16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTAHANAN NEGARA.
A. Pengertian Pertahanan Negara Sebelum masuk pada uraian tentang Pertahanan Negara, terlebih dahulu akan dikemukakan uraian tentang Pertahanan Negara secara umum. 1. Pengertian Pertahanan Secara etomologis “pertahanan” bentuk dari kata kerja “tahan” atau “menahankan” artinya memasang jerat (kubu, belat, dan sebagainya).1 Sedangkan “pertahanan” mempunyai arti
1). Perihal bertahan
(mempertahankan), 2). Pembelaan (negara dan sebagainya), kubu atau benteng (yang dipakai untuk membela diri atau menangkis serangan).2 Apabila menggunakan kata “ketahanan” maka dapat bermakna, perihal tahan (kuat), kekuatan (hati, fisik), kesetaraan. Ada sedikit persamaan makna dengan kata “mempertahankan” yang bermakna 1). Mengusahakan supaya tidak berubah dari keadaan semula, 2). Membela; memegang teguh-teguh, 3). Menjaga atau melindungi supaya selamat. 2. Pengertian Negara Negara dapat diartikan melalui bermacam-macam pendapat, salah satunya menyatakan bahwa negara merupakan suatu organisasi bangsa, yang
1
perlu
adanya
untuk
mengatur
hidup
bersama.
Terdapat
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed II, Cet. III, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, hlm. 990. 2
Ibid.
17
keanekaragaman itu antara lain disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau dari mana dan dalam kaitan apabila kita mengartikan negara itu. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pengertian lain mengenai negara, misalnya; 1). Negara dipandang sebagai suatu organisasi kekuasaan. Hal ini berarti bahwa negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang merupakan kedaulatan yang dengan kekuasaan atau pemerintahannya melaksanakan tata tertib atas suatu kelompok manusia dalam suatu daerah tertentu. Sebagai hasil tindakannya itu, sekelompok masyarakat akan berbuat sesuai dengan kehendak negara tersebut, 2). Negara dipandang sebagai suatu organisasi politik. Hal ini mengandung arti bahwa negara merupakan integrasi pokok dari kekuasaan politik itu. Disini negara lahir karena dia dapat memenuhi kebutuhan manusia akan pengaturan. 3). Ada pula memandang negara dari sudut organisasi kesusilaan. Dalam kaitan ini negara dikatakan sebagai kehendak kesusilaan, dan bukan sebagai penjelmaan kehendak mayoritas rakyat. Seorang tokoh pendukung Pandangan ini adalah Hegel, dan pahamnya ini mengilhami tumbuhnya para nasionalis di Jerman.3 Negara menurut Ibnu Taimiyah adalah sebuah kebutuhan manusia yang didasarkan pada wahyu, tetapi juga diperkuat oleh hukum alam atau akal yang melibatkan manusia untuk bergabung dan menjalin kerjasama.4
3 4
Ensklopedi Nasional Indonesia, Jilid II, Jakarta : Cipta Adi Pustaka, 1990, hlm. 61.
Muhammad Azhar, Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam Dan Barat, Ed. I, Cet. II, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 97.
18
Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Khaldun, bahwa peranan politik dalam kehidupan masyarakat atau bernegara amat penting dan menentukan kehidupan politik hanya dimiliki manusia, binatang dan makhluk lain tidak mempunyai kehidupan seperti itu, karena itu sudah semestinya kalau manusia itu menghadapi kehidupan politik dan dimensidimensi terbaik.5 Dalam sejarah Islam, Rasulullah saw telah memperkenalkan kepada kita prinsip pertahanan negara, pada ketetapan Piagam Madinah6 terkandung dalam pasal-pasal 24, 34, 37, dan 38 yang menyatakan adanya "hak dan kewajiban umum" segenap rakyat Madinah yang terdiri dari komunitas muslim Makkah (kaum Muhajirin) dan kaum muslim Madinah (kaum Anshar), serta komunitas lain yang tersisa seperti; Bani 'Auf, Bani Al-Harits (dari warga Al-Khazraj), Bani Sa'adah, Bani Jusyam, Bani AnNajjar, Bani Amr bin 'Auf, Bani An-Nabit, Bani Al-Aus,7 dalam usaha mewujudkan pertahanan bersama-sama mengeluarkan belanja perang
5
Ibid. hlm.100.
