BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Pinang 2.1.1 Sinonim dan nama daerah tumbuhan Sinonim dari tumbuhan pinang (Areca catechu L.) yaitu Areca hortensis, Areca marcocarpa dan nama daerah dari tumbuhan pinang ini antara lain pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo), batang mayang (Karo), pining (Toba), pinang (Minangkabau), gahat, gehat, kahat, taan, pinang (Kalimantan), bua, hua, soi, hualo, hual, soin, palm (Maluku), mamaan, nyangan, luhuto, luguto, poko rapo, amongan (Sulawesi), jambe, penang, wohan (Jawa) (Widyanigrum, 2011). 2.1.2 Sistematika tumbuhan Menurut Heyne (1987), tumbuhan pinang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monokotil
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Areca
Spesies
: Areca catechu L.
2.1.3 Morfologi tumbuhan Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman-taman atau dibudidayakan, kadang dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai dan tempattempat lain, dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.400 meter di atas permukaan laut.
5 Universitas Sumatera Utara
Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 meter. Diameter 15-20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan bergigi. Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Ada 1 bunga betina pada pangkal, diatasnya banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur (Widyanigrum, 2011), Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989). 2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan Kandugan yang terdapat pada pinang antara lain, biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain, guvakolin, guvasin dan isoguvasin, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin (Wang dan Lee, 1996). Daun pinang mengandung minyak atsiri. Serat sabut pinang sebagian besar terdiri dari selulosa dengan berbagai proporsi yang berbeda-beda, hemiselulosa (35 - 64,8%), lignin (13 - 26%), pektin dan protopektin (Orwa, dkk., 2009; Naveenkumar dan Thippeswamy, 2013). Pelepah pinang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Ladislaus, 2014). 2.1.5 Manfaat tumbuhan Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) telah lama dikenal, dan hampir semua bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Daun pinang bermanfaat sebagai
6 Universitas Sumatera Utara
penambah nafsu makan dan untuk sakit pinggang. Sabutnya dapat melancarkan sirkulasi darah dan sebagai pencahar. Sementara bijinya berkhasiat sebagai antelmintik, mengobati luka, memperkuat gigi dan gusi (Widyanigrum, 2011). Air buah muda digunakan untuk mimisan (Setyowati, 2010). Cara pemakaian untuk mengatasi dan mengobati: -
Tidak nafsu makan: Daun pinang direbus hingga mendidih, kemudian diminum air rebusannya.
-
Sakit pinggang: daun pinang ditumbuk halus dan dihangatkan, kemudian dikompreskan pada bagian yang sakit.
-
Sirkulasi darah dan sebagai pencahar: Sabut pinang muda direbus hingga mendidih, kemudian diminum air rebusannya.
-
Antelmintik: 30 g serbuk biji pinang direbus dengan 2 gelas air, dididihkanperlahan-lahan selama 1 jam. Setelah dingin disaring, diminum sekaligus sebelum makan pagi.
-
Luka: Biji ditumbuk halus dan dipakai pada luka.
-
Memperkuat gigi dan gusi: Biji pinang diiris tipis-tipis. Dikunyah setiap hari selama beberapa menit, lalu ampasnya dibuang. Sabut pinang dapat digunakan sebagai bahan pembuat papan dan kain.
Batang berguna sebagai bahan bangunan dan industri mebel. Biji digunakan untuk pewarna pakaian, perekat dan juga dikunyah untuk campuran makan sirih. Daun dijadikan sebagai pupuk dan juga digunakan sebagai stimultan fermentasi produksi alkohol. Pohon pinang digunakan tanaman hias (Orwa, dkk., 2009). Pelepah pinang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat mangkuk dan piring (Kalita, dkk., 2006), pembungkus makanan, kantong tempat ikan, serta alat permainan anak-anak.
7 Universitas Sumatera Utara
2.2 Komponen Pelepah Pinang 2.2.1 Selulosa Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman, dimana kandungan selulosa sekitar 35 - 50% dari berat kering tanaman (Saha, 2004). Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, dkk., 2002; Pardosi, 2008). Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n hingga 1500 dan berat molekul hingga 243.000 (Rowe, dkk., 2009). Selulosa mengandung sekitar 50 - 90% bagian kristal dan sisanya amorf (Aziz, dkk., 2002). Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa (Sjostrom, 1995).
