BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu instusi yang berfungsi
untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di universitas, akademik, maupun sekolah tinggi lainnya. Perpustakaan Pengembangan Perguruan Tinggi sangat berpengaruh besar dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2.2
Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 51), perpustakaan perguruan tinggi adalah
perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, fakultas, perpustakaan akademik, perpustakaan sekolah tinggi. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu unit kerja yang dilaksanakan pada sebuah ruangan yang merupakan bagian sebuah gedung itu sendiri yang mempunyai tugas membantu perguruan tinggi yang bersangkutan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
1.1.2 Tugas Perguruan Tinggi Dalam rangka mendukung tugas dan fungsinya, Perpustakaan Perguruan Tinggi diharapkan dapat menyediakan informasi ilmiah yang dibutuhkan oleh pengguna. Tugas utama perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menyediakan materi guna menunjang terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi di mana perpustakaan itu bernaung, yaitu : - pendidikan dan pengajaran - riset dan pengembangan ilmu dan teknologi
Universitas Sumatera Utara
- pengabdian pada masyarakat
2.1.3 Fungsi Perpustakaan Perpustakaan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan organisasi yang bersifat nirlaba harus siap menyediakan fasilitas dan membantu pengguna dalam memenuhi informasi yang mereka butuhkan. Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Pusat pengumpulan bahan informasi/bahan pustaka. 2. Pusat pelestarian informasi/bahan pustaka. 3. Pusat pengelolaan informasi/bahan pustaka. 4. Pusat pemanfaatan informasi/bahan pustaka. 5. Pusat penyebarluasan informasi/bahan pustaka. 6. Pusat rekreasi. Menurut Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 3), fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Fungsi Edukasi Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi civitas akademika, oleh karena itu koleksi-koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2. Fungsi informasi Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi. 3. Fungsi riset Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang dapat dipublikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang. 4. Fungsi rekreasi Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas serta minat pengguna perpustakaan. 5. Fungsi publikasi Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi. 6. Fungsi interpretasi Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambahan terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu pengguna dalam melakukannya.
2.1.4 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut : a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi. b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referensi) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan sarjana. c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan. d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai. e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal. Perpustakaan Nasional RI (1996: 6) mengatakan tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. 1. Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan cara
mengumpulkan,
mengolah,
menyimpan,
menyajikan
dan
menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2. Dharma yang kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan,
mengolah,
menyimpan,
menyajikan,
dan
menyebarluaskan informasi bagi peneliti. 3. Dharma yang ketiga pengabdian kepada masyarakat, diselenggarakan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyimpan, menyajikan informasi bagi masyarakat. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan di lingkungan lembaga tinggi, yang bukan hanya untuk mahasiswa saja, tetapi juga untuk dosen dan para staf yang berada di lembaga tinggi tersebut. Serta memberikan jasa informasi untuk mendukung, memperlancar dan mempertinggi kualitas program kegiatan perguruan tinggi.
2.2
Klasifikasi Salah satu tujuan utama semua perpustakaan adalah mengusahakan agar
semua pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan yang diperlukannya. Salah satu diantara alat-alat yang diciptakan orang tersebut adalah klasifikasi. Salah satu alat klasifikasinya adalah DDC, yang digunakan untuk mengklasifikasi bahan pustaka.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Pengertian Klasifikasi Towa-Tairas (2002: 1) mengatakan Klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis dari sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain kedalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Didalam
klasifikasi
bahan
pustaka
dipergunakan
penggolongan
berdasarkan beberapa ciri tertentu. Misalnya karena bentuk fisik yang berbeda, maka penempatan buku perpustakaan dipisahkan daripada surat kabar, majalah, piringan hitam, microfilm, dan slides. Ada pula pnggolongan berdasarkan penggunaan bahan pustaka, seperti koleksi referensi dipisahkan dari buku lain, koleksi buku kanak-kanak atau buku bacaan ringan. Akan tetapi yang menjadi dasar utama penggolongan koleksi perpustakaan yang paling banyak dipakai adalah penggolongan berdasarkan isi atau subyek buku. Ini berarti bahwa bukubuku yang membahas subyek yang sama akan dikelompokkan bersama-sama. DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi Klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey (1851-1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004.
2.2.2 Tujuan dan Fungsi Klasifikasi Tujuan klasifikasi adalah untuk mengorganisasikan bahan pustaka dengan sistem tertentu sehingga mudah diketemukan dan dikembalikan pada tempat penyimpanan. Adapun tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Menghasilkan urutan yang berguna
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama klasifikasi adalah menghasilkan urutan atau susunan bahan pustaka yang berguna bagi staf perpustakaan maupun bagi pemakai perpustakaan. b. Penempatan yang tepat Bila bahan pustaka diperlukan pemakai, pustaka yang diinginkan mudah diketemukan serta mudah dikembalikan oleh petugas ke tempat yang pasti sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan. c. Penyusunan mekanis Bahan pustaka baru mudah disisipkan di antara bahan pustaka yang sudah dimiliki. Demikian pula penarikan bahan pustaka (karena dipinjam) tidak akan mengganggu susunan bahan pustaka di jajaran. Sedangkan fungsi klasifikasi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di jajaran rak, serta sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis.
2.2.3 Macam-macam Klasifikasi Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah: 1. Klasifikasi Artifisial Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokkan menurut pengarang, atau berdasarkan ciri fisiknya misalnya ukuran, warna sampul, dan sebagainya. 2. Klasifikasi Utility Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misal, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa di sekolah dibedakan dengan buku pegangan guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan koleksi sirkulasi (berdasar kegunaannya). 3. Klasifikasi Fundamental Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok persoalan yang dibahas dalam suatu buku. Pengelompokan bahan
Universitas Sumatera Utara
pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: • Bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya berdekatan. • Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana yang kuat. • Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah. • Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi. Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil. Dalam sistem tersebut buku dikelompokkan berdasarkan subyek, sehingga memudahkan pemakai dalm menelusur suatu informasi. Yang termasuk klasifikasi fundamental adalah klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification). DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem desimal angka arab sebagai simbol notasinya.
2.2.4 Keuntungan Klasifikasi Sebagai sarana penyusunan buku di jajaran (rak), klasifikasi mempunyai dua keuntungan yaitu sebagai berikut: a. Dapat membantu pemakai jasa perpustakaan mengidentifikasi dan melokalisasi bahan pustaka berdasarkan nomor panggil dokumen. b. Mengelompokkan bahan pustaka sejenis menjadi satu jajaran atau berdekatan. Sehingga pengguna lebih mudah menemukan kembali bahan pustaka.
2.2.5 Analisis Subyek Klasifikasi yang umum digunakan pada perpustakaan sekarang ini adalah menggunakan klasifikasi fundamental. Artinya, klasifikasi dilakukan berdasarkan isi fundamental suatu buku, sehingga apapun perubahan fisik buku, baik warna, tinggi, maupun lebar buku, tidak mempengaruhi subyek atau isi buku itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Analisis subyek merupakan hal yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual karena disinilah bahan pustaka yang ditentukan tempatnya dalam golongannya. Kekeliruan dalam menentukan subyek dapat menyesatkan pengguna (pembaca buku). Jadi, setiap dokumen harus dianalisis isinya. Kegiatan yang demikian inilah yang dikatakan sebagai” analisis subyek”. Selanjutnya, subyek tersebut diterjemahkan kedalam kode tertentu berdasarkan suatu sistem sehingga setiap bahan pustaka akan mempunyai identitas subyek tertentu pula. Kegiatan ini dinamakan dengan “deskripsi indeks”. Untuk melakukan analisis subyek, penganalisis perlu mengetahui prinsip dasarnya. Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian diperinci kembali bagian-bagian yang lebih kecil, yakni seperti yang dapat dilihat dalam bagan berikut: Bagan Prinsip dasar analisis subyek Displin/ilmu Sub disiplin ilmu
Displin ilmu/sub disiplin ilmu
Bentuk
Objek bahasa(fenominal)
Faset 1
Faset 2
Faset 3
Faset 4
-fisik - Penyajian
Fokus 1
Fokus 1
Fokus 1
Fokus 1
Fokus 2
Fokus 2
Fokus 2
Fokus 2
Fokus 3
Fokus 3
Fokus 3
Fokus 3
Fokus 4
Fokus 4
Fokus 4
Fokus 4
- intelektual
Wiji (2010: 119) mengatakan tiga bagian besar analisis subyek adalah pada disiplin ilmu, yaitu buku yang dianalisis harus masuk ke dalam disiplin ilmu
Universitas Sumatera Utara
