BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Diferensiasi
2.1.1. Pengertian Diferensiasi Sebuah usaha jika ingin dikenal dan diingat dalam benak konsumen haruslah memiliki keunikan/kekhasan, sehingga usahanya bisa dibedakan dengan cepat. Untuk itu usaha yang dibuat haruslah kreatif (mampu keluar dari kerumunan usaha yang ada).Menurut Kartajaya dalam Syafrizal(2007:183) diferensiasi adalah semua upaya yang dilakukan untuk membedakan diri dari pesaing lain baik konten (what to offer), konteks (how to offer), dan infrastruktur (enabler). Sehingga tidak mudah ditiru oleh pesaing. Diferensiasi konten adalah dimensi diferensiasi yang menunjuk pada“value” apa yang ditawarkan kepada konsumen. Konteks merupakan dimensi yang menunjuk pada “cara” menawarkan value kepada konsumen. Infrastruktur adalah faktor-faktor pemungkin (enabler) terealisasikannya diferensiasi konten maupun konteks. Dimensi ini menunjuk pada pembedaan terhadap pesaing berdasarkan kepada kemampuan teknologi (technology), kapabilitas sumber daya manusia (people) dan kepemilikan fasilitas (facility) untuk mendukung penciptaan diferensiasi konten dan konteks. Webster (2002:104-105) mengungkapkan usaha yang ditawarkan memiliki fitur berbeda dari standar yang ditawarkan dalam suatu persaingan,yang berhubungan dengan segmentasi pasar,pembedaan tersebut dikomunikasikan
9
dengan baik. Menurut Kotler (2009:328) diferensiasi adalah tindakan merancang serangkaian perbedaan yang berarti untuk membedakan tawaran perusahaan dengan tawaran pesaing. Dari teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa diferensiasi adalah upaya atau usaha yang dirancang untuk membedakan tawaran perusahaan dengan tawaran pesaing kepada pelanggan atau konsumen. 2.1.2. Jenis Diferensiasi MenurutRapliansyah (2012:20-21), diferensiasi secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Diferensiasi psikologis, yaitu diferensiasi yang dibuat dengan pesaingnya melalui penciptaan kreasi yang dapat diasumsikan oleh konsumen bahwa produk tersebut sesuai dengan harapan konsumen. 2. Diferensiasi fisik, yaitu diferensiasi ulang dibuat sedemikian rupa sehingga dibentuk melalui suatu perbedaan secara fisik. 2.1.3. Strategi Diferensiasi Strategi diferensiasi adalah suatu strategi yang dapat memelihara loyalitas pelanggan atau konsumen dimana menggunakan strategi diferensiasi, pelanggan atau konsumen mendapat nilai lebih dibandingkan dengan produk lainnya. Menurut Aaker dalamFerdinand (2003:87) menyatakan bahwa strategi diferensiasi yang sukses haruslah strategi yang mampu: 1. Menghasilkan nilai pelanggan atau konsumen 2. Memunculkan persepsi yang bernilai khas dan baik 3. Tampil sebagai wujud berbeda yang sulit untuk ditiru
10
Hal ini menyimpulkan bahwa kunci untuk strategi diferensiasi yang sukses terletak pada upaya mengembangkan “point of differentiation” terutama dari perspektif pandangan pelanggan dari pada perspektif pandangan operasi bisnis. 2.1.4. Tahapan Membangun Diferensiasi Menurut Kartajaya (2004:156) dalam membangun differentation secara kokoh dan sustainable, maka harus melakukan beberapa tahap untuk membangunnya,diantaranya : a. Segmentation, targeting & positioning Langkah pertama untuk membangun diferensiasi adalah melakukan segmentation, targeting yang kemudian diikuti dengan perumusan positioning produk, merek dan perusahaan. Segmentasi merupakan proses pemetaan pasar dan konsumensecara kreatif, setelah konsumen dibagi-bagi menjadi berbagai kelompok makayang akan dijadikan pasar sasaran. Dengan mengetahui pasar sasaran yang ingindituju, maka dapat diketahui lebih jelas segala hal yang ada di dalam benakkonsumen. Sehingga perusahaan dapat menentukan positioning di dalam benakkonsumen tersebut akan membedakan dengan pesaing. b. Analisa diferensiasi Dari positioning tersebut, proses pengorganisasian dengan baik pada sumber-sumber diferensiasi yang memungkinkan, baik yang telah ada saat ini maupun yang memiliki potensi untuk menjadi dasar diferensiasi di masa yang akandatang. Proses tersebut dilakukan dengan melihat sejauh mana sumber daya perusahaan memiliki
