BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Laura R. Oswald
Judul Penelitian
Semiotics and Strategic Brand Management
Paradigma / Tipe / Jenis
-
Penelitian Metode
Kualitatif Deskriptif
Teori
Brand equity, semiotics
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa representasi simbolik pada merek memiliki kekuatan untuk mengambil hati dan pikiran konsumen melalui media visual, audio dan tanda-tanda verbal.
Publikasi Jurnal
Marketing Semiotics 2007
Penilaian
Cukup dapat memberikan pengetahuan mengenai semiotika dalam merek yang berperan dalam membangun kesadaran, asosiasi positif, dan loyalitas pelanggan jangka panjang.
Nama Peneliti
Sari Wulandari
Judul Penelitian
BEDAH LOGO AUTOCILLIN MENGGUNAKAN TEORI SEMIOTIKA
Paradigma / Tipe / Jenis
Strukturalis
Penelitian Metode
Kualitatif
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Teori
Semiotika
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa logo Autocillin dapat menjawab kebutuhan diciptakannya identitas visual yang dapat mengkomunikasikan unprecedented experience bagi konsumennya serta dapat mengubah persepsi masyarakat baik mengenai asuransi secara umum, maupun asuransi mobil.
Publikasi Jurnal
HUMANIORA Vol.1 No.2 Oktober 2010: 478-488
Penilaian
Penjabaran teori semiotika dalam penelitian ini cukup mendalam dan dapat memberikan informasi secara jelas bagaimana teori semiotika digunakan untuk menganalisa logo.
Nama Peneliti
Navita Mahajan
Judul Penelitian
An Exploration of Impact of Logo Redesign on Brand Image
Paradigma / Tipe / Jenis
Survey
Penelitian Metode
Kuantitatif
Teori
Logo, Brand, Rebranding, Design
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa logo dapat mewakili arti sebuah merek, dan merupakan diferensisi sebuah merek. Perancangan ulang logo dapat berdampak positif maupun negatif terhadap citra merek.
Publikasi Jurnal
Global Journal of Finance and Management. ISSN 0975-6477 Volume 6, Number 3 (2014), pp. 209-216
Penilaian
Dampak-dampak dari perubahan logo tidak dijabarkan secara mendalam.
Nama Peneliti
Mari Juntunen, Saila Saraniemi, Riitta Jussila, M.Sc.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Judul Penelitian
Corporate re-branding as a process
Paradigma / Tipe / Jenis
Studi Kasus
Penelitian Metode
Kualitatif Deskriptif
Teori
Corporate branding, corporate re-branding, process research
Hasil Penelitian
Sebagai kontribusi teoritis hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa rebranding perusahaan terdiri dari tujuh tahapan, yaitu: triggering, analyzing and decision making, planning, preparing, implementing, evaluating dan continuing.
Publikasi Jurnal
Department of Marketing University of Oulu, Finland
Penilaian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai proses atau tahapan-tahapan rebanding dengan sangat baik.
2.1.1
Signifikansi Penelitian Terdahulu Dari tabel matriks tersebut, penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan semiotika adalah "BEDAH LOGO AUTOCILLIN MENGGUNAKAN TEORI SEMIOTIKA". Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebuah karya desain komunikasi visual merupakan medium yang memiliki kemamuan sangat kuat dalam hal penyampaian sebuah pesan, mengubah persepsi serta membangun pencitraan. Ketika sebuah merek akan berkomunikasi dengan masyarakat melalui media visual, maka seorang desainer komunikasi visual yang akan bertindak sebagai pengirim pesan dimana pesan yang akan disampaikan dikemas dalam bentuk visual yang memiliki makna. Disinilah kekuatan bahasa rupa. Sangatlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
penting bagi seorang desainer komunikasi visual untuk memperhatikan pemaknaan dari bahasa tanda. Hal ini dikarenakan selain penyajian visual harus unik dan menarik, juga harus dapat dipahami oleh masyarakat yang dituju sehingga hasilnya akan komunikatif.
2.2
Kerangka Teori
2.2.1
Komunikasi Sebagai Pengelolaan Tanda dan Makna Komunikasi merupakan sebuah proses transaksi. Komunikasi sebagai
proses transaksi akan terjadi ketika seseorang telah berinteraksi dengan cara menerima ataupun mengartikan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun non verbal. Istilah transaksi dalam hal ini berarti terjadi hubungan timbal balik dan keterkaitan antara satu pihak (komunikator) dengan pihak lain (komunikan). Menurut Berelson dan Steiner yang dikutip oleh S. Djuarsa Sendajaja “Komunikasi adalah proses penyampaian infomasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lain-lain. 13 Dalam proses transaksi, unsur-unsur yang saling berkaitan hanya seputar perspektif pribadi terhadap perilaku orang lain dan lingkungan, begitu juga sebaliknya. Deddy Mulyana mengatakan bahwa dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun non verbal. 14
13
S. Djuarsa Sendajaja. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta 1998. Halaman 20
14
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya: Bandung 2007. Halaman 68
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
John Fiske dalam bukunya Cultural and Communication Studies yang menerangkan bahwa dalam komunikasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama yakni yang memandang sebagai proses dengan asumsi komunikasi ini diletakan pada medium, saluran transmitter, penerima, gangguan, dan umpan balik. Yang kedua memandang komunikasi sebagai tanda dan makna dimana komunikasi sebagai the generation of meaning. 15 John Fiske menambahkan bahwa “komunikasi dapat dilihat dari dua sudut pandang atau aliran yang memandang komunikasi sebagai proses produksi pertukaran makna”. Dalam konsep komunikasi transaksi, komunikasi dilakukan tidak terbatas oleh komunikasi yang sengaja dilakukan maupun terhadap respon yang diterima., karena konsep ini menganggap bahwa makna ataupun pemahaman yang kita peroleh bersifat pribadi. Penafsiran yang kita lakukan terhadap perilaku orang lain yang kita terima, baik secara verbal maupun non verbal yang kita kemukakan kepada orang tersebut akan mengubah penafsiran mereka terhadap pesan yang kita sampaikan dan begitu seterusnya. Hal ini menjadikan komunikasi bersifat dinamis karena penafsiran yang dilakukan bisa berubah-ubah. 16 Dalam komunikasi transaksional, pengamatan atas aspek tertentu saja, misalnya pesan verbal saja atau pesan non verbal saja, tidak menunjukkan gambaran komunikasi yang utuh. Istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihakpihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interdepednensi atau timbal balik, eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Pendekatan 15
John Fiske. Cultural and Communication Studies. Jalasutra: Yogyakarta 1998. Halaman 59
16
John Fiske. Introduction to Communication Studies, Second Edition Methuen: London 1990. Halaman 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
transaksional menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubungan. Persepsi seorang peserta komunikasi atas orang lain bergantung pada persepsi orang lain tersebut terhadapnya, dan bahkan bergantung pula pada persepsinya terhadap lingkungan disekitarnya. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan memberinya makna, komunikasi telah terjadi terlepas dari apakah kita menyadari perilaku kita atau tidak, disengaja atau tidak. Bernard Berelson dan Gary A Steiner menyatakan bahwa: “komunikasi sebagai tindakan transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol berupa katakata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya”. Pada dasarnya, komunikasi merupakan suatu kegiatan dimana makna-makna ditukarkan. Menurut Berger, segala sesuatunya baru bermakna karena dimaknai, jadi sebenarnya kata-kata tidak mempunyai makna apa-apa. Kincaid dan Schram mengatakan bahwa makna kadang-kadang berupa suatu jalinan asosiasi pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi konsep yang diterapkan. Dalam kesehariannya, manusia berbicara menggunakan kata-kata untuk menangkap makna yang ingin disampaikan. Manusia tidak hanya mengungkapkan maknanya melalui kata-kata, tetapi juga dengan gerakan tubuh seperti gelengan kepala untuk menyatakan tidak setuju, anggukan kepala untuk menyatakan setuju, dan lain sebagainya. Seperti telah dijelaskan mengenai komunikasi, dengan menyampaikan makna-makna manusia mengungkapkan keinginan-keinginannya. Masing-masing individu mempunyai keinginan berbeda-beda pula. Begitupun dengan komunikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
visual, para pembuat karya visual melalui tanda-tanda yang terkandung didalamnya menyampaikan makna-maknanya demi tercapai keinginannya. Setiap tanda yang disampaikan dalam pesan memiliki makna. Dalam penjelasan Umberto Eco, makna dari sebuah wahana tanda (vehicle-sign) adalah satuan kultral yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda lainnya. Dalam usaha menjelaskan istilah makna, dapat dijelaskan makna kata secara alamiah, mendeskripsikan kalimat secara ilimiah dan menjelaskan makna dalam proses komunikasi. Menurut S. Djuarsa Sendjaja, tanda adalah sebuah representasi alami dari suatu kejadian tindakan. Tanda adalah yang kita lihat atau rasakan, sedangkan lambang merupakan sesuatu yang ditempatkan pada sesuatu yang lain. Lambang merepresentasikan tanda melalui abstrak.17 Menurut Effendy, komunikasi adalah penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda. Komunikasi disebut efektif bila makna yang tercipta relatif sesuai dengan yang diinginkan komunikator. Dalam komunikasi visual, pemakaian tanda-tanda mempunyai peran yang cukup besar. Demikian pula kemampuan untuk menyusun dan membaca tanda dapat menjadi faktor keberhasilan sebuah penyampaian pesan sacara visual. Berdasarkan sifatnya, komunikasi visual seringkali menimbulkan interpretasi yang berlainan antar individu penerimanya. Komunikasi visual dibangun dengan dan atas tanda-tanda. 18
17
S. Djuarsa Sendajaja. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta 1998. Halaman 230
18
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek. Bina Cipta: 2003. Halaman 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.2.2
Brand Kebutuhan adalah pencipta penemuan, dan kebutuhan menciptakan
branding ribuan tahun yang lalu. Saat itu, pemilik ternak memerlukan suatu cara untuk mengenali sapi-sapi mereka, dan menemukan solusi yang sederhana namun cerdik. Mereka membuat cap besi dengan logo pemilik di salah satu ujungnya, lalu membakar dan menempelkan ujung berlogo pada bagian belakang sapi untuk membuat tanda. Setelah itu, pemilik ternak dapat mengenali sapi mereka dengan mudah. 19 Menurut Keller istilah brand berasal dari kata brandr yang berarti "to brand" yaitu aktivitas yang sering dilakukan para peternak sapi Amerika dengan memberi tanda pada ternak-ternak mereka untuk memudahkan identifikasi kepemilikan sebelum dijual ke pasar. Sementara itu, menurut Afiff, kata merek yang sering kita gunakan sebagai terjemahan kata brand berasal dari bahasa Belanda yang diadopsi dan digunakan secara luas dalam bahasa pemasaran kita. Dalam perkembangannya, brand memiliki banyak definisi. Hal ini tidak lepas dari beragamnya perspektif pemerhati dan ahli pemasaran. Dalam pendapat Keagan, misalnya, mendefinisikan brand sebagai sekumpulan citra dan pengalaman kompleks dalam benak pelanggan, yang mengomunikasikan harapan mengenai manfaat yang akan diperoleh dari suatu produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.