tertentu objek bahasan atau fenomena, yaitu setelah ditemukan disiplin ilmu tertentu buku tersebut harus jelas membahas tentang suatu kajian atau fenomena tertentu dalam disiplin ilmu tersebut; dan bentuk, yaitu setelah ditemukan bentuk objek kajian atau fenomenanya buku harus disajikan dalam suatu bentuk tertentu. a. Disiplin ilmu Disiplin ilmu adalah istilah yang digunakan untuk satu bidang atau satu cabang keilmuan, misalnya, hukum, kimia, atau sosiologi. Masing-masing adalah disiplin ilmu yang merupakan bidang atau cabang keilmuan. Dalam analisis subyek, pertama kali yang harus ditentukan adalah disiplin ilmu atau bidang ilmu pengetahuan yang dicakup oleh bahan pustaka yang dianalisis tersebut. Sebagai contoh, buku berjudul “Perkembangan Koperasi Sepuluh Tahun Terakhir”. Maka dapat ditentukan bahwa disiplin ilmu untuk buku ini adalah “ekonomi”. Kemudian dapat ditentukan pula objek pembahasannya yang juga sebagai fasetnya adalah “koperasi” dan pada konsep ketiga, yang harus ada adalah bentuk, maka bentuk penyajian buku ini adalah sejarah, mengingat unsur waktu atau perkembangan dari waktu ke waktu sangat dominan. Disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, disiplin fundamental (fundamental disciplines). Disiplin fundamental merupakan bagian utama ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, para ahli berbeda pendapat tentang ciricirinya, pengelompokan dan jumlahnya, tetapi terdapat kesepakatan umum mengenai eksistensi bidang-bidang pengetahuan dasar ini. Kedua, subdisplin. Subdisiplin merupakan bidang spesialisasi dalam suatu disiplin fundamental. Misalnya, dalam kelompok ilmu-ilmu alamiah, sudisiplin yang merupakan spesialisasi atau cabang, antara lain ialah fisika, kimia, biologi, sosiologi, ekonomi, dan politik. b. Objek pembahasan atau fenomena Objek pembahasan atau fenomena ialah benda atau wujud yang menjadi titik kajian dari suatu disiplin ilmu. Misalnya, dalam buku berjudul “pendidikan wanita”, pendidikan merupakan disiplin ilmu dan wanita merupakan objek atau titik kajiannya dari disiplin ilmu pendidikan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa objek kajian merupakan bagian dari disiplin ilmu, atau dengan kata lain
Universitas Sumatera Utara
fenomena atau objek kajian dapat ditentukan setelah disiplin ilmu dalam suatu bahan pustaka sudah ditentukan. Fenomena yang sama dapat dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda, tetapi penentu golongan utama adalah disiplin ilmu yang membawahi fenomena tersebut. Dengan kata lain, fenomena berperan sebagai konsep subyek dalam analisis subyek. Konsep subjek menunjukkan tema suatu bahan pustaka. Fenomena yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, objek konkret, misalnya gedung, meja, buku dan lain-lain. Kedua, objek abstrak, misalnya moral, hukum, adab, dan lain-lain. Fenomena dapat dikaji dari satu atau beberapa disiplin ilmu. Fenomena yang dikaji tersebut dikelompokkan berdasarkan suatu ciri yang dimiliki bersama. Ciri pembagian itu disebut dengan “faset”. Suatu disiplin ilmu pengetahuan dapat ditinjau menurut sejumlah faset, misalnya bidang sosial dapat ditinjau antara lain menurut demografi, yang akan diperoleh: lingkungan, kependudukan, dan lain-lain. Jika ditinjau dari interaksi sosial akan diperoleh: komunikasi, psikologi social, dan lain-lain. Menurut Ranganathan, seorang ilmuwan dan pustakawan dari India yang pernah menciptakan sistem klasifikasi yang disebut “color Classification”, untuk membantu para pengklasifikasi bahan pustaka dalam melakukan analisis subyek, suatu fenomena/faset dapat dianalisis dengan memberikan urutan faktor-faktornya yang disingkat PMSET, yaitu (P) personality, (M) matter, (S) space, dan (T) time. Sebagai contoh yang berjudul “Pendekatan dalam Penyusunan Organisasi Sekolah Tahun 2005 di Indonesia”, urutannya dapat ditentukan sebagai berikut. (P) Personality
: Sekolah
(M) Matter
: Organisasi
(E) Energy
: Penyusunan
(S) Space
: Indonesia
(T) Time
: Tahun 2005
Secara lengkap susunan analisis subyek adalah: DISIPLIN/PMEST/BENTUK
Universitas Sumatera Utara
c. Bentuk Pembahasan mengenai “bentuk” berbeda dengan konsep subyek yang menunjukkan mengenai tema atau isi suatu bahan pustaka. Konsep bentuk lebih merujuk pada bagaimana penyajian suatu kajian dari bahan pustaka itu. Dalam hal ini, dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk berikut. 1. Bentuk fisik, yaitu sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek, misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, mikrofilm, mikrofis, dan lain-lain. Bentuk fisik tidak mempengaruhi isi dokumen bahan pustaka, misalnya “agama” dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetap ada “agama” dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetp pada “agama”. Majalah tentang agama, subyeknya adalah agama tapi bentuknya adalah majalah. Bentuk fisik dalam analisis subjek sering diabaikan, padahal bentuk fisik yang dicantumkan dalam analisis subyek menentukan bahwa bahan pustaka itu mempunyai tempat khusus di perpustakaan. 2. Bentuk penyajian, yaitu bentuk yang ditekankan pada pengaturan atau organisasi isi dokumen bahan pustaka. Dalam hal ini, dikenal tiga bentuk penyajian berikut. a. Penyajiannya yang menggunakan lambang-lambang, seperti bahasa (dalam bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan lain-lain), gambar dan sebagainya. b. Penyajian yang memperlihatkan tata susunan, bentuk, kumpulan, dan peragaan tertentu, misalnya abjad, kronologis, sistematik, esei, pidato, bibliografi, dan sebagainya. c. Penyajian untuk kelompok tertentu, misalnya Bahasa Inggris untuk pemula, psikologi untuk ibu rumah tangga. Kedua dokumen bahan pustaka itu adalah mengenai bahasa inggris dan psikologis, bukan
mengenai
pemula atau ibu rumah tangga. 3. Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan pada suatu subyek. misalnya buku yang berjudul “Filsafat hukum”, di sini yang menjadi Subyeknya adalah “Hukum”, sementara “Filsafat” adalah bentuk “Hukum” tersebut, sehingga bentuk yang dapat disajikan adalah bentuk intelektual.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan analisis subyek seseorang sangat dipengaruhi oleh subjektivitas dan latar belakangnya. Karena itu, hasilnya sering kali berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, meskipun bahan pustaka yang dikajinya sama, bahkan kadang-kadang bahan pustaka yang sama dianalisis orang yang sama dalam waktu yang berbeda dapat menghasilkan subyek yang berbeda. Untuk mengurangi subjektivitas dalam melakukan analisis subyek agar dapat dilakukan secara taat asas, perlu dikenali jenis-jenis subyek yang terdapat dalam bahan pustaka yang akan dianalisis. Pada pokoknya terdapat empat jenis subyek yang memiliki kaidah, yaitu sebagai berikut. 1. Subyek dasar Subyek dasar adalah subyek yang merupakan bidang pengetahuan secara umum tanpa ada suatu fenomena tertentu. Contoh: “Pengantar Ilmu Pendidikan”. Subyek judul tersebut dapat dirangkum dengan “Pendidikan” saja, tanpa fenomena. Contoh lain, “Dasar-dasar Ilmu Sosial”. Subyek judulnya cukup “Sosial” saja, tidak diikuti dengan fenomena lain. 2. Subyek sederhana Subyek sederhana adalah subyek yang membahas disiplin ilmu tertentu yang disertai dengan satu faset aja, atau dengan kata lain, subjek dasar yang disertai dengan satu fenomena. Contoh:
“Sekolah Dasar”, subyek ini dapat diurai menjadi: Disiplin ilmu
= Pendidikan
Fenomena
= Sekolah Dasar
Contoh lain, buku tentang “Penyakit Menular” dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu
= Kedokteran
Fenomena
= Penyakit Menular
3. Subyek Majemuk Subyek majemuk adalah jika subyek dasar disertai fokus-fokus yang berasal dari dua faset atau lebih. Atau jika subyek dasar disertai lebih dari satu fenomena. Contoh, buku yang berjudul “Perguruan Tinggi di Indonesia”, dapt dirangkum menjadi:
Universitas Sumatera Utara
Disiplin Ilmu
= Pendidikan
Fenomena (faset1)
= Perguruan tinggi
Fenomena (faset2)
= Indonesia
4. Subyek Kompleks Subyek kompleks adalah suatu bahan pustaka yang memiliki dua atau lebih disiplin ilmu. Contoh: buku yang berjudul “Dasar-dasar Pendidikan Ilmu Perpustakaan”, dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu 1
= Pendidikan
Disiplin ilmu 2
= Perpustakaan
Dalam melakukan analisis subyek terhadap subyek kompleks ini harus dilakukan pemilihan secara taat asas subyek-subyek yang diutamakan atau yang perlu diperhatikan adalah hubungan interaksi atau hubungan fase antar subyeksubyek yang ada, sebab dalam subyek kompleks ini terdapat empat hubungan fase-fase berikut. 1. Fase bias, yaitu jika suatu subyek digunakan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini, yang dutamakan adalah subyek yang digunakan. Contoh: “Koperasi untuk Sekolah Dasar” Rangkuman
: EKONOMI/KOPERASI/PENDIDIKAN/ SEKOLAH DASAR
Disiplin ilmu
: Ekonomi
Fenomena 1
: Koperasi
Fenomena 2
: Sekolah Dasar
Rangkuman pilihan
: EKONOMI/KOPERASI
2. Fase pengaruh, yaitu jika terdapat subyek dasar yang mempengaruhi subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Contoh: “Pengaruh Pendidikan di Desa” Disiplin ilmu1
: Pendidikan
Disiplin ilmu2
: Sosiologi
Fenomena Desa (dari faset struktur kemasyarakatan) Rangkuman
: SOSIOLOGI/DESA
Universitas Sumatera Utara
3. Fase alat, yaitu jika subyek dasar digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dijelaskan atau yang dibahas. Contoh : “Penggunaan Statistik pada Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia”
4.
Disiplin ilmu 1
: Statistik
Disiplin ilmu 2
: Sosiologi
Fenomena 1
: KB(dari faset kependudukan)
Fenomena 2
: Indonesia (dari faset tempat)
Fase Perkembangan, yaitu jika dalam satu bahan pustaka terdapat dua subyek atau lebih yang berasal dari dua disiplin ilmu atau lebih. Hubungan fase dapat bersifat perbandingan baik secara jelas maupun samar. Dalam subyek kadangkadang hubungan antarsubyek tersebut sama sekali tidak terasa, sehingga hanya berupa gabungan dua subyek atau lebih, atau gabungan dari dua disiplin ilmu atau lebih. Contoh: “Islam dan Ilmu pengetahuan” Disiplin ilmu1
: Islam
Disiplin ilmu2
: Ilmu Pengetahuan
Rangkuman
: ISLAM/ ILMU PENGETAHUAN
Untuk memilih subyek-subyek yang diutamakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya sebagai berikut: 1. Subyek ditentukan pada tekanan pembahasan, atau subyek yang dibahas lebih banyak. Contoh: “Matematika dan biologi” Kedua subjek merupakan subyek dasar dari disiplin ilmu yang berbeda. Untuk menentukan subyeknya, maka pengklasifikasi harus mengetahui subyek mana yang dominan atau yang lebih banyak dibahas. 2. Subyek ditentukan pada subjek yang erat relevansinya dengan perpustakaan tempat pengklasifikasi bekerja. Contoh:”Pendidikan dan Kesehatan”
Universitas Sumatera Utara
Keduanya merupakan subyek dasar. Tapi karena perpustakaan yang ditempati merupakan perpustakaan ilmu keguruan atau pendidikan, maka subyek yang dimunculkan adalah pendidikan, sedangkan subyek kesehatan merupakan subyek alternative. 3. Subyek ditentukan pada subyek yang dibahas pertama dalam bahan pustaka tersebut. Hal ini dilakukan jika pembahasan subyek-subyek yang ada sama berat dan tidak ada pertimbangan kepentigan perpustakaan. Contoh: “Statistik dan Pendidikan” Kedua subyek berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Maka, jika pembahasan subyek tersebut sama berat dan kepentingan perpustakaan terhadap subyek tersebut juga sama, pilihan ditentukan pada statistik, karena subyek ini lebih awal dibahasnya disbanding dengan pendidikan.