n Gambar 2.1 Struktur Kimia Selulosa Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap
8 Universitas Sumatera Utara
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisik lain dari selulosa adalah: 1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, secara kimia maupun mekanis sehingga berat molekulnya menurun. 2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali. 3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. 4. Selulosa dalam bentuk kristal, mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu : 1. Alfa selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) 6001500. Alfa selulosa dipakai dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. 2. Beta selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Gamma selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang dari 15 (Fengel dan Wagener, 1995). 2.2.2 Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau heteropolisakarida dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya, seperti
9 Universitas Sumatera Utara
xilan, mannan, galaktan dan glukan (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, dkk., 2002; Saha, 2004). Hemiselulosa pada mulanya diberi nama demikian, karena ditemukan bersama-sama dengan selulosa dalam dinding sel dan dianggap sebagai senyawa antara dalam pembentukan selulosa (Robinson, 1995). Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30% dari berat kering bahan lignoselulosa dan mempunyai berat molekul rendah dibandingkan dengan selulosa (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, 2002; Taherzadeh, 2007) Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat dan berfungsi sebagai perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa akan mengakibatkan adanya lubang antar fibril dan berkurangnya ikatan antar serat. Hemiselulosa memiliki sifat-sifat yang tidak tahan terhadap perlakuan panas, berstruktur amorf dan mudah larut dalam alkali. 2.2.3 Lignin Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Robinson, 1995; Perez, dkk., 2002). Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi berkisar antara 20 40% (Fengel dan Wegener, 1995). Bentuk lignin berupa zat padat, amorf, berwarna coklat yang tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar pelarut organik (Robinson, 1995). Struktur lignin mengalami perubahan dibawah kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Pada suasana asam,
10 Universitas Sumatera Utara
lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada proses pendidihan. Dimana peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah, dan lignin terkondensasi akan mengendap (Taherzadeh, 2007). 2.3 Sumber Selulosa Selulosa dapat berasal dari tumbuhan dan serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri atau disebut Bacterial Cellulose (BC). Selulosa dari tumbuhan memiliki keunggulan yaitu jumlah bahan baku yang sangat melimpah dan mudah didapat. Selulosa yang diperoleh dari tumbuhan memerlukan proses yang panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b; Bhimte dan Tayade, 2007). Tabel 2.1 Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang mengandung selulosa Tumbuhan
Selulosa (%)
Hemiselulosa (%)
Lignin (%)
Tangkai kayu keras Tangkai kayu lunak Kulit kacang-kacangan Bonggol jagung Jerami gandum Jerami padi Daun Bagas segar Rumput
40-45 45-50 25-30 45 30 32 15-20 33 25-40
24-40 25-35 25-30 35 50 24 80-85 30 25-50
18-25 25-35 30-40 15 15 18 0 19 10-30
Selulosa tumbuhan terdapat pada beberapa bagian seperti pada batang, daun, tangkai daun dan bagian lain. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat beberapa tumbuhan dan bagian tumbuhan yang mengandung selulosa. Sedangkan selulosa yang dihasilkan dari bakteri yaitu spesies Acetobacter xylinum antara lain nata de
11 Universitas Sumatera Utara
coco diperoleh menggunakan medium air kelapa (Yanuar, dkk., 2003) dan nata de pina diperoleh menggunakan medium cair nenas (Iskandar, dkk., 2010). 2.4 Selulosa Mikrokristal Selulosa mikrokristal merupakan hasil
hidrolisis terkontrol dari alfa
selulosa dan tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer. yang (Rowe, dkk., 2009). Hidrolisis α-selulosa ini mengakibatkan pemendekan rantai, sehingga selulosa mikrokristal memiliki rumus molekul (C6H10O5)n dengan n hingga 220 dan berat molekul hingga 32.400 (Rowe, dkk., 2009). Selulosa mikrokristal telah dibuat dari beberapa tumbuhan seperti kulit buah kapas (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a), tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b), kulit jeruk (Ejikeme, 2007), jerami (Ilindra dan dhake, 2008), buah labu (Achor, 2014). Selulosa mikrokristal dianggap sebagai bahan tambahan terbaik untuk pembuatan tablet cetak langsung (Bhimte dan Tayade, 2007), bisa sebagai bahan pengisi, pengikat pada tablet dengan konsentrasi 20 – 90%, penghancur tablet dengan konsentrasi 5 – 20% (Soekemi, dkk., 1987; Gohel dan Jogani, 2005; Rowe, dkk., 2009). Selulosa mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat kelembaban sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda dan yang paling luas digunakan adalah Avicel ® (Rowe, dkk., 2009). 2.5 Tumbuhan Sikkam 2.5.1 Sinonim dan nama daerah Sinonim dari tumbuhan sikkam (Bischofia javanica Blume) adalah Bishofia polycarpa, Bischofia trifoliata (Roxb.) Hook., dengan nama daerah
12 Universitas Sumatera Utara
singkam, sikkam, cingkam, tingkam (Batak), gintungan, gintung, gelintungan, bintungan, (Jawa), gadog (Sunda), tingkeum (Gayo), kerinjing, geronjing (Melayu), simamo (Ternate), kintungan (Minangkabau), Kayu keng (Minahasa). 2.5.2 Sistematika tumbuhan Menurut Heyne (1987), tumbuhan sikkam dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Bischofia
Spesies
: Bischofia javanica Blume
2.5.3 Morfologi tumbuhan Pohon dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter 30 cm, memiliki getah bening agak lengket, berwarna merah, kulit berlekah. Kulit batang muda berkutil, batang muda bergelang, interval daun pada batang muda 7 – 8 cm, panjang tangkai daun 18,5 cm. Daun majemuk, beranak daun 3, ukuran daun 21 x 11 cm, permukaan daun licin, belakang daun licin, tepi daun bergerigi, pangkal daun membulat, ujung daun runcing, daun muda berwarna merah (Kinho, dkk., 2011). 2.5.4 Kandungan kimia tumbuhan Kandungan sikkam adalah tanin (16%) (Ajaib dan Khan, 2012), flavanoid, terpenoid, protein (18,69%), karbohidrat (18,91%), asam stearat (3,89%), asam linolenat (56,76%), asam palmitat (12,28%), serat (5,32%) (Indra, dkk., 2013), sitosterol,vitamin C, asam elagit, ( 8-10% ) (Rajbongshi, dkk., 2014).