19
Jacky Tai, Wilson Chew. Brand Management: 13 Strategi untuk Mengembangkan Merek Anda. Indeks: Jakarta 2012. Halaman 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Kotler berpendapat bahwa "a brand is a name, term, sign, symbol, or design or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of seller and to differentiate them from those competitors." Sementara itu, de Chernatony dan McDonald berpendapat bahwa "brand is an identifiable product, service, person or place, augmented in such a way that the buyer or user perceives relevent, unique, sustainable added values which match their needs most closely." Sedangkan menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa”. Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi tersebut, secara teknis apabila organisasi/individu membuat nama, logo atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek. Dari beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menciptakan brand dapat dimulai dengan memilih nama, logo, simbol, desain, serta atribut lainnya, atau dapat saja merupakan kombinasi dari aspek-aspek tersebut yang bertujuan untuk membedakan sebuah produk dengan produk pesaing melalui keunikan serta segala sesuatu yang dapat menambah nilai bagi pelanggan. 20
20
Andi M. Sadat. Brand Belief: Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Salemba Empat: Jakarta 2009. Halaman 18-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2.2.3
Rebranding Menurut
Anholt,
kegiatan
rebranding
adalah
proses
merancang,
merencanakan dan mengkomunikasikan ulang nama atau identitas produk atau jasa, yang bertujuan untuk mengelola reputasi dalam masyarakat. 21 Aaker juga menjelaskan konsep serupa. Rebranding adalah suatu usaha komunikasi pemasaran yang dilakukan untuk memberikan suatu kepribadian baru kepada barang atau jasa melalui perubahan tampilan dalam atau luarnya. 22 Yang dimaksud tamilan dalam merek adalah sebuah produk yang memberikan added value (nilai tambah) dari produk sebelumnya. Sedangkan tampilan luar dari merek adalah identitas dari merek itu sendiri, dapat berupa logo, warna, dan identitas merek (brand identity) yang lain. Dalam sebuah perubahan brand atau sering disebut rebranding bisa beragam bentuknya. Bisa hanya namanya yang berubah, dengan demikian maka logonya juga akan ikut berubah. Bisa juga namanya tetap, tapi desain logonya berubah. Begitu pula cara pembangunan mereknya akan berubah. Ada strategi baru dengan adanya perubahan brand tersebut. Begitu juga ada perubahan cara branding (pembangunan merek tersebut). Menurut Muzellec & Lambkin (2004), terdapat dua penjelasan mengenai rebranding. Yang pertama mengacu pada estetika pemasaran dan pertanyaan yang muncul apakah seluruh elemen harus diubah atau hanya sebagian dari elemen itu, dan pantas diberi label rebranding. Hal ini merupakan satu kesatuan rebranding 21
Simon Anholt. Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions. Palgrave Macmillan: UK 2007
22
David Aaker. Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name. The Free Press: New York 1991
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
dari modifikasi logo dan slogan secara evolusi hingga kreasi secara revolusi, yaitu pembentukan nama baru (Stuart & Muzellec, 2004). Yang kedua, definisi rebranding mengacu pada posisi dari brand dan apakah posisi tersebut akan berubah atau tetap di posisi yang sama saat rebranding. Dalam kondisi ini, terkadang faktor eksternal mempengaruhi posisi perusahaan. Menurut Bill Merrilees & Dale Miller, Mengapa perusahaan ingin mengubah brand-nya? Perubahan brand perusahaan mengacu pada pemisahan atau perubahan antara merek perusahaan yang telah diformulasikan dengan formulasi yang baru. Perubahan di visi brand dapat dijadikan acuan untuk pembuatan kembali visi baru brand tersebut. Sedangkan proses untuk mengeksekusi visi baru tadi kemungkinan besar akan memerlukan perubahan dalam proses manajemen. 23 Aaker (1991) dan Kapferer (1998) menyatakan bahwa revitalisasi dan reposisi sebuah brand secara bertahap, incremental modification dari proposisi brand dan estetika pemasaran dapat dipertimbangkan sebagai bagian yang diperlukan dan secara alami merupakan bagian dari managerial brand dalam merespon perubahan kondisi pasar. Secara umum sebuah perusahaan akan melakukan rebranding karena beberapa alasan: 24 1. Perusahaan Baru
23
Merriless, Bill & Dale Miller.Principle of Corporate Rebranding.2007 European jurnal of Marketing Vol. 42.No. 5/6 2008. Emerland group publishing Limited
24
Jessica Diana Kartika, Rudyant Siswanto Wijaya. LOGO: visual asset development. Elex Media Komputindo: Jakarta 2015. Halaman 30-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Kelahiran perusahaan baru, anak perusahaan, atau pembentukan perusahaan induk (group holding) memerlukan identitas visual yang dapat menggambarkan visi-misi dan tujuan perusahaan kedepan. 2. Pemilik Baru Ada beberapa skenario pada aksi korporasi, yaitu merger, akuisisi, atau konsolidasi. Pada dasarnya pemilik baru ingin menempatkan tandanya sendiri pada perusahaan sekaligus berusaha memperoleh ekuitas merek atau perusahaan lain. Jika pemilik baru memiliki beberapa perusahaan, perancangan juga perlu memperhatikan perusahaan lain. Pemilik lama biasanya cenderung lebih menghargai tradisi, sementara pemilik baru cenderung lebih menginginkan pembaruan. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi antara lama dan baru atau solusi yang benar-benar baru. 3. Produk Baru Untuk mempertahankan keunggulan dan menghadapi produk pesaing, kebanyakan perusahaan melakukan inovasi secara terus-menerus dengan menawarkan berbagai kelebihan (llebih cepat, mudah, mahal, ringan, kuat, kecil, lengkap, awet, dan sebagainya). Lebih dari peluncuran produk baru menghadirkan produk yang lebih baik merupakan keharusan karena pergeseran tren akan selalu terjadi. 4. Program Baru Perusahaan yang menggunakan teknologi baru sebagai metode produksi yang lebih baik atau perangat digital dalam mengelola industri, informasi dan komunikasi akan melakukan perubahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
mendasar pada cara kerja. Hal ini berpengaruh pada produktivitas, struktur organisasi, proses bisnis yang berlangsung dan hubungan dengan pelanggan. 5. Pasar Baru Perusahaan yang sehar tentu akan semakin berkembang dan memperluas jangkauan pasarnya mulai dari lokal hingga internasional. dalam bekerja sama dengan perusahaan asing atau ekspansi global ke negara lain, perusahaan sering membutuhkan identitas baru untuk meraih kepercayaan pasar agar dapat diterima di negara yang dituju, yaitu dengan cara menyesuaikan diri terhadap budaya dan karakter mereka. 6. Predikat Baru Perusahaan yang sehat tentu akan semakin tumbuh dan naik kelas, dari perusahaan kecil menjadi perusahaan menengah hingga berskala besar. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan pergantian status, misalnya menjadi perusahaan berbadan hukum atau dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public). Identitas baru dapat mendukung perusahaan untuk memperoleh pengakuan publik terhadap statusnya. 7. Peluang Baru Perusahaan sebagai organisme hidup selalu mengalami siklus atau perubahan dalam menjalankan bisnisnya. Perusahaan yang berumur panjang adalah perusahaan yang dirawat dengan baik sehingga mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
beradaptasi. Perubahan menghadirkan berbagai tantangan sekaligus peluang baru yang harus dihadapi perusahaan. Rebranding adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk menjawab peluang ini dengan regenerasi, peremajaan dan semangat baru dalam perusahaan. 8. Pemimpin Baru Pergantian kepemimpinan dalam perusahaan dapat menimbulkan banyak perubahan. Ketika manajemen baru masuk, yang terjadi tidak hanya perubahan personal, tetapi juga perubahan dalam kebijakan dan cara melakukan berbagai hal. Manajemen baru dengan visi-misi dan semangat yang baru ingin membuat perubahan besar termasuk pada tampilan perusahaan yang lebih segar sehingga meghadirkan suasana kerja yang baru.
A. Proses Rebranding Menurut Mari Juntunen ada tujuh proses tahapan yang dilalui perusahaan saat melakukan rebranding: 25 1. Trigering Triggering (memicu) merupakan fase pertama dari awal proses rebranding. Dalam fase ini terdiri dari berbagai hal yang mengarahkan terjadinya rebranding, yaitu peristiwa keputusan atau proses yang menyebabkan perubahan, termasuk perubahan struktur kepemilikan, strategi perusahaan, keunggulan kompetitif, dan lingkungan eksternal. Literatur sebelumnya, 25
Mari Juntunen. Corporate re-branding as a process. Department of Marketing University of Oulu, Finland.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Muzelec menyatakan bahwa struktur kepemilikan dapat berubah, tidak hanya dari pribadi ke publik, tetapi juga dari publik ke pribadi. 2. Analyzing & decision making Pada tahap ini dilakukan analisa dan pengambilan keputusan. Termasuk faktor antecedents yang terjadi pada saat itu, misalnya analisa pasar, analisa
kompetisi,
analisa
kompetitor
dan
fakator
lain
yang
memungkinkan. Sebagai tambahan analisa dapat dimasukkan aspek internal, 3. Planning Di sini dijabarkan sebagai tahap yang luas mencakup rencana kreasi brand perusahaan. Yang termasuk di dalamnya tahapan akhir formulasi visi dan tujuan dari brand perusahaan yang baru, berdasarkan nilai-nilai perusahaan. Dalam fase ini ada beberapa proses pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa sub-proses seperti re-posisi, pemberian nama baru, pembuatan struktur baru, dan pembuatan desain baru (muzellec, 2003) sebelum launching brand baru perusahaan. 4. Preparing Meliputi persiapan rencana dan pre-tes untuk launching. Sebagai contoh, menyiapkan desain baru untuk brand baru perusahaan, termasuk “corporate visual identity system” (CVIS) yang akan diubah. Pada saat ini, sering digunakan agen periklanan. 5. Launching
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Launching adalah proses komunikasi brand baru perusahaan ke pihak internal terlebih dulu, baru kemudian ke pihak eksternal (Gotsi dan Andriopoulos, 2007). Ke pihak internal, brand baru dapat dikenalkan melalui brosur internal, koran, pertemuan rutin, workshop, intranet (Daly and Moloney, 2003), pertemuan tim atau pendidikan dan pelatihan. Sedangkan ke pihak eksternal, brand baru dapat dikomunikasikan melalui rilis berita, brosur iklan, ataupun komunikasi rutin, termasuk kartu nama, pengiriman email, dan kontak pribadi. 6. Evaluating Dalam proses ini termasuk melakukan pengurkuran kesuksesan atau kegagalan dari proses rebranding. Pengukuran adalah hal yang sulit, oleh karena itu disarankan rebranding perusahaan dievaluasi dengan tujuan dari rebranding itu sendiri (Stuart And Muzellec, 2004). 7. Continuing Tahap ini merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses. Dari hasil evaluasi dapat dilihat, apakah brand baru akan dipertahankan atau akan diganti lagi. Seluruh permasalahan yang ditemukan di fase sebelumnya, dilihat sebagai sebuah kasus. Untuk pelanggan, itu termasuk kualitas operasi perusahaan, dalam hal ini kualitas layanan dan memenuhi brand promise. Untuk personil, orientasi dan pendidikan terus menerus perlu ditawarkan. Untuk manajemen dan personil, itu termasuk pertimbangan terus menerus dari strategi merek perusahaan dalam setiap tindakan. Dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
akhirnya, itu termasuk pandangan terlihat dari lingkungan yang diberi pelayanan.