2.2.6 Panduan Mengklasifikasi Bahan Pustaka Adapun panduan dalam mengklasifikasi bahan pustaka adalah sebagai berikut: •
Tentukan subyek yang paling spesifik ditinjau dari tujuan penulis dan selanjutnya diikuti bentuk penyajiannya.
•
Bila pustaka dapat ditentukan pada 2 subyek (nomor kelas) yang berbeda, maka pilih nomor yang paling bermanfaat untuk pengguna perpustakaan.
•
Bila pustaka membahas lebih dari satu subyek dan subyek-subyek tersebut merupakan bagian dari subyek yang lebih luas, maka klasifikasikan pada subyek yang lebih luas.
•
Bila pustaka membahas subyek yang tidak memiliki nomor klasifikasi pada sistem yang dipakai, maka tentukan kelas yang paling mendekati atau paling berhubungan dengan nomor klasifikasi yang telah ada.
•
Usahakan menggunakan satu sistem taat azas (konsisten).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Sistem Klasifikasi DDC
2.3.1 Pengertian DDC DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi sistem klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey (18511931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004.
2.3.2 Sekilas Sejarah DDC Dewey Decimal Classification (DDC) merupakan sistem klasifikasi perpustakaan hasil karya Melvil Dewey (1851-1931). Dewey telah merintis sistem klasifikasi ini ketika ia masih menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai pustakawan di Amherst College, Massachusetts, di sebuah negara bagian Amerika Serikat. Karena tuntutan keadaan, terutama belum adanya sistem guna menata buku-buku yang dimiliki perpustakaan, Dewey berusaha keras menciptakan sistem tersebut. Pada tahun 1876, Dewey dapat menerbitkan edisi pertama dengan judul; “Classification and Subject Index or Cataloguing, and Arranging the Books and Pamphlets of Library”. Edisi pertama ini hanya 42 halaman dan terdiri atas 12 halaman pendahuluan, 12 halaman bagan, dan 18 halaman indeks. Pada edisi selanjutnya, DDC terus mengalami penyempurnaan dengan memasukkan subyek-subyek yang belum tercakup selaras dengan perkembangn ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini telah terbit edisi XXII tahun 2003 terdiri atas 4 jilid: Introduction, schedule 000-599, schedule 600-999 dan indeks relatif, setebal lebih dari 3.000 halaman. Disamping edisi lengkap, DDC juga menerbitkan edisi ringkas yang dapat digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan yang tidak begitu besar dan bersifat
Universitas Sumatera Utara
umum. Saat ini, DDC telah diterbitkan dalam bentuk terjemahan berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa indonesia yang sangat dikenal dalam dunia perpustakaan. Memang banyak sistem klasifikasi di perpustakaan yang dibuat, tapi tidak ada yang mampu bertahan selama DDC. DDC telah mampu bertahan kurang lebih satu abad sejak diterbitkannya edisi pertama hingga sekarang. Keunggulan sistem klasifikasi ini adalah sistematik, universal, fleksibel, lengkap, dan siap pakai (enumerated), di samping adanya suatu badan yang mengawasi perkembangannya dan terus mengadakan peninjauan ulang untuk penyempurnaan edisi-edisi selanjutnya. Badan tersebut adalah The Paced Club Education Foundation dan The Library of Congress di Amerika Serikat (Kaelani:2006). Disamping
itu
keberadaannya
yang
enumerated,
DDC
juga
memungkinkan untuk pembentukan notasi yang belum tercantum dalam bagan, baik dengan menggunakan tabel-tabel tambahan maupun mengikuti petunjuk yang ada dalam bagan. Kelemahan DDC ini terletak pada kesan terlalu American centris dan kurang memberi perhatian pada bidang-bidang di luar Amerika dan Eropa Barat, seperti bidang agama, manajemen pemerintahan, dan bahasa-bahasa.
2.3.3 Unsur-unsur DDC Adapun unsur-unsur pokok DDC ada tiga yaitu sebagai berikut: 1. Notasi Terdiri atas serangkaian simbol berupa angka-angka yang mewakili subjek tertentu Angka-angka itu disebut “Nomor kelas”. 2. Indeks relative indeks Terdiri atas sejumlah tajuk subyek yang disusun menurut abjad dan dirujuk ke nomor kelas dari subyek tersebut. 3. Tabel Yang terdapat pada tabel pembantu digunakan untuk menyatakan aspek-aspek tertentu yang menyertai subyek yang berbeda. Dan Di dalam edisi lengkap terdapat 7 tabel pembantu.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Keuntungan Penggunaan DDC Adapun berbagai keuntungan dalam menggunakan DDC yaitu sebagai berikut : a. Menggunakan notasi angka yang logik dan sederhana. Sehingga DDC mudah dipahami dan diingat. b. Sifatnya Fleksibel. c. Memiliki lembaga yang mengawasi perkembangannya, yaitu Forest Press Committee di Amerika Serikat, sehinga DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dengan cara melakukan revisi.
2.3.4 Prinsip-prinsip Dasar Sistematika DDC Towa-Tairas (2002: 3) mengatakan penyusunan sistem klasifikasi yang sistematis dan teratur didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang berikut: 1. Prinsip dasar desimal a. Klasifikasi Dewey membagi ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama. Kemudian masing-masing kelas utama itu dibagi lagi kedalam 10 divisi, dan selanjutnya masing-masing divisi diabgi lagi ke dalam 10 seksi, sehingga dengan demikian DDC terdiri dari 10 kelas utama, 100 divisi dan 1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan diadakannya pembagian lebih lanjut daripada seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi menjadi sub-sub seksi, dan seterusnya. Oleh karena pola perincian ilmu pengetahuan yang berdasarkan kelipatan sepuluh inilah maka DDC disebut Klasifikasi Persepuluhan atau klasifikasi desimal. b. Kelas utama (main classes) Sepuluh kelas utama diberi nomor 0,1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Akan tetapi di dalam praktek selalu dituliskan dalam bentuk notasi dengan tiga bilangan dan tidak boleh kurang, dimana nomor kelas utama menempati posisi pertama. Sepuluh kelas utama tersebut biasanya dinamakan Ringkasan Pertama (First Summary) dan terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
000
Karya umum
100
Filsafat
200
Agama
300
Ilmu-ilmu sosial
400
Bahasa
500
Ilmu-ilmu murni
600
Ilmu-ilmu terapan (teknologi)
700
Kesenian dan olahraga
800
Kesusasteraan
900
Sejarah dan geografi
c. Divisi (divisions) Setiap kelas utama dibagi menjadi 10 bagian yang disebut divisi. Yang masing-masing diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita peroleh 100 divisi, yang biasanya disebut Ringkasan Kedua (Second Summary). Notasinya terdiri dari tiga bilangan di mana nomor divisi menempati posisi kedua. Misalnya, kelas utama teknologi (600) terdiri dari divisi-divisi berikut: 600
Teknologi
610
Ilmu kedokteran
620
Ilmu teknik
630
Ilmu pertanian
640
Kesejahteraan rumah tangga
650
Manajemen
660
Industri dan teknologi kimia
670
Pengolahan bahan industri dalam pabrik
680
Industri-industri lain
690
Bangunan
d. Seksi (sections) Setiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian yang disebut seksi, yang juga diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita mendapat jumlah 1000
Universitas Sumatera Utara
seksi yang biasanya disebut Ringkasan Ketiga (Third Summary). Notasinyapun terdiri dari tiga bilangan dan nomor seksi menempati posisi ketiga. Divisi 610 atau Ilmu kedokteran dibagi menjadi seksi-seksi berikut: 610
Ilmu kedokteran
611
Anatomi manusia
612
Fisiologi manusia
613
Ilmu kesehatan umum
614
Kesehatan masyarakat
615
Farmakologi dan ilmu obat-obatan
616
Penyakit
617
Ilmu bedah
618
Cabang ilmu kedokteran yang lain
619
Ilmu kedokteran eksperimental
e. Pembagian lebih lanjut Sistem klasifikasi Dewey memungkinkan pembagian yang lebih lanjut atas dasar kelipatan sepuluh (seksi menjadi sub-seksi, sub-seksi menjadi subsub seksi, dan seterusnya) dengan menempatkan titik desimal sesudah bilangan ketiga daripada notasi, dan menambahkan bilangan lain sebanyak yang diperlukan sesudah titik desimal tersebut. Dengan demikian notasi sub-seksi adalah 4 bilangan dan sub-sub seksi adalah 5 bilangan dan seterusnya. Seksi Fisiologi manusia (612) diperinci sebagai berikut: 612
Fisiologi manusia
612.1
Darah dan peredaran darah
612.2
Pernapasan
612.3
Makanan dan metabolisme
612.4
Pencernaan makanan; kelenjar
.... .... 612.8 Susunan syaraf dan alat-alat indera 612.81
Syaraf dan urat syaraf
612.82
Otak
Universitas Sumatera Utara
612.83
Syaraf tulang belakang
612.84
Mata dan penglihatan
612.85
Telinga dan pendengaran
2. Prinsip dasar susunan umum-khusus a. Dari 10 kelas utama yang ada, kelas utama yang pertama (kelas 0) disediakan untuk karya umum yang membahas banyak subyek dan dari banyak segi pandangan, misalnya persurat-kabaran, ensiklopedi, dan beberapa ilmu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti informasi, komunikasi dan ilmu perpustakaan. Kelas utama 1-9 masing-masing mencakup satu jenis ilmu tertentu misalnya Agama (200) atau sekelompok ilmu yang saling berhubungan, seperti Ilmu sosial (300). b. Dari 10 divisi dalam tiap kelas utama, divisi pertama (divisi 0) membahas karya umum untuk seluruh kelas, sedangkan divisi 1-9 membahas hal-hal yang lebih khusus: Kelas utama
600
Teknologi
Divisi pertama
600-609
Karya umum tentang teknologi
Divisi kedua
610-619
Ilmu kedokteran (khusus)
Divisi ketiga
620-629
Ilmu teknik (khusus)
c. Dari 10 seksi dalam tiap divisi, maka seksi pertama (seksi 0) disediakan untuk karya umum seluruh divisi, sedangkan seksi 1-9 untuk hal-hal yang lebih khusus lagi: Divisi
610
Ilmu kedokteran (umum)
Seksi pertama
611
Anatomi manusia(khusus)
Seksi kedua
612
Fisiologi manusia (khusus)
Dan seterusnya. 3. Prinsip dasar disiplin Penyusunan dan pembagian DDC terutama didasarkan pada lapangan spesialisasi ilmu pengetahuan atau “discipline” (disiplin) atau cabang ilmu
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tertentu dan bukan pada subyek. Suatu subyek dapat dibahas pada beberapa disiplin ilmu, oleh karena itu pembagian menurut subyek adalah sekunder, dan pembagian menurut disiplin adalah primer. Sebagai contoh, subyek perkawinan dibahas dalam beberapa disiplin: 173
Aspek etis
248
Perkawinan dalam agama Kristen
2X4.3
Hukum perkawinan Islam
306.8
Aspek sosiologis
392.5
Kebiasaan dalam perkawinan
613.9
Aspek keluarga berencana Dsb
Dengan demikian, pemberian nomor kelas pada sebuah buku tentang “perkawinan” tergantung pada aspek apa yang dibahas buku itu, yang berarti buku itu termasuk disiplin tertentu.