11
kelebihan dan kekurangan dari sumber diferensiasi melaluikonten, konteks, dan infrastruktur untuk menjadikan diferensiasi yang ungguldibandingkan pesaing. c. Uji sustainable diferensiasi Uji diferensiasi apakah
sustainable atau tidak dengan melakukan
analisiskemungkinan dasar diferensiasi yang dapat dihasilkan oleh perusahaan baik itu dari segi konten, konteks dan infrastruktur. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menilai sejauh mana sustainable diferensiasi, yaitu : tidak mudah ditiru dan memiliki keunikan. Apabila produk dan merek perusahaan memiliki keunikan maka akan bertahan karena tidak mudah untuk disamakan dengan pesaing. d. Komunikasi Yaitu mengkomunikasikan diferensiasi yang ditawarkan untuk membangun persepsi yang lebih baik, setiap aspek dari program komunikasi
perusahaan
harus
menunjukan
diferensiasi
yang
ditawarkan. 2.1.5. Syarat-Syarat Dilakukan Diferensiasi Kotler (2009:364) mengemukakan suatu perbedaan atau diferensiasi dapat dikembangkan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Penting Perbedaan itu memberikan banyak manfaat bagi cukup banyak pelanggan.
12
b. Jelas Perbedaan itu tidak dimiliki orang lain atau dapat dikemas dengan lebih jelas. c. Unggul Perbedaan itu lebih baik dari cara lain untuk mendapatkan manfaat yang sama. d. Dapat dikomunikasikan Perbedaan itu dapat dimengerti dan di lihat oleh pelanggan. e. Mendahului Perbedaan itu tidak mudah ditiru pesaing. f. Terjangkau Pembeli dapat menjangkau selisih harganya. g. Menguntungkan Perusahaan memperoleh laba dengan menonjolkan perbedaan itu. 2.1.6. Dimensi Dan Indikator Diferensiasi Menurut Kotler (2005:350) dimensi dan indikator dalam diferensiasi antara lain: 1. Bentuk (Form) Banyak bentuk yang didiferensiasikan berdasarkan bentuk, ukuran, model, atau struktur fisik sebuah produk. Selain itu dapat pula didasarkan pada ukuran dosis, lapisan luar, maupun masa fungsi. Sebuah produk harus memiliki struktur atau bentuk fisik sehingga dapat dirasakan oleh panca indera konsumen. Dengan adanya bentuk
13
fisik dari produk ini diharapkan dapat menarik minat konsumen. Selain itu produk tersebut dapat dibedakan dengan produk pesaing. 2. Fitur (Feature) Ditawarkan mempunyai fitur atau keistimewaan yang berbeda-beda dan melengkapi fungsi dasar produk. Upaya untuk menjadi yang pertama dalam mengenalkan fitur baru yang dianggap berharga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk bersaing. 3. Kualitas kinerja (Performance Quality) Semakin bermutu produk maka semakin tinggi level karakteristiknya. Kinerja produk yang lebih unggul memberikan dampak pembelian ulang yang lebih banyak, kesetiaan pelanggan, dan kesan yang positif dari pelanggan. 4. Mutu kesesuaian (Conformance Quality) Pelanggan mengharapkan produk memiliki mutu kesesuaian dengan standar atau spesifikasi yang tinggi. Mutu kesesuaian adalah tingkat kesesuaian dan pemenuhan semua unit yang diproduksi terhadap spesifikasi sasaran yang dijanjikan. 5. Daya tahan (Durability) Ketahanan produk ataupun lamanya waktu usia manfaat dari produk yang diperoleh konsumen atas sebuah produk. Produk yang tahan lama atau tidak mudah rusak harus diperhatikan perusahaan sehingga konsumen tidak perlu berfikir kembali dalam memutuskan untuk
