan vissi dan mssi perjuangan partai.
27
b. Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai landasan untuk kemantapan perjuangan partai c. Partai yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi dalam pembentukan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. d. Partai yang mempunyai program perjuangan untuk Islam, umat Islam, serta kemaslahatan umat, baik lewat jalur parlementer maupun ekstra parlementer. e. Partai mempunyai mempunyai basis pendukung, kader, dan partisan yang keseluruhannya beragama Islam Ciri diatas merupakan cirikhas partai politik Islam dan yang termasuk kategori partai Islam adalah partai Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Nahdlotul Ummah, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bintang Reformasi dan masih banyak lagi.
B.2 Fungsi Partai Politik Fungsi partai politik kalau menurut undang - Undang Tentang partai Politik Nomor 31 tahun 2002, partai politik berfungsi ;21 a. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
28
b. Penciptaan yang kondusif dan program konkrit serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat c. Penyerap,
penghimpun,
dan
penyalur
aspirasi
politik
masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. d. Partisipasi politik warga negara; dan e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme
demokrasi
dengan
memperhatikan
kesetaraan gender. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo fungsi partai politik dibagi menjadi empat; 22 1. Partai sebagai sarana komunikasi politik Ini maksudnya bahwa tugas partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (Interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratu. Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan“ (Interest articulation).
29
Partai Islam dalam mengemban visi dan missi partai tentunya menjadikan partai sebagai sarana untuk membangun sarana komunikasi yang efektif dalam menyalurkan aspirasi rakyat khususnya aspirasi umat Islam. 2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik Dalam
usaha
menguasai
pemerintahan
melalui
kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin sehingga partai harus memberikan image memperjuangkan kepentingan umum. Partai yang mempunyai basis massa kaum Muslimin dalam perjuangannya memperoleh kedudukan diparlemen ini maksudkan supaya aspirsi masyarakat Islam dalm diakomodir diparlemen dan ini merupakan perjuangan parlementer. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah, pelatihan kader, penataran dan sebagainya. 3. Partai politik sebagai pengatur konflik Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai
terjadi
konflik,
partai
politik
berusaha
untuk
mengatasinya. Namun praktek dilapangan justru sebaliknya, justru informasi yang diberikan menimbulkan kegelisahan dan perpecahan masyarakat, yang dikejar bukan kepentingan
30
nasional akan tetapi kepentingan partai, terjadi pengkotakan politik, konflik tidak diselesaikan, akan tetapi malah dipertajam.
C. Kaidah-Kaidah Umum Yang Mendasari Teori Politik Islam C.1 Prinsip-prinsip Politik Islam Menurut Sujuthi Pulungan dalam bukunya “Fiqh Siyasah (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran)” menjelaskan bahwa prinsip-prinsip politik Islam adalah: 1. Prinsip kesatuan dan persatuan umat Firman Allah :
“Manusia itu adalah umat yang satu”(QS. Al-Baqarah:213) 2. Prinsip menegakkan kepastian hukum dan keadilan Firman Allah :
“Sesungguhnya Allah menyruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil “ (QS.AlNisa’:58) 3. Prinsip Kepemimpinan Firman Allah :
31
“ Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatlah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu.” (QS.Al-Nisa’:59)
“Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (QS.Al-Sya’ara’ : 150-152) 4. Prinsip Musyawarah. Firman Allah :
“…bermusyawarahlah kalian dalam segala urusan “(QS.Al-Imran : 159) Firman Allah yang lain :
“ Juga mereka yang suka mematuhi seruan Tuhannya, mengerjakan Shalat, menyelesaikan setiap persoalan antar sesamanya secara bermusyawarah, manafkahkan rizki yang telah Kami berikan kepadanya” (QS. Asy-Syura:38) 5. Prinsip persaudaraan
32
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaknalah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat “ (QS.Al-Hujurat:10) 6. Prinsip tolong menolong Firman Allah:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan ) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran“ (QS.Al-Maidah:2 7. Prinsip berpendapat dan berserikat Firman Allah:
“Siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia ubah dengan tangannya, jika ia tidak mampu dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan lisan maka dengan hatinya dan yang demiian adalah selemah-lemah Iman” (HR.Ahmad).23 C.2 . Landasan Filosofis Berdirinya Partai Islam Teori politik Islam harus bertolak dari kaidah - kaidah umum, yakni kebebasan, kesetaraan, keadilan dan supremasi hukum juga konsistensi terhadap prinsip pemilihan pemimpin, bahwa pemerintah
33
adalah pelaksana hukum dan perundang-undangan, pelindung agama dan bertanggung jawab kepada rakyat. Diantara hak rakyat adalah memberi nasehat, mengevaluasi memecat dan menggantinya jika diperlukan. Sistem politik harus harus tegak diatas prinsip syuro, dan syuro menjadi sesuatu yang harus di tegakkan oleh penguasa. Sistem politik Islam harus memuat persepsi yang jelas tentang kebebasan politik, aktifitas politik, partai politik, kritik politik, kebebasan pers, kedudukan wanita, sistem sosial, ekonomi, pemerataan, kelayakan, independensi peradilan.24 Jika demikian maka perlu juga diketahui beberapa hal yang menjadi landasan filosofis berdirinya partai Islam,yaitu : a. Kenyataan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi yaitu: memelihara, mengatur dan memakmurkan bumi yang merupakan aktifitas politik yang paling otentik. b. Universalitas Islam telah menjadi inti pemhaman kaum muslimin terhadap konsep-konsep islam dalam seluruh dimensinya. “islam adalah sistem hidup yang universal, mencakup seluruh aspek, Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat dn keadilan, kebudayaan dan perundangundangan, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan fikroh, akidah yang lurus dan ibadah yang benar-benar keuniversalan itu sebagai inti dan pokok-pokok ajaran islam yang bernilai perintah kepada
34
kaum muslimin untuk diterapkan secara utuh. Islam adalaha suatu tata hidup yang meliputi agama, politik, negara, dan masyarakat.25 Selain itu sistim Politik apabila dikaitkan dengan negara maka sistim politik adalah sebuah konsep yang diterapkan pada situasi konkrit seperti negara. Menurut Miriam Budiarjo sistim politik ini berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat.26 Salah satu aspek penting dalam sistim politik adalah budaya politik (Political culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Budaya politik adalah keselurusan dari pandangan-pandangan politik, seperti; norma-norma, pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya. Bentuk dari budaya politik dalam suatu masyarakat politik di pengaruhi antara lain oleh sejarah perkembangan dari sistim, oleh agama yang terdapat dalam masyarakat itu, kesukuan, status sosial, konsep mengenai kekuasaan, kepemimpinan dan sebagainya. Umumnya dianggap bahwa dalam sistim politik terdapat empat variabel: 1. Kekuasaan ; sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. 2.
