BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BUDAYA TIDAK BERWUJUD ( INTANGIBLE CULTURAL )
A. Kebudayaan A.1 Pengertian Kebudayaan Pengertian secara harafiah serta batasan – batasan yang dikemukakan oleh para sarjana atau dari ketentuan perundang – undangan adalah penting untuk diuraikan di dalam setiap usaha untuk menelaah serta menyelidiki sesuatu hal tertentu sehingga lebih mudah untuk memahami dan menelaah suatu permasalahan yang ada. Adapun kata kebudayaan = cultuur (Bahasa Belanda) = culture (Bahasa Inggris) = tsaqafah (Bahasa Arab), berasal dari perkataan Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah, atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal – hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi – daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya
Universitas Sumatera Utara
dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa tersebut. 7 Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.Taylor, yang menulis dalam bukunya : “Primitve Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Definisi lain dikemukakan oleh R.Linton dalam buku : “The Cultural background of personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur – unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. 8 Di samping definisi – definisi tersebut di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana – sarjana Indonesia, seperti : 1) Sutan Takdir Alisyahbana Kebudayaan adalah manifestasi dari suatu bangsa. 2) Dr. Moh. Hatta Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. 3) Mangunsarkoro Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas – luasnya.
7
8
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, Jakarta,1965,hal. 77-78.
http://el-fayyaza.blogspot.com/
Universitas Sumatera Utara
4) Haji Agus Salim Kebudayaan adalah merupakan persatuan istilah budi dan daya menjadi makna sejiwa dan tidak dapat dipisah – pisahkan. 5) Koentjaraningrat Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi mengatakan bahwa menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 9 Koentjaraningrat (1983) membagi kebudayaan atas 7 unsur: a. bahasa, b. sistem pengetahuan, c. organisasi sosial, d. sistem peralatan hidup dan teknologi, e. sistem mata pencaharian hidup, f. sistem religi, dan g. kesenian. Kesemua unsur kebudayaan tersebut mewujud ke dalam bentuk sistem budaya/adat – istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan), dan unsur – unsur kebudayaan fisik (benda kebudayaan) 10
9
http://agushidayat89.blogspot.com/2009/06/hakekat-manusia-dan-kebudayaan.html
10
Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari – hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda – benda yang bersifat nyata, misalnya pola – pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain – lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu umat manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, meliputi : a. Kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah) yang meliputi benda – benda ciptaan manusia, misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain – lain. b. Kebudayaan non materiil (bersifat rohaniah) yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan dan sebagainya. 2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis) melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar. 3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. 11
11
Amir Purba, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Medan:Pustaka Press), 2006, hal.107.
Universitas Sumatera Utara
A.2 Pengertian Kebudayaan Nasional Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional
dalam
segenap
bidang
kehidupan
bangsa.
Dengan
demikian
Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. 12 Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai – nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila. Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak – puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan 12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukukungnya, Semarang, Hal 41-42.
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak – puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. 13 Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh – tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang. Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan – kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak – puncak di daerah – daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan
13
http: // redu4nebarkaoi.com/ author/ redu4nebarkaoi/ Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Universitas Sumatera Utara
bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. 14 Warisan Budaya diartikan oleh Davidson sebagai “ Produk atau hasil budaya fisik dari tradisi – tradisi yang berbeda dan prestasi – prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadai elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa”. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible), dan nilai budaya (intangible), dari masa lalu. Warisan budaya adalah salah satu bagian dari Pusaka suatu bangsa, yaitu Pusaka Budaya. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri – sendiri, sebagai kesatuan Bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjanag sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible), dan pusaka tidak berwujud (intangible).