13 Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Manfaat Tumbuhan Sikkam (Bischofia javanica Blume) family Euphorbiaceae, telah lama dikenal dan biasanya digunakan sebagai kayu dan secara tradisional digunakan mengobati berbagai penyakit seperti kanker, inflamasi, TBC, diare, sakit tenggorokan luka bakar dan alergi. Kulit batang, daun, akar dan buah digunakan untuk mengobati difteri, faringitis, tonsillitis, penyakit kulit, gannguan saraf dan sebagai pewarna (Rajbongshi, dkk., 2014). Sikkam merupakan salah satu pewarna alami yang telah dikenal dan digunakan secara turun temurun, jauh sebelum mengenal zat pewarna sintetis. Zat warna ini digunakan untuk mewarnai pakaian, jala dan anyaman dari bambu (Indra, dkk., 2013). Kayunya berwarna kemerahan dan keras dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan, pembuatan jembatan, perahu, furnitur, ukiran dan perabot rumah tangga (Rajbongshi, dkk., 2014). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat sikkam (Bischofia javanica Blume), seperti diare, sakit tenggorokan, gangguan saraf (Pradhan dan Badola, 2008), antileukimia, antiinflamasi (Sutharson, dkk., 2007), dan antimikroba, antialergi (Rajbongshi, dkk., 2014; Khan dkk., 2001). 2.6 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat
14 Universitas Sumatera Utara
yang terdapat di simplisia mempunyai kadar yang tinggi, sehingga memudahkan pengaturan dosis zat berkhasiat. Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt, 1994): 1. Ekstrak encer (Extractum tenue) Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang. 2. Ekstrak kental (Extractum spissum) Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya sekitar 30%. 3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan, kandungan airnya tidak lebih dari 5%. 4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum) Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.
2.7 Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari dua cara yaitu : a. Cara dingin 1. Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah
15 Universitas Sumatera Utara
cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari.
Maserasi adalah proses pengekstrakan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000). 2. Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Ditjen POM, 1979; Ditjen POM, 2000). b. Cara panas 1.
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
16 Universitas Sumatera Utara
3.
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50ºC.
4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur terukur 96 - 98ºC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit). 5.
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.8 Uraian Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995). Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Ansel, 1989). Sediaan tablet memiliki beberapa keuntungan (Lachman, 1994) yaitu: 1. Merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang memberikan ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang cukup rendah. 2. Biaya pembuatannya rendah. 3. Merupakan bentuk sediaan oral yang ringan dan kompak.
17 Universitas Sumatera Utara
4. Bentuk sediaan yang mudah untuk dikemas serta didistribusikan. 5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet mudah dan murah. 6. Merupakan bentuk sediaan oral yang mudah untuk diproduksi secara besar-besaran. 7. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik. 2.8.1 Komponen Tablet 2.8.1.1 Pengisi Pengisi digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiolgis, selain itu juga dapat dicerna dengan baik (Voigt, 1994). Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit dan sulit dikempa. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya (Ditjen POM, 1995). Macam-macam bahan pengisi tablet dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Macam-macam bahan pengisi tablet Tidak larut
Larut
Selulosa mikrokristal Kalsium sulfat Kalsium fosfat Kalsium karbonat Amilum Modifikasi amilum Sumber: (Sulaiman, 2008).
