20
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR
2.1 Pekerja Anak 2.1.1
Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan
kedua setelah ayah dan ibu.1 Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata hukum, ia tetap dinamakan anak. Sedangkan dalam pengertian Hukum Perkawinan Indonesia, anak yang belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya. Pengertian ini bersandar pada kemampuan anak, jika anak telah mencapai umur 18 tahun, namun belum mampu menghidupi dirinya sendiri, maka ia termasuk kategori anak. Sama halnya dengan UndangUndang No. 35 Tahun 2014 Pasal 1 (1) yang menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selain itu, anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 menyebutkan anak diklarifikasikan menjadi beberapa bagian. Pertama, anak sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah atu hasil perbuatan suami-istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Kedua, anak terlantar, yaitu anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, 1
38-39
WJS. Poerdarminta,1992, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta hal.
21
baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Ketiga, anak penyandang cacat/disabilitas, yaitu anak yang mengalami hambatan secara fisik dan atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar. Keempat, Anak yang memiliki keunggulan, yaitu anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan atau bakat istimewa. Kelima, anak angkat, yaitu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas penetapan pengadilan. Keenam, anak asuh, yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembangnya anak secara wajar. 2.1.2
Pengertian pekerja anak Secara umum pekerja atau buruh anak adalah anak-anak yang
melakukan pekerjaan
secara rutin
untuk orang
tuanya, untuk
orang lain,
atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Pelibatan anak dalam sektor produktif sesungguhnya bukan sekedar karena motif-motif ekonomi saja, melainnkan juga karena kebiasaan dan faktor kultural. Pada daerah pedesaan pada umumnya, terlebih lagi dalam lingkungan keluarga miskin, kebiasaan untuk melibatkan anak dalam kegiatan kerja, baik di rumah atau di luar rumah di pandang sebagai ritus
22
dalam life circle seorang anak. Sebagai suatu keharusan dan proses yang mesti dilalui sebelum beranjak dewasa memasuki kehidupan rumah tangganya kelak.2 Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 memang tidak disebutkan pengertian yuridis mengenai pekerja anak, namun dari ketentuan-ketentuan pengecualian terhadap larangan mempekerjakan anak, secara tidak langsung telah memberikan pengertian tersebut. Selaras dengan itu, dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 diartikan “sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Makna kata “setiap orang” dalam hal ini juga berlaku untuk anak sepanjang anak yang dimaksud sesuai
dengan
pengecualian
dalam
Undang-Undang
terhadap
larangan
mempekerjakan anak. Dari hal tersebut kemudian dapat ditarik mengenai makna pekerja anak yaitu setiap anak berusia 13 tahun sampai dengan 15 tahun yang bekerja pada orang lain dan mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain, yang sifat pekerjaan dan syarat kerjanya telah ditentukan dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003. Pengertian pekerja anak adalah anak-anak yang berusia 4 hingga 18 tahun yang bekerja diberbagai bidang pekerjaan yang berkelanjutan dan menyita hampir seluruh waktu mereka sebagai anak sehingga tidak dapat bersekolah seperti anakanak lainnya secara normal.3
2
Bagong Suyatno, 2003,Pekerja Anak Dan Kelangsungan Pendidikannya, Airlangga University Press, Surabaya, hal : 9 3 Muhammad Saifur Rohman, 2013.Makalah Pekerja Anak. Universitas Panca Marga, Probolinggo. hal. 6
23
Pekerja anak dalam hal ini adalah anak yang kehilangan masa kanakkanak dan masa depannya yang bekerja sepanjang hari dengan upah rendah dan dibawah kondisi yang menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan, perkembangan fisik maupun mental, dimana terkadang harus berpisah/dipisahkan dari kesempatan untuk memperoleh pendidikan serta melakukan berbagai pekerjaan yang bertentangan dengan hukum.4 Batasan yang ditentukan berhubungan dengan pekerja anak adalah usia dibawah 18 belas tahun dengan penentuan beberapa karakteristik umum anak misalnya, jenis kelamin, umur dan pendidikan. Karateristik umum anak misalnya, jenis kelamin, umur dan pendidikan. Karateristik ketenagakerjaan seperti jenis pekerjaan, status pekerjaan, jam kerja, dan imbalan kerja. Sedangkan karakteristik umum sosial yakni tempat tinggal dan kondisi keluarga.5 2.1.3
Hak-hak anak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan Negara (Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002). Menjalani hidup sebagai pekerja anak, memang tidak ada pilihan lain. Berbagai alasan yang muncul adalah sebagai berikut: orang tua yang tidak mampu, penghasilan orangtua yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, tidak ada pihak yang menanggung hidupnya, tidak ada pihak yang menawari dan menanggung biaya sekolah. Bagi para pekerja anak pun sesungguhnya mereka akan memilih untuk bersekolah maupun bermain bersama teman-teman daripada menjalani hidup sebagai pekerja anak. Berkaitan dengan hal tersebut adapun hak-hak yang dimiliki oleh anak-anak yaitu seperti 4 5
Muhammad Saifur Rohman, op.cit, hal. 8 Ibid hal. 9
24
yang diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979, Bab II Pasal 2 sampai dengan 9, mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, diperkuat dalam Undangundang Nomor 23/2002 dalam Bab III Pasal 4 sampai 18 adalah sebagai berikut: 1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Dimaksud dengan asuhan, adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar dan anak yang mengalami masalah kelainan yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial (Pasal 1 angka 32 PP No. 2 Tahun 1988). 2. Hak atas pelayanan Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.4 Tahun 1979). 3. Hak atas perlindungan lingkungan hidup Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar (Pasal 2 ayat 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1979).
