BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Market to Book Value (MtBV) Market to Book Value (MtBV) menunjukkan nilai sebuah perusahaan yang diperoleh dengan membandingkan nilai pasar perusahaan (market valueMV) dengan nilai bukunya (book value- BV). Market value merupakan persepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur dan stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. MV adalah keseluruhan nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan kata lain, MV adalah jumlah yang harus dibayar untuk membeli perusahaan secara keseluruhan. Naik turunnya nilai pasar perusahaan dipengaruhi oleh nilai buku perusahaan, tingkat laba, gambaran ekonomi, serta spekulasi dan kepercayaan diri pada kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai. Sedangkan nilai buku merupakan nilai dari kekayaan, hutang dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis dan biasanya tercantum dalam neraca. Akan tetapi, nilai buku berbeda dengan jumlah total aset dan kewajiban perusahaan. Dengan kata lain,
jika
perusahaan
menjual
seluruh
aset
dan
membayar semua
kewajibannya, maka selisih dari jumlah tersebut adalah nilai buku perusahaan (Najibullah, 2005). Market to Book Value (MtBV) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh atau selisih antara nilai pasar perusahaan dengan nilai bukunya. Jika ternyata
Universitas Sumatera Utara
selisih antara nilai pasar dengan nilai buku perusahaan terlalu
jauh (cukup
signifikan), maka menandakan bahwa terdapat hidden asset yang tidak tercantum dalam laporan keuangan perusahaan. Hal ini berati bahwa nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan sudah tidak berarti lagi. Apabila digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan maka dapat menyesatkan, karena nilai perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan bukan nilai perusahaan yang sebenarnya. Telah dilakukan berbagai upaya untuk menyamakan nilai keduanya. Salah satu caranya adalah dengan menaikkan nilai buku perusahaan. Jika nilai buku naik maka rasio MtBV juga akan naik sehingga dapat menaikkan persepsi pasar akan nilai perusahaan. Nilai buku perusahaan dapat ditingkatkan dengan melakukan berbagai efisiensi yang dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya perusahaan dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan seefisien dan semaksimal mungkin (Imaningati, 2007). Investor menilai perusahaan berdasarkan nilai kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar adalah sebuah istilah yang memiliki arti harga keseluruhan dari sebuah saham perusahaan yaitu harga yang harus dibayar seseorang untuk membeli seluruh perusahaan. Kapitalisasi pasar yang besar dan bertumbuh merupakan suatu alat ukur yang penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan terbuka (go public). Kapitalisasi pasar dihitung dengan mengalikan jumlah saham perusahaan yang beredar dengan harga pasar saham. Kapitalisasi pasar atau market capitalization dihitung menggunakan komponen harga pasar saham. Harga pasar saham biasanya memiliki nilai di atas nilai buku saham perusahaan karena harga
Universitas Sumatera Utara
pasar saham mencerminkan ekspektasi investor atas prospek ekonomi suatu perusahaan di masa akan datang. Penilaian pasar dihitung dengan membagi nilai kapitalisasi pasar (mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga pasar saham) dengan total net asset dengan rumus: MB = number of outstanding shares x share price : total net asset
2.2 Intellectual Capital Pengukuran penilaian pasar merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan, bukan hanya bagi investor. Pengukuran kinerja perusahaan penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan nilai perusahaan terus – menerus.
Penilaian pasar yang baik menunjukkan perusahaan tersebut dapat
memaksimumkan kesejahteraan pemegang sahamnya. Sebuah perusahaan dapat mengetahui penilaian pasar dengan menggunakan metode pengukuran Value Added Intellectual Capital (VAIC), yaitu dengan melihat kemampuan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dan nilai yang dimiliki perusahaan tersebut. Stewart, 2004 mendefiniskan intellectual capital dalam artikelnya sebagai berikut:“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use create wealth”. Intellectual capital umumnya diidentifikasikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan (bisnis perusahaan) nilai buku dari aset perusahaan tersebut
Universitas Sumatera Utara
atau dari financial capitalnya. Hal ini berdasakan suatu observasi bahwa sejak akhir 1980-an, nilai pasar dari bisnis yang berdasar pengetahuan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuntungan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan. (Roselender & Fincham, 2004).
2.2.1 Komponen Intellectual Capital 1. Human Capital Human capital meliputi sumber daya manusia di dalam organisasi yaitu sumber daya tenaga kerja/ karyawan dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi, seperti konsumen dan supplier. Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang - orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
(Brinker, 2000)
memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training programs, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential and personality.
Universitas Sumatera Utara
2. Structural Capital/ Organizational Capital Organizational (Structural Capital) mengacu pada hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan
dan
strukturnya
yang
mendukung
usaha
karyawan
untuk
menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaaatkan secara maksimal.