6
Adalah perjanjian (treaty) yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw bersama antara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar di Madinah, sebagai komunitas Islam disatu pihak dan antara kaum lain agar mereka terhindar dari pertentangan suku serta bersama-sama mempertahankan keamanan kota Madinah dari serangan musuh untuk hidup berdampingan secara damai sebagai inti dari persahabatan, antara kaum Muhajirin dan Anshar sebagai komunitas Islam di satu pihak dan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi serta sekutu-sekutu mereka di pihak lain. Mengenai kapan penyusunan naskah piagam tersebut tidak didapatkan data tentang ketentuan yang pasti, apakah tahun pertam Hijriyah atau sebelum perang Badar, dan atau sesudahnya. Menurut Watt sarjana umumnya berpendapat bahwa piagam tersebut dibuat pada permulaan peride Madinah, tahun pertama Hijriyah. (Lihat, Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip pemerintahan dalam piagam Madinah, ditinjau dari Pandangan Al-Qur'an, Ed.I, Cet.II, Jakarta : Raja Grafindo Persada,1996, hlm.88-113). 7
Munawir Sjadzali,M.A, Islam dan Tata Negara, Cet II, Jakarta, UI-PRESS, 1990,
hlm.11.
19
selama mereka menghadapi perang bersama untuk mempertahankan kota Madinah. Tujuan lain yang dapat dipahami dari ketetapan tersebut adalah pertama, mempertahankan kedaulatan negara Madinah yang setiap saat bisa diancam oleh musuh-musuh Islam dari dalam dan luar; dan kedua, menciptakan rasa aman bagi Nabi dan pengikutnya bagi kepentingan pengembangan pengaruh Islam di Jazirah Arab. B. Definisi Sistem Pertahanan Negara Pertahanan negara atau ketahanan nasional adalah sama arti dan sebagai istilah, juga pengertian yang masih sangat muda, sebagai suatu konsepsi, perkembangannya baru dimulai dirasakan sekitar tahun 1960-an. Sejak permulaan tahun 1962 terlihat adanya usaha yang secara khusus diselenggarakan untuk memperkembangkan pada gagasan ketahanan nasional itu. Yang dimaksud sistem pertahanan negara adalah bahwa secara etimologi sistem adalah ; satu : seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas ;
pemerintahan negara
(demokrasi, otoriter, parlemen, dan sebagainya).8
8
Depdibud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed XI, Cet III, Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hlm.849.
20
Dalam pekerjaan persiapan panitia pendirian lembaga pertahanan nasional sekitar waktu itu, terlihat adanya hasrat yang kuat untuk mengkaji lebih lanjut pola gagasan tersebut, agar kemudian dapat ditemukan dan disusun pola pelaksanaan berikut program penyelenggaraannya. Demikianlah lembaga pertahanan nasional (Lemhanas) dimaksudkan agar dapat menjadi wahana untuk memperkembangkan konsepsi pertahanan negara.9 Sebagaiamana pola gagasan pertahanan negara itu, menempatkan diri sebagai suatu “gejala sosial” seperti halnya dengan gejala sosial pertahanan negara didalam tiga unsur dasar, yaitu: 1. Isi
: Ajaran (lehre)
2. Wadah
: Perawakan (orgasition); dan
3. Tatalaku
: Rule of conduct (verhalten weise)
Dalam unsur-unsur dasar isi (ajaran) itu biasanya dapat ditemukan adanya tiga unsur perinciannya, yaitu: a). Cita-cita (Esehatologie), b). filsafat (Philosophie), yang menunjukkan “pola penilaian” terhadap segala sesuatu, c). tata kerja (Methodologie Des Wirkns), yang menunjukkan cara kerjanya untuk mencari tujuan. Untuk istilah pertahanan negara, perincian definisinya sudah dijelaskan lebih awal, yang mempunyai arti perihal tahan (kuat); kekuatan hati; kebetahan, bangsa Indonesia, yang telah menegara dalam republik Indonesia, dalam rumusan pengertiannya yang bersifat lebih umum, sehingga
9
Lemhannas, Bunga Rampai Ketahanan Nasional, Jilid XI a, Jakarta : Amesko, 1983,
hlm.113.