25
4. Hak mendapat pertolongan pertama Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan dan bantuan dan penlindungan (Pasal 3 Undangundang No. 4 Tahun 1979). 5. Hak memperoleh asuhan Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara, atau orang, atau badan lain (Pasal 4 ayat 1 Undangundang No. 4 Tahun 1979). Dengan demikian anak yang tidak mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial. 6. Hak memperoleh bantuan 8ik,Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar (Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1979). Menurut PP No. 2 Tahun 1988, bantuan itu bersifat tidak tetap dan diberikan dalam jangka waktu tertentu kepada anak yang tidak mampu (Pasal 1 ayat 4).
2.2 Perlindungan Hukum Pekerja Anak 2.2.1
Sistem perlindungan hukum pekerja anak Anak merupakan sumber daya manusia di masa mendatang yang akan
mengemban tugas untuk meneruskan perjuangan bangsa dalam mewujudkan citacitanya. Oleh karena itu agar mampu memikul tanggung jawab, anak perlu mendapatkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar jasmani, rohani dan sosial.
26
Sistem adalah satu kesatuan (integrated whole) yang terdiri dari unsurunsur dan mengadakan interaksi satu sama lain dan tidak menghendaki adanya konflik di dalamnya. Interaksi adalah kontak terdiri dari 2 macam yaitu kontak yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan. Dengan adanya interaksi atau kontak maka tidak dapat dihindarkan adanya konflik.6 Konflik selalu ada dan tidak dikehendaki oleh sistem karena itu jika terjadi konflik akan diselesaikan oleh sistem itu sendiri, jadi konflik hukum harus diselesaikan oleh sistem hukum di dalam sistem hukum itu sendiri.7 Hukum pada dasarnya tidak lain adalah himpunan peraturan yang mengatur
keseluruhan
kegiatan
kehidupan
manusia
disertai
sanksi
pelanggarannya.8 Upaya perlindungan terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja anak, meliputi aspek-aspek : 1. Perlindungan hukum, yaitu apabila dapat dilaksanakan peraturan perundangundangan
dalam
bidang
ketenagakerjaan
yang
mengharuskan
atau
memaksakan majikan bertindak sesuai dengan perundang-undangan tersebut dan benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. 2. Perlindungan ekonomi, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya.