2.2.4
Corporate Identity Identitas korporat (Corporate Identity) adalah suatu cara atau suatu hal
yang memungkinkan suatu perusahaan dikenal dan dibedakan dari perusahaanperusahaan lainnya. Identitas perusahaan harus diciptakan melalui suatu rancangan desain khusus yang meliputi hal-hal unik atau khas tentang perusahaan yang bersangkutan secara fisik. Desain itu memiliki wujud sedemikan rupa sehingga dapat mengingatkan khalayak akan perusahaan tertentu. 26 Corporate identity adalah kepribadian atau karakter perusahaan yang membedakannya daari perusahaan lain, baik secara internal (budaya perusahaan) maupun eksternal (citra perusahaan) sehingga menjadi sumber daya strategis untuk membangun keunggulan kompetitif dan mencapai sasaran secara objektif. corporate identity sangat berkaitan dengan nilai, filosofi, visi dan misi, bidang industri, target market, dan sebagainya, yang membentuk serta menentukan kesuksesan perusahaan di masa depan. 27 Menurut James R. Gregory Corporate Identity terdiri dari dua elemen pokok, yaitu : 28 1. Nama (name atau mark)
26
M. Linggar Anggoro. Teori & Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia. Bumi Aksara: 2005. Halaman 280
27
Jessica Diana Kartika, Rudyant Siswanto Wijaya. LOGO: visual asset development. Elex Media Komputindo: Jakarta 2015. Halaman 21
28
James R. Gregory. Marketing Corporate Image . McGraw Hill Profesional: 2004. Halaman 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2. Logo (logos) Sedangkan M. Linggar Anggoro menyatakan bahwa elemen-elemen utama identitas perusahaan atau Corporate Identity meliputi tipe logo, warna/bentuk bangunan, atribut, sampai dengan seragam dan pakaian resmi perusahaan. Corporate Identity, terutama logo merupakan hal yang sangat terpenting dan dibutuhkan sebagai tanda pembeda dengan perusahaan lain baik produk atau jasa. Logo itu sendiri diciptakan sebagai gambaran dari perusahaan untuk menumbuhkan rasa kepercayaan dan keamanan untuk klien, dengan kata lain klien dapat bekerjasama. Dalam dunia grafis logo dapat diwujudkan melalui elemen elemen tifografi, ilustrasi, tanda abstrak, bahkan dapat pula digabungkan ketiganya. Logo tersebut kemudian menjadi poin dasar pembentuk corporate image, serta salah satu elemen dari corporate identity. 29 Menurut Veronica Napoles corporate identity yang efektif harus memiliki karakter-karakter sebagai berikut : 30 1. Simbolisme yang sederhana . Kesederhanaan adalah dasar dari kombinasi identitas brandpackage-symbol yang baik. Semakin sederhana suatu simbol, semakin jelas pula pesan yang hendak disampaikan. 2. Mempunyai pemicu visual yang kuat. Sebuah simbol yang efektif harus mampu memicu respon terhadap suatu produk atau perusahaan. Di saat di mana konsumen
29
Charllote Rivers. Identity: Building brand through letterheads, logo and business card. Rotavision: SA. 2003. Halaman 60-61
30
Veronica Napoles. Corporate Identity Design.New York, van Nostrand Reinhold: 1988. Halaman 23-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
berurusan dengan perusahaan itu, maka ia hanya perlu memikirkan produk atau jasa dari perusahaan tersebut, dan nama perusahaan itu akan diingat dengan sendirinya 3. Identitas sebagai alat promosi dan pemasaran. Corporate Identity adalah alat promosi yang sangat efektif dan aktif. Walaupun kampanye untuk suatu iklan produk berakhir, tetapi identitas tetap dipakai sampai bertahun-tahun. 4. Corporate Identity harus dapat diingat dan mengesankan. Suatu corporate identity yang baik mempunyai dua sifat, mengusulkan (suggestiveness) dan mengingatkan (recall). Bila konsumen ingin membeli suatu produk, maka ia akan teringat nama suatu perusahaan, ini disebut mengusulkan (suggestion). Bila konsumen ini kemudian datang lagi dan membeli produk yang sama dan ia menghubungkan kembali dengan produsennya, maka ini disebut mengingatkan (recall).
A. Fungsi Corporate Identity Pada dasarnya corporate identity mempunyai fungsi utama sebagai alat untuk menyampaikan citra positif dari perusahaan kepada masyarakat luas, dari berbagai cara yang dapat disampaikan kepada masyarakat salah satunya dapat disampaikan melalui tampilan grafis yang mampu berkomunikasi. Tampilan gafis pun dibuat sedemikian rupa yang menggambarkan bidang usaha yang digeluti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
perusahaan tersebut, serta dibuat dengan sejelas mungkin dan dapat dengan mudah diingat oleh masyarakat tanpa harus berfikir berkali-kali. Corporate identity adalah sebuah identitas dari perusahaan yang dapat diungkap melalui berbagai cara untuk mengidentifikasikan perusahaan tersebut dalam bentuk tampilan grafis. 31 Selain berfungsi sebagai identitas perusahaan, corporate identity juga mempunyai fungsi-fungsi lain, diantaranya : 32 1. Sebagai alat yang menyatukan strategi perusahaan. Sebuah Corporate Identity yang baik harus sejalan dengan rencana perusahaan
tersebut
bagaimana
perusahaan
itu
sekarang dan
bagaimana di masa yang akan datang. Selain itu Corporate Identity harus dapat dengan tepat mencerminkan image perusahaan, melalui produk dan jasanya. 2. Sebagai pemacu sistem operasional perusahaan. Pertanyaan pertama yang muncul dalam pembuatan Corporate Identity adalah
bagaimana
suatu
perusahaan
ingin
dilihat
oleh
publik.Pertanyaan-pertanyaan ini secara tidak langsung membuat personilpersonil perusahaan tersebut berfikir dan mengevaluasi sistem operasional mereka selama ini. Dari sini dapat ditemukan kelemahan atau kesalahan yang selama ini dilakukan, sehingga tercipta tujuan perusahaan yang lebih baik dan mantap.
31
David E. Carter. How to Improve Your Corporate Identity. Art Direction Book Co: New York 1985.
32
J.M.T Balmer & Gray E.R. Corporate Identity and Corporate Communication Creating a Competitive Advantage. Industrial and Comercial Training: 1995. Halaman 32-33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
3. Sebagai pendiri jaringan network yang baik. Sebuah perusahaan yang ber-image positif, stabil, dapat dipercaya dan diandalkan akan menarik perhatian para investor untuk menanamkan modal dalam perusahaan tersebut. Jenis perusahaan yang seperti ini juga yang mendapat banyak keringanan saat ia membutuhkan tambahan modal dari bank. Produk produk dari perusahaan ini juga mungkin menjadi produk yang paling laku dan digemari di pasar. 4. Sebagai alat jual dan promosi. Perusahaan dengan image yang positif berpeluang besar untuk mengembangkan sayapnya dan memperkenalkan produk atau jasa baru. Konsumen yang telah lama memakai produk dari perusahaan tersebut akan dengan setia terus memakai produk itu. Mereka akan lebih menerima karena telah membuktikan sendiri bahwa produk itu benar-benar cocok untuk mereka.
2.2.5
Logo Logo memang sudah sejak lama digunakan, namun masyarakat masih
mengenal logo dengan lambang. Dapat ditemukan pada zaman prasejarah, dimana manusia pada masa itu belum mengenal tulisan, jadi merka menggunakan lambang untuk menggambarkan kejadian-kejadian seputar kehidupan sehari-hari mereka. Lalu setelah sekian lama manusia mengalami evolusi, begitu pula dengan logo, dan manusia sudah tidak lagi menganut sistem nomaden (hidup berpindahpindah).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Logo digunakan untuk melambangkan sebuah kerajaan, manusia memberi lambang pada kerajaan tergantung dangan apa yang dimiliki dan dimana letak sebuah kerajaan. Mereka menggunakan lambang harimau, naga, serta kuda dan ada pula kerajaan yang menggunakan lambang dari hasil bumi mereka seperti padi, bunga dan gandum karena mereka memiliki itu semua secara berlimpah atau merupakan ciri khas dari setiap kerajaan. Kata “logo” sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu logos yang berarti pikiran, pembicaraan, dan akal budi. Logo atau simbol sudah banyak digunakan manusia dalam kehidupannya. Bahkan dalam kesehariannya, manusia dikelilingi ribuan simbol atau logo. Dalam sebuah organisasi, simbol atau logo perusahaan merupakan cerminan dari visi misi serta tujuan perusahaan. Logo adalah identitas sebuah perusahaan. Baik atau buruknya perusahaan juga bisa dinilai dari sebuah logo. Logo merupakan identitas yang dipergunakan untuk menggambarkan citra dan karakter suatu lembaga atau perusahaan maupun organisasi. 33 Logo memiliki peranan penting dalam suatu organisasi atau perusahaan sebagai bentuk representasi. Sebuah logo juga memiliki peran yang sama dengan pemilik atau karyawan perusahaan, yakni untuk membantu memperkenalkan usaha atau bisnis kepada masyarakat atau khalayak. Menurut Balmer logo merupakan suatu tampilan grafis yang berguna sebagai perwakilan identifikasi dan citra yang ingin dibentuk sebuah perusahaan.34 Sedangkan Roy Paul Nelson mengungkapkan bahwa “Makin simbolis suatu logo,
33
Adi Kusrianto. Pengantar Desain Komunikasi Visual. ANDI. Yogyakarta. 2007. Hal 232
34
J.M.T. Balmer & Gray E.R. Corporate Identity and Corporate Communication Creating a Competitive Advantage. Industrial and Comercial Training: 1995. Halaman 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
makin berhasil (sebagai logo). Pernyataan ini didasari oleh prinsip bahwa tampilan logo seyogyanya sarat pula dengan kandungan falsafah atau pandangan hidup pemiliknya. 35 Menurut David E. Carter, penulis buku “The Big Book Of Logos” mengatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan tentang sebuah desain logo yang baik harus mampu untuk mencakup beberapa hal yaitu: 1. Legible, atau dapat diartikan memiliki tingkat keterbacaan yang mudah dimengerti meskipun diaplikasikan dalam media yang berbeda-beda. 2. Original and Destinctive, dapat diartikan juga memiliki sesuatu yang beda atau keunikan, khas dan memiliki perbedaan yang sangat jelas dari kompetitornya yang lain. 3. Memorable, dalam hal ini sebuah logo harus memilki kemudahan untuk diingat oleh khalayak bahkan diharapkan dapat dalam kurun waktu yang lama. 4. Simple, kesederhanaan dapat disimpulkan mudah dimengerti dan dipahami oleh khalayak dalam waktu singkat. 5. Easily adabtable for all graphic media, yang artinya logo tersebut nantinya dapat memberikan faktor kemudahan dalam pengaplikasian logo tersebut yang menyangkut bentuk fisik, warna ataupun konfigurasi logo tersebut ke dalam berbagai media grafis serta memerlukan perhitungan ketika saat proses pencanangan. Yang diharapkan kelak akan menghindari
35
Martadi. Reposisi Citra Melalui Logo : Studi Kasus Perubahan Logo PT. Pos Indonesia. Jurnal NIRMANA, ed. Vol. 4, No. 1, Januari, 2002:62-72. Hal: 64
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
kesulitan di dalam penerapan dari logo tersebut ke dalam media-media grafic tersebut. 6. Easily associated with company, sebuah logo yang baik tentunya diharapkan akan memudahkan untuk dihubungkan serta diasosiasikan ke dalam jenis usaha dan citra yang ingin disampaikan oleh perusahaan atau lembaga tersebut. Dapat disimpulkan bahwa logo adalah sebuah desain yang spesifik, baik berupa simbol, pola, gambar, huruf tertulis yang menampilkan identitas perusahaan. Gambar atau tipografi yang disajikan dalam sebuah logo haruslah memberikan kesan tertentu serta menggambarkan bidang usaha dari suatu bisnis, perusahaan, atau organisasi yang digeluti.