4. Prinsip dasar hierarki Pengertian hierarki adalah susunan suatu sistem klasifikasi dari umum ke khusus. DDC adalah klasifikasi yang hierarki baik dalam notasi maupun dalam relasi antar disiplin dan relasi antar subyek. a. Hierarki dalam notasi berarti bahwa perincian lebih lanjut dari suatu subyek atau disiplin tertentu dilakukan dengan penambahan suatu bilangan pada notasi pokoknya, misalnya: 600
Teknologi (notasi pokok adalah 6)
630
Ilmu pertanian (notasi pokok adalah 63)
631
Teknik pertanian umum
631.3
Alat-alat pertanian : bajak, traktor, dll.
631.5
Penanaman dan panenan.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diperhatikan bahwa pada bagan DDC perincian subyek tidak dicetak pada satu garis lurus dari atas ke bawah, akan tetapi pada indensi yang berlainan. b. Centered heading (Tajuk terpusat) Sering terjadi bahwa untuk menguraikan suatu subjek lebih lanjut kita tidak dapat mengadakan penambahan satu bilangan (prinsip hierarki notasi) pada suatu nomor kelas tertentu saja. Misalnya di bawah 630, Ilmu dan teknologi pertanian, produksi beberapa hasil pertanian diberi serangkaian nomor tertentu yaitu 633-635 dan di dalam bagian DDC dicetak di tengah-tengah halaman (itulah sebabnya disebut centered headings) sebagai berikut:
633-635 Produksi beberapa hasil pertanian 633
Tanaman di ladang
634
Tanaman kebun, buah-buahan dan hutan.
635
Sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Karya komprehensif digolongkan pada 631
Karya komprehensif artinya suatu karya atau buku yang membicarakan tentang semua aspek atau subyek dalam kelompok tertentu. Jadi pada contoh di atas itu adalah suatu buku yang membicarakan tentang tanaman di ladang (633), tanaman kebun dan sebagainya (634) dan sayur-sayuran (635). Buku yang demikian itu tentu tidak dapat digolongkan pada 633 atau 634 atau 635, sehingga dianjurkan untuk digolongkan pada 631. Pada setiap “Centered heading” selalu ditetapkan di mana karya komprehensif digolongkan. Dalam DDC terlihat bahwa tidak mungkin untuk mendaftarkan semua produksi hasil pertanian hanya pada nomor 633 saja, dan untuk setiap jenis produksi kita menambahkan satu bilangan oleh karena nomor kelasnya akan menjadi terlalu panjang sehingg tidak praktis.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Penggunaan DDC
2.4.1 Penggunaan Notasi Dasar (Enumerated) Wiji (2010: 151) mengatakan apabila hasil analisis subyek hanya memerlukan notasi dasar yang siap pakai (enumerated), penentuan notasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Kenalilah bagan klasifikasi dengan baik. a. Hafalkan ringkasan I, yaitu kelas utama (main classes)-nya. b. Kenali dengan baik ringkasan II (divisi). c. Pilihlah notasi pada divisi yang paling sesuai dan periksa perincian dari divisi (seksi-seksi) untuk memilih seksi yang paling sesuai dengan hasil analisis subyek. d. Jika diperlukan suatu notasi yang lebih spesifik, periksa perincian dari seksi (notasi-notasi subseksi), dan pilihlah notasi yang paling sesuai. 2. Menggunakan indeks relatif bila diperlukan. a. Periksalah ringkasan dari entri indeks relatif yang digunakan sebagai akses untuk memilih istilah subyek dan notasi yang paling sesuai dengan hasil analisis subjek. b. Cek kembali ke dalam bagan klasifikasi, hasil pemilihan notasi melalui indeks relatif tersebut, apakah notasi tersebut merupakan subordinasi dari notasi yang lebih luas cakupannya; jika tidak sesuai, berarti keliru dalam memilih notasi melalui indeks (selengkapnya, coba lihat indeks relatif pada buku klasifikasi DDC).
2.4.2 Pembentukan Notasi Sering suatu subyek dari hasil analisis subyek tidak cukup dicerminkan dengan notasi dasar yang siap pakai ini sebagaimana telah tersedia dalam bagan klasifikasi. Karenanya, perlu pembentukan notasi sesuai dengan sistem klasifikasi DDC. Misalnya, jika suatu subyek mengandung aspek bentuk, apakah bentuk penyajian, bentuk fisik atau intelektual, aspek bentuk tersebut sedapat mungkin harus diwujudkan dalam notasi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem klasifikasi DDC, pembentukan notasi dapat dilakukan dengan fasilitas notasi-notasi tambahan sebagaimana yang tercantum dalam tabeltabel tambahan atau sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam notasi dasar, yaitu: Tabel 1
: Notasi Subdivisi Standar (Standar Subdivision)
Tabel 2
: Notasi Wilayah (Area Table)
Tabel 3
: Notasi Bentuk Sastra
Tabel 4
: Notasi Bentuk Bahasa
Tabel 5
: Notasi Ras, Etnis dan Kebangsaan.
Tabel 6
: Notasi Bahasa-bahasa sesuai petunjuk yang terdapat dalam
bagan DDC
2.4.5 Indeks Relatif (Relative Index) Untuk membantu mencari notasi suatu subyek dalam DDC terdapat ‘Indeks Relatif’. Pada indeks relatif ini terdaftar sejumlah istilah yang disusun berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yang terdapat dalam bagan. Dalam indeks ini didaftar sinonim untuk suatu istilah, hubungan-hubungan dengan subyek lainnya. Bila suatu subyek telah ditemukan dalam indeks relatif, hendaklah ditentukan lebih lanjut aspek dari subyek yang bersangkutan. Cara yang paling cepat untuk menentukan notasi suatu subyek adalah melalui indeks relatif. Tetapi menentukan notasi hanya melalui dan berdasarkan indeks relatif saja tidak dapat dibenarkan. Setelah suatu subyek diperoleh notasinya dalam indeks relatif, harus diadakan pengecekan dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan demikian dapat diketahui apakah notasi tersebut betul-betul sesuai dengan karya yang sedang diklasifikasikan.
2.4.3 Bagan (Schedules) Pawit (2002: 31) Klasifikasi Dewey adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut prinsip “desimal” untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibagi ke dalam 9 kelas utama, yang diberi kode/lambang angka (selanjutnya disebut notasi). Seperti telah dijelaskan pada
Universitas Sumatera Utara
halaman sebelumnya. Dalam DDC ini semakin khusus suatu subyek, semakin panjang notasinya. Karena banyak angka yang ditambahkan pada notasi dasarnya. Pembagiannya dari umum ke khusus. Ada beberapa istilah penting dalam bagan, seperti: 1. Summary yaitu tajuk yang agak terbatas pembagiannya. Contoh dalam subyek Insecta (insecta) 595.7 terdapat “summary”. Pembagian yang lebih rinci untuk masing-masing tajuk yang terdapat dalam tersebut diperinci lebih lanjut dalam bagan (lihat bagan hal.925). 2. Formerly also Istilah ini terdapat dalam kurung siku, yang artinya menunjukkan bahwa subyek tersebut notasinya dulu pada .... Misal, pada notasi 297.211 terdapat subyek “Tawhid” [formerly also 297.14]. ini berarti dulu notasinya pada 297.14 tetapi sekarang pada 297.211 (lihat bagan hal. 229). Istilah Formerly pada prinsipnya sama dengan Istilah formerly also. Ini berarti terdapat pemindahan lokasi notasi untuk subyek dimaksud. Contoh notasi 003.52 Perception theory [formerly 001.534]. 3. Class here Merupakan instruksi yang berarti tempatkan di sini. Hal ini sebagai penuntun untuk menentukan notasi suatu subyek yang mungkin tidak diduga berada di bawah tajuk tersebut. Contoh“advertising and public relations” mendapat notasi 659. Di bawahnya diikuti dengan istilah ‘class here publicity’, ini berarti karya tentang ‘publicity ditempatkan sama pada subyek Advertising and public relation (lihat bagan hal. 352). 4. Relocated to DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemungkinan terdapat perubahan-perubahan dalam menempatkan notasi untuk suatu subyek sangat besar sekali. Relokasi ini dinyatakan dengan petunjuk formely also dan formerly yang notasinya ditempatkan dalam tanda kurung siku.