6
Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Edisi I, Cetakan ke 1, Liberty, Yogyakarta, hal:10 7 Asikin Zaenal, 1993, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, hal : 76 8 Ibid, hal : 2
27
3. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat. 4. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan atau berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum selalu terkait dengan kekuasaan, dalam kekuasaan ini ada dua hal yang selalu menjadi banyak perhatian, yaitu kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Perlindungan hukum yang berhubungan dengan kekuasaan pemerintah adalah berupa perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam perlindungan hukum yang berhubungan dengan kekuasaan ekonomi, perlindungan hukum bagi si lemah ekonomi terhadap si kuat ekonominya.9
2.2.2
Dasar hukum perlindungan hukum pekerja anak
Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan. Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hak-hak bagi pekerja anak, sebagai berikut:
9
Indiarso dan Sapterno, 1996, Hukum Perburuhan, Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja dalam Program Jamsostek, Kurnia, Surabaya, hal : 12
28
1. Pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak dalam lingkup pekerjaan ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya, yaitu tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f, dan g di atas. 2. Pekerja anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha untuk mengembangkan bakat dan minat anak tidak terhambat pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk mengembangan bakat dan minat pekerja anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;
29
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah. 3. Pekerja anak yang dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa. 4. Larangan mempekerjakan dan melibatkan anak dalam pekerjaanpekerjaan yang terburuk. Pekerjaaan-pekerjaan terburuk tersebut meliputi: a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.10 Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, 10
http://www.hukumtenagakerja.com/perlindungan-hukum-terhadap-pekerja-anak-danperempuan / diakses pada tanggal 11 januari 2015 pukul 16.30 Wita
30
dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Contoh dari anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir sepatu, anak penjual koran, buruh dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya. 2.2.3
Eksploitasi pekerja anak dalam bidang ketenagakerjaan Pada kenyataannya, isu pekerja anak bukan sekedar isu anak-anak
menjalankan pekerjaan dengan memperoleh upah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi,
pekerjaan
berbahaya,
terhambatnya
akses
pendidikan,
serta
terhambatnya perkembangan fisik, psikis dan sosial anak.11 Situasi buruk yang dialami anak yang bisa dikategorikan dalam bentuk eksploitasi terhadap pekerja anak, yaitu : Kerja penuh waktu pada umur terlalu dini; Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja; Melakukan pekerjaan yang penuh tekanan fisik, sosial ataupun psikologis; Upah yang tidak sesuai; Tanggungjawab yang terlalu banyak; Melakukan pekerjaan yang menghambat peluang untuk mendapat dan/atau mengakses pendidikan; Melakukan pekerjaan yang mengurangi martabat / harga diri dan melakukan pekerjaan yang merusak perkembangan sosial dan psikologis. Dalam mempekerjakan anak yang terpaksa bekerja, ditetapkan bahwa salah satu bentuk hak anak yang terpaksa bekerja adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini, yang terpenting adalah bahwa pekerja anak harus diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, bukan untuk diberi pendidikan. Oleh karena itu, salah satu cara yang terbaik adalah tidak mempekerjakan anak tidak lebih dari 4 jam / hari, karena dengan waktu yang ada pekerja anak akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan/ 11
Muhammad Joni dan Zulechaina Z, Tanamas 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Perspektif Konvensi Hak-hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal : 1- 8
31
bersekolah (Permenaker Nomor 01 Tahun 1987 Tentang Perlindungan bagi Anak yang Terpaksa Bekerja, Pasal 4).
Dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan perlindungan terhadap pekerja anak, peraturan mengenai batasan umur untuk anak yang terpaksa bekerja, yaitu anak yang terpaksa bekerja adalah anak yang berumur tidak kurang dari 15 tahun karena alasan sosial ekonomi terpaksa bekerja untuk menambah penghasilan baik untuk keluarga maupun memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha terhadap ketentuan mengenai perlindungan pekerja anak dapat dikenakan sanksi pidana. Pada kenyataannya belum pernah dilakukan tindakan pemidanaan terhadap para pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan mengenai pekerja anak.
Hal ini membawa dampak kurang baik terhadap kepatuhan pengusaha dalam
melaksanakan
peraturan
ketenagakerjaan
khususnya
mengenai
perlindungan pekerja anak. Karena meskipun pengusaha melakukan pelanggaran tidak pernah diberikan pembinaan apalagi pemberian sanksi pidana, sehingga pengusaha
akan
senantiasa
melakukan
pelanggaran
berulang-ulang dan
perlindungan hukum terhadap pekerja anak tidak pernah terwujud. Apabila kondisi seperti ini dibiarkan terjadi, maka perlindungan represif tidak pernah dilaksanakan dan eksploitasi terhadap pekerja anak akan tetap berlangsung. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan
32
pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati dan menjamin hak azasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Pihak yang bertanggungjawab terhadap perlindungan anak (maupun pekerja anak) dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu : (1). Negara dan pemerintah; (2). Masyarakat; (3). Keluarga dan orang tua. Negara dan pemerintah telah memberikan prasarana dan sarana berupa seperangkat peraturan perundangundangan dan lembaga yang berwenang melaksanakan, menegakkan dan mengawasi pelaksanaan sistem perlindungan yang berlaku. Tetapi dalam kenyataannya masih terdapat cukup banyak pekerja anak yang kondisinya tereksploitasi dan belum mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya.
Walaupun eksploitasi yang terjadi tidak termasuk kategori pekerjaan yang penuh dengan tekanan fisik, sosial ataupun psikologis, pada gilirannya karena anak tidak mendapatkan upah yang memadai dan tidak dapat mengakses pendidikan maka anak tidak akan mendapatkan perkembangan sosial dan psikologis yang sehat dan wajar. Hal ini menunjukkan bahwa sila kedua dan
33
kelima dari Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” belum menjadi kenyataan sepenuhnya dan belum menyentuh kepada semua lapisan masyarakat sebagai komponen bangsa.