A. Jenis Logo Penyajian sebuah logo dapat ditempuh melalui beragam cara. Menurut John Murphy dan Michael Rowe (1998) dalam bukunya How to Design Trademarks and Logos, terdapat tujuh cara membuat logo, yaitu: 36 1) Name only logo Logo diambil dari sebuah nama, namun dimodifikasi menggunakan gaya grafis khusus agar memberi informasi langsung kepada pelanggan. Contohnya: The New York Times, Nikon, Canon.
36
Andi M. Sadat. Brand Belief Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Salemba Empat. Jakarta. 2009. Hal 54-57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Gambar II.1 Name only logo
2) Name and symbol logo Logo diambil dari nama perusahaan atau produk, tetapi disajikan dalam desain grafis yang lebih menarik, seperti lonjong, lingkaran, atau persegi, tujuannya untuk menekankan karakter yang kuat terhadap logo. Contohnya: Dupont, Samsung, Ford.
Gambar II.2 Name and symbol logo
3) Initial letter logo Logo dipilih dari kumpulan huruf inisial yang merupakan nama perusahaan, produk, perintis usaha, atau kombinasi lainnya. Contohnya: IBM, TPI, BCA.
Gambar II.3 Initial letter logo
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
4) Pictorial names logo Menggunakan nama produk atau perusahaan sebagai elemen penting dari gaya logo yang diciptakan secara khas. Contohnya: Kodak, McD, CocaCola.
Gambar II.4 Pictorial names logo
5) Associative logo Logo seperti ini biasanya berdiri sendiri, tidak memuat nama perusahaan, namun logo langsung diasosiasikan dengan produk atau sesuatu. Contohnya: Mercedes, Jaguar, Shell.
Gambar II.5 Associative logo
6) Allusive logo Logo jenis ini biasanya diasosiasikan dengan sesuatuyang bersifat kiasan dan memiliki hubungan tidak langsung dengan nama perusahaan atau organisasi. Contohnya: Crowne Plaza
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Gambar II.6 Allusive logo
7) Abstract logo Berbeda dengan allusive logo yang menekankan pada makna kiasan, logo jenis ini sengaja dibuat abstrak, sehingga meskipun memiliki makna tertentu, akan tetap menimbulkan beragam kesan dan interpretasi sehingga sangat bergantung pada pemahaman yang dimiliki masing-masing. Contohnya: BEJ, Citos, Bakrie & Brothers.
Gambar II.7 Abstract logo
B. Fungsi Logo Sebuah logo yang baik hendaklah mampu untuk mencerminkan jenis dari usaha perusahaan atau lembaga tersebut, dan sejatinya sebuah logo yang baik bagi suatu perusahaan adalah logo yang mampu untuk menjadi symbol dari perusahaan atau lembaga tersebut dan mampu untuk mewakili sosok, wajah, serta dapat menonjolkan eksistensi dari suatu perusahaan tersebut. Karena jika diketahui lebih dalam sebenarnya sebuah logo selain dapat membangun citra dari perusahaan atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
lembaga tersebut sebuah logo juga dapat dipergunakan untuk membangun spirit secara internal di antara komponen-komponen yang ada di dalam sebuah perusahaan atau lembaga itu sendiri. 37 Menurut John Murpy dan Michael Rowe, logo mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi
identifikasi,
masyarakat
dapat
mengidentifikasikan
perusahaan tersebut bergerak dibidang apa dan produk apa yang dihasilkan. 2. Fungsi pembeda, logo membedakan perusahaan atau produk yang satu dengan yang lain. 3. Fungsi komunikasi, logo berperan sebagai sumber informasi dan dapat juga menjadi pemberi tahu keaslian sebuah produk. 4. Memberi nilai tambah, produk yang memiliki merek atau logo akan lebih dikenal oleh masyarakat dan dihargai keberadaannya. 5. Merupakan
asset
berharga,
jika
produk
tersebut
dikenal
negaranegara lain, maka suatu perusahaan atau merek akan dihargai secara waralaba. 6. Mempunyai kekuatan hukum, logo yang telah diregistrasi dapat dijadikan kualitas produk yang dilindungi Undang-undang. Sementara Surianto Rustan dalam bukunya “Mendesain Logo” secara singkat menyebutkan bahwa fungsi logo ialah sebagai: 38 1. Identitas diri, untuk membedakannya dengan identitas orang lain. 37
Surianto Rustan. Mendesain Logo. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta 2009. Halaman 13
38
Ibid. Halaman 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
2. Tanda kepemilikan, untuk membedakan miliknya dengan milik orang lain. 3. Tanda kualitas. 4. Mencegah peniruan atau pembajakan. Dikatakan sebagai identitas diri bahwa sebuah logo merefleksikan apa yang ada dalam diri orang tersebut atau jika dalam lingkup perusahaan/organisasi, sebuah logo merefleksikan budaya serta tujuan organisasi tersebut. Sebagai kepemilikan pun jelas, bahwa produk ataupun jasa yang dikeluarkan dari sebuah perusahaan/organisasi yang memiliki logo perusahaan menunjukan bahwa produk dan jasa tersebut milik perusahaan/organisasi tersebut. Tak urung saat ini sebuah logo juga mencerminkan kualitas yang dimiliki perusahaan/organisasi. Kualitas dari pelayanan atau produk yang dihasilkan, kualitas para karyawaan serta pimpinan perusahaan serta ideologi perusahaan yang kesemuanya tercermin dalam sebuah logo.
2.2.6
Tipografi Tipografi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan
pengaturan penyebrangannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin. Dikenal pula seni tipografi, yaitu karya atau desain yang menggunakan pengaturan huruf sebagai elemen utama. Dalam seni tipografi, pengertian huruf sebagai lambang bunyi bisa diabaikan. 39
39
Ferri Caniago. Cara Mutakhir Jago Desain Logo. Raya Muncul: Jakarta 2012. Halaman 105
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Tipografi sebagai bagian dari kosakata visual mengatur banyak hal mulai dari font, skala, jarak antar huruf, jarak antar kata, jarak antar baris, efek yang digunakan, kualitas huruf, aspek keterbacaan, dan sebagainya. Dalam berbagai media, tipografi berkaitan dengan penggunaan logo dan huruf serta mengatur bagaimana membuat teks menjadi hidup. Selain menciptakan font sendiri, juga dapat menggunakan font komersial sebagai pilihan yang baik. Hubungan antara satu font dan font lainnya juga perlu diperhatikan karena setiap font mempunyai karakter yang berbeda-beda. 40 Sebuah citra perusahaan yang menyatu dan kuat, tidak mungkin tanpa tipografi yang memiliki karakteristik yang unik dan keterbacaan yang jelas. Tipografi harus mendukung strategi positioning dan hirarki informasi. Memilih font yang tepat memerlukan pengetahuan dasar tentang luasnya pilihan dan pemahaman inti fungsi tipografi yang efektif. 41 Dalam era komunikasi seperti sekarang, tipografi sudah merupakan bentuk visual komunikasi yang sangat kuat, karena bahasa yang tampak ini menghubungkan pikiran dan informasi melalui penglihatan manusia, tipografi menjadi unsur vital dalam efektifitas komunikasi cetak dan elektronik. 42
40
Jessica Diana Kartika, Rudyant Siswanto Wijaya. LOGO: visual asset development. Elex Media Komputindo: Jakarta 2015. Halaman 34
41
Alina Wheeler. Designing Brand Identity: a complete guide to creating, building, and maintaining strong brands. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey: 2003. Halaman 88
42
Surianto Rustan. Font & TIPOGRAFI. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta 2010. Halaman 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
A. Sejarah Tipografi Bahasa tulisan merupakan salah satu indikator yang membedakan antara masa awal sejarah dan prasejarah. Perkembangan bahasa tulis bermula sejak sebelum Masehi, di mana awalnya manusia menggunakan bahasa gambar untuk berkomunikasi. Bangsa Afrika dan Eropa mengawali pada tahun 3500-4000 sebelum Masehi dengan membuat lukisan di dinding gua. Sebagai catatan, ini bukan saja awal dari lahirnya sebuah media penting seni visual, namun juga merupakan awal munculnya media verbal pada sistem komunikasi dalam peradaban manusia. Pada masa itu gambar atau lukisan dijadikan sebagai salah satu sarana utama dalam suatu komunitas, baik sebagai media untuk mentransmisikan informasi maupun media untuk kegiatan ritual. Perkembangan cara berkomunikasi melalui tanda dan gambar berkembang terus. Sekitar 3100 sebelum Masehi, bangsa Mesir menggunakan pictograph sebagai simbol-simbol yang menggambarkan sebuah objek. Komunikasi dengan menggunakan gambar berkembang dari pictograph hingga ideograph, berupa simbol-simbol yang merepresentasikan gagasan yang lebih kompleks serta konsep abstrak yang lain. Perpindahan yang mendasar dari bahasa gambar dan tanda yang dibunyikan (pictograph, ideograph - menunjukan benda serta gagasan) hingga bahasa tulis yang dapat dibunyikan dan memiliki arti (pictograph - setiap tanda atau huruf menandakan bunyi) dapat disaksikan pada sistem alphabet Phoenician pertama yang diperkenalkan pada tahun 1300 sebelum Masehi. Alphabet ini terdiri dari 23 simbol yang sangat sederhana dan terbatas hanya sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
perwakilan unsur bunyi. Sebagai contoh, huruf pertama dari alphabet Phoenician berupa gambar sederhana dari kepala banteng, yang dalam bahasa mereka disebut Aleph, dan kemudian kata ini mewakili bunyi dari huruf 'A'. Bangsa Yunani kemudian mengadaptasi sistem alphabet ini ke dalam struktur anatomi huruf yang lebih teratur dengan menerapkan bentuk-bentuk geometris. Perkembangan yang terpenting dari sistem alphabet ini adalah penerapan pola membaca dari arah kiri ke kanan (Alfabet Phoenician dari kiri ke kanan). Istilah alphabet (Alphabet) berasal dari singkatan 2 huruf pertama dalam sistem alphabet Yunani, yaitu Alpha dan Beta. Berbagai upaya telah dilakukan oleh manusia dari zaman ke zaman untuk menciptakan sistem komunikasi lewat tanda-tanda dan narasi visual. Evolusi rupa huruf Latin bermula dari gambar-gambar sederhana hingga akhirnya berabad-abad kemudian terbentuk sistem alphabet Latin yang digunakan secara internasional. 43 Tipografi memiliki peran penting dalam setiap karya desain grafis yang berlangsung dari setiap masa ke masa yang bersentuhan dengan peradaban manusia. karya-karya yang muncul senantiasa mewakili semangat zaman dari aksi seorang desainer grafis dalam meyikapi setiap kebutuhan komunikasi visual melalui dimensi dan disiplin yang terdapat dalam tipografi. Saat melihat tipografi banyak digunakan dalam solusi desain grafis, kita harus mengingat bahwa banyak pengaruh yang telah mendorong inovasi dalam bidang tipografi. Referensi sejarah merupakan hal yang utama dalam mendorong eksperimentasi dan inovasi dalam tipografi. 43
Danton Sihombing. Tipografi dalam Desain Grafis, Edisi Diperbarui. Gramedia: Jakarta 2015. Halaman 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Tabel II.2 Garis Waktu Sejarah Tipografi
Baroque, Rococo,
Renaissance
Revolusi Industri
Neoclassical Klasifikasi Huruf Old
Klasifikasi Huruf
Klasifikasi Huruf
Style
Transitional dan Modern
Egyptian
Abad 15 Era lahirnya huruf-huruf Old Style seperti Bembo, Jenson dan Garamond
Abad 18 Era lahirnya huruf-huruf Transitional seperti Baskerville dan Didot, serta Bodoni dalam klasifikasi huruf Modern
Abad 18 Era lahirnya huruf-huruf Egyptian seperti Fat-Face dan Clarendon
Art Nouveau
Art Deco
Seni, Desain dan Kriya
Seni Poster Sebagai
Bahasa Visual
Tradisional
Bentuk Seni Baru
Modern
1880-1910 Gerakan seni yang muncul sebagai respon keprihatinan terhadap dampak dari Revolusi Industri
1890-1910 Alih bentuk seni lukis menjadi seni komunikasi visual dan dimulainya era periklanan modern.