Universitas Sumatera Utara
Contoh 729[.9] Built-in church furniture. Kemudian diikuti dengan instruksi Relocated to 726.529, ini berarti notasi 729.9 untuk subyek ‘built-in church furniture’ sekarang sudah tidak digunakan lagi dan dipindahkan pada notasi 726.529 (lihat bagan hal.484) 5. Centered heading Adakalanya suatu konsep tidak bisa dinyatakan dalam satu notasi, maka dinyatakan dalam sederetan notasi. Contoh untuk menyatakan subyek ‘Biography of specific classes of perseons’ dalam bagan dinyatakan pada notasi 920.1-929.9. Pada kasus seperti ini akan terdapat tanda segitiga(>) mendahului notasi tersebut, (lihat bagan hal.703). 6. Optional number, prefer. Merupakan pilihan atau alternatif yang dikehendaki oleh DDC. Contoh untuk konsep‘riwayat hidup para ahli dalam disiplin ilmu tertentu’, DDC menyarankan agar ditempatkan pada subyeknya dengan menambahkan notasi ‘subdivisi standard’ -092 dari tabel 1 (lihat ............. 702). 7. If prefered Istilah ini merupakan penuntun bagi pemakai DDC bila menghendaki dapat memilih salah satu alternatif. Contoh untuk konsep ‘bibliografi subyek’ notasinya 016. Bila pemakai DDC menghendaki, dapat menempatkan bibliografi tersebut pada subyeknya. Misal ‘Bibliografi kedokteran’ pada notasi 016.61, tetapi pemakai DDC dapat juga menempatkan pada notasi 610.61 (lihat bagan hal. 32).
2.4.4 Tabel-tabel Selain pembagian kelas secara desimal dengan notasi yang terdaftar dalam bagan, DDC juga mempunyai sarana lain. Untuk membagi/memperluas subyek lebih lanjut, yaitu dengan menyediakan sejumlah tabel pembantu atau auxiliary tables. Notasi pada tabel-tabel tersebut hanya dapat digunakan dalam rangkaian dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan kata lain, notasi yang terdapat dalam tabel tidak pernah berdiri sendiri, selalu dirangkaikan dengan notasi dalam
Universitas Sumatera Utara
bagan. Dalam klasifikasi DDC edisi 22 terdapat 7 tabel pembantu/pelengkap, yakni: 1.
Tabel 1: Subdivisi Standar (Standard Subdivisions) Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya dalam bagan, adakalanya perlu dicantumkan lebih lanjut notasi tambahan “bentuk” yang diambil dari notasi yang terdapat dalam tabel 1 (standard subdivision, hal.3-24). Tabel 1 ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk suatu karya, misalnya -03 adalah bentuk kamus dan ensiklopedi. -05 adalah bentuk terbitan berkala atau majalah. Adakalanya juga untuk menjelaskan bentuk penyajian intelektual, misal -01 untuk bentuk penyajian yang bersifat filsafat dan teori, -09 sejarah dan geografi. Dalam bagan terdapat 5 cara untuk penggunaan tabel 1 ini, yakni: a. Tidak ada instruksi b. Terdapat dalam bagan (lengkap) c. Terdaftar sebagian d. Ada instruksi penggunaan dua nol (00) e. Instruksi penggunaan tiga nol (000)
2.
Tabel 2: Wilayah (Geographic Areas, Historical Periods, Persons) Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya
(wilayah),
misal “Angkatan Laut Indonesia”. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu ditambahkan notasi wilayah “Indonesia” yang diambilkan dari Tabel 2. Cara penambahan tabel 2 ini aalah sebagai berikut: a. Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari Tabel 1). b. Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa instruksi dari Tabel 2.
Kadangkala didahului dengan kata-kata
‘Geographical, treatment, treatment by specific continents, countries”, dan sebagainya. Untuk geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk ‘geografi’ suatu wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya “Geografi Jepang, Geografi Indonesia” dan sebagainya. Cara pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan dengan notasi wilayah yang diambil dari Tabel 2. 3. Tabel 3: Subdivisi Sastra (Subdivision for Individual Literatur, form Specific Literary Forms). Dalam klas 800 (kesusasteraan) dikenal bentuk penyajian khusus yang disebut “subdivisi masing-masing sastra”. Misal bentuk-bentuk sastra, -1 Puisi, -2 Drama, -3 Fiksi, dan sebagainya. Notasi yang terdapat alam Tabel 3 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar sastra. Untuk notasi dasar suatu sastra yang berakhiran dengan angka 0 (nol), notasi dasarnya adalah dua angka pertama saja. Notasi dasar sastra Inggris 82 bukan 820, dan seterusnya. Cara penggunaan tabel 3 ini adalah: a) Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b) Tidak terdaftar dalam bagan 4.
Tabel 4: Subdivisi bahasa (Subdivisions of Individual Languages) Dalam 400 (bahasa) dikenal subdivisi khusus bahasa yang disebut “masingmasing bahasa” (Subdivisions of Individual Languages). Notasi yang terdapat dalam tabel 4 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar suatu bahasa dalam klas 400. Bila notasi suatu bahasa terdiri dari 3 angka dan berakhiran dengan 0 (nol), notasi dasarnya hanya 2 angka pertama. Misal notasi dasar bahasa Perancis 44- bukan 440, bahasa Itali 47- bukan 470. Cara penambahan Tabel 4 ini: a. Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b. Belum terdaftar dalam bagan c. Kamus dua bahasa. Urutannya dengan mengutamakan bahasa yang kurang dikenal kemudian tambahkan -3 (dari Tabel 4), menyusul notasi bahasa yang lebih dikenal d. Kamus banyak bahasa. Bagi kamus banyak bahasa, yaitu mencakup 3 bahasa atau lebih dimasukkan ke dalam kamus poliglot (polyglot dictionaries).
Universitas Sumatera Utara
5.
Tabel 5: Ras, Etnik, dan Kebangsaan (Racial, Ethnic, National Groups). Adakalanya suatu subyek perlu ditambahkan aspek ras tertentu. Misal -951 Chinese -992.1 Philipines. Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya, lalu tambahkan dengan notasi di tabel 5, ini dilakukan bila dirasa perlu untuk memperluas subyek yang bersangkutan. Adapun cara penambahannya, adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Maka tambahkan notasi -089 (dari Tabel 1) kemudian cantumkan notasi.
6.
Bahasa (Languages) Suatu subyek adakalanya perlu ditambahkan aspek bahasanya. Misal Bibel dalam bahasa Belanda. Terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Cina, dan sebagainya. Terlebih dahulu harus ditentukan notasi untuk subyek Bibel dan Al-Qur’an kemudian ditambahkan dari notasi bahasa Belanda atau Cina yang diambilkan dari Tabel 6. Cara penggunaan Tabel 6 ini adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Tambahkan notasi -175 (aspek wilayah di mana suatu bahasa sangat dominan, dari Tabel 2). Lalu tambahkan notasi bahasa dari Tabel 6 ini. Contoh untuk karya Bibel di Argentina dalam bahasa Spanyol (bahasa Spanyol sangat dominan di Argentina) mendapat notasi 220.517661.
7.
Orang (Groups of Persons). Suatu subyek adakalanya perlu diperluas notasinya dengan kelompok orang tertentu, misal ahli kimia, penyandang cacat, dan sebagainya. Untuk itu pada notasi subyek yang bersangkutan dapat diperluas dengan menambahkan notasi yang terapat pada Tabel 7. Penggunaan Tabel 7 ini adalah sebagai berikut: a) Ditambahkan langsung b) Tidak langsung. Tambahkan dengan notasi -088 yang diambil dari Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel Perluasan Untuk Wilayah Indonesia Perluasan dari Tabel Wilayah DDC, khusus yang berhubungan dengan wilayah Indonesia (tabel 2). Buku-buku tentang Indonesia makin hari makin besar jumlahnya. Kebutuhan untuk perluasan/penyesuaian notasi DDC untuk subyek Indonesia sangat diperlukan, karena untuk membedakan daerah yang dibahas dalam subyek buku. Mengenai ikhtisar pembagian daerah-daerah Indonesia kita menggunakan pedoman yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan Jl. Merdeka Selatan No. 11 Jakarta, yang disusun oleh Sub Panitia Standarisasi Perpustakaan, Panitia Teknis Perpustakaan pada Tahun Buku Internasional 1972, dengan judul “Perluasan dan Penyesuaian Notasi untuk Beberapa Seksi dalam DDC khusus yang berhubungan dengan Indonesia”. 1) Koperasi di Kabupaten Blitar, Nomer klasnya ---- 334.959 824 71 Koperasi ------------------------- 334 (Bagan/Skema DDC) Kab. Blitar ---------------------- 959 824 71 2) Kota Pasuruan dalam angka, Nomer klasnya ---- 315.959 824 82 Statistik ----------------------- 315 (Bagan/Skema DDC) Kota Pasuruan --------------- 959 824 82
2.4.6 Bagaimana Memakai DDC 1. Langkah-langkah persiapan Untuk dapat memakai DDC dengan baik diperlukan ketelitian ketekunan dan latihan. Berikut ini diberikan beberapa petunjuk yang merupakan langkah pendahuluan dan persiapan yang harus diperhatikan sebelum anda memulai pekerjaan mengklasir buku. 1. Untuk dapat memahami pola umum system DDC pelajarilah berturut-turut ketiga ringkasan yang mendahului bagan DDC. Hafalkan ringkasan pertama, yaitu sepuluh kelas utama. Pelajarilah ringkasan kedua (divisi) untuk mendapatkan gambaran tentang pembagian steiap kelas utama, mulai dari kelas 0 sampai dengan kelas 9. Kemudian dengan cara yang sama pelajarilah ringkasan ketiga (seksi)
Universitas Sumatera Utara
2. Sambil mempelajari ringkasana kedua dan ringkasan ketiga periksalah juga bagan (schedule) yang lengkap. Lakukan hal ini secara sistematis dan teratur sehingga sedikit demi sedikit anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pola umum strukturnya. 3. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan buku ini. Banyak penjelasan pada bagian ini yang membantu anda untuk memahami apa yang telah anda pelajari pada kedua langkah tersebut di atas secara lebih mendalam. 4. Periksalah Tabel-tabel 1 pembantu serta petunjuk pemakainnya. 5. Pelajarilah sifat-sifat khusus dari kelas utama kesusastraan (kelas 8) dan kelas utama karya umum (kelas 0). Pada kelas 8, susunan pembagian kesusastraan di dasarkan pertama-tama pada disiplin, setelah itu bahasa aslinya dan kemudian berdasarkan bentuk karya sastranya. Pada kelas 0, susunan pembagiannya pertama-tama didasarkan pada bentuknya, kemudian pada bahasa atau tempat. Pada semua kelas yang lain, susunanya didasarkan pada urutan disiplin atau subyek, tempat, waktu dan bentuk publikasi. 2. Menganalisa suatu bahan pustaka Sebelum kita dapat menempatkan suatu bahan pustaka (buku) pada kelas atau penggolongan yang sesuai, kita perlu mengetahui lebih dahulu subyek apa yang dibahas dalam buku itu. Sudut pandangnya yang dianut penulisannya dan bentuk penyajiannya. Sayangnya hal itu tidak selalu mudah dilaksanakan dalam praktek, sehingga perlu mengetahu dan mempelajari bagaimana cara membaca buku secara teknis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Judul buku kadang-kadang dengan mudah memberikan petunjuk tentang apa isinya, misalnya Matematika modern, Pengantar ekonomi dan Beternak itik, akan tetapi sering juga yang tidak jelas (bahkan membingungkan) sehingga perlu diadakan pemeriksaaan lebih lanjut. Buku dengan judul seperti habis gelap terbitlah terang, pending emas, small is beautiful, Asian drama atau one thousand day tidak dapat kita tentukan subyeknya begitu saja tanpa meneliti buku itu untuk memperoleh keterangan atau petunjuk lebih jelas
Universitas Sumatera Utara
misalnya judul tambahan, judul seri dan melalui cara-cara yang disebutkan di bawah ini. 2. Daftar isi sebuah buku, apalagi yang cukup terperinci biasanya merupakan petunjuk yang dapat dipercaya tentang subyek buku itu. 3. Apabila dari daftar isi tidak jelas, atau tidak ada daftar isi, bibliografi atau sumber yang dipakai untuk menyusun buku itu dapat memberikan petunjuk yang bermanfaat. 4. Bacalah sepintas lalu kata pengantar atau pendahuluan buku itu yang biasanya memberikan informasi tentang sudut pandang penulis tentang subyeknya, ruang lingkup persoalannya, untuk pembaca yang bagaimana buku itu ditulis dan keterangan lain yang berguna untuk mengklasirnya. 5. Apabila keempat langkah tersebut di atas belum memadai untuk menentukan subyek buku itu, maka kita terpaksa harus membaca sebagian teks buku itu atau mencari sumber informasi lain seperti bibliografi catalog penerbit, timbangan buku pada majalah ilmiah dan buku referens lainnya, bahkan meminta pertolongan dari orang yang ahli. Disamping itu masih ada kesulitan lain lagi di dalam menentukan subyek sebuah buku secara tepat oleh karena: a. Di dalam kenyataan banyak pengarang yang membahas dua subyek atau lebih dalam sebuah buku. b. Sering pula ada buku yang membahas dua aspek atau lebih dari satu subyek, yang berarti kita harus berurusan dengan lebih dari satu disiplin ilmu. c. Makin lama makin banyak buku yang masalahnya di tinjau dari atau mencakup berbagai ilmu sehingga merupakan karya interdisipliner dan kecenderungan ini menambah sulitnya tugas untuk mengklasirnya. Oleh karena itu pada bagian berikut ini diberikan beberapa petunjuk umum untuk mengklasirkan bahan pustaka, di mana tercakup jawaban terhadap kesulitan yang baru saja disebut.