3. Relational Capital/ Customer Capital Elemen ini merupakan komponen modal kerja intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/ association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Pengukuran Intellectual Capital Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu pengukuran non moneter dan pengukuran moneter. Adapun metode pengukuran Non Moneter adalah: 1. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); 2. Brooking’s Technology Broker method (1996); 3. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997); 4. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997); 5. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); 6. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000); 7. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan 8. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000). Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2007): 1. The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999); 2. The Market-to-Book Value model (beberapa penulis); 3. Tobin’s q method (Luthy, 1998); 4. Pulic’s VAIC™ Model (1998, 2000); 5. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan 6. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) Metode value added intellectual coefficient (VAIC) dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan.
Model ini dimulai dengan
kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA).
Value added
adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menujukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creatuion). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. (Ulum, 2009).
1. Value Added Capital Employed (VACA) Value Added Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (2003) mengasumsikan bahwa jika satu unit dari CE (Capital Employed) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan capital employed-nya.
Dengan demikian, pemanfaatan
intellectual capital yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Capital employed atau physical capital adalah suatu indikator value added yang tercipta atas modal yang diusahakan perusahaan dengan efisien (Firer dan Williams, 2003). Yang termasuk ke dalam capital employed adalah tipe asset tangible yang digunakan untuk operasional perusahaan seperti bangunan, tanah, peralatan dan teknologi yang dengan mudah dibeli dan dijual di pasar. Agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, perusahaan membutuhkan sebuah kemampuan dalam pengelolaan aset baik aset fisik maupun aset intelektual.
VACA merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset.
Dengan pengelolaan
capital asset yang baik, diyakini perusahaan dapat meningkatkan nilai pasar dan kinerja perusahaannya. Dapat dikatakan bahwa capital employed efficiency atau physical capital adalah suatu modal atau dapat dikatakan aset yang dimiliki perusahaan dalam bentuk nyata atau tidak nyata yang diusahakan oleh perusahaan secara maksimal guna menciptakan nilai bagi perusahaan. Aset yang dimiliki oleh perusahaan harus digunakan oleh perusahaan untuk kebutuhan operasionalnya secara efisien untuk mencapai tujuan perusahaan.
2. Value Added Human Capital (VAHU) Salah satu komponen dari intellectual capital yang sangat menentukan intellectual capital yang efisien adalah human capital. Human capital termasuk di dalamnya suatu kekuatan intelektual yang bersumber dari manusia – manusia yang dimiliki perusahaan yaitu karyawan yang kompeten, berkomitmen,
Universitas Sumatera Utara
termotivasi dalam bekerja, dan sangat setia pada perusahaan, dimana mereka adalah inti dari penciptaan kekuatan intelektual yang dapat menghilang ketika mereka sudah tidak bekerja untuk perusahaan lagi. Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Agar dapat bersaing, perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan harus dapat mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
3. Structural Capital Value Added (STVA) Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai. Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Stakeholder Theory Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas – aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka, bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004). Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitas-aktivitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka. Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep intellectual capital, teori stakeholder harus dipandang dari dua bidang, baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika teori ini. Penciptaan nilai (value creation) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital) maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan mendorong kinerja keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder. Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi. Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi. Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Legitimacy Theory Teori legitimacy menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang “sah” (Deegan, 2004). Pendapat yang sama diungkapkan juga oleh Tilt (1994) dalam Haniffa et al (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah apabila jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994 dalam Haniffa et al 2005). Ghozali dan Chairi (2007) menyatakan bahwa hal yang melandasi teori legitimacy adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Shocker dan Sethi (1974) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan penjelasan tentang konsep kontrak sosial, yaitu: “Semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial , baik eksplisit maupun implisit, dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya didasarkan pada hasil akhir yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat
Universitas Sumatera Utara
luas dan distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok sesuai dengan power yang dimiliki.
2.5 Penelitian Terdahulu Suhendah (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas, produktivitas, dan penilaian pasar pada perusahaan yang go public di Indonesia pada tahun 2005-2007. Berdasarkan penelitian ini bahwa intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap produktivitas tetapi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penilaian pasar. Pramelasari (2010) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil bahwa intelellectual capital tidak berpengaruh signifikan terhadap MtBV dan kinerja keuangan (Return on Assets, Return on Equity, dan Employee Productivity). Margaretha dan Rakhman (2006) meneliti analisis pengaruh intellectual capital terhadap market value dan financial performance perusahaan dengan metode value added intellectual coefficient. Berdasarkan hasil penelitan bahwa MtBV berpengaruh negatif terhadap perusahaan manufaktur, tetapi intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial performance yang diukur dengan Return On Equity (ROE). Bentoen (2011) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap financial performance, growth dan market value. Berdasarkan hasil penelitian intellectual capital memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial performance
Universitas Sumatera Utara
untuk alat ukur Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) dan Employee Productivity (EP) tetapi untuk Current Ratio (CR) secara siginifikan memiliki pengaruh positif. Intellectual capital berpengaruh positif terhadap growth untuk alat ukur Growth in Revenue (GA) dan Growth in Assets. Tetapi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Growth in Earnings (GE). Intellectual capital berpengaruh positif signifikan terhadap market value. Secara ringkas, penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara