BAB II KONSEP HAK MENGUASAI NEGARA DALAM HUKUM INDONESIA
A. Tinjauan Umum tentang Hak Menguasai Negara Sejarah terbentuknya Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 berawal pada saat R.Soepomo melontarkan gagasannya di depan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 yakni di bagian akhir pidatonya tentang negara integralistik yang menyatakan bahwa negara memiliki spirit integralistik yang berdasarkan pada persatuan maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem sosialisme negara atau staats socialisme.25 Kata menguasai atau penguasaan oleh negara terletak di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 dan tidak dapat ditafsirkan secara khusus di dalam penjelasanya. Oleh karena itu, kata penguasaan jika kita tafsirkan secara etimologis adalah: “ proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan ”.26 Kata penguasaan mengandung makna yang luas cakupannya dari kata menguasai, sehingga dalam konteks hubungan dengan hak menguasai negara mengandung makna negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan sumber daya alam dengan segala potensi yang ada di dalam wilayah hukum Indonesia. Penguasaan adalah semacam pemilikan oleh negara yang artinya negara melalui pemerintah sebagai satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk menguasai atau mengusahakan sesuatu yang sesuai dengan kepentingan. Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum, sedangkan 25
Benhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta: Margaretha Pustaka, 2015) hlm. 102. 26 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit, hlm. 533.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dapat dipenuhi, dengan demikian apa yang dinamakan dengan hak itu sah apabila dilindungi oleh sistem hukum.27 Pengertian hak menurut Satjipto Rahardjo: “hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentinganya tersebut. Pengalokasikan kekuasaan ini dilakukan secara terstruktur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya, kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak.”28 Apabila pengertian penguasaan dikaitkan dengan pengertian hak, maka dapat kita katakan bahwa hak menguasai negara adalah pengalokasian kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada negara untuk bertindak dalam rangka menjalankan kepentingannya. Pengertian dari hak menguasai negara yang lain adalah “hak yang hanya dimiliki oleh negara, sehingga urusan agraria dipahami sebagai urusan pemerintah pusat, walaupun pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah swatantra atau masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional“29. Selain itu, pengertian hak menguasai negara yang lain adalah “hak yang pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat“.30 Dimana untuk kekuasaan tertinggi negara mempunyai hak: 1.
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; 27
Shidarta, Karateristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan (Bandung: CV. Utomo, 2006), hlm. 26. 28 Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm. 53. 29 Achmad Sodiki, dan Yanis Maladi, Op.Cit, hlm. 141. 30 Ibid., hlm. 176.
Universitas Sumatera Utara
2.
menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagaian dari) bumi, air, dan ruang angkasa itu;
3.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angakasa.31 Hak menguasai negara adalah suatu kewenangan atau wewenang formal
yang ada pada negara dan memberikan hak kepada negara untuk bertindak baik secara aktif maupun pasif dalam bidang pemerintahan negara, dengan kata lain wewenang negara tidak hanya berkaitan dengan wewenang pemerintahan semata, akan tetapi meliputi pula semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya.32 Abrar menyatakan bahwa hak penguasaan negara ialah hak negara melalui pemerintah yang mewakili kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan, dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur (regelen), mengurus atau mengelola (bestuuren, beheren) dan mengawasi (toezichthouden) penggunaan serta pemanfaatan sumber daya alam.33 Tanpa adanya penguasaan negara, maka tidak mungkin tujuan negara yang telah ditetapkan dalam konstitusi atau UUD NRI Tahun 1945 dapat diwujudkan, namun demikian penguasaan oleh negara itu tidak lebih dari semacam “penguasaan” kepada negara yang disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang yang dapat berakibat pelanggaran hukum kepada masyarakat.34 Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus
31
Ibid., hlm 178. Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 24. 33 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang, Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah (Bandung: Nuansa, 2008), hlm. 24-25. 34 Aminuddin Ilmar Ibid., hlm. 24. 32