Universitas Sumatera Utara
3. Beberapa petunjuk umum untuk menggolongkan bahan pustaka. 1. Kecuali untuk kesusastraan golongkan suatu buku pertama menurut subyeknya kemudian menurut bentuknya atau aspeknya. Misalnya Kamus koperasi 334.03 (334 adalah koperasi-03 kamus); Sejarah ilmu kedokteran 610.9 (61 adalah kedokteran,-09 sejarah) 2. Golongkan sebuah buku sesuai dengan apa yang menjadi maksud dan tujuan pengarangnya. Misalnya pengaruh kesusatraan belanda pada angkatan pujangga baru Indonesia (810) bukan pada kesusatraan belanda (839.3) 3. Golongkan sebuah buku berdasarkan subyek yang paling spesifik dan bukan pada subyek yang lebih luas. Misalnya buku tentang ilmu ukur pada 516, bukan pada 510 yang adalah subyek yang luas matematika. 4. Apabila sebuah buku dapat ditempatkan pada dua nomor kelas yang samasama tempatnya, golongkan buku itu pada golongan yang paling bermanfaat bagi pemakai perpustakaan anda. Misalnya, bagi perpustakaan fakultas kedokteran bibliografi kedokteran akan lebih bermanfaat ditempatkan pada 610.16, sedangkan bagi perpustakaan umum sebaiknya ditempatkan pada 016.61 5. Apabila sebuah buku membahas dua subyek yang saling berhubungan, golongkan pada subyek yang paling banyak mendapat tekanan dalam uraianya. Misalnya pengaruh komunisme pada gereja roma katolik, digolongkan pada 282 bila uraiannya lebih ditekankan pada gereja roma katolik,bukan pada 320.5 ideologi politik termasuk komunisme. 6. Apabila sebuah buku membahas dua subyek yang tidak saling berhubungan: a. Golongkan pada subyek yang lebih banyak diruaikan b. Bila uraiannya sama banyak, golongkan pada subyek yang lebih dulu diuraikan dalam buku, atau c. Pada subyek yang lebih dulu disebutkan dalam bagan DDC, misalnya buku tentang hukum (340) dan politik (320) digolongkan pada politik karena 320 lebih dulu disebut dalam bagan DDC , atau
Universitas Sumatera Utara
d. Pada subyek yang lebih diutamakan dalam perpustakan, misalnya dalam perpustakaan dep.kehakman buku tersebut di atas akan digolongkan pada 340. 7. Apabila sebuah buku membahas satu subyek dari dua atau lebih aspek dan tidak jelas aspek mana yang diutamakan, golongkan buku itu: a. Pada aspek disiplin yang lebih luas, misalnya wayang sebagai karya sastra dan kesenian, digolongkan pada kesenian (791.5) karena aspek kesenian dianggap lebih luas dari aspek kesusastraan. b. Pada disiplin yang merupakan dasar dari disiplin yang lain,misalnya elektronika dalam teori dan praktek, digolongkan pada 537.5, bukan 621.38 karena golongan 500 merupakan dasar dari golongan 600. c. Pada disiplin yang merupakan tujuan dari disiplin yang lain, misalnya Industri pertambangan ditinjau dari segi ekonomis, digolongkan pada 388 bukan 622 karena soal perindustrian mempunyai tujuan ekonomis. 8. Apabila sebuah buku membahas tiga subyek atau lebih, yang merupakan bagian dari subyek yang lebih luas itu, misalnya buku tentang ekonomi (330), politik (320) dan hukum (340) digolongkan pada 300 Ilmu-ilmu sosial. Bila tiga atau lebih subyek itu tidak merupakan bagian dari subyek yang lebih luas, golongkan pada kelas karya umum (000), misalnya buku tentang filsafat (100), agama (200), sosial (300) dan sejarah (900). 9. Apabila sebuah buku membahas suatu subyek yang belum atau tidak terdapat nomor kelasnya dalam bagan DDC, golongkan buku itu pada nomor kelas yang paling dekat dengan subyek itu dan jangan membuat nomor sendiri, misalnya buku tentang Kredit 332.7 dan mekanisme dalam peminjaman perpustakaan 025.6
4. Prosedur umum pemilihan nomor kelas yang tepat Setelah kita mempelajari sedikit tentang petunjuk-petunjuk atau peraturanperaturan umum mengklasir bahan pustaka, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana prosedur pelaksanaan pemilihan nomor kelas yang tepat bagi sebuah buku di dalam praktek sehari-hari. Berikut ini akan dijelaskan dua prosedur yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat umum yang dipakai untuk pemilihan nomor kelas, yaitu secara tidak langsung melalui indeks relatif dan secara langsung pada bagan DDC.
4.1 Melalui indeks relatif Apabila seseorang pustakawan mengikuti cara ini, maka prosedur yang ditempuhnya adalah sebagai berikut: 1. Tentukan dulu subyek buku dan aspeknya seperti yang diuraikan dalam “menganalisa suatu bahan”. 2. Carilah tajuk subyek itu di dalam indeks. Misalkan buku yang akan di klasir itu tentang baja, maka ia akan mempunyai tajuk baja di dalam indeks sebagai berikut: Baja
669
-Arsitektur
721
-Bahan bangunan
691
-Industri
672
-Konstruksi bangunan 693 -Seni pahat
739
-Susunan kimiawi -Anorganik
546
-Organik
547
-Tambang
553
-Teknik sipil
624
3. Telitilah perincian tajuk itu untuk mengetahui aspek apa yang tepat yang dibahas dalam buku itu. Dalam contoh di atas, tajuk baja mempunyai 8 aspek dalam indeks, yang tersebar pada beberapa disiplin. 4. Setelah menemukan aspek yang tepat, periksalah bagan lengkap, untuk melihat dan menguji apakah nomor kelas yang diberikan dalam indeks tepat atau tidak. 5. Telitilah pada tajuk di belakang nomor kelas nomor kelas itu kalau-kalau ada penjelasan atau catatan yang dapat membantu menyakinkan kita tentang tepat tidaknya nomor kelas itu. Kalau nomor itu tepat, nomor itulah yang dipakai,
Universitas Sumatera Utara
kalau tidak carilah tajuk lain dan dengan cara yang sama seperti tadi diteliti nomor kelas yang lain samapi menemukan nomor yang paling tepat.