1920-1940 Art Deco memperkenalkan bahasa visual modern dengan menghadirikan gaya desain yang terbebas dari ornamen-ornamen yang berlebihan.
Gerakan Seni dan Kriya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Bauhaus
Sans Serif
Huruf Digital
Desain Grafis
Klasifikasi Huruf Sans
Bitmap Font
Modern
Serif
1919-1933 Tipografi untuk tujuan komunikasi dan ekspresi artistik.
1925-1930 Era lahirnya huruf-huruf Sans Serif seperti Berthold Grotesk, Neuzeit-Grotesk, Universal dan Futura.
1966 Sistem huruf digital pertama yang disebut dengan Digiset.
B. Klasifikasi Huruf Secara
sederhana
Danton
Sihombing
mengklasifikasikan
huruf
berdasarkan momentum-momentum penting dalam perjalanan sejarah penciptaan dan pengembangan desain huruf Latin, berikut adalah pengelompokannya yang disusun berdasarkan urutan waktu kemunculannya: 44 1) Old Style Istilah Old Style sering juga disebut dengan tipografi serif Humanis yang dikembangkan pada abad ke-15 dan 16. Karakteristik umum dari hurufhuruf Old Style adalah: a) Serif berukuran kecil dengan sudut lengkung yang besar. b) Sumbu dari huruf "O" memiliki kemiringan. c) Kontras stroke yang rendah.
44
Danton Sihombing. Tipografi dalam Desain Grafis, Edisi Diperbarui. Gramedia: Jakarta 2015. Halaman 159
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Gambar II.8 Contoh Huruf Old Style
Old Style – 1475
Full brackets
Angled stress
Small serifs
Little contrast
Tabel II.3 Karakteristik Huruf Old Style
2) Transitional Huruf-huruf Transitional muncul pada pertengahan abad ke-17 yang merupakan transisi antara huruf-huruf Old Style dan tipografi dengan serif modern. Karakteristik umum yang terdapat dalam huruf-huruf Transitional adalah: a) Serif berukuran kecil dengan sudut lengkung yang kecil. b) Sumbu dari huruf "O" tegak vertikal. c) Kontras stroke yang cukup.
Gambar II.9 Contoh Huruf Transitional
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Transitional – 1750
Thin brackets
Vertical stress
Small serifs
Moderate contrast
Tabel II.4 Karakteristik Huruf Transitional
3) Modern Tipografi dengan serif modern dikembangkan pada akhir abad ke-18 dan merupakan perubahan radikal dari tipografi tradisional pada masa itu. Karakteristik umum dari huruf-huruf Modern adalah: a) Serif berukuran kecil tanpa sudut lengkung. b) Sumbu dari huruf "O" tegak vertical. c) Kontras stroke yang ekstrim.
Gambar II.10 Contoh Huruf Modern
Modern – 1775
No brackets
Vertical stress
Small serifs
Tabel II.5 Karakteristik Huruf Modern
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Extreme contrast
48
4) Egyptian Huruf-huruf Egyptian, atau sering juga disebut dengan slab serif, diperkenalkan pada abad ke-19 sebagai huruf yang banyak digunakan dalam desain-desain untuk iklan. Karakteristik umum dari huruf-huruf Egyptian adalah: a) Serif berbentuk kotak dan berukuran besar tanpa sudut lengkung. b) Sumbu dari huruf "O" tegak vertikal. c) Kontras stroke yang rendah.
Gambar II.11 Contoh Huruf Egyptian
Egyptian – 1825
No brackets
Vertical stress
Slab serifs
Little contrast
Tabel II.6 Karakteristik Huruf Egyptian
5) Sans Serif Huruf-huruf Sans Serif mulai banyak bermunculan pada abad ke-19 dan mulai populer pada abad ke-20 dengan karakteristik utama adalah tanpa serif atau tanpa kaki. Karakteristik umum lainnya dari huruf-huruf Sans Serif adalah:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
a) Sumbu dari huruf "O" tegak vertikal. b) Kontras stroke yang rendah atau tidak memiliki kontras stroke.
Gambar II.12 Contoh Huruf Sans Serif
Sans Serif – 1925
No brackets
Vertical stress
Sans serif
No/Little contrast
Tabel II.7 Karakteristik Huruf Sans Serif
2.2.7
Warna Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan
dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa haru, sedih, gembira, mood atau semangat, dan lain-lain. Warna adalah satu hal yang sangat pentingdalam menentukan respons dari orang. Warna adalah hal yang pertama dilihat oleh seseorang. Setiap warna memberikan kesan dan identitas tertentu, walaupun hal ini tergantung pada latar belakang pengamatnya juga. Seperti warna putih dalam budaya barat memberi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
kesan suci dan dingin karena diasumsikan dengan salju. Sementara itu, warna putih memberi kesan kesedihan di banyak Negara Timur. Warna adalah salah satu inspirasi paling berharga yang paling mudah didapat. Sedangkan pengertian warna itu sendiri adalah spectrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). 45 Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respons secara psikologis, Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya “Creative Color Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respons secara psikologis kepada pemirsanya sebagai berikut: 46 Tabel II.8 Respon Psikologi Yang Ditimbulkan Oleh Warna
Warna
Respon Psikologi Yang Mampu Ditimbulkan Merah
Kekuatan,
bertenaga,
agresifitas,
bahaya,
ambisi,
maskulin,
kehangatan, kekayaan,
nafsu,
gairah,
cinta,
gembira,
cepat,
sosialisme,
sombong,
konservatif,
keamanan,
teknologi,
perayaan. Biru
Kepercayaan,
kebersihan, perintah, kesantunan, harmoni, damai, tenang, sejuk, kolot, setia, es, bersih, depresi, idealism, bijaksana, kerajaan, bangsawan.
45
Eko Nugroho. Pengenalan Teori Warna. Andi: 2008. Halaman 1-2
46
Adi Kusrianto. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Andi: 2007. Halaman 47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Hijau
Alami,
kesehatan,
kecemburuan,
pandangan
pembaruan,
yang
kecerdasan
enak, tinggi,
kesuburan, masa muda, murah hati, dingin, kreatif, tenang. Kuning
Optimis, gembira, cerdas, harapan, filosofi, ketidak jujuran, pengecut, penghianatan, cerdas, liberalism, takut,
bahaya,
serakah,
lemah,
feminism,
persahabatan. Ungu
Spiritual, misteri, keagungan, kehangatan, perubahan bentuk, galak, arogan, iri, sensual, kreatifitas, kaya, bangsawan,
pencerahan,
flamboyan,
sombong,
berlebihan, tidak senonoh, harga diri, kehalusan. Orange
Energi, keseimbangan, kehangatan, kebahagiaan, panas, api, antusiasme, kesenangan, agresi, emosi berlebihan, peringatan.
Coklat
Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan, bersahabat, rendah hati, tenang, berani, kedalaman, alam, makhluk
hidup,
kesuburan,
stabil,
tradisi,
ketidaktepatan, tidak sopan, kasar, bosan, berat, tabah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Abu-abu
Intelek,
futuristik,
modis,
kesenduan,
merusak,
tenang, dapat diandalkan, keamanan, elegan, rendah hati, rasa hormat, stabil, kehalusan, masa lalu, bijaksana. Hitam
Kekuatan, kemewahan, misteri ketakutan, keagungan, kecerdasan,
pemberontakan,
modern,
kekuatan,
formal, elegan, kaya, gaya, serius, professional, kesatuan Putih
Kemurnian, suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril, senang, netral, rendah hati, masa muda, penghormatan, kebenaran, damai, simple, aman, harapan.
2.2.8
Pengertian Semiotika Secara epistimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani ‘semeion’
yang berarti "tanda". Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.47 Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda.