21
mungkin dapat diterapkan kepada bangsa lain, pertahanan negara dapat dirumuskan sebagai :10 “Daya tahan dan kedaulatan suatu bangsa, yang mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman, baik dari dalam maupun dari luar, yang lansung maupun tidak langsung membahayakan kehidupan bangsa dan negara”
Berlandaskan rumus umum, jika diterapkan kepada Indonesia, maka akan diperoleh rumusan pertahanan negara Indonesia adalah: “Daya tahan keuletan bangsa Indonesia, yang mengandung kemampuan untuk memeperkembangkan kekuatan negara Indonesia dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kehidupan bangsa dan negara Indonesia” Jika pengertian tersebut diatas dipadukan dengan rumus umum, maka menjadi jelaslah apa yang dimaksud dengan sistem Pertahanan Negara Indonesia pada khususnya. C. Perlindungan Masyarakat Islam Bagi Negara Dalam kehidupan suatu negara aspek Pertahanan Keamanan merupakan faktor yang sangat dominan dalam menjamin kelangsungan hidup bernegara, dengan ditunjang oleh kesadaran warga dalam mempertahankan dan melindungi negaranya sendiri. Dengan latar belakang sasaran dan tujuan negara adalah, pertama,11 terciptanya keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.12 Firman Allah SWT.
10
Ibid, hlm.117.
22
ﻂ ِﺴ ْ ﺏ ﻭَﺍﹾﻟﻤِﻴﺰَﺍ ﹶﻥ ِﻟَﻴﻘﹸﻮ َﻡ ﺍﻟﻨﱠﺎﺱُ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘ َ ﹶﻟ ﹶﻘ ْﺪ ﺃﹶﺭْﺳَﻠﹾﻨَﺎ ﺭُﺳُﹶﻠﻨَﺎ ﺑِﺎﻟﹾﺒَﻴﱢﻨَﺎﺕِ َﻭﹶﺃْﻧ َﺰﹾﻟﻨَﺎ َﻣ َﻌﻬُﻢُ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘَﺎ (٢٥ :ﺱ )ﺍﳊﺪﻳﺪ ِ ﺱ َﺷﺪِﻳ ٌﺪ َﻭ َﻣﻨَﺎِﻓﻊُ ﻟِﻠﻨﱠﺎ ٌ ﺤﺪِﻳ َﺪ ﻓِﻴ ِﻪ َﺑ ﹾﺄ َ َﻭﹶﺃْﻧ َﺰﹾﻟﻨَﺎ ﺍﹾﻟ “Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia”. (al-Hadid: 25)13 Kedua, menegaskan sistem berkenaan dengan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat melalui segala daya dan cara yang dimiliki oleh pemerintah, yakni sistem yang membentuk sudut terpenting dalam kehidupan Islam, agar negara menyebarkan kebaikan dan kebijikan dan memerintahkan yang ma’ruf, sebagai tujuan utama kedatangan Islam kedunia, dan agar negara memotong akar-akar kejahatan, mencegah kemungkaran yang merupakan sesuatu yang paling dibenci oleh Allah SWT. Firman Allah SWT :
ﻑ َﻭَﻧ َﻬﻮْﺍ ِ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ َﻭﺀَﺍَﺗﻮُﺍ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ َﻭﹶﺃ َﻣﺮُﻭﺍ ﺑِﺎﹾﻟ َﻤ ْﻌﺮُﻭ ﺽ ﹶﺃﻗﹶﺎﻣُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠ ِ ﺍﱠﻟ ِﺬْﻳ َﻦ ِﺇ ﹾﻥ َﻣ ﱠﻜﻨﱠﺎ ُﻫ ْﻢ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄ ْﺭ (٤١ :َﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤُْﻨ ﹶﻜ ِﺮ )ﺍﳊ ّﺞ “(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.” (al-Hajj: 41)14 11
Abu A’la Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan ; Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam, terj. Muhammmad Al-Baqir, Cet. VI, Bandung : Mizan, 1996, hlm. 76. 12
Bandingkan dalam buku sistem pemerintahan Islam tentang tujuan-tujuan mulia pemerintahan karya Imam Khoemeni, judul asli, Islamic Government, terj. Muhammad Anis Maulachela, Cet. II, Jakarta : Pustaka Zahra, 2002, hlm. 72. 13
DEPAG RI 1996,hlm.432. 14
Al-Qur’an al-Karim
Ibid, hlm. 269.