A.3 Pengertian Budaya Tidak Berwujud Pengertian budaya tidak berwujud sebagaimana yang tertulis dalam Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage Pasal 2 ayat (1) adalah :
14
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional, Kongres Kebudayaan 1991 : Kebudayaan Nasional Kini dan di Masa Depan, Jakarta, 1992, hal.247
Universitas Sumatera Utara
For the purposes of this Convention, The “intangible cultural heritage” means the practices, representations, expressions, knowledge, skills – as well as the instruments, objects, artefacts and cultural spaces associated therewith – that communities, groups and, in some cases, individuals recognize as part of their cultural heritage. This intangible cultural heritage, transmitted from generation to generation, is constantly recreated by communities and groups in response to their environment, their interaction with nature and their history, and provides them with a sense of identity and continuity, thus promoting respect for cultural diversity and human creativity. For the purposes of this Convention, consideration will be given solely to such intangible cultural heritage as is compatible with existing international human rights instruments, as well as with the requirements of mutual respect among communities, groups and individuals, and of sustainable development. 15
(“Warisan budaya tidak berwujud” adalah berbagai praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan : serta instruemn – instrument, obyek, artefak dan lingkungan budaya yang terkait meliputi berbagai komunitas, kelompok, dan dalam berbapa hal tertentu, perseorangan yang diakui sebagai warisan budaya mereka. Warisan budaya tidak berwujud ini, diwariskan dari generasi ke generasi, secara terus – menerus diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksi mereka dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka makna jati diri dan keberlanjutan, 15
http://portal.unesco.org/en/ev.phpURL_ID=17716&URL_DO=DO_TOPIC&URL_SEC TION=201.html
Universitas Sumatera Utara
untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia. Untuk maksud – maksud Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada warisan budaya tidak berwujud yang selaras dengan instrumen – instrumen internasional yang mengenai hak – hak asasi manusia, serta segala persyaratan saling menghormati antar berbagai komunitas, kelompok dan perseorangan, dan pembangunan yang berkelanjutan.) Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga,yaitu: a. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala – kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku – buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut
b. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas – aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
Universitas Sumatera Utara
pola – pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari – hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
c. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal – hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. 16 Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama: a. Kebudayaan material Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan – temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang –
16
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
Universitas Sumatera Utara
barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
b. Kebudayaan nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan – ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
B. Ruang Lingkup Budaya Tidak Berwujud Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Harsya
Bactiar
mengemukakan
bahwa
ilmu
dan
pengetahuan
dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu : 1. Ilmu – ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu – ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan – keteraturan
itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil
analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100% benar dan 100% salah.
Universitas Sumatera Utara
2. Ilmu – ilmu sosial ( social scince ) . Ilmu – ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan – keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu – ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100% benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia ini tidak dapat berubah dari saat ke saat. 3. Pengetahuan budaya ( the humanities ). Bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan – kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan – kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti. Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian (disilpin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi – bagi lagi ke dalam berbagai hiding keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik,dll. 17 Di dalam Convention for the Safeguarding of the Intangible Culltural Heritage (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Berwujud) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan budaya tidak berwujud seperti tercantum dalam pasal 1 konvensi ini adalah sebagai berikut :
17
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/pengertian-tujuan-dan-ruang-lingkup-ilmubudaya-dasar-2/
Universitas Sumatera Utara
Warisan budaya tak berwujud sebagaimana dalam ayat (1), diwujudkan antara lain di bidang – bidang sebagai berikut : a. Tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya tak benda; b. Seni pertunjukan; c. Adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan – perayaan; d. Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; e. Kemahiran kerajinan tradisional. Adapun beberapa contoh warisan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia adalah sebagai berikut : a. Tari – tarian. Misal : Tari Pendet, Tari Remo, Tari Lilin, Tari Jaipong, Tari Kecak, dll. b. Candi Misal : Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Mendut, dll. c. Lagu Daerah Misal : Sayonara, Soleram, Ampar – ampar pisang, Apuse, dll. d. Masakan Misal : Tumpeng, Rendang, Gudeg, Lodho, Soto, Sate, Ruja, dll. e. Pakaian adat Misal : Baju Bodho, Kebaya, Jarit, Kain Songket, Batik, dll. f. Upacara adat Misal : Ngaben, Kasodo, Sekaten, Larung Sajen, Nyadran, dll.
Universitas Sumatera Utara
g. Alat musik daerah Misal : Angklung, Seruling, Tifa, Rebana, Kulintang, Gamelan, dll. h. Rumah adat Misal : Joglo, Gadang, Limas, dll.