Kepentingan ; tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik.
35
3.
Kebijaksanaan ; hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan
4.
Budaya politik ; orientasi subyektif dari individu terhadap sistim politik.27 Karena beberapa hal itulah maka partai politik Islam mempunyai tujuan untuk membentuk pemerintahan Indonesia yang berdasarkan ajaran Islam yang kafaah. Sehingga segala kebijakan yang bersangkutan dengan negara dan masyarakat diselesaikan secara musyawarah yang merupakan identitas dan perintah Allah dalam al-Qur’an. Sebanarnya Islam merupakan ajaran yang komprehensif dimana didalamnya juga mengatur banyak hal tentang, ubudiyah, kemaslahatan umat (pranata sosial), serta untuk tentang prinsip-prinsip kenegaraan. Kendati demikian, kelemahan dari partai Islam terletak pada tingkat organisasi, selain itu Deliar Noer dalam penelitiannya berasumsi bahwa ciri partai negara berkembang pada umumnya tidak kompetitif figur).
dan cenderung pada popularitas tokoh (publik
36
Catatan Akhir:
1
Wojo Wasito dan Poerwadaminta, Kamus Indonesia/Indonesia Inggris), Bandung : HASTA, 1980, hlm 152 2
Lengkap
(Inggris-
Marbun. BN, Kamus Politik, Jakarta : Pustaka Sinar harapan, 2004, hlm 144-
145 3
Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam (terjemahan Ihsan Ali Fdauzi), Jakarta : 1994, hlm 178. 4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 1993, hlm 8
5
Mukhoyar HS, Reformulasi Pemahaman Islam aspek politik, (Al-Ahkam), Fakultas syari’ah IAIN Walisongo semarang : edisi 2, 1990, hlm 14 6
Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Medan : Dwipa, 1965, cet.I. Hlm
7
Ibid, hlm. 8
56
8
Lois Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughat Wa Al-A’alam, Beirut : Dar al-Masyriq, 1986, hlm.362 lihat juga Abu al-fadhl al-Din Muhammad bin Mukram bin Manzhur, lisan al-Arab, Vol.VI, Beirut : Dar Shadir, 1968, hlm 108 9
Haris Sulaiman al-Faruqi, Al- Mu’jam Al-Qanuni, Beirut : Maktabat Lubnan 1983, hlm. 185 10
J. Sujuti Pulungan, Fiqh Siyasah (ajaran, sejarah dan pemikiran), Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hlm 25 11
Ibid, hlm 37.
12
Musthofa Muhammad Thahan, Rekonstruksi Pemikiran menuju gerakan Islam Modern, ( terjemahan; jasinan LC), Solo : Era Intermeda, 1997, hlm 48 13
Munawir Sadzali, Islam dan Tatanegara, (Ajaran, sejarah, dan pemikiran), Jakarta : UI-press, 1990, hlm.1-2 14
Kamus Politik, Op. Cit Hlm 402
15
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, cet-XIX, 1993, hlm 160 16
Bambang Cipto, Prospek dan Tantangan Partai Politik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, hlm 7
37
17
Sumarno dan Yeni R.Lukiswara, Pengantar Study Ilmu Politik, Bandung : Citra Adtya Bakti, 1992, hlm 62 18
Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik Dan Perspektifnya, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1991, hlm 192. 19
Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Jakarta : Rajawali, 1983, hlm
209 20
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2002 “Tentang Partai Politik”, Yogyakarta, 2003, hlm 8 21
Ibidt, hlm 8
22
Miriam Budiarjo, Op. Cit. hlm 163-164
23
Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid III, hlm 20
24
Ibid
25
Nur Mahmudi Isma’il, M. SC, Memilih Partai (visi, misi dan persepsi), Jakarta : Gema Insani Press, 1998, hlm. 34 26
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta : cet-XIX, 1993, hlm 47 27
Ibid