47
Alex Sobur. Analisis Teks Media. Remaja Rosdakarya: Bandung 2001. Halaman 95
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua itu dapat disebut tanda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap, berbicara cepat, berjalan sempoyongan, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semua itu dianggap sebagai tanda. 48 Semiotika adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan berikut: Apa yang dimaksud dengan X? X dapat berupa apa pun, mulai dari sebuah kata atau isyarat hingga keseluruhan komposisi musik atau film. "Jangkauan" X bisa bervariasi, tapi sifat daar yang merumuskannya tidak. Jika kita merepresentasikan makna (atau makna-makna) yang dikodifikasi X dengan huruf Y, maka tugas utama analisis semiotika secara esensial dapat direduksi menjadi upaya untuk menentukan sifat relasi X = Y. Sebagai contoh pertama, mari kita ambil makna dari dari red (merah). Dalam kasus ini, X membangun istilah berbahasa Inggris dari warna. Seperti yang nanti terlihat, bukan hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan mengenai apa makna kara red tersebut. Pada tingkat dasar, kata tersebut tentu saja merujuk pada warna primer yang terletak di ujung level bawah spektrum yang kasat mata. Tetapi warna tersebut dapat bermakna lain. Berikut diantaranya: 49
48
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. Jalasutra: Yogyakarta 2013. Halaman 12
49
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
a) Jika ia muncul sebagai sinyal lalu lintas, ia berarti "berhenti" bagi siapa pun yang melihat tanda tersebut. b) Jika ia warna pita lengan yang dipakai oleh seseorang dalam sebuah pawai politik, maka pemakainya dianggap sebagai individu yang mendukung ideologi politik tertentu. c) Jika ia warna bendera yang digunakan seseorang dalam sebuah situs konstruksi, maka ia merupakan sinyal "bahaya". Singkat kata, red adalah contoh dari tanda. Ia adalah sesuatu, X (sebuah warna), yang merepresentasikan sesuatu yang lain, Y (sinyal lalu lintas, ideologi politik dan seterusnya). Penggambaran dan penelusuran sifat hubungan X = Y, singkatnya menjadi subjek penelitian semiotika. Sejak pertengahan abad ke-20, semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang sungguh besar, melampaui di antaranya, kajian bahasa tubuh, bentukbentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, bahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara dan lain sebagainya, singkatnya semua yang digunakan, diciptakan, atau diadopsi oleh manusia oleh manusia untuk memproduksi makna. 50
A. Tanda dan Makna Tanda adalah segala sesuatu, warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang merepresentasikan sesuatu yang lain
50
selain
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 5-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
dirinya. 51 Tanda sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti: nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan, keinginan. Tanda tersebut berada diseluruh kehidupan manusia. Apabila tanda berada pada kehidupan manusia, maka ini berarti tanda dapat pula berada pada kebudayaan manusia, dan menjadi sistem tanda yang digunakannya sebagai pengatur kehidupannya. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandaai adanya api, sirine mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota.52 Ada dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda yang biasanya menjadi rujukan para ahli. Pertama adalah pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand De Saussure (1857-1913) yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen yaitu aspek citra tentang bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda. Jadi, dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Bagi Saussure hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer (bebas) baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Menurut Saussure ini tidak berarti bahwa pemilihan penanda sama sekali meninggalkan pembicara namun lebih dari adalah tak bermotif yakni arbitrer dalam pengertian penanda. Sifat arbitraries ini berarti pula bahwa keberadaan sesuatu butir atau sesuatu aturan tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan yang sifatnya logis. Menurut Saussure, prinsip kearbitreran bahasa atau
51
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 6
52
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Prakti bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Mitra Wacana Media: Jakarta 2011. Halaman 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya. Ada tanda-tanda yang benar-benar arbitrer, tetapi ada pula yang hanya relatif. 53 Danesi menyebutkan bahwa Saussure juga menyatakan bahwa telaah tanda dapat dibagi menjadi dua–sinkronik dan diakronik. Sinkronik terkait dengan tanda pada suatu waktu, dan diakronik merupakan telaah bagaaimana perubahan makna dan bentuk tanda dalam waktu. Selain itu, Saussure juga melihat tanda sebagai sebuah ‘gejala biner’, yaitu bentuk yang tersusun atas dua bagian yang saling terkait satu sama lain, yakni penanda (signifier) yang berguna untuk menjelaskan ‘bentuk’ dan ‘ekspresi’ dan petanda (signified) yang berguna untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep atau makna tersebut dinamakan dengan signification. Dalam mencermati hubungan pertandaan ini, Saussure menegaskan bahwa diperlukan semacam konvensi sosial untuk mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya. 54 Pendekatan yang kedua, yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce, bermakna kurang lebih sama. Dalam Danesi, ia mengartikan tanda sebagai yang terdiri atas representamen (sesuatu yang melakukan representasi) yang merujuk ke objek (yang menjadi perhatian representamen), membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretant (apapun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu). Hubungan antara ketiganya bersifat dinamis, dengan yang satu menyarankan yang lain dalam pola siklis. 55 Artinya, tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang
53
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung 2009. Halaman 31-35
54
Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media. Jalasutra: Yogyakarta 2010. Halaman 36
55
Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tandatanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol. 56 Tanda terdapat di mana-mana, kata, demikian pula gerak isyarat tubuh, lampu lalu lintas, bendera, warna, dan sebagainya dapat pula menjadi tanda. Semua hal dapat menjadi tanda, sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatu yang menandai suatu objek yang merujuk pada atau mewakili sesuatu yang lain di luarnya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang kita kenal hasil konvensi sosial di sekitar kita. Tidak semua suara, gerakan, kata, isyarat bisa menjadi tanda, namun hal tersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi makna tertentu. Ada beberapa pandangan mengenai teori dan konsep makna. Seperti yang diungkapkan oleh Wendell Johnson: 57 1) Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada katakata. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita 56
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung 2004. Halaman 35
57
Ibid. Halaman 258
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
gunakan untuk mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada di benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah. 2) Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang kita gunakan berumur 200 atau 300 tahun. Tapi makna dari kata-kta tersebut mengalami perubahan yang dinamis, teruatama pada dimensi emosional dari makna. Seperti kata-kata hubungan di luar nikah, obat, agama, hiburan, dan perkawina (Di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada saat ini dan di masa-masa yang lalu). 3) Makna membutuhkan acuan. komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi seorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan contoh makna yang tidak mempunyai acuan yang memadai. 4) Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati.
Bila
kita
berbicara
tentang
cinta,
persahabatan,
kebahagiaan, kebaikan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. Mengatakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
kepada seorang anak untuk “manis” dapat mempunyai banyak makna. Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata: “Berlaku manislah dan bermain sendirilah sementara ayah memasak.” Bila Anda telah membuat hubungan seperti ini, Anda akan bisa membagi apa yang Anda maksudkan dan tidak. 5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu, kebanyakan kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya
Anda
bertanya
dan
bukan
membuat
asumsi;
ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang diberikan masingmasing pihak diketahui. 6) Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut tetap tinggal
dalam
benak
sebenarnya–pertukaran
kita.
Karenanya,
makna
secara
pemahaman
yang
sempurna–barangkali
merupakan tujuan ideal yang ingin kita capai tetapi tidak pernah tercapai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Menurut Luis Prieto makna adalah hubungan sosial yang dibangun oleh sinyal di antara pemancar dan penerima ketika tindakan semik sedang berlangsung, dan hubungan sosial itu, disatu pihak, menghadirkan sang emisor, sang reseptor dan lingkungan mereka (yaitu, semua faktor non-linguistik), dan pihak lain. Hubungan sosial itu menghadirkan berbagai hubungan yang ada diantara unit linguistik itu sendiri yang muncul dalam perkataan, karena unit-unit itu memang ada dan masing-masing beroposisi dengan beberapa unit lain sistemnya yang tidak muncul dalam perkataan.58 Tanda dan makna adalah sesuatu yang saling berkaitan, adanya tanda merupakan makna dari suatu tanda itu sendiri.
B. Semiotika Charles Sanders Peirce Peirce paling dikenal melalui siltem filsafahnya, yang kemudian dinamakan pragmatisme. Menurut sistem ini, signifikasi sebuah teori atau model terletak pada efek praktis penerapannya. Model tanda yang dibangunnya menjadi sangat berpengaruh, dalam membentuk sebagian besar karya kontemporer mengenai semiotika kontemporer. Dalam pandangan Charles S. Peirce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Peirce teori segitiga makna atau triangle meaning theory.59 Teori segitiga makna Peirce ini terdiri dari tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).
58
Jeanne Martinet. Semiologi; Kajian Teori Tanda Saussuran, antara Semiologi Komunikasi dan Semiologi Signifikasi. Jalasutra: Yogyakarta 2010. Halaman 75-76
59
Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Pranada Media Group: Jakarta 2006. Halaman 262
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
Peirce menyebut tanda (sign) sebagai representamen dan konsep, benda, gagasan dan seterusnya, yang diacunya sebagai objek (object). Makna (impresi, kogitasi, perasaan dan seterusnya) yang kita peroleh dari sebuah tanda oleh Pierce diberi istilah interpretan (interpretant). Tiga dimensi ini selalu hadir dalam signifikasi. oleh karena itu, Peirce memandang sebagai sebuah struktur triadik. 60
Gambar II.13 Model Segitiga Makna Peirce
Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Kebanyakan informasi sensorik, mentah, dan tidak terorganisasi yang datang melalui penglihatan, pendengaran, dan indera lainnya ditata menjadi sebuah keseluruhan yang bermakna oleh tanda-tanda. Jadi pemahaman kita tentang dunia bukanlah pemahaman sensorik yang langsung. Ia dimediasi oleh tanda, dan juga, oleh citraan yang ditimbulkannya dalam ruang pikiran kita.