Universitas Sumatera Utara
oleh negara sendiri. Pada hakekatnya negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa, perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan negara atau kepentingan rakyat seluruhnya.35 Hak menguasi negara dipandang mempunyai beberapa persoalan, dimana konsep hak menguasai negara yang konon diangkat dari hukum adat yaitu hak ulayat yang menggambarkan kehendak yang kuat dan berakar dari hukum asli indonesia36, dianggap mencerminkan dominasi dari negara atas hak individual yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.37 Selain itu, persoalan-persoalan lain yang timbul ialah, “Pertama hak menguasai negara ini, tidak diperintahkan oleh UUD NRI Tahun 1945 untuk diatur dalam undang-undang, oleh sebab itu tidak diketahui secara jelas bagaimana kedudukan, sifat, isi serta tempatnya dalam tata hukum (pertanahan) Indonesia”.38 Sehingga dalam hubungannya dengan kepentingan individu, mutlak dibatasi guna mengantisipasi keganasan hak menguasai negara guna terhadap kepentingan dari individu. 39 Persoalan yang kedua, adalah mengenai kedudukan hak masyarakat hukum dan hak tradisional yang telah dijamin oleh Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945 dengan hak menguasai negara yang telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) dalam undang-undang yang sama.40
35
Muhamad Bakri, Hak Menguasai Tanah oleh Negara Paradigma Baru untuk Reformasi Agraria (Yogyakarta: Cetakan I , 2007), hlm. 35. 36 Ibid, hlm. 66. 37 Ibid, hlm. 68. 38 Ibid, hlm. 4. 39 Ibid. 40 Ibid, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
Kedudukan hak menguasai negara juga tetap begitu penting dan menduduki posisi sentral, kedudukannya sama sebagaimana kedudukan hak milik dalam sistem hukum perdata, walaupun seperti yang telah disebutkan bahwa tidak diatur lebih lanjut dengan undang-undang.41 Keberadaan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 sangat diharapkan untuk “Penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, menjadikan negara pemain dominan dalam sektor ekonomi”.42 Namun, ketika negara tidak mampu meningkatkan perekonomian dan selanjutnya bergandengan tangan dengan para investor asing, maka sesungguhnya telah terjadi perubahan secara subtantif dari isi pasal ini, “Negara dan para pemodal menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak”.43 Beberapa teori kekuasaan negara, diantaranya yaitu: 1.
Menurut Van Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan
kedudukannya
memiliki
kewenangan
untuk
peraturan
41
Ibid, hlm. 177. Ibid, hlm. 4. 43 Moh. Kusnardi, SH dkk., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1981), hlm. 75. 42
Universitas Sumatera Utara
hukum.44 Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet). 2.
Menurut J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap individu.45 Dalam hal ini pada hakikatnya kekuasaan bukan kedaulatan, namun kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii.46 Sejalan dengan kedua teori di atas, maka secara toritik kekuasaan negara
atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara atau mengawasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya secara intensif. Keterkaitan dengan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut: 44
Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria (Jakarta: Bina Aksara, 1984),
hlm. 99. 45
R. Wiratno, dkk, Ahli-ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum (Jakarta: PT Pembangunan, 1978), hlm. 176. 46 Lihat Undang-undang dasar negara yang memuat ketentuan-ketentuan kepada siapa kekuasaan itu diserahkan dan batas-batas pelaksanaannya.
Universitas Sumatera Utara
1.
Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang di dapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
2.
Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.
3.
Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam. Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak
penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan pengurusan
(bestuursdaad)
dan
pengolahan
(beheersdaad),
tidak untuk
melakukan eigensdaad. Berikut ini adalah beberapa rumusan pengertian, makna, dan subtansi “dikuasi oleh negara” sebagai dasar untuk mengkaji hak penguasaan negara antara lain yaitu: 1.
Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasai oleh negara adalah dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara itu terdapat pada kewenangan membuat peraturan guna kelancaran jalan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.47 2.
Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai oleh negara termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi.48 Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD
NRI Tahun 1945 adalah mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang menyebutnya dengan “hak menguasai negara”. Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tersebut sama persisnya dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UUDS 1950. Berarti dalam hal ini, selama 60 tahun Indonesia Merdeka, selama itu pula ruang perdebatan akan penafsiran Pasal 33 belum juga memperoleh tafsiran yang seragam. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (selanjutnya disebut sebagai UUPA) merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan pengertian hak menguasai sumber daya alam oleh negara sebagai berikut: 1.
Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan hal-hal yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 bumi, air, dan ruang angkasa
47
Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Mutiara, 1977), hlm. 28. 48 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi (Jakarta: Djembatan, 1974), hlm. 4243.
Universitas Sumatera Utara
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberikan wewenang untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 2.
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut ada Pasal 33 ayat (2), digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan kesejahteraan, kemerdekaan dalam masyarakat, dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat adil dan makmur.
3.
Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian
Universitas Sumatera Utara
“dikuasai” oleh negara bukan berarti dimiliki, melainkan hak yang memberi kewenangan pada negara untuk menguasai hal tersebut di atas.49 Isi wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh negara tersebut semata-mata bersifat publik, yaitu wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah bersifat pribadi.50 Hal ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2) “Tiap-tiap warga Negara Republik Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Undang-Undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967 (selanjutnya disebut sebagai UU Penanaman Modal Asing) mengedepankan sejumlah prinsip-prinsip penting yang menjadi dasar pembentukan undangundang tersebut. Prinsip-prinsip yang tertuang di dalam UU Penanaman Modal Asing paling tidak menggambarkan suatu cita-cit atau harapan yang hendak diraih. Dengan demikian hendak disampaikan bahwa
prinsip-prinsip yang
terdapat dalam UU Penanaman Modal Asing mendeskripsikan harapan dan tujuan yang hendak dicapai melalui implementasinya kelak. Paradigma pengelolaan sumber daya alam tercantum dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 49
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (Jakarta: Djambatan), hlm. 234. 50 Istilah “bersifat pribadi” menyatakan bahwa, sifat pribadi hak individual menunjukan kepada kewenangan pemegang hak untuk menggunakan tanah yang bersangkutan bagi kepentingan dan dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya
Universitas Sumatera Utara
Hak menguasai negara dapat dimaknai dari dua sudut pandang yaitu: sebagai cerminan dari implementasi nilai, norma, dan konfigurasi hukum negara yang mengatur penguasaan negara atas sumber daya alam. Di pihak lain mendeskripsikan otoritas dan ligitimasi negara untuk menguasai dan memanfaatkan sumber daya alam dalam wilayah kedaulatannya. 51 Bagaimana dan seberapa jauh suatu negara atau pemerintah menggunakan prinsip (kedaulatan terhadap sumber daya alam) ini, untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat sangat bergantung pada “kekuatan” negara. Kekuatan di sini merujuk pada sistem ekonomi, sumber daya alam, politik dan hukum. Aspek-aspek yang disebutkan ini sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap keseluruhan kebijakan negara termasuk Indonesia. Pemaknaan kedaulatan negara terhadap sumber daya alam dapat diindikasikan kemampuan negara secara external melaksanakan hubungan (bekerja sama) dengan negara lain untuk mengelola sumber daya alam Indonesia, misalnya memasukan para pemodal asing untuk kepentingan pembangunan. Kedaulatan internal suatu negara dijamin apabila memiliki sumber sumber hukum seperti konstitusi, peraturan perundang-undangan maupun kebiasaan-kebiasaan tidak tertulis yang dipraktekan oleh masyarakat.52 Sudah berulang kali dilakukan uji materil terhadap UU Sumber Daya Air dan hasilnya menunjukkan bahwa pada hakekatnya undang-undang tersebut mengandung masalah mendasar yang menyangkut syarat konstitusionalitas (conditionally constitutional) pemberlakuan suatu undang-undang. Syarat 52
Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001),
hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
konstitusionalitas terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah yang harus dibangun di atas asas hukum hak menguasai negara sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Memberlakukan kembali UU Pengairan sebagai pengganti UU Sumber Daya Air, pada hakekatnya tidak dapat menyelesaikan masalah, karena dalam banyak hal undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Jumlah penduduk, tingkat konsumsi, sanitasi dan lingkungan serta aktivitas pembangunan (pertanian, infrastruktur, dan lainlain) telah meningkatkan kebutuhan manusia atas air. Selain itu pola-pola kewenangan pengaturan atas penguasaan dan pemanfaatan sumber daya air pun berbeda sejalan dengan bergulirnya era otonomi daerah. Oleh karena itu, memberlakukan kembali UU Pengairan perlu disertai beberapa perubahan paradigma, terutama dalam memaknai hak menguasai negara. Ketentuan Pasal 2 (fungsi sosial dan penggunaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat) dan Pasal 3 (penguasaan air beserta sumber-sumbernya oleh negara) dalam UU Pengairan perlu dimaknai sejalan dengan tafsir hak menguasai negara yang saat ini telah diperluas Mahkamah Konstitusi melalui berbagai putusannya atas judicial review berbagai undang-undang yang materi muatannya mengenai sumber daya alam (tidak hanya undang-undang sumber daya air saja). Perluasan kewenangan negara tersebut meliputi: 1.
membuat kebijakan (belieid);
2.
membuat pengaturan (regelendaad);
3.
melakukan pengurusan (bestuursdaad);
4. melakukan pengelolaan (beheersdaad); dan
Universitas Sumatera Utara
5. melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad). Kelima fungsi kewenangan negara di atas merupakan sarana (instrument) yang terintegrasi untuk mencapai tujuan negara, yaitu kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, frasa “dikuasai negara” dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945, harus dipahami dalam konsep hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD NRI Tahun 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun bidang ekonomi (demokrasi ekonomi), sehingga frasa “dikuasai negara” tidak berarti dimiliki negara53 sebagaimana dimaksudkan dalam prinsip Domein Verklaring yang terdapat dalam Agrarische Wet 1870. Pemahaman fungsi sosial dari sumber daya air sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 UU Pengairan harus tetap dikaitkan dengan keadilan sosial sebagai bentuk keadilan yang berfilosofi Pancasila. Dalam konteks ini, pemerintah harus menjadi pengawas dan sekaligus pengatur, tidak cukup hanya sebagai pembuat kebijakan saja. Fungsi sosial atas air dalam terminologi ini tidak memungkinkan membuka peluang air menjadi komoditas ekonomi atau barang komersil, karena hak atas air merupakan hak asasi manusia. Mengingat hak rakyat atas sumber daya air merupakan hak asasi, maka menjadi kewajiban negara untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak rakyat atas air tersebut. Negara harus terlibat dan berperan aktif melakukan tindakan untuk memajukan hak-hak
53
Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, STPN Press (Yogyakarta: STPN Press, 2014),
hlm. 335.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan sosial rakyat atas sumber daya air. Negara mempunyai res commune (sebagai personifikasi rakyat), yang memegang kekuasaan atas sumber daya alam,54 sedangkan hak rakyat atas air adalah hak in persona yang melekat pada subjek manusia (absolute right). Dari hak atas air sebagai hak absolut inilah kemudian diturunkan (derivatif) berupa hak guna pakai air (hak untuk memperoleh dan memakai air) untuk hidup dan kehidupan masyarakat.55