14
membeli produk tersebut karena memiliki jaminan ketahanan dari produk yang dibelinya. 6. Keandalan (Reliability) Pelanggan atau konsumen juga akan membayar lebih untuk mendapatkan produk yang mempunyai keandalan. Keandalan adalah ukuran probabilitas bahwa produk tertentu tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu. 7. Mudah diperbaiki (Repairbility) Konsumen memilih produk yang mudah diperbaiki, yaitu ukuran kemudahan untuk memperbaiki produk ketika rusak atau gagal. Pelanggan tertarik pada jenis produk yang mudah diperbaiki juga karena alasan efisiensi waktu dan biaya apabila bisa diperbaiki sendiri. 8. Gaya (Style) Gaya
dapat
menggambarkan
penampilan
dan
perasaan
yang
ditimbulkan oleh produk bagi konsumen. Gaya juga dapat dijadikan oleh perusahaan agar produknya tidak mudah ditiru. Gaya yang ditentukan perusahaan terhadap produknya ini dapat dijadikan ciri khas dari produk perusahaan sehingga tidak mudah ditiru dengan pesaing. Dengan ciri khas ini konsumen dapat membedakan produk perusahaan kita dengan produk pesaing. 9. Rancangan (Design) Rancangan dapat dijadikan salah satu cara untuk mendiferensiasikan dan memposisikan produk dan jasa perusahaan dengan produk pesaing.
15
Melalui rancangan (design) ini pula perusahaan dapat menyesuaikan produknya dengan kebutuhan konsumen. Rancangan (design) ini diharapkan dapat sesuai dengan harapan atau tarikan pasar. Rancangan dari produk perusahaan ini dimaksudkan agar sesuai dengan kondisi dari konsumen. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2001:146) terdapat 8 dimensi diferensiasi jasa yang terdiri dari : 1. Kinerja (Performance) Karakter produk inti yang meliputi merek, atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu. 2. Fitur (Feature) Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Feature suatu produk biasanya diukur secara subjektif oleh masing-masing pelanggan yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk dan jasa. Dengan demikian, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar. 3. Keandalan (Reliability) Kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi pada suatu periode. 4. Kesesuaian (Conformance)
16
Kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya. Dalam jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi. 5. Daya tahan (Durability) Secara teknis, sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh oleh seorang sebelum penurunan kualitas. Secara ekonomis, sebagai usia ekonomis jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum kerusakan. 6. Kemampuan pelayanan (Serviceability) Bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan produk untuk diperbaiki. 7. Estetika (Aesthetics) Dapat dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen yang merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan konsumen. 8. Kualitas yang dipersepsikan (Preceived quality) Biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui merek, nama, dan negara produsen. Menurut Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001:148) terdapat lima dimensi diferensiasi jasayaitu : 1. Keandalan (Reliability) Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan dengan akurasi yang tinggi.
17
2. Ketanggapan (Responsiveness) Keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 3. Jaminan (Assurance) Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. 4. Empati (Emphaty) Memberikan perhatian tulus dan bersifat dan individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. 5. Bukti Fisik (Tangibles) Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
18
2.2.
Usaha Keluarga
2.2.1. Pengertian Usaha Keluarga Kristanto (2009:59) menyatakan bisnis keluarga adalah sebuah lembaga bisnis/perusahaan yang anggota keluarganya secara langsung terlibat dalam kepemilikan dan atau jabatan/fungsi dalam perusahaan. Meskipun pendiri merupakan kekuatan utama dalam memulai perusahaan wirausaha, kebutuhan akan dukungan bisnis dan bantuan keuangan akan membuat pengelola mempercayai anggota keluarga daripada orang lain yang belum begitu dikenal. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2002:2), bisnis keluarga adalah suatu bisnis yang melibatkan dua atau lebih anggota keluarga yang mengendalikan perusahaan.Menurut Pramono dan Esmaningtyas (2012:XII) menyatakanpendiri perusahaan keluarga biasanya otonom, mutlak dan orangorang disekitarnya—istri, anak-anak, dan karyawan yang menjadi bagian dari perusahaan—pasti tunduk dan setia menjalankan perintah-perintahnya. Meski gaya kepemimpinan yang demikian tampak otoriter justru hal itu merupakan salah satu penentu suksesnya sebuah perusahaan keluarga. Cepat atau lambat, pendiri akan melibatkan pasangan dan anggota keluarga ke dalam bisnis, dengan beberapa alasan: 1. Standar hidup keluarga terkait langsung dengan bisnis 2. Keluarga merupakan aset yang berharga bagi seseorang Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa usaha keluarga adalah suatu bisnis yang dimotori oleh anggota keluarga, dimana salah satu suami
19
atau istri yang memegang kendali dan yang lain suami, anak, atau saudara berpartisipasi dalam menjalankan usaha untuk mencapai kesuksesan. Davis dan Taguiri dalam Hoover (2000:61) menyatakan bahwa terdapat tiga (3) elemen pengaruh dalam bisnis keluarga, seperti terlihat dalam gambar, yaitu :
KELUARGA
BISNIS
KEPEMILIKAN
Gambar 2.1 Tiga Elemen Bisnis Keluarga Sumber : Hoover (2000:61) 1) Keluarga, keberhasilan dalam keluarga diukur dalam artian harmoni, kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia dengan harga diri yang solid dan positif. 2) Bisnis, adalah entitas ekonomi dimana keberhasilan diukur bukan pada harga diri dan kesenangan interpersonal individu, tetapi dalam produktivitas dan profesionalisme. Sehingga ukuran utama seseorang terletak pada kontribusi
terhadap
pelaksanaan
strategi,
pencapaian
target,
dan
profitabilitas perusahaan.
20
3) Kepemilikan, didasarkan pada peranan seseorang dalam investasi dalam perusahaan,
peranan
meminimalkan
risiko,
mewakili
perusahaan
berhubungan dengan pihak luar. Dalam bisnis keluarga, ketiga elemen tersebut bercampur menjadi satu bahkan batas-batas diantara ketiganya kabur dan tidak tampak. Banyak fungsi menjadi tumpang tindih sehingga sering terjadi ketegangan hubungan, tetapi banyak hal menunjukkan bahwa kesuksesan bisnis keluarga dimulai dari kaburnya batas-batas itu. Untuk menjamin dinamika bisnis keluarga tetap dalam posisi yang menguntungkan, maka perlu dipertegas aturan hubungan bisnis keluarga, seperti tergambar dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Matrix Aturan Hubungan Bisnis Keluarga Taguiri Keluarga Bisnis Kepemilikan Harmoni
Produksi
ROI dan ROS (responsibility of stewardship)
Otoritas
Kesetaraan
Tidak setara
Keduanya (setara dan tidak setara
Penghargaan
Berdasarkan
Finasial
Keperluan
Berdasarkan Produktivitas
Berdasarkan apa yang diambil dan yang ditinggalkan.