C. Tujuan Perlindungan Budaya Tidak Berwujud Yang dimaksud dengan perlindungan dalam hal ini menurut Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tidak Berwujud adalah : Pasal 2 ayat (3) : "Perlindungan" adalah tindakan – tindakan yang bertujuan memastikan kelestarian warisan budaya tidak berwujud, termasuk identifikasi, dokumentasi, penelitian, preservasi, perlindungan, pemajuan, peningkatan, penyebaran, khususnya melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal, serta revitalisasi berbagai aspek warisan budaya tersebut. ("Safeguarding" means measures aimed at ensuring the viability of the intangible cultural
heritage,
including
the
identification,
documentation,
research,
preservation, protection, promotion, enhancement, transmission, particularly through formal and non formal education, as well as the revitalization of the various aspects of such heritage. 18
18
http://portal.unesco.org/en/ev.phpURL_ID=17716&URL_DO=DO_TOPIC&URL_SEC TION=201.html
Universitas Sumatera Utara
C.1. Prinsip – Prinsip Dasar Konsep Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda Kata pelestarian sudah dikenal umum baik dikalangan akademis, birokrat, dan masyarakat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menurunkan tiga arti untuk kata “lestari”: a) seperti keadaan semula; b) tidak berubah; c) kekal. Ketiga arti kata ini mungkin masih tepat digunakan dalam pemahaman terhadap produksi budaya bersifat fisik (tangible) seperti Benda Cagar Budaya. Akan tetapi produk budaya yang bersifat tan benda (intangible) seperti dalam bentuk seni dan tradisi (yang lebih menekankan dalam bentuk ide, konsep, norma) ketiga arti tersebut sangat berlawanan dengan sifat seni dan tradisi yang hidup. Bila arti kata lestari itu kita terapkan kepada pelestarian seni maupun tradisi, maka kebudayaan suatu masyarakat akan tidak bergerak, tidak hidup sejajar dengan perkembangan budayanya. Sebab kesenian, maupun tradisi apapun tidak ada tidak mengalami perubahan.
Universitas Sumatera Utara
Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menurunkan tiga kata “melestarikan” yaitu : (1) menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah; (2) membiarkan tetap seperti keadaan semula; (3) mempertahankan kelangsungan (hidupnya). Arti yang pertama dan kedua tidak mengembangkan kreativitas seni, maupun tradisi. Sedangkan arti yang ketiga masih dapat ditafsirkan bagaimana kreativitas seni maupun tradisi berkiprah untuk melangsungkan hidup suatu jenis kesenian maupun tradisi lainnya. Bagi masyarakat yang mengartikan pelestarian sebagai usaha dalam membuat sesuatu tidak berubah, seperti keadaan semula, mungkin produk budaya harus seperti keadaan semula. Peninggalan budaya nenek moyang yang berupa fisik (Benda Cagar Budaya) sajalah yang cocok diperlakukan seperti itu. Misalnya candi, pura, puri, rumah adat, keris, peralatan dari perunggu, atau mas dan perak dan lain sebagainya. Tetapi tidak untuk tari, sastra, musik, tatacara, upacara dan lain sebagainya. Golongan yang kedua ini ada yang memang harus memeng dijaga kelestariannya sedapat mungkin, tetap digunakan sebagai bahan baku karya seni baru. Artinya pelestarian yang dimaksudkan dalam hal ini adalah membuat sesuatu berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
C.2. Memahami Konsep Tradisi dalam Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda Dalam percakapan sehari – hari “tradisi” sering dikatikan dengan pengertian kuno, ataupun dengan sesuatu yang bersifat sebagai warisan nenek moyang. Edward Shils dalam bukunya yang berjudul Tradision (1981) telah membahas pengertian “tradisi” itu secara panjang lebar. Pada intinya ia menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah sesuatu yang statis. Kalau kita berbicara tradisi hal – hal yang harus diperhatikan : 1. Waktu/masa. Arti yang paling dasar dati kata tradisi, yang berasal dari kata trditium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini. Dari arti dasar ini dapat dipermasalahkan selanjutnya, seberapa panjangkah waktu/masa yang menjadi satuan untuk melihat penerusan tradisi tersebut. Ternyata panjangnya waktu/masa ini relatif. Satuan masa itu bisa sangat panjang seperti misalnya suatu zaman yang ditandai oleh sistem kepercayaan atau sistem sosial yang berbeda. Contoh dari satuan yang sangat panjang ini terdapat pada ungkapan seperti: “Penghormatan kepada raja pada jaman Islam di daerah itu untuk sebagian masyarakat masih meneruskan tradisi zaman Hindu – Budha”. Satuan masa itu dapat pula lebih pendek, misalnya meliputi masa pemerintahan seorang raja, seperti yang dapat dicontohkan oleh ungkapan : “Sultan HB IX