4.2
Langsung pada bagan Langkah-langkah yang ditempuh di dalam memakai prosedur ini adalah
sebagai berikut: 1. Tentukan dulu subyek buku aspeknya seperti yang diuraikan dalam “menganalisa suatu bahan pustaka”. 2. Kemudian temukan (untuk sementara) pada kelas utama dimana buku itu dapat diklasir berdasarkan hasil analisa tadi. Misalnya buku tentang baja seoerti contoh di atas dapat dimasukkan kelas utama 5 (lima murni), kelas 6 (teknologi) dan kelas 7 (kesenian). 3. Kemudian tentukanlah termasuk divisi manakah (dari kelas utama yang dipilih) buku itu. Seandainya buku itu berhubungan dengan teknologi baja, maka buku itu dapat ditempatkan pada divisi-divisi 62, 6, 67 dan 69,sehingga kita harus memilih salah satu di antaranya. 4. Dengan cara yang sama selanjutnya kita berturut-turut meneliti seksi, subseksi dan sub-sub seksi (kalau perlu lebih dari itu), sampai kita memperoleh nomor kelas dan tajuk yang paling tepat. Tentu saja terjadi bahwa nomor kelas dan tajuk yang paling tepat. Tentu saja terjadi bahwa nomor yang kita peroleh bukan yang paling spesifik (hanya mendekati saja) atau nomor ini disediakan juga untuk subyek yang lain dari yang dibahas buku itu. Hal ini tidak berarti kita mendapat nomor kelas yang salah, nomor kelas itu tepat meskipun dapat dipakai juga untuk subyek atau aspek subyek yang lain. 5. Pada setiap langkah dalam prosedur di atas, kita harus memeriksa setiap petunjuk dan catatan dan catatan yang kita jumpai sehingga kita tidak membuat kesalahan dalam mencari nomor kelas yang paling tepat. Kedua prosedur yang dijelaskan di atas merupakan prosedur umum yang disederhanakan dan mengandaikan bahwa satu buku hanya membahas satu subyek saja. Akan tetapi dijelaskan sebelumnya, di dalam praktek persoalannya tidak selalu semudah itu. Oleh karena itu kita masih perlu
Universitas Sumatera Utara
memahami pengertian dan pengguna (1) tajuk, catatan dan petunjuk yang terdapat dalam DDC dan (2) pembentukan nomor kelas (number building), sehingga kita dapat mempergunakannya dengan tepat di dalam pekerjaan mengklasir buku. Sebelum kita membahas kedua hal tersebut, perhatikan dahulu beberapa petunjuk yang berhubungan dengan kedua prosedur yang dijelaskan dalam bagan ini: a. Kedua prosedur tersebut perlu dipakai bersama-sama meskipun bagi pemula, prosedur tidak langsung kelihatannya lebih tepat. Kerugian kita apabila selalu memakai prosedur tidak langsung adalah bahwa kita lambat sekali di dalam memahami seluk beluk system DDC yang tentu saja agak mengurangi ketrampilan kita di dalam pekerjaan mengklasir buku. b. Nomor kelas yang dicantumkan dalam indeks bersifat relative harus dibandingkan dengan bagan lengkap. Misalkan buku kita tentang baja yang sudah disebutkan di atas membahas tentang konstruksi bangunan yang memakai bahan baja. Di dalam indeks diberikan nomor kelas 693, akantetapi kalau kita periksa pada bagan maka nomor yang paling tepat adalah 693.7. Oleh karena itu janganlah mengklasir buku hanya berdasarkan indeks saja. Indeks hanya memberikan petunjuk dan tidak pernah memberikan semua keterangan yang perlu. c. Mereka yang sudah mengenal bagan dengan cukup baik mungkin lebih senang memakai prosedur langsung akantetapi dianjurkan juga untuk memeriksa indeks, untuk melihat apakahada kemungkinan nomor yang lain, terutama buku yang sulit di klasir. d. Salah satu cara yang baik untuk melatih diri di dalam mempergunakan kedua cara tersebut diatas adalah dengan menyeleksi sebelumnya sejumlah buku yang diperkirakan termasuk suatu disiplin tertentu dan kemudian mencari nomor kelasnya. Hal ini dapat membantu kita memahami masingmasing kelas dalam bagan satu demi satu, daripada meloncat dari kelas yang satu ke kelas yang lain setiap kali kita mengklasir sebuah buku. e. Cara yang lain untuk melatih diri adalah dengan mencoba mencek nomor kelas DDC yang diberikan kepada buku-buku yang terdapat dalam
Universitas Sumatera Utara
beberapa biliografi, seperti Bibliografi Nasional Indonesia dan Berita Bibliografi, dengan bagan, untuk menguji apakah kita memberikan nomor kelas yang sama apabila kita mengklasirnya.
5. Memahami tajuk, catatan dan petunjuk dalam DDC Di dalam bagan dan juga tabel-tabel DDC kita jumpai bahwa setiap entri terdiri dari satu serangkaian nomor kelas, yang diikuti oleh satu tajuk yang seringkali disertai dengan satu atau beberapa catatan atau petunjuk tertentu. Sesuai dengan prinsip dasar hirarsikal yang telah diuraikan sebelumnya (halaman7), maka sebuah tajuk yang mencakup pengertian atau konsep yang khusus berlaku untuk tajuk tersebut dan semua bagiannya. Seringkali tajuk itu tidak dituliskan secara lengkap, akan tetapi harus dibaca sebagai bagian dari konsepnya yang lebih luas. Perhatikan kedua contoh berikut ini: 625
Teknik perkeretaapian dan jalan raya Perencanaan, analisa, pembuatan, pemeliharaan dan perbaikan.
625.1 Jalan kereta api 625.2 Lokomotip, gerbong, peralatan kereta api. 625.7 Jalan raya Termasuk alat pengatur dan pengaman lalu lintas. 380
Perdagangan, perhubungan, pengangkutan. Golongkan di sini pemasaran (marketing)
…… …… 385
Pengangkutan dengan kereta api
386
Pengangkutan melalui sungai, terusan, ferry
387
Pengangkutan laut, udara dan ruang angkasa
388
Jalan raya, kendaraan bermotor, pengangkutan dalam kota terminal dan tempat parkir
Dari contoh pertama terlihat bahwa tajuk “Teknik perkeretaapian dan jalan raya” mencakup pengertian khsus yang berhubungan dengan perencanaan,
Universitas Sumatera Utara
analisa, pembuatan, pembuatan, pemeliharaan dan perbaikan daripada bagianbagiannya yaitu jalan kereta api (625.1), lokomotif, gerbong, peralatan kereta api (625.7), seharusnya dibaca sebagai sebagai perencanaan, analisa, pembuatan, pemeliharaan dan perbaikan jalan raya; meskipun hanya ditulis “Jalan raya saja”. Pada contoh kedua, tajuk perdagangan, perhubungan, pengangkutan anatra lain mencakup pengangkutan dengan kereta api (385), melalui sungai, terusan, ferry (386) dan Jalan raya (388). Jadi, meskipun untuk nomor kelas 388 hanya tercantum Jalan raya, kita harus membacanya sebagai “Pengangkutan melalui jalan raya” yang merupakan bagian dari tajuk yang lebih luas dengan 380. Jelas bahwa Jalan raya pada 625.7 mempunyai pengertian lain
daripada
Jalan raya pada 388, meskipun tidak ditulis lengkap.
5.1 Tajuk (heading) dapat terdiri dari: a. Satu perkataan atau istilah, misalnya Kriminologi (364), Metafisika (110) atau Bakteriologi (589.9). b. Satu ungkapan, misalnya Teknik mesin (621), Dunia jaman purbakala (-3 dalam Tabel 2) atau Jalan raya (388) seperti pada contoh di atas. c. Dua kata atau dua ungkapan yang dipisahkan oleh kata “dan” misalnya Irlandia dan Skotlandia (-41 dan Tabel 2), yang mempunyai hubungan koordinatif, perpustakaan dan masyarakat (021) yang membentuk pengertian ganda, atau negara dan warga negara (323), yang memperlihatkan adanya suatu hubungan khusus antara keduanya. d. Tiga kata atau lebih yang dipisahkan oleh tanda baca koma (,) seperti pemanasan, ventilasi, air conditioning (697) atau Jurnalisme, penerbitan, persuratkabaran (070) yang memperlihatkan adanya hubungan tertentu. e. Dua kata, atau ungkapan yang dipisahkan oleh jarak (spasi) tertentu, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
610 Ilmu kedokteran pengobatan Ilmu Kedokteran mencakup pengobatan, dan nomor kelas 610 dapat dipakai baik untuk Ilmu kedokteran maupun Pengobatan (tentu saja kecuali kalau diinginkan yang lebih terperinci). Seperti pada contoh-contoh di atas (lihat catatan 5), jelas terlihat bahwa ada kombinasi penulisan tajuk dengan unsure-unsur yang diperinci pada catatan 5.1. begitu juga dalam bagan DDC
5.2 Catatan-catatan pada tajuk. Di samping pengertian dan bentuk tajuk yang diuraikan, maka perlu juga kita memahami catatan-catatan yang cukup banyak terdapat dalam bagan DDC. Beberapa di antaranya adalah: a. Definisi bagi tajuk yang dianggap memerlukannya, dan yang bermanfaat untuk membedakannya dengan tajuk lain yang mungkin membahas hal yang sama dari disiplin lain misalnya: 200 AGAMA Kepecayaaan, sikap dan praktek yang dilakukan orang atau yang kelompok orang yang berhubung dengan konteks wahyu, ke-Tuhan-an dan pemujaan. Pengertian hakekat keberadaan dalam definisi di atas harus dibedakan dari ontology (111) yang termasuk ilmu filsafat meskipun ontolgi juga berarti hakekat keberadaan. b. Catatan kualifikasi tertentu yang memberikan penjelasan khusus tentang tajuk tertentu,misalnya : 663
Industri dan teknologi minuman Dengan atau tanpa campuran alkohol.
Unsur alkohol dalam tajuk ini menunjuk pada masalah campuran alkohol dalam pembuatan minuman, dan bukan pada minuman keras (alkohol) di dalam tajuk kesejahteraan rumah tangga (home, economics), khususnya
Universitas Sumatera Utara
nomor kelas 641, ataupun pada masalah etika penggunaan minuman keras (178). c. Catatan berupa contoh daripada apa yang dimaksudkan dalam tajuk tertentu,misalnya: 409
Bahasa verbal selain bentuk lisan dan tertulis, misalnya bahasa isyarat orang bisu-tuli
d. Catatan ruang lingkup (scope notes) yang memberikan perincian kwalifikasi khusus yang batas-batas yang berlaku bagi tajuk tertentu dan bagian-bagiannya, misalnya: 627
Teknik hidrolik (air) Perencanaan,
analisa,
pembuatan,
pemeliharaan,
perbaikan
bangunan perairan. Catatan ruang lingkup pada tajuk ini berlaku untuk bangunan perairan misalnya pelabuhan dan dermaga(627.2) atau bendungan dan waduk (627.8) yang merupakan bagian dari tajuk tersebut dan tidak berlaku misalnya kepada bendungan sebagai bangunan dalam teknologi pertanian (631.2). e. Termasuk (inclusion notes). Apa yang “termasuk dalam tajuk tertentu, sebenarnya bukan bagian atau perincian lebih lanjut dari tajuk tersebut, akan tetapi dititipkan pada tajuk itu, oleh karena dianggap belum banyak yang ditulis tentang subyek yang disebutkan itu sehingga perlu diberikan nomor kelas tersendiri, misalnya: 323.6 Warga negara Memperoleh kewarganegaraan, tugas dan kewajiban, orang asing, orang tak bernegara. Termasuk paspor, visa, pengusiran, repatriasi. Dari contoh diatas terlihat bahwa ruang lingkup tajuk Warga Negara meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara, siapa yang disebut orang asing dan orang yang tidak bernegara, sedangkan hal paspor dan visa, misalnya tidak
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hubungan langsung dengan maslah kewarganegaraan atau tugas warga negara, akan tetapi hanya diperlukan bagi mereka yang berpergian ke luar negeri, dan tidak cukup banyak bahan tertulis tentang paspor dan visa untuk diberikan nomor kelas tersendiri.