Lokus Pentingnya
Individual aspirasi
Tujuan
Profitabilitas
Aturan Inklusi
Penerimaan tanpa kondisi
Tergantung pada kondisi
Berhak ataukah diperoleh
Mengukur Keberhasilan
Sumber : Hoover (2000:64)
21
Menurut Ward dalam Susanto(2002:29), yang diperoleh dari berbagai penelitian terhadap banyak wirausaha keluarga, ada tiga hal yang harus di ketahui oleh wirusaha keluarga adalah: 1. Sukses bukanlah suatu kebetulan, kemakmuran dicapai setelah memalui beberapa generasi yang bekerja yang keras. 2. Perusahaan keluarga yang sukses adalah perencanaan yang di lakukan dengan sangat hati-hati. Merencanakan masa depan usaha dan masa depan keluarga. 3. Melalui perencanaan, mengantisipasi isu yang biasanya dihadapi oleh bisnis. Perusahaan keluarga mebuat kebijakan untuk mengatasi isu tersebut, serta mengasuh naluri untuk kepentingan usaha dan keluarga.
No 1 2 3 4
5
6
Tabel 2.2 Perbedaan Wirausaha Keluarga Dengan Non Wirausaha Keluarga Kategori Wirausaha Wirausaha non keluarga keluarga Kepemilikan 100% dimiliki Pemegang saham oleh keluarga Pengawasan Oleh keluarga Badan komisaris Motivasi Pada kepuasan Pada kepuasan pemilik pemegang saham Pembuatan Cepat, Dipertimbangka berdasarkan n dengan sangat intuisi, sukses hati-hati, atau gagal suksesatau gagal merupakan merupakan tanggung jawab tanggung jawab profesional, berorientasi pada proses bukan hasil Pendelegasian Tidak jelas Jelas tetapi sering kali terlalu birokratis Jam kerja Tidak terbatas Terbatas
22
7
Kepemimpinan
8
Pengembangan karir
Paternalistik, regenalisai didasarkan pada dukungan keluarga dan prestasi Tidak jelas, kecil kesempatan untuk korupsi
Partisipasi, regenerasi, didasarkan pada profesionalisme dan prestasi Jelas, terdapat kesempatan besar untuk korupsi
Sumber: Susanto (2002:30) Keuntungan keterlibatan anggota keluarga didalam bisnis menurut Longenecker(2001:37): 1. Kuatnya ikatan persaudaraan didalam bisnis keluarga. 2. Perusahaan dapat menggunakan tema keluarga bersangkutan didalam periklanan dan membuatnya berbeda dari persaingan. 3. Anggota keluarga mau menggorbankan pendapatnya untuk keperluan perusahaan keluarga. 2.2.2. Suksesi Usaha Keluarga Bagi generasi pertama adalah hal yang wajib untuk menanamkan nilainilai yang dianut atau dipercaya sebagai kunci menjalankan usaha dimana hal ini akan menjadi pedoman yang kokoh untuk melanjutkan sukses bagi generasi selanjutnya. Bagi pendiri perusahaan keluarga, keberhasilan suksesi adalah ujian akhir kejayaannya (Tracey, 2001:115-116).Sementara itu Moores dan Barrett (2002:6)menyatakan bahwa “sustainability of Family Business depends on success of succession”. Dapat diartikan secara sederhana yakni keberhasilan usaha keluarga tergantung pada keberhasilan suksesi.
23
Soedibyo (2007:2) menemukan dalam penelitiannya, bahwa terdapat lima fakta penting dalam proses suksesi di perusahaan keluarga, yaitu: 1. Persiapan suksesi adalah sangat penting, itulah sebabnya persiapan suksesi harus dikerjakan secara bersama-sama antara generasi tua dan generasi penerus. Keberlanjutan perusahaan keluarga tergantung pada kualitas persiapannya. 2. Generasi muda yang kompeten adalah prasyarat untuk memelihara dan meningkatkan kinerja perusahaan keluarga. 3. Mutu suksesi ditentukan oleh variabel yang dapat mengkomunikasikan konsep dan filosofi kepada generasi muda. 4. Penanaman nilai-nilai keluarga adalah sangat penting untuk dilakukan bersama. Untuk menghindari konflik, diperlukan pernyataan yang jelas atas hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga sejak dini. Konsep unit entity (pembedaan antara milik sendiri dan milik perusahaan) harus betul-betul dipahami dengan jelas diantara anggota keluarga. 5. Faktor lain yang menentukan keberhasilan suksesi adalah semangat, pamrih (intention), kejujuran (honesty), dan ketulusan (sincerity) dalam melakukan bisnis. Konflik antara generasi tua dan muda berasal dari
perlakuan
yang
berbeda
dalam
memandang
bagaimana
melanjutkan perusahaan keluarga.