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan tradisi tari Yahya dengan menciptakan Beksan Golek Menak sebagai varian tekhnik baru atas dasar tehnik tari Yogya yang telah mantap” Disamping satuan – satuan masa yang kurang lebih berkaitan dengan kesatuan – kesatuan politis kenegaraaan itu, istilah tradisi juga dapat digunakan untuk satuan yang lebih kecil, seperti angkatan murid dalam suatu sekolah. 2. Batas wilayah cakupan. Tradisi itu, disamping dapat dibahas dari sudut panjangnya rentang waktu yang diliputinya, juga dapat dilihat dari segi batas – batas wilayah cakupnya. Suatu tradisi dapat dilihat sebagaian mempunyai pusat tertentu, dan dari pusat itulah
ia
memancarkan,
selama
proses
pemancaran
itu
dapat
terjadi
penganekaragaman variasi. Semakin kepinggir semakin banyak perbedaan dengan apa yang terdapat di pusat tradisi. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara pusat dan pinggir itu tidak selalu ditentukan oleh geografis, melainkan juga oleh tingkat sarana komonikasi antara keduanya, baik dalam hal kecepatannya maupun ketepatannya. Dikawasan pinggiran terdapat kemungkinan untuk membaurnya ciri – ciri berbatasan pinggiran. Pembauran antar tradisi di kawasan pinggir (dari dua tradisi berdampingan) itu cenderung bersifat evolusionistik dan tanpa dorongan niat – niat pembaruan secara sadar. Tumbuhnnya tradisi khas perbatasan ini tampak misalnya pada apa yang terdapat di Bali dan Sasak seperti tradisi lisan Cakepung dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pertemuan tradisi dan pusat tradisi. Berbeda dengan itu adalah pertemuan dua tradisi yang terjadi di pusat. Masuknya suatu pertemuan dua tradisi biasanya terlihat dengan jelas sebagai perhadapan dua tradisi yang berbeda. Apa yang berasal dari luar diterima sebagai suatu warisan baru yang tiba – tiba datang. Masuknya tradisi baru itu mempunyai tiga kemungkinan akibat : a) yang baru itu menjadi satu khasanah tambahan disamping yang lama; b) yang baru itu memberi pengaruh ringan kepada tradisi setempat yang telah mengakar, tanpa mengubah citra dasar tradisi setempat itu ; c) tradisi baru berpengaruh cukup kuat terhadap tradisi lama dalam bidang yang sama, sehingga menjadi suatu bentuk baru. Contoh kuat yang dirasakan pada masyarakat Bali yaitu sistem pembakaran mayat dari menggunakan kayu api ke teknologi kompor. 4. Perubahan Suatu hal yang perlu disadari dalam melihat masalah tradisi ini adalah kenyataan bahwa sesungguhnya dalam rangka perjalanan suatu tradisi senantiasa terjadi perubahan internal. Kalau perubahan itu masih dirasakan berada dalam batas – batas toleransi, maka orang merasa atau beranggapan bahwa tradisi yang ini seharusnya membuka mata untuk mengakui bahwa memelihara tradisi, atau ketakanlah memelihara warisan budaya bangsa pada khususnya, tidak harus berarti membekukannya.
Universitas Sumatera Utara
C.3. Memahami Konsep Sejarah dalam Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda Dalam memahami sejarah bangsa tercakup dua pengertian di dalamnya yaitu masa lampau dan rekontruksi tentang masa lampau. Masa lamapau hanya terdapat dalam ingatan orang – orang (ingatan kolektif) yang pernah mengalaminya. Kenyataan ini baru bisa diketahui oleh orang lain apabila diungkapkan kembali dengan adanya komonikasi dan dokumentasi yang menjadi kisah atau gambaran tentang peristiwa masa lampau. Proses ini disebut rekontruksi sejarah atau dalam ilmu sejarah disebut dengan Historiografi. Dalam pengelolaan pelestarian sejarah, bukan sejarahnya maupun peristiwanya yang harus dilestarikan. Melainkan nilai – nilai sejarah yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah cukup sekali terjadi, akan tetapi nilai – nilai dari peristiwa tersebut akan hidup sepanjang jaman. Hal ini sangat dipengaruhi oleh umat manusia sebagai cermin hidup. Di dalam pengelolaan pelestarian yang sifatnya tak berwujud yang diharapkan adalah menghasilkan : 1. Kualitas produk budaya ( bukan jumlah produk budaya). 2. Konsep – konsep , nilai – nilai, norma – norma. 3. Pencitraan suatu pemikiran dari suatu masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan. 4. Untuk menghasilkan pengelolaan pelestarian yang optimal tentu didasari oleh kajian.
Universitas Sumatera Utara