60
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
Interkoneksi semiotis antara tubuh, pikiran, dan budaya dapat secara grafis ditunjukkan sebagai berikut:61 Input dari dunia
Tubuh
Pikiran
Budaya
Sumber fisik tanda
Kemampuan menggunakan tanda untuk terhubung dengan dunia
Sistem yang mempertahankan dan mendistribusikan tanda untuk tujuan-tujuan praktis
Gambar II.14 Model Interkoneksi Semiotis
Charles Peirce merujuk bagian tiga dimensi ini sebagai kepertamaan, keduaan, ketigaan. Tanda mulai sebagai struktur sensorik, yaitu, sebagai sesuatu yang dibuat untuk mensimulasi objek dalam kerangka properti sensoriknya. Kemudian tanda digunakan oleh pengguna tanda untuk membangun koneksi dengan objek, bahkan jika objek aktualnya tidak hadir untuk dipersepsi indera (= keduaan). Terakhir, tanda itu sendiri menjadi sumber pengetahuan mengenai dunia, saat ia memasuki dunia budaya dan didistribusikan untuk penggunaan umum (=ketigaan). Secara esensial, budaya merupakan sistem “pelestarian-tanda” yang mendistribusikan tanda pada orang-orang untuk maksud praktis yang bervariasi. 62
61
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 21
62
Ibid. Halaman 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Peirce terhadap tanda memiliki kekhasan meski tidak bisa dibilang sederhana. Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi: Ikon (icon), Indeks (index) dan Simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya. 63 1) Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan 'rupa' sehingga tanda itu mudah dikenal oleh para pemakainya . Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya sebagaian besar rambu
lalu
lintas
merupan
tanda
yang
ikonik
karena
'menggambarkan' bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya. 2) Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki diatas permukaan tanah, misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang 'tamu' di rumah kita. 3) Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah 63
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Prakti bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Mitra Wacana Media: Jakarta 2011. Halaman 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
simbol-simbol. Tak sedikit dari rambu lalu lintas yang bersifat simbolik. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. 64 1) Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. 2) Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. 3) Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Teori dari Peirce ini seringkali disebut sebagai ‘grand theory’ dalam semiotika. Hal ini lebih disebabkan karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. 65
64
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung 2009. Halaman 41
65
Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Prakti bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Mitra Wacana Media: Jakarta 2011. Halaman 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
C. Semiotika Komunikasi Visual Dilihat dari sudut pandang semiotika, komunikasi visual adalah sebuah ‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam sistem semiotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (message) dari sebuah pengirim pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi (satu atau dua arah) antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasi oleh media tertentu. Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi, tetapi bentukbentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi, atau makna. Ini berbeda dengan bidang lain, seperti seni rupa (khususnya seni rupa modern) yang tidak mempunyai fungsi khusus komunikasi seperti itu, akan tetapi ia memiliki fungsi signifikasi. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda (signifier) yang bersifat konkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak, atau makna, yang secara umum disebut petanda (signified). Dapat dikatakan di sini, bahwa meskipun semua muatan komunikasi dari bentuk-bentuk komunikasi visual ditiadakan, ia sebenarnya masih mempunyai muatan signifikasi, yaitu muatan makna. 66 Mengingat komunikasi visual mempunyai tanda berbentuk bahasa verbal dan visual, serta merujuk bahwa teks komunikasi visual dan penyajian visualnya 66
Yasraf A. Piliang. Pengantar dalam: Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. Jalasutra: Yogyakarta 2013. Halaman xi-xii
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
juga mengandung ikon, maka pendekatan semiotik terhadap komunikasi visual layak diterapkan. Sebab esensi membongkar karya desain komunikasi visual dapat dilihat dari adanya hubungan antara gejala struktural yang diungkapkan oleh tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh acuannya. Hasilnya akan dapat dilihat dan diketahui bagaimana tanda-tanda tersebut berfungsi. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual. 67 Semiotika komunikasi visual pada dasarnya merupakan salah satu bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidkan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual senses). Apabila kita konsisten mengikuti pengertian ini, maka semiotika visual tidak lagi terbatas pada pengkajian seni rupa (seni lukis, patung, dan seterusnya) dan arsitektur semata, melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau biasanya dianggap bukan karya seni. 68
2.2.9
Pengertian Representasi Reprensentasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu
secara bermakna, atau merepresentasikan pada orang lain. Representasi dapat
67
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. Jalasutra: Yogyakarta 2013. Halaman 16
68
Kris Budiman. Semiotika Visual: konsep, Isu, dan Problem Ikonistas. Jalasutra: Yogyakarta 2012. Halaman 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
berwujud kata, gambar, sekuen, cerita dan sebagainya yang mewakili ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik, hal ini melalui fungsi tanda mewakili yang kita tahu dan mempelajari realitas. 69 Representasi dapat didefinisikan sebagai penggunaaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain proses menaruh X dan Y secara berbarengan itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Charles Peirce menyebut bentuk fisik aktual dari representasi, X, sebagai representamen (secara literal berarti "yang merepresentasikan"); Peirce mengistilahkan Y yang dirujuknya sebagai objek representasi; dan menyebut makna atau makna-makna yang dapat diekstraksi dari representasi (X=Y) sebagai interpretan. 70 Representasi merupakan hubungan antara tanda konsep-konsep yang memungkinkan pembaca menunjuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau pada dunia imajiner tentang obyek fiktif, manusia atau 69
John Hartley. Communication, Cultural, and Media Studies: Konsep Kunci. Jalasutra: Yogakarta 2010 Halaman 265
70
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
peristiwa. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari proses sosial. 71
A. Representasi Visual Representasi visual begitu lumrah dan meliputi segalanya hingga kita hampir tak menyadari apa yang terlibat didalamnya. Penanda visual yang dirancang untuk menunjukkan bentuk garis luar dari sesuatu dikenal dengan nama bentuk. Segala sesuatu yang kita lihat dapat direpresentasikan melalui kombinasi garis dan bentuk: misalnya, awan adalah bentuk, cakrawala adalah garis. Unsurunsur lain termasuk nilai, warna, dan tekstur. Nilai mengacu pada gelap atau terang dalam sebuah garis atau bentuk. Nilai memainkan peran penting dalam menggambarkan kontras antara gelap dan terang. Warna menyampaikan suasana, perasaan, atmosfir. Inilah mengapa kita berbicara tentang warna-warna yang “hangat,” “lembut,” “dingin,” “keras.” Seperti yang kita ketahui, warna secara konotatif memiliki nilai simbolis yang spesifik menurut budaya, dalam budaya kita kuning berkonotasi sifat pengecut, atau meambangkan kematian, di Cina konotasinya adalah kerajaan. Tekstur mengacu pada perasaan indera sentuhan yang digugah secara imajistik saat kita melihat sebuah permukaan. 72 Semiosis bersifat antarmode, yang artinya melibatkan lebih dari satu modalitas inderawi pada saat bersamaan. Istilah yang digunakan untuk menyifatkan fenomenon ini adalah sinestesia. Perasaan-perasaan yang terkait
71
Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2002. Halaman 61
72
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 87
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
dengan sentuhan, namun digugah oleh tanda-tanda visual, merupakan contoh reaksi sinestesis. Secara kebetulan, istilah estesia biasanya digunakan untuk mengacu pada pengaktifan semua modalitas inderawi dalam cara yang holistik. Saat kita menyebut apresiasi sebuah karya seni sebagai “pengalaman estetik,” maksud kita secara harfiah adalah bahwa kita mengalami dan merasakan makna karya seni secara keseluruhan. 73
2.2.10 Era Era dapat didefinisikan sebagai kurun waktu dalam sejarah; sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah.74 Banyak sejarawan berasumsi bahwa dimensi waktu bersifat satu arah dan tak bisa kembali lagi, seperti meluncurnya anak panah. Mereka juga berasumsi bahwa lintasan waktu bisa dibagi menjadi tiga fase: masa silam, masa kini, masa depan. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah pembedaan masa lalu atau masa kini. Pembedaan ini seringkali dipakai untuk membenarkan pembagian kerja antara kritikus dan sejarawan: masa kini adalah perhatian kritikus, dan masa lalu adalah perhatian sejarawan. Para sejarawan umumnya dipandang tidak mampu menulis sejarah era mereka karena kedekatan dan keterlibatan para sejarawan dalam bahan yang menghalangi objektivitas ilmiah. Tentu ada masalah disini, tetapi juga ada untungnya: akses mudah terhadap informasi; fakta bahwa
73
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 88
74
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online: http://kbbi.web.id/era
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
sejarawan bisa mendapatkan pengetahuan tangan pertama dan pengalaman subjektif orang dan peristiwa. 75 Sejarah perkembangan peradaban manusia menunjukkan bahwa setiap perubahan yang terjadi di satu bidang (disiplin) juga akan memengaruhi perkembangan bidang lainnya. Demikian halnya dengan bidang desain yang sangat berkenaan dengan aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupannya. Dengan mengacu pada anggapan bahwa desain diwujudkan dalam bentuk artefak, dan berhubungan langsung dengan manusia sebagai karya olah-rupa, maka sebagai salah satu bidang pendidikan dan bidang keahlian, desain pun ikut mencatat perubahan yang terjadi pada peradaban manusia itu sendiri. Dengan demikian, konsep-konsep bentuk yang diterapkan pada sebuah karya desain dapat dijadikan salah satu referensi untuk membaca peradaban dan perkembangan yang terjadi pada zaman tertentu. Demikian juga sebaliknya, kita dapat membaca konsep pengolahan rupa yang diterapkan pada satu karya desain atau karya rupa dengan referensi keadaan zaman saat karya tersebut dilahirkan.76
A. Revolusi Industri Perubahan dari sistem ekonomi agraris menjadi sistem ekonomi industri adalah karakteristik dari Revolusi Industri. Dampak yang terjadi memengaruhi bidang ekonomi, sosial, dan politik. Tantangan juga muncul dalam seni periklanan, desain komunikasi visual dan penerbitan buku. Revolusi Industri
75
John A. Walker. Desain, Sejarah, Budaya: Sebuah Pengantar Komprehensif. Jalasutra : Yogyakarta 2010. Halaman 83-84
76
Andry Masri. Strategi Visual. Jalasutra : Yogyakarta 2010. Halaman 58-59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut perubahan besar yang berdampak terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia, termasuk bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi. Revolusi ini berlangsung selama tahun 1750 hingga 1840, setelah dikembangkan mesin uap oleh James Watt. Revolusi Industri bermula dari Inggris dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia. Perubahan ini mendorong peningkatan efisiensi melalui penggunaan mesin-mesin dalam menghasilkan batu bara, besi, dan baja.77 Revolusi industri sebagai rangkaian interaksi sistem politik, ekonomi, sains dan teknologi terjadi akibat ditemukannya mesin uap, dan memunculkan gejala sosial yang sebelumnya tidak ada. Dengan ditemukannya mesin uap, manusia tidak lagi bergantung pada kondisi geografis (sebelum ditemukan mesin uap, sumber gerak sangat bergantung pada adanya sungai). 78 Revolusi Industri di Inggris mengubah suatu masyarakat pra-industri dengan produktivitas rendah dan angka pertumbuhan nol menuju kepada suatu masyarakat dengan produktivitas tinggi dan peningkatan pertumbuhan. Ada suatu peralihan dari produksi domestik untuk kebutuhan mendesak menuju produksi barang konsumsi massa untuk pertukaran, dan dari produksi sederhana berbasis keluarga menuju kepada pembagian kerja yang sangat impersonal yang memakai perlengkapan modal. Perubahan juga terjadi pada kehidupan personal, politik dan sosial. Sebagai contoh, perubahan dalam kebiasaan kerja, pengaturan waktu,