24
Menurut Susanto (2007) dalam Hadinugroho& Mustamu (2013:3) terdapat beberapa hal dalam proses suksesi yang harus dipersiapkan oleh generasi penerus : 1. Generasi penerus harus memiliki komitmen terhadap kemajuan perusahaan di masa depan. Komitmen ini lahir dari adanya rasa kebanggaan terhadap perusahaan keluarga, kepemilikan, akuntabilitas, dan keinginan agar keberlanjutan dan kemajuan perusahaan terjamin. 2. Generasi harus dapat memutuskan apakah ia ingin bergabung dengan perusahaan keluarga atau tidak dan juga kesiapannya untuk bergabung. 3. Mengevaluasi baik terhadap diri sendiri maupun terhadap perusahaan. Generasi penerus wajib untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki untuk menjadi modal yang dapat dimanfaatkan bagi kesuksesan generasi penerus menjalankan tugas-tugas strategis dan memperoleh kepercayaan uuntuk menggantikan generasi senior. Pengalaman bekerja di luar perusahaan sebelum bergabung dalam perusahaan keluarga juga akan memberi nilai tambah. Dalam hal perusahaan, generasi penerus mampu melihat dan menilai perubahan apa yang harus dilakukan dan masih realistiskah visi dan misi yang selama ini dimiliki perusahaan. 4. Generasi penerus harus bersedia mendengarkan dan menghargai sudut pandang orang lain, seperti karyawan dan anggota keluarga. 5. Generasi penerus perlu memiliki sikap asertif, yaitu bersikap obyektif terhadap masalah, mengemukakan argumentasi yang logis, mampu
25
mengungkapkan gagasan, usulan, ide secara strategis dan tanpa emosional.
Dalam
membangun
asertivitas
terdapat
beberapa
pendekatan, salah satunya adalah Formula 3A: a.
Appreciation Menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, tetap memberikan perhatian sampai batas tertentu atas apa yang terjadi pada dirinya.
b. Acceptance Perasaaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian sesorang. c. Accommodating Menunjukkan sikap ramah dan menyenagkan kepada semua orang, yang berarti dapat memperlihatkan toleransi dengan rasa hormat, namun bukan jadi ikut lebur dalampandangan orang lain apalagi yang bertentangan dengan diri sendiri. Menurut Susanto(2007) dalam Hadinugroho& Mustamu (2013:1) terdapat beberapa faktor penghambat perencanaan suksesi sebuah perusahaan keluarga : 1. Cara yang buruk dalam mengekspresikan perasaan dan keinginan. Dalam banyak perusahaan keluarga, anggota keluraga tidak memiliki kapabilitas, pengalaman, dan kepercayaan diri guna mengekspresikan perasaannya. Hal ini menyebabkan frustasi dan tidak produktif sehingga tidak berani mengambil resiko. 2. Perbedaan yang dilihat sebagai beban, bukan sebagai aset.