Laktosa Sukrosa Dekstrosa Mannitol Sorbitol
2.8.1.2. Pengikat Pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu mengranulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, dan karboksimetilselulosa. Bahan pengikat
18 Universitas Sumatera Utara
kering yang paling efektif adalah selulosa mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung (Ditjen POM, 1995). Tipe dan konsentrasi bahan pengikat berpengaruh terhadap kekuatan intergranul yang merupakan kekuatan pengikat antar granul. Peningkatan kekompakan masing-masing partikel akan terjadi dengan cara saling mengikat satu sama lain dari permukaan butir granul yang bergerigi. 2.8.1.3 Penghancur Penghancur berfungsi untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi. Bahan penghancur dapat
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan
menyebabkan tablet pecah (Lachman, dkk., 1994). Tabel 2.3 Contoh bahan penghancur yang umum ditambahkan Penghancur
Konsentrasi (%)
Selulosa mikrokristal Amilum Amilum 1500 Asam alginat Explotab PVP Metilselulosa, CMC, HPMC Sumber: (Sulaiman, 2008).
5-10 5-20 5-15 5-10 2-8 0,5-5 5-15
2.8.1.4 Pelincin Pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis, dan Avicel. Avicel selain sebagai bahan pengisi dapat juga berfungsi sebagai bahan pengikat, bahan penghancur maupun sebagai
19 Universitas Sumatera Utara
lubrikan, sehingga sering digunakan untuk mencetak tablet secara langsung (Soekemi, dkk., 1987). 2.8.2 Metode Pembuatan Tablet Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995). 2.8.2.1 Granulasi basah Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak kembali untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian dicetak dengan mesin tablet (Syamsuni, 2006). Keuntungan metode granulasi basah adalah memperoleh aliran yang baik, meningkatkan kompressibilitas, untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan komponen campuran selama proses, dan distribusi keseragaman kandungan. Kekurangan metode granulasi basah adalah banyaknya tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini (Andayana, 2009). 2.8.2.2 Granulasi kering Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi,
20 Universitas Sumatera Utara
sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006). Keuntungan metode granulasi kering adalah peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu, baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab, mempercapat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat. Kekurangan metode granulasi kering adalah memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug, tidak dapat mendistribusi zat warna seragam, proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Andayana, 2009). 2.8.2.3 Kempa Langsung Pembuatan tablet dengan mengempa langsung adalah dengan mencampur zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan lebih awal terlebih dahulu (Andayana, 2009). Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, disintegran, dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam kedalam lubang kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Siregar dan Wikarsa, 2010). Keuntungan proses kempa langsung adalah lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit, prosesnya singkat karena proses yang dilakukan lebih sedikit maka waktu yang diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga lebih sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab, waktu hancur dan disolusinya
21 Universitas Sumatera Utara
lebih baik karena tidak melewati proses granul tetapi lanngsung menjadi partikel (Andayana, 2009). 2.8.3 Uji Preformulasi Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977). Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk oleh tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk tersebut mengalir secara bebas melalui suatu celah. Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1994). Granul yang mempunyai sifat yang baik mempunyai sudut diam lebih kecil dari 35º (Cartensen, 1977). Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).
22 Universitas Sumatera Utara
2.8.4 Evaluasi Tablet 2.8.4.1 Keseragaman bobot Pada tablet yang didesain mengandung sejumlah obat di dalam formula, bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan bahwa setiap tablet mengandung obat dengan jumlah yang sama. Syarat keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bila bobot rata-rata lebih dari 300 mg, jika ditimbang satu per satu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masingmasing bobotnya menyimpang 5% dari bobot rata-ratanya, dan tidak boleh satu pun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-ratanya. 2.8.4.2 Kekerasan tablet Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan tertentu agar tahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengempaan dan transportasi (Parrot, 1971). Kekerasan dinyatakan dalam kg adalah tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur (Soekemi, dkk., 1987) Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat (Lachman, dkk., 1994).
23 Universitas Sumatera Utara
2.8.4.3 Friabilitas Friabilitas dinyatakan sebagai persentase selisih bobot sebelum dan sesudah pengujian, dibagi dengan bobot mula-mula. Tablet yang baik memiliki friabilitas lebih kecil dari 0,5 sampai 0,8%. Tablet yang mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet (Lachman, dkk., 1994). 2.8.4.4 Waktu hancur Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikelpartikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi (Lachman, dkk., 1994). Tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit (Soekemi, dkk., 1987). Kebanyakan bahan pelicin bersifat hidrofob, bahan pelicin yang berlebihan akan memperlambat waktu hancur. Tablet dengan rongga-rongga yang besar akan mudah dimasuki air sehingga hancur lebih cepat daripada tablet yang keras dengan rongga-rongga yang kecil (Soekemi, dkk., 1987).
24 Universitas Sumatera Utara