B. Pembatasan Hak Menguasai Negara Dikuasai oleh negara mempunyai padanan arti negara menguasai, kata menguasai berarti berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu. Istilah lain yang berkaitan dengan menguasai adalah penguasaan yang berarti proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan. Secara etimologis, kata menguasai yang membentuk kalimat aktif, memengan kekuasaan atas sesuatu. 56 Konteks penguasaan sumber daya air dalam wilayah Negara RepublikIndonesia penguasaannya terdapat pada negara. Dalam hal ini negara adalah sebagai kuasa dan petugas dari bangsa Indonesia dan bukan sebagai pemilik. Tugas dalam hal mengelola tersebut yang menurut sifatnya termasuk ke dalam hukum publik, dan tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh rakyat Indonesia. Sehingga
54
Bagir Manan, “ Politik Perundang-undangan dalam rangka Mengantisipasi Liberalisasi Perekonomian” , Makalah Pada Seminar Antisipasi Liberalisasi Perekonomian Fakultas Hukum Unila Lampung, February 1996, hlm. 16 55 Ida Nurlinda, Pengaturan Penguasaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Air Pasca Pembatalan Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Hukum Tata Ruang dan Hukum Lingkungan, Disampaikan pada acara Unpad Merespon edisi Maret 2015, tema: “Bagaimana Setelah MK Membatalkan UU Sumber Daya Air?”, Bandung, 2015 56 Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak atas Tanah Bidang Agribisnis (Bandung: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 58-59.
Universitas Sumatera Utara
negara dalam konteks hak menguasai negara hanya sebagai suatu organisasi kekuasaan yang dikuasakan dan bukan sebagai pemilik. Pemiliknya adalah bangsa Indonesia atau seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana yang dikemukakan dalam UUD NRI Tahun 1945 bahwa pemegang kedaulatan tertinggi di Negara Republik Indonesia adalah rakyat. 57 Hak menguasai dari negara yang tidak dipunyai oleh perorangan atau keluarga dengan hak apapun, dan masih belum dibuka juga dapat digolongkan sebagai hak penguasaan bersifat aktif.58 Ada batasan-batasan penting yang harus diingat oleh negara didalam menggunaan hak menguasi dari negara tersebut, Maria SW Sumardjono mengatakan bahwa kewenangan negara ini harus dibatasi dua hal: 1.
Pembatasan oleh UUD NRI Tahun 1945. Bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. Peraturan yang biasa terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian di pihak lain adalah salah satu bentuk pelanggaran tersebut. Seseorang yang melepas haknya harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang adil atas pengorbanan tersebut.
2.
Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan kewenangan ini tidak dapat didelegasikan kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat dengan misi pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang 57
R. Ismala Dewi, Pengaturan Air untuk Industri Air Kemasan dan Dampaknya Bagi Masyarakat Lokal (Jakarta: UI-Press, 2013), hlm. 11. 58 Bagir Manan, Op.Cit, hlm. 55.
Universitas Sumatera Utara
merupakan bagian dari masyarakat akan menimbulkan konflik kepentingan, dan karenanya tidak dimungkinkan.59 Objek dari hak menguasai negara adalah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA yaitu bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang ada didalamnya. Objek dari menguasai negara terhadap bumi adalah selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Sebagaimana Pasal 1 ayat (4) UUPA: dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Tentang hal ini, Parlindungan menyebutkan bahawa yang dimaksud dengan bumi, selain di atas bumi, yaitu hak-hak atas tanah seperti yang tercantum di dalam Pasal 16 UUPA, juga yang ditanam di bumi, yaitu hak-hak atas hutan (Hak Penguasaan Hutan-HPH) maupun yang terdapat ditubuh bumi yang dikenal dengan kuasa pertambangan, yaitu untuk izin usaha pertambangan atas bahan-bahan galian dari bumi Indonesia.60 Sedangkan pembatasan mengenai air meliputi: 1. Perairan pedalaman, termasuk di dalamnya sungai-sungai dan danau-danau yang terdapat di seluruh wilayah tanah air 2. Perairan lautan dan Bumi yang terdapat di bawah perairan dari seluruh bagian perairan maupun seluruh kekayaan yang terdapat di antara air dan bumi
59
Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi (Jakarta: Kompas, 2000), hlm. 4. 60 Juaniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op.Cit, hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
tersebut yang merupakan daerah teritorial Indonesia sebagaimana juga terjawab oleh pernyataan wawasan nusantara.61 Wewenang negara sebagai penguasa bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam lain yang terkandung di dalamnya adalah wewenang untuk mengatur
dalam
rangka
mencapai
sebesar-besar
kemakmuran
rakyat.