26
Perbedaan adalah sebuah kunci bagi kehidupan yang aktif dan menarik. Namun dengan alasan untuk menjaga keutuhan dan harmoni keluarga, para anggota keluarga cenderung menghindari diskusidiskusi mengenai perbedaan yang dimiliki dalam hal bisnis perusahaan. 3. Komunikasi tidak langsung. Dalam perencanaan suksesi sering terjadi perbedaan, yang akan menjadi masalah yang membahayakan perusahaan keluarga manakala para anggota tidak saling bicara secara langsung. 4. Pemberian nama (Entitlement). Ini seringkali terjadi manakala anggota generasi yang lebih muda menggunakan namanya sendiri untuk mengambil keuntungan pribadi. Namun ternyata, anggota perusahaan keluarga dari generasi yang lebih senior juga sering menghadapi masalah ini. Kadang-kadang juga termasuk pendiri perusahaan, mungkin merasa berhak
untuk
melanjutkan tanggung jawab kepemimpinan sehingga mengorbankan generasi yang lebih muda, yang terus menunggu kesempatan untuk dapat memimpin perusahaan. 5. Kelangkaan (Scarcity). Dalam konteks perencanaan suksesi perusahaan keluarga, ini adalah masalah atau isu yang paling sulit. Masalah kelangkaan ini berkaitan dengan sumber daya finansial, peranan, dan kekuasaan. 6. Sejarah.
27
Sejarah adalah faktor penting dalam keluarga, termasuk juga dalam konteks perusahaan keluarga. Hal ini mencangkup keberhasilan dan kegagalan yang dialami dimasa lalu. 7. Orientasi terhadap yang lain (other-oriented) menyangkut perubahan. Dalam konteks perusahaan keluarga, adalah hal biasa bagi setiap orang untuk mengharapkan orang lain berubah sehingga dapat memberikan hasil yang baik. Namun kuncinya terdapat pada adanya tanggungjawab pribadi terhadap segala hal yang kita lakukan. Ini merupakan salah satu tantangan terbesar dalam masalah perencanaan suksesi perusahaan keluarga. 8. Pengendalian. Bukan hanya pemilik perusahaan yang harus berurusan denganmasalah pengendalian, namun juga seluruh anggota keluarga. Pengusaha menjalankan usahanya dengan didorong oleh impian yang dimilikinya. Adalah tidak mungkin untuk mengubah
atau mengendalikan
pengusaha. Namun di sisi lain, adalah memungkinkan dan realistis untukmembantu pengusaha dan keluarganya membangun impian dalam kaitannya dengan keluarga, bisnis, komunitas, waktu luang, dan filantropi sebagai suatu cara untuk menangani isu pengendalian ini secara efektif. 9. Kurangnya rasa saling memaafkan. Keluarga yang tidak memliki kemampuan untuk saling memaafkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnis perusahaan secara bersama-sama.
28
10. Kurangnya penghargaan, pengakuan, dan kasih sayang. Perasaan kurang diakui dan dihargai menjadi dasar dari banyak masalah yang dihadapi dalam perusahaan keluarga. Generasi yang lebih senior menginginkan penghargaan dari yang lebih muda, demikian pula sebaliknya. Generasi muda menginginkan pengakuan dari orang tua atas prestasi yang capai. 2.3.
Indekost
2.3.1. Pengertian Indekost Menurut Wikipedia, Kost atau Indekost adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan). Kata "kost" sebenarnya adalah turunan dari frasa bahasa Belanda "In de kost". Definisi "In de kost" sebenarnya adalah "makan di dalam" namun bila frasa tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut makan" di dalam rumah tempat menumpang tinggal. 2.3.2. Standarisasi Indekost Menurut Medwin (2010), standarisasi Indekost terdiri dari : 1. Kamar tidur Sesuai dengan standar kenyamanan kamar tidur, pastikan ruangan ini mendapatkan sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik. Ukuran ruangan minimal 2.5 m x 3 m dengan asumsi furnitur yang digunakan berupa 1 single bed, lemari pakaian dan meja belajar. 2. Selasar
29
Space antar kamar dihubungkan dengan selasar dengan lebar minimal 1.2 m untuk area sirkulasi udara. 3. Ruang Komunal Ruang komunal perannya cukup vital dalam hunian kost untuk bersantai, berinteraksi dengan penghuni lain. 4. Kamar mandi Terdapat shower, keran, toilet jet washer, dan gantungan baju secukupnya. Perbandingan kamar dan kamar mandi luar sebaiknya 1:3. Untuk kamar mandi dalam sebaiknya terdapat celah ventilasi langsung keluar rumah. 5. Area servis Tersedianya tempat seperti pantry, tempat pencucian dan pengeringan pakaian. 6. Pekarangan Sebagai area parkir kendaraan pribadi, teras dan taman. 7. Orientasi view Untuk memberikan nilai lebih pada hunian kost, konfigurasi kamar sebaiknya di orientasikan pada view yang menarik. Misalnya inercourt dengan taman yang asri atau kolam.