Dan Terjemahnya, Semarang : Toha Putra,
23
Maka dalam Islam kewajiban kaum muslimin melindungi negaranya, pertama kali berporos pada ketaatan terhadap kepala negara (ulil amri).15 Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an berikut ini,
ﻳَﺎﹶﺃﱡﻳﻬَﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ َﻦ ﺀَﺍ َﻣﻨُﻮﺍ ﹶﺃ ِﻃْﻴﻌُﻮﺍ ﹶﺍﷲ َ َﻭﹶﺃ ِﻃْﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﺮﺳُﻮ ﹶﻝ َﻭﺃﹸﻭﻟِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄ ْﻣ ِﺮ ِﻣْﻨ ﹸﻜ ْﻢ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ َﺗﻨَﺎ َﺯ ْﻋُﺘ ْﻢ ِﻓﻲ ﻚ َﺧْﻴ ٌﺮ َ ﷲ ﻭَﺍﹾﻟَﻴ ْﻮ ِﻡ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ ِﺮ ﹶﺫِﻟ ِ َﺷ ْﻲ ٍﺀ ﻓﹶﺮُﺩﱡﻭﻩُ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ﻭَﺍﻟ ﱠﺮﺳُﻮ ِﻝ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛْﻨُﺘ ْﻢ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥﹶ ﺑِﺎ (٥٩:ﺴﻦُ َﺗ ﹾﺄ ِﻭﻳﻠﹰﺎ )ﺍﻟّﻨﺴﺎﺀ َ َْﻭﹶﺃﺣ “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(an-Nisa’: 59).16 Ayat ini menciptakan landasan bagi keseluruhan sistem agama, politik, sosial dan budaya Islam serta membentuk prinsip pertama dari konstitusi Islam, ayat ini meletakkan prinsip mendasar dan teguh berikut ini: 1. Satu-satunya obyek ketahanan kita yang sejati adalah Allah, kedaulatan sejati. Dimana sendirilah yang harus ditaati sesuai dengan hak-haknya
15
Istilah Ulil Amri (bahasa Indonesia) berasal dari bahasa Arab, ulil –amr(i). Dalam al-Qur’an, istilah Ulil Amri ditemukan pada dua tempat, yaitu pada surat an-Nisa’ 4:59 dan 4:83, ayat 5 Ibnu Abbas menafsirkan Ulil Amri (i) pada ayat kedua ditafsirkan dengan “Panglima” perang” (Umara Al-Soraya), sedangkan pada ayat kedua ditafsirkan dengan para “Intelektual” (Zawiy Al-Aqlwa Al-Alab) sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud Ulil Amri adalah “Para Ulama”, yakni mereka yang memberikan fatwa keagamaan dan mengajarkan agama kepada masyarakat. Imam Fakhrurrazi menafsirkan dengan “Ahl Al-Hall Wa Al-Aqd”, pendapat lain dikemukakan oleh golongan Rafidlah, bahwa Ulil Amri adalah pemimpin (Imam) yang Ma’sum. Menurut penafsiran luas, yang dimaksud Ulil Amri adalah para pemimpin kaum Muslimin/Umat Islam, termasuk kedalam pengertian ini, Al-Khulafa Al-Rasyidun, para Raja (Al-Mulk), Sultan, Para Hakim (Al-Qudlat) dan lain-lain. (lihat, Ensklopedi Islam, Jakarta : DEPAG, 1993, hlm. 1251). 16
Ibid, hlm. 69.