Kewenangan negara untuk dapat mengatur sumber daya air diperoleh dan bersumber pada penguasaan negara terhadap bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam prinsip negara menguasai, maka dalam hubungan antara negara dan masyarakat, masyarakat tidak dapat disubordinasikan kedudukannya di bawah negara karena justru negara menerima kuasa dari masyarakat, maka dengan demikian dalam hal ini segala perbuatan negara yang dalam hal ini adalah pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan kepada masayarakat. Hal yang ingin dicapai dari adanya batasan tersebut agar tercapainya sebuah perasaan adil bagi masyarakat agar tidak memandang negara sebagi sebuah diktator yang buruk rupa. Sehingga, selain pembatasan tersebut, UUPA juga terasa unsur keadilan liberalnya dengan terdapat berbagai macam hak yang terkandung didalamnya bagi pribadi atau person. Dimana menurut pandangan keadilan liberal yang dikemukakan oleh Samuel Pufendrof adalah “Cita keadilan bermaksud mengatur tindakan-tindakan manusia dan masyarakat untuk menyusun dan memelihara suatu ketertiban rasional di dalamnya terwujud sifat dasar
61 Bagir Manan & Kutana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Alumni, 1993), hlm. 166.
Universitas Sumatera Utara
manusia dan tercapai tujuan-tujuan berupa keamanan, ketenangan, dan kebebasan”.62
C. Hak Menguasai Negara dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia sebagai negara hukum telah menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi atau aturan tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada aturan yang terdapat di dalam konstitusi. Pada hakekatnya konstitusi adalah suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundang-undangan yang lain.63 Menurut Steenbek materi suatu konstistusi pada umumnya meliputi: 1.
adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negara;
2.
ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara secara fundamental;
3.
pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.64 Hal yang diinginkan di dalam pengertian ini adalah keberlangsungan
sistem triaspolitika termaktub di dalam suatu konstitusi dan sejalan dengan pengakuan atas hak asasi manusia. Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 mengatur tentang dasar-dasar sistem perekonomian dan kegiatan perekonomian yang diinginkan oleh bangsa Indonesia. Kegiatan perekonomian ini harus memperhatikan kesejaheraan masyarakat sehingga penyusun Undang-Undang Dasar menempatkan
62 https://humambalya.wordpress.com/2011/02/12/hak-menguasai-negara-yang-menggila/.html (diakes pada tanggal 18 Maret 2016) 63 Moh. Kusnardi, dkk.Op.Cit, hlm. 75. 64 Sri Soemantri M, Op.Cit, hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
pasal ini dibawah judul Kesejahteraan Sosial. Oleh karena itu, Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 sering disebut sebagai dasar yang mengatur tentang hak menguasai atau penguasaan oleh negara, tetapi tidak dapat berdiri sendiri. Melainkan, berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Seperti yang di ungkapkan oleh Bagir Manan, “Upaya memahami Pasal 33 tidak terlepas dari dasar pemikiran tentang kesejahteraan sosial”. 65 Dasar-dasar pemikiran yang melandasi Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 adalah pokok pikiran tentang idiologi perekonomian Indonesia merdeka yang di rumuskan oleh Panitia Keuangan dan Perekonomian yang diketuai Moh. Hatta, menghasilkan rumusan bahwa “Orang Indonesia hidup tolong menolong”.66 Permasalahan UU Sumber Daya Air, terkait persoalan-persoalan karakter produk hukum tersebut kemudian muncul pada wilayah hukum di Indonesia di bidang sumber daya air, seiring dengan keluarnya Undang-Undang. Kesesuaian Undang-undang Sumber daya air tersebut dengan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, merupakan dasar berbagai kalangan masyarakat untuk mengugat validitas keberlakuan ketiga undang-undang tersebut kepada mahkamah Konstitusi ketika secara nyata-nyata merugikan hak konstitusional warga negara. Pengelolaan sumber daya air yang dilakukan dan diusahakan oleh negara bermuara pada satu tujuan yaitu menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tujuan itu menjadi tanggung jawab negara sebagai bentuk konsekuensi dari hak penguasaan negara terhadap bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
65 66
Bagir Manan, Op.Cit, hlm. 55. Abrar Saleng, Op.Cit, hlm. 28.