5.3 Petunjuk dan instruksi pada tajuk Kecuali catatan-catatan, seringkali sebuah tajuk yang disertai dengan petunjuk atau instruksi tertentu, yang harus diikuti untuk mendapatkan nomor kelas yang paling tepat bagi sebuah buku. Ada beberapa petunjuk dan instruksi yang tercantum dalam bagan yaitu: a. Golongkan di sini, yang menunjukkan bahwa tajuk tersebut mencakup beberapa konsep yang tumpang tindih, misalnya: 338.9 Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Program dan kebijaksanaan pemerintah. Golongkan di sini Ekonomi berencana 200
AGAMA Golongkan di sini karya komprehensif tentang agama Kristen
b. Golongkan di tempat lain, memberikan petunjuk untuk memilih nomor kita lain daripada nomor untuk tajuk tersebut, khusus untuk salah satu bagian atau aspek itu, misalnya: 022
Gedung perpustakaan dan pusat informasi Perencanaan, peralatan, fasilitas Golongkan arsitektur perpustakaan dalam 727
Dari contoh ini jelas karena tajuk gedung perpustakaan dan pusat informasi hanya mencakup perencanaan, peralatan dan fasilitas, maka aspek arsitektur harus digolongkan di tempat lain yang, dalam hal ini 727 tepatnya 727.8 Contoh: 340.59 Hukum Islam Jangan golongkan di sini, golongkan pada 2x4 Fiqih
Universitas Sumatera Utara
Dalam contoh ini hukum islam pada umumnya lebih ditekankan pada masalah agama, bukan pada masalah hukum pada umumnya.
5.4 Pemakaian lebih dari satu nol pada subdivisi standar Biasanya subdivisi standar terdiri dari notasi dua bilangan atau lebih di mana bilangan pertama adalah 0, seperti-01, dan seterusnya yang ditambahkan pada notasi dasar nomor kelas tertentu untuk menyatakan bentuk publikasi tertentu, misalnya 631.05 (berkala di bidang teknologi pertanian) diperoleh dengan menambahkan notasi dalam-05 pada 631 (teknologi pertanian). Akan tetapi dalam bagan kadang-kadang diberi petunjuk yang lain, misalnya: 620
Ilmu teknik Pakailah 620.01-620.09 untuk subdivisi standar
620.1 Mekanika terapan dan bahan-bahannya Menurut penggunaan biasa, nomor kelas 620.1 adalah tajuk filsafat dan teori teknik (angka dasar 62 ditambah subdivisi standar-01), akan tetapi oleh karena di dalam bagan telah disediakan tajuk khusus untuk 620.1, yaitu mekanika terapan dan bahan-bahannya, maka kita harus menambahkan satu nol lagi untuk subdivisi standar. Bahkan kadang-kadang terpaksa harus ditambahkan dua atau tiga nol, karena di dalam bagan telah disediakan juga kelas khusus untuk notasi yang mengandung dua atau tiga nol itu. Dalam edisi yang persingkat ini hal demikian itu sudah terlalu mendetail, sehingga h kita tidak akan diketemukan contoh-contoh yang tepat.
6.
Pembentukan nomor kelas atau sintesa notasi (number building) Didalam membahas “Prosedur umum pemilihan nomor kelas yang tepat” telah disebutkan bahwa kita perlu memahami pengertian dan penggunaan (1) tajuk, catatan dan petunjuk yang terdapat dalam DDC dan (2) pembentukan nomor kelas (number building). Setelah kita mengikuti penjelasan tentang tajuk, catatan dan petunjuk pada bagian yang lalu, maka dalam bagian ini
Universitas Sumatera Utara
akan kita bahas masalah pembentukan nomor kelas, yang biasanya juga disebut “sintesa notasi”. Secara sepintas lalu, pada bagian-bagian sebelumnya telah kita jumpai contoh-contoh sintesa notasi atau pembentukan nomor kelas, misalnya pada penggunaan subdivisi standar, di mana notasi subdivisi standar ditambahkan pada suatu nomor kelas tertentu untuk menyatakan bentuk publikasi tajuk nomor kelas itu. Yang dimaksudkan dengan pembentukan nomor kelas atau sintesa notasi adalah suatu “proses penggabungan (sintesa) beberapa bagian dari suatu system klasifikasi untuk memperoleh suatu nomor kelas yang paling spesifik untuk sebuah karya”. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh.
6.1 Penambahan dari tabel-tabel pembantu Kita telah paham bahwa notasi dalam tabel-tabel tidak boleh dipakai tersendiri, akan tetapi harus ditambahkan pada atau digabungkan dengan nomor kelas tertentu untuk mendapatkan nomor kelas yang lebih spesifik yang berhubungan dengan bentuk publikasi (tabel1), wilayah (tabel2), kesusastraan (tabel 3) dan bahasa(tabel 4). Berikut ini diberikan contoh dari masing-masing tabel. a. Dari tabel 1 372
Pendidikan dasar dan prasekolah
-05
Notasi subdivisi standar untuk berkala
372.05
Berkala di bidang pendidikan dasar dan prasekolah
b. Dari tabel 2 372.9
Sejarah pendidikan dasar
-598
Notasi wilayah untuk Indonesia
372.9598 Sejarah pendidikan dasar di Indonesia c. Dari tabel 3 82
Nomor dasar untuk kesusatraan inggris
-2
Notasi untuk bentuk khusus drama
Universitas Sumatera Utara
822
Drama dalam kesusastraan inggris
d. Dari tabel 4 44
Nomor dasar untuk bahasa perancis
-3
Nomor untuk bentuk standar kamus
443
Kamus bahasa perancis
6.2 Penambahan dari bagian lain bagan DDC Untuk memahami cara ini, ikutilah contoh berikut: Pada tajuk zoology kita dapati entri yang berikut: 590
Zoologi
591
Zoologi
591.1-591.9
Prinsip-prinsip umum Tambahan pada 591 bilangan-bilangan yang mengikuti 574 dalam 574.1-574.8, misalnya fisiologi hewan 591.1.
Untuk mengerti instruksi “tambahkan” kita lihat dulu perincian dari 574.1574 pada tajuk biologi (574) 574
Biologi
574.1 Fisiologi 574.2 Ilmu penyakit 574.3 Pertumbuhan dan kematangan 574.4 Anatomi dan morfologi 574.5 Ekologi 574.6 Biologi ekonomis 574.7 Biologi jaringan, sel dan molekul Dari perincian di atas kita lihat bahwa bilangan-bilangan yang mengikuti 574, yaitu.1, 2, 3 dan seterusya mempunyai pengertian fisiologi (di bidang biologi), ilmu penyakit (di bidang biologi), pertubuhan dan kematangan (di bidang biologi) dan seterusnya. Dengan menambahkan bilangan.1, 2, 3 dan seterusnya di belakang nomor kelas untuk Zoology (591) kita peroleh perincian berikut:
Universitas Sumatera Utara
591
Zoologi
591.1 Fisiologi (hewan) 591.2 Penyakit (hewan) 591.3 Pertumbuhan dan kematangn (hewan) 591.4 Anatomi dan morfolog (hewan) 591.5 Ekologi Dst.
7.
Memahami indeks relatif Untuk dapat memakai indeks relatif dengan baik, kita perlu mengetahui apa isinya, bagaimana susunanya, bagaiaman memakainya dan beberapa catatan lainnya, seperti yang dijelaskan dibawah ini: 1. Indeks terdiri dari sejumlah entri subyek, masing-masing untuk setiap istilah yang dianggap penting yang terdapat dalam tabel dan bagan baik yang berdiri sendiri (tidak diperinci) maupun yang diperinci ke dalam aspek-aspeknya. 2. Entri alam indeks disusun secara alfabetis, demikian juga perincian aspekaspek dari entri yang diperinci. 3. Hampir semua entri subyek yang bernomor kelas terendiri dalam bagan, diberikan indikator nomor kelas, yang tertera di belakang setiap entri atau aspeknya; juga bagi sejumlah entri yang nomor kelasnya harus diperoleh dengan proses sintesa notasi. 4. Tentu saja tidak praktis untuk mencantumkan dalam indeks semua topik yang terdapat dalam bagan. Indeks misalnya juga mencantumkan semua nama orang, kota, barang tambang, dan sebagainya. 5. Sebaliknya indeks mencantumkan juga sejumlah entri yang tidak terdapat dalam bagan. Ini tidak berarti bagannya tidak lengkap tetapi cara itu membantu kita untuk mengetahui bahwa entri tersebut merupakan bagian entri yang ada dalam bagan.
Universitas Sumatera Utara
6. Indeks DDC disebut relatif oleh Karena itu di dalam bagan aspek-aspek suatu subyek terpencar-pencar tempatnya dalam berbagai disiplin, sedangkan dalam indeks aspek-aspek itu dikumpulkan bersama-sama di bawah subyeknya dan nomor kelas yang terdapat di belakang tiap aspek menunjukkan tempatnya di dalam bagan. Nomor kelas ini ada yang tepat sama dengan yang tercantum dalam bagan akan tetapi banyak juga yang hanya memberikan petunjuk saja sehingga perlu kita bandingkan dengan nomor kelas dalam bagan untuk menentukan nomor kelas yang tepat. 7. Dibelakang beberapa entri dalam indeks terdapat serangkaian nomor kelas, misalnya 543-545 untuk aspek analistik ilmu kimia. Hal ini berarti bahwa di dalam topik bagan dan rangkaian nomor kelas itu diperinci lebih lanjut. 8. Sebagaimana dalam bagan, indeks juga mempunyai penunjukan silang (cross references) dengan mempergunakan istilah atau ungkapan lihat, lihat juga. Penunjukkan lihat memberikan petunjuk dari entri (atau perinciannya) yang diberi nomor kelas kepada entri lain yang bernomor kelas dalam indeks. Penunjukkan lihat juga memberikan petunjuk dari suatu entri bernomor kelas kepada entri lain dalam disiplin yang sama yang juga diberi nomor kelas dalam indeks tetapi yang terperinci aspeknya berlainan.
Universitas Sumatera Utara