24
sendiri. Seorang muslim hanyalah subyek Tuhan, abdi-Nya, semua kedudukan lain hanya bersifat sekunder. 2. Dasar fundamental kedua bagi tatanan Islam adalah kesetiaan serta ketaatan terhadap Rasul. Ketaatan tidak dituntut oleh rasul sendiri melainkan sebagai salah satu konsekuensi logis dari ketaatan terhadap Tuhan. Taat pada rasul diapandang dari segi ini, yakni dipandang, Rasul sebagai kepala negara adalah hak menurut Undang-Undang ditetapkan oleh semua Undang-Undang di dunia, rakyat harus menunjukkan sikap bahwa ia adalah pemimpinnya, tunduk kepada kedaulatannya sebagai pemimpin.17 3. Obyek ketiga ketaatan muslim dalam tatanan kehidupan Islam adalah Ulil Amri, yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan, pemerintahan tetapi ketaatan terhadap pemerintah ini baru timbul dengan peringkat dibawah ketaatan terhadap tuhan dan ketaatan terhadap rasul dan tunduk kepada kedua ketaatan tersebut.18 Kebalikan dari hak-hak warga negara, adalah hak-hak tentang negara atau para warga negaranya, disamping taat kepada Allah SWT, Rasul Allah dan Ulul Amri, kemudian harus setia terhadap negaranya dan bekerja demi kemakmuran negaranya. Negara menuntut agar setiap orang mukmin taat sepenuh hati, memiliki niat dan bekerja demi kebaikan
17
Komari A. Ahmadi, Perang Dan Damai Dalam Islam, Cet I, Surabaya : Pustaka Setia, 1995, hlm. 156.
25
kemakmuran dan perbaikan negara, dan jangan mentoleler apapun yang mungkin menganggu kepentingan negara,19 kewajiban-kewajiban tersebut dibebankan terhadap warga negara atau pemimpin, yang diikat oleh hukum suci (Al-Qur'an dan Hadits).20 Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa ketika kaum muslimin tinggal di Madinah, Allah SWT telah menganugerahkan kepada mereka nikmat yang luar biasa agungnya, dan dia diperintahkan mereka untk berusaha sekuat tenaga guna mempertahankan dan memperjuangkannya, kedua nikmat tersebut adalah Darul Islam dan masyarakat Islam atau negara, sehingga ketahanan dan perlindungan negara terletak pada masyarakat Islam itu sendiri.21 Bentuk perlindungan terhadap negara dapat diperoleh melalui berjuang melawan segala kejahatan dalam negara, dengan menggunakan segala kekuatan yang ada, dan menempuh segala jalan yang dilalui.22 Dalam kontek Indonesia, kewajiban warga negara terangkum dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain, disamping kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga negara juga kewajiban
18
Ibid, hlm. 202.
19
Abu al-'Ala al-Maududi, op.cit, hlm.276.
20
Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, Alih Bahasa, Ihsan Ali Fauzi, Judul Asli, The Political Language Of Islam, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm.135. 21
Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqih Jihad; Upaya Mewujudkan Darul Islam Antara Konsep Dan Pelestarian, Cet. I, Pustaka An-Naba’, 2001, hlm. 90.
26
membela tanah air (pasal 27),23 membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 30),24 hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 j),25 dan berbagai kewajiban lainnya dalam Undang-undang tersebut. Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga (langsung/perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sebagai warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
23 24
Ayat 3, UUD 1945 dan Perubahanya, Penabur Ilmu, hlm.62. Ibid, Ayat 1 hlm. 65.
27
25
Ibid, Ayat 1, hlm.64.