Universitas Sumatera Utara
dalamnya.67 Hal ini juga merupakan jaminan dalam bentuk perlindungan terhadap
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kesejahteraan umum atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUD Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang ada dibawahnya. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi mempunyai kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangann sebagaimana telah ditentukan oleh Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut sebagai UU Mahkamah Konstitusi)68 Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU Mahkamah Konstitusi kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi 67
Maria Farida Indarti Suprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Pembentukannya (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 206. 68 Manan Bagir dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Alumni, 2010), hlm. 165.
Universitas Sumatera Utara
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang tertuang dalam PUU 085/PUU-XI/2013 memberikan pertimbangan-pertimbangan yang pada sebagian pokoknya adalah karakteristik air yang merupakan bagian dari hak asasi manusia hak tersebut diperkuat oleh pandangan masyarakat internasional yang tercermin dalam penerimaan Komite PBB untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. oleh karenanya negara memiliki peran dalam rangka melindungi, mengormati dan memenuhinya, negara dapat turut campur didalam melakukan pengaturan terhadap air. Sehingga Pasal 33 ayat (3) harus diletakan di dalam konteks HAM dan merupakan bagian dari Pasal 28H UUD NRI Tahun 1945, bahwa air merupakan sebagai benda res commune, sehingga tidak dapat dihitung hanya berdasarkan pertimbangan nilai secara ekonomi. Konsep res commune, berimplikasi pada prinsip pemanfaat air harus membayar lebih murah, hak guna pakai air merupakan turunan dari hak hidup yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 dan masuk ke dalam wilayah hukum publik yang berbeda dengan hukum privat yang bersifat kebendaan, peran swasta masih dapat dilakukan di dalam pengelolaan sumber daya air, selama peran negara
masih
pengaturan,
ditunjukkan
pengelolaan, dan
dengan
merumuskan kebijakan,
pengawasan untuk
tujuan
pengurusan,
sebesar-besarnya
Universitas Sumatera Utara
kemakmuran rakyat. Berdasarkan pokok pertimbangan di atas, maka substansi UU Sumber Daya Air tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.69 Ketentuan Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang ada dibawahnya. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi mempunyai kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangann Pasal 24C, dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut sebagai UU Mahkamah Konstitusi). Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah untuk menguji undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi , kewajiban dari Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945.
69
http://prasetyowidodo22.blogspot.co.id/2014/04/analisis-penafsiran-pasal-33-uud1945_15.html (diakses pada tanggal 18 Maret 2016)
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), penafsir akhir konstitusi (the final interpreter of constitution), pengawal demokrasi (the guardian of democracy), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s constitutional rights), pelindung hak-hak asasi manusia (the protector of human rights). Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 adalah tercantum didalam ayat (3) mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang menyebutnya dengan “hak menguasai negara”. Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tersebut sama persisnya dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UUDS 1950, sehingga ada anggapan bahwa hal itu merupakan cerminan nasionalisme ekonomi Indonesia. Berdasarkan uraian putusan mahkamah konstitusi terhadap Judicial Review Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 terhadap Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 tersebut diatas adalah untuk pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya
Universitas Sumatera Utara
pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Negara dengan kekuasaannya mengatur semua sumber daya, termasuk didalamnya sumber daya air dengan instrumen hak dan rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD NRI Tahun 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
(regelendaad),
pengelolaan
(beheersdaad),
dan
pengawasan
(toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya
untuk
mengeluarkan
dan
mencabut
fasilitas
perijinan
(vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).70 Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama pemerintah, dan regulasi oleh pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaacf) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen BUMN atau Badan Hukum Milik Negara sebagai
instrumen
kelembagaan,
yang
melalui
negara.