77
Danton Sihombing. Tipografi dalam Desain Grafis, Edisi Diperbarui. Gramedia: Jakarta 2015. Halaman 93
78
Andry Masri. Strategi Visual. Jalasutra : Yogyakarta 2010. Halaman 58-59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
kehidupan keluarga, aktivitas santai, perumahan dan perubahan dari kehidupan pedesaan menuju perkotaan. 79 Di Eropa pertukaran antara tangan sebagai alat untuk menghasilkan artefak ke mesin berupa pengalihan yang sangat berarti sehingga tenaga manusia bersaing dengan tenaga mesin. Ini tidak seperti di Amerika bagaimana pergantian sistem produksi manual ke masinal bukan semata merupakan pengalihan tenaga saja, akan tetapi lebih kepada pergeseran nilai budaya. Barang-barang yang sulit, yang memerlukan presisi tinggi karena dapat dilakukan oleh mesin, ternyata mengakibatkan adanya perubahan terhadap olahan bentuk yang signifikan. 80 Tanpa disadari, dikarenakan konsentrasi pada kuantitas produksi, maka kencenderungan produk masinal adalah produk dengan bentuk-bentuk tidak rumit. Seandainya rumitpun akan diusahakan untuk disederhanakan. Keadaan ini memunculkan signifikasi hasil buatan tangan dan mesin, dan secara langsung memengaruhi penilaian terhadap hasil produksi itu sendiri. Kecenderungan bentuk yang dihasilkan berdasarkan aspek produksi tersebut memunculkan perbedaan sikap di antara desainer sendiri, karena sebagian desainer cenderung menganggap kualitas visual dari karya desain adalah hasil karya seni, sebuah ekspresi. Sementara di lain pihak, beberapa desainer dituntut untuk mengawali proses berkarya berdasarkan requirement pihak produsen, yang notabene mengharapkan adanya kompromi tinggi terhadap kapasitas produksi dan material. Dengan kata
79
Chris Barker. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Kreasi Wacana: Yogyakarta 2005. Halaman 134-135
80
Andry Masri. Strategi Visual. Jalasutra : Yogyakarta 2010. Halaman 68
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
lain, pahan efisiensi lebih dituntut untuk menjadi pertimbangan dibandingkan dengan paham idealisme berkarya seni. 81
B. Modern Dorongan teerbesar atas modernisme terjadi setelah zaman Pencerahan, yang juga dikenal dengan nama zaman nalar. Di abad ke-19, pertumbuhan teknologi yang mencengangkan dan keyakinan yang makin lama makin besar bahwa sains pada akhirnya akan mampu menjawab semua persoalan manusia makin mengukuhkan posisi modernisme dalam pemikiran berkelompok secara kultural.82 Bagi Berman (1982), modernisme budaya adalah pengalaman dimana ‘segala sesuatu yang padat menguap menjadi udara’, suatu fase dari Marx yang menyatakan adanya perubahan dan ketidakpastian. Jadi, industri, teknologi dan sistem komunikasi mengubah dunia manusia dan terus melakukannya sampai tiada titik akhir. Aliran modernis telah menunjukkan suatu keyakinan optimistis terhadap
kekuatan
ilmu
pengetahuan,
rasionalitas
dan
industri
untuk
mentransformasikan dunia menjadi lebih baik. Modernisme bukanlah budaya tentang kepastian; sebaliknya, dinamisme modernitas dipremiskan pada revisi terus-menerus atas pengetahuan. 83 Konsep modernisme pada umumnya selalu dikaitkan dengan fenomena dan kategori kebudayaan, khususnya yang berkaitan dengan estetika atau gaya. Sedangkan konsep modern sering dikaitkan dengan penggal sejarah atau 81
Andry Masri. Strategi Visual. Jalasutra : Yogyakarta 2010. Halaman 69
82
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 199
83
Chris Barker. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Kreasi Wacana: Yogyakarta 2005. Halaman 137
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
periodesasi. Sementara, konsep modernitas digunakan untuk menjelaskan totalitas kehidupan. 84 Sebagai zaman baru, modernitas tidak dapat lagi meminjam kriteria sebagai acuan orientasinya dari model-model yang telah disediakan oleh zaman yang sebelumnya, modernitas harus menciptakan landasan normatifnya sendiri sebagai satu proses referensi diri (self reference). Sifat referensi diri dari modernitas ini bukannya tidak memantulkan gaungnya di dunia seni. Terdapat semacam kesejajaran perkembangan antara apa yang disebut sebagai zaman modern dan seni modern. Meskipun secara kronologis konsep oposisi biner antara antik/modern telah dikenal sejak lama, namun penggunaan kata modern dalam bentuk yang substantif baru dikenal pada pertengahan abad ke-19, pertama-tama di bidang seni rupa. 85 Dalam perkembangan dan pengalaman estetika modernitas, penggunaan konsep referensi diri (self reference) menjadi sangat akut. Sang seniman modern mempunyai kesadaran tentang dirinya dan karyanya dalam rentang sejarah sebagai mengalami pengalaman temporalitas yang abadi. Setiap proses berkarya sama artinya dengan proses mencari lagi landasan, paradigma, referensi, dan kriteria-kriteria baru, dan membuat sang seniman semakin menjauh dari konvensi dan kode-kode sosial, budaya, bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang disebut sebagai karya otentik dalam estetika modernitas, menurut Habermas selalu dikaitkan dangan saat kemunculannya yang baru, dan saat keberangkatannya dari
84
Yasraf A. Piliang. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta 2003. Halaman 72
85
Ibid. Halaman 76
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
yang lama. Keberangkatan dari kemunculan baru ini, menurut Habermas, sifatnya tidak lebih dari "pemenuhan sementara terhadap kerinduan yang abadi akan keindahan." Proses pencarian terus-menerus akan sesuatu yang baru, untuk mencapai apa yang disebut dengan Keindahan Absolut, dengan demikian, menjadi sangat sentral dalam diskursus modernitas. Dalam hal ini Habermas menulis bahwa "tanda yang mencolok dari karya-karya yang disebut modern adalah sesuatu yang baru, yang segera dikuasai dan dijadikan usang melalui kebaruan yang berikutnya. 86
C. Posmodern Pergerakan seni yang dikenal dengan nama posmodernisme mulai memantapkan posisinya di dalam masyarakat Barat tahun 1980-an dan 1990-an. Istilah ini awalnya diciptakan oleh para arsitek untuk merujuk pada sebuah gaya bangunan yang dimaksudkan untuk memisahkan diri dari gaya modernis awal (pencakar langit, bangunan apartemen yang tinggi, dan seterusnya) yang telah mengalami kemunduran dan menjadi formula steril dan monoton. Arsitek posmodern menginginkan individualitas, kompleksitas, dan sifat eksentrik yang lebih besar dalam desainnya, sekaligus rujukan pada lambang dan pola sejarah. Tak lama setelah posmodernisme dimasukkan ke dalam arsitektur, gagasan tentang aliran ini mulai menular ke bidang-bidang lain, dan menjadi gagasan yang lebih umum dalam filsafat dan seni.87 86
Yasraf A. Piliang. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta 2003. Halaman 76
87
Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jalasutra : Yogyakarta 2012. Halaman 198-199
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Di dalam wacana posmodernisme, gaya merupakan sebuah istilah yang sangat penting, disebabkan eksistensi posmodernisme itu sendiri sangat bergantung pada perubahan dan pergantian gaya secara konstan dalam satu percepatan tertentu. Posmodernisme dapat digambarkan sebagai satu wacana, yang didalamnya mengalirnya gaya secara konstan dalam kecepatan tinggi menjadi mutlak.88 Karya-karya posmodernisme lebih cenderung memiliki kandungan isi yang bersifat majemuk. Posmodernisme membuka pintu lebar-lebar bagi berinteraksi dan bersimpang siurnya berbagai gaya dari berbagai seniman, periode dan kebudayaan. Pendekatan posmodernisme terhadap makna satu gaya pun cenderung menekankan makna majemuk (polysemy) dan bukan makna tunggal (monosemy). 89 Posmodernisme mempermainkan keseriusan eksplorasi formal dan estetika produksi-massa yang baku, dan sekaligus menolak label genius pada sang seniman.
Pendekatan
utama
posmodernisme
terhadap
gaya
adalah
memperlakukan gaya sebagai satu bentuk komunikasi yang dapat disebut sebagai komunikasi ironis, bentuk komunikasi yang didalamnya bukan makna-makna dari pesan-pesan yang dijunjung tinggi, melainkan kegairahan dalam permainan bebas tanda-tanda dan kode-kode. Konsep seperti ini, merupakan konsep yang
88
Yasraf A. Piliang. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta 2003. Halaman 175
89
Ibid. Halaman 181
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
diwujudkan pada bahasa estetik seni posmodernisme, akan tetapi juga produkproduk konsumernya. 90 Posmodernisme lebih cenderung memperlakukan gaya sebagai satu bentuk eklektikisme, yaitu kombinasi berbagai gaya dari berbagai seniman, periode, atau kebudayaan masa lalu, dan meramunya menjadi satu gaya baru. Oleh sebab itu, gaya masa lalu sangat penting dalam wacana posmodernisme. Strategi penggayaan posmodernisme adalah membentangkan satu dialog dengan gayagaya dan kebudayaan masa lalu dalam satu wacana intertekstualitas. 91
D. Pos-Posmodern Selama dua puluh tahun terakhir, posmodernisme telah memperluas versi dari dirinya sendiri. Lanskap dari dunia seni yang lebih besar dari sebelumnya. Fakta bahwa dunia seni telah bergeser menjadi gerakan baru tidak lagi dapat didefinisikan dengan jelas oleh kata posmodernisme. Mungkin istilah yang tepat untuk gerakan itu ialah pos-posmodernisme. Pos-posmodernisme adalah istilah yang pertama kali mulai digunakan pada tahun 1990-an untuk membedakam praktik artistik dari posmodernisme. Sementara beberapa akademisi mencoba untuk mendefinisikan dan mencirikan bagaimana pos-posmodernisme berbeda dari bentuk gerakan seni sebelumnya, ahli teori dan akademisi telah melacak
90
Yasraf A. Piliang. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta 2003. Halaman 183
91
Ibid. Halaman 184
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
evolusi pos-posmodernisme dalam bidang-bidang seperti, arsitektur, bahasa, dan budaya. 92 Belum ada batasan yang jelas antara posmodernisme dan posposmodernisme, peralihan dari posmodernisme menuju pos-posmodernisme masih sulit untuk dijelaskan. Ini adalah peralihan di mana tidak ada konsensus yang telah dicapai. Namun ada beberapa perbedaan utama yang terdapat di sini, gerakan seni yang dinamis selain dari posmodernisme: munculnya seni sebagai komoditas, globalisasi dan peningkatan penyebaran informasi dan fokus yang bersandar pada praktik seni. Untuk memahami munculnya pos-posmodernisme, perlu untuk mengeksplorasi alasan di balik berakhirnya modernisme dan posmodernisme, karena banyak karakteristik posmodernisme yang terus berlanjut ke dalam pos-posmodernisme. Kritikus menegaskan bahwa posmodernisme hanyalah inkarnasi lain seni modernis. Namun ada perbedaan gaya dan teori antara dua gerakan seni ini, "apakah hubungan tersebut didefinisikan sebagai parasit, kanibalisme, simbiosis atau revolusi, satu hal yang jelas: tidak akan ada posmodernisme tanpa modernisme”.
Batasan
antara
modernisme
dan
posmodernisme
telah
ditindaklanjuti oleh penolakan meta-narasi, semacam kebenaran universal, sehingga tegas dianjurkan oleh kritikus seni selama awal hingga pertengahan abad kedua puluh. Seniman posmodern melihat penciptaan seni untuk masa depan. Seniman merangkul media yang baru, unik, dan menarik seperti video, fotografi dan instalasi, dan mengambil inspirasi dari peristiwa yang terjadi. Semua 92
Paula B. Hartness. PO POMO: The Post Postmodern Condition. Georgetown University: Washington D.C. 2009. Halaman 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
perbedaan antara modernisme dan posmodernisme adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pos-posmodernisme, tapi mungkin salah satu pengaruh terbesar pada gerakan baru ini bukan tentang ide atau gaya, tapi individual sang seniman. 93 Pos-posmodernisme ada dalam seni rupa yang menderita gangguan kepribadian ganda,
yang membutuhkan
filsafat generasi baru untuk
menguraikannya, karena sejarah seni tradisional tidak lagi mencukupi untuk menjelaskannya. Seniman pos-posmodernisme menghuni sebuah masyarakat yang menerima begitu saja gagasan dan ide-ide dari modernisme dan posmodernisme. Semua praktik seni masa lalu, teori, dan filsafat menjadi batu loncatan untuk inspirasi.
Hibriditas
mengintensifkan
pemikiran,
kerja
tindakan,
pos-posmodern.
dan
praktik
artistik
Pos-posmodernisme
lebih adalah
posmodernisme dalam skala yang lebih kuat. Setiap aspek dari gerakan ini akan jauh melampaui batas, dalam hal rasa, gaya, dan inovasi. 94
93
Paula B. Hartness. PO POMO: The Post Postmodern Condition. Georgetown University: Washington D.C. 2009. Halaman 6
94
Ibid. Halaman 59
http://digilib.mercubuana.ac.id/