pemerintah
mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara melalui pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran 70
http://www.lutfichakim.com/2011/12/analisis-penafsiran-pasal-33-uud-1945.html (diakses pada tanggal 25 Maret 2016)
Universitas Sumatera Utara
seluruh rakyat.71 Negara dengan kekuasaannya dapat mengatur sumber daya, termasuk di dalamnya sumber daya air dengan instrumen hak. Pertimbangan hakim mahkamah konstitsi mengenai hak menguasai negara dapat dilihat melalui putusan Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005 di dalam halaman 479 yang menyatakan: “ Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan pada Pasal 11 ayat (3) yang menyatakan bahwa “ Penyusunan pada pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melikbatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya “ cukup mencerminkan keterbukaan dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air. Adanya kalimat “ seluas-luasnya” tidaklah ditafsirkan hanya memberikan peran yang besar kepada dunia usaha saja tetapi juga kepada masyarakat. Perlibatan masayarakat dan dunia usaha dimaksudkan untuk memberi masukan atas rencana penyusunan pengelolaan sumber daya air, dan tanggapan atas pola yang akan digunakan dalam pengelolaan sumber daya air, tanggapan atas pola yang akan digunakan dalam pengelolaan sumber daya air. Peran negara sebagai yang menguasai air,demikian perintah Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah Daerah tetap ada dan tidak dialihkan kepada dunia usaha atau swasta” Berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan dalam putusan ini, Mahkamah Konstitusi berpendapat UU Sumber Daya Air telah cukup memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, yang dalam peraturan pelaksanaannya pemerintah haruslah memperhatikan pendapat Mahkamah Konstitusi yang telah disampaikan alam pertimbangan hukum yang dijadikan dasar atau alasan putusan. Konsep hak guna air ini sesuai dengan konsep air sebagai res commune yang tidak menjadi objek harga secara ekonomi. Hak guna air mempunyai dua sifat. Pertama, pada
71
Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk, ,” Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002) “, Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 1,( Jakarta: Februari 2010) hlm. 165.
Universitas Sumatera Utara
hak guna pakai hak tersebut bersifat in persona. Hal dimaksud disebabkan hak guna pakai adalah pencerminan dari hak asasi, oleh karenanya hak tersebut melekat kepada subjek manusia yang sifatnya tak terpisahkan. Kedua, pada hak guna usaha air adalah hak yang semata-mata timbul dari izin yang diberikan oelh Pemerintah yang terikat oleh kaidah-kaidah perizinan. Mahkamah berpendapat meskipun UU Sumber Daya Air membuka peluang peran swasta untuk mendapatkan hak guna usaha air dan izin pengusahaan sumber daya air, namun hal tersebut tidak akan mengakibatkan penguasaan air akan jatuh ke tangan swasta. Putusan in merupakan putusan pengujian formil dan materiil UU Sumber Daya Air. Dalam pengujian formil, para pemohon mendalilkan prosedur pengesahan UU Sumber Daya Air bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Berdasarkan fakta dalam persidangan, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa proses pembentukan UU Sumber Daya Air telah sesuai dengan prosdur pembentukan undang-undang, dan tidak menemukan adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.72
72
http://jurnalhukum.blogspot.co.id/2006/11/putusan-mahkamah-konstitusi-tahun2005_21.html ( diakses pada tanggal 5 Juni 2016)
Universitas Sumatera Utara