30
2.4.
Homestay
2.4.1. Pengertian Homestay Menurut Wikipedia, suatu bentuk pariwisata dan studi di luar negeri yang memungkinkan pengunjung untuk menyewa kamar dari keluarga setempat. Hal ini kadang-kadang digunakan oleh orang-orang yang ingin meningkatkan kemampuan bahasa mereka dan menjadi akrab dengan gaya hidup lokal (Homestayis a form of tourism and study abroad that allows visitors to rent rooms from local families. It is sometimes used by people who wish to improve their language skills and become familiar with the local lifestyle).
2.5.
Keputusan Pembelian
2.5.1. Pengertian Keputusan Pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan akan suatu jasa sebagai akhir dari suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan akan jasa tersebut. Pembentukan sikap dan pola perilaku seorang pelanggan terhadap pembelian dan penggunaan jasa merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumya. Sikap seorang pelanggan kerap terbentuk sebagai alat dari kontak langsung dengan objek sikap. Pelanggan yang menikmati jasa mungkin akan mengembangkan sikap yang mendukung perusahaan jasa tersebut (favourable), misalnya dengan berkata positif tentang produk. Sebaliknya produk yang gagal memenuhi fungsi sebagaimana diharapkan dapat mudah menimbulkan sikap negatif (unfavourable), misalnya dengan berkata negatif tentang produk. Karakteristik penting dari sikap yang didasarkan pada pengalaman langsung tersebut adalah sikap yang biasanya dianut dengan keyakinan yang lebih besar. Konsumen memiliki keyakinan yang jauh lebih kuat mengenai sikap terhadap produk bila
31
didasarkan pada pemakaian produk dibandingkan jika dengan informasi/janji dari iklan. (Zeithaml, et al, dalam Lupiyoadi 2001:160)
Prasetijo dan Ihalauw (2005:226) menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah keputusan dalam memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan. Hal ini berarti sebelum terjadi keputusan pembelian, konsumen dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan produk atau jasa. Proses pengambilan keputusan dapat mempengaruhi hasil keputusan pembelian. Nitisusastro (2012:177) mengungkapkan berdasarkan logika dan akal sehat, secara sederhana keputusan pembelian dapat dikategorikan dalam pertimbangan rasional dan irasional. Pertimbangan rasional didasari oleh pemikiran bahwa suatu barang atau jasa dibeli diperhitungkan secara rasional, mencakup unsur-unsur ekonomis, efisien, efektif, sesuai kebutuhan, harganya sesuai dengan kemampuan, dan sesuai dengan takaran sedangkan irasional atau emosional selain didasari oleh rasa yang direfleksikan melalui pancaindera, juga motivasi untuk memiliki suatu produk yang tidak atau belum pernah dimiliki orang lain. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:207) keputusan pembelian yaitu proses yang menggambarkan tahapan yang di alami oleh konsumen dalam memutuskan akan membeli atau tidak. Sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal, yaitu: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen, (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat
32
orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku preferensi pembeli terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang disukai juga sangat menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan pembeli tersebut ingin menyenangkan orang lain (Kotler,2005:227). Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang terpikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengambilan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanyaresiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi resiko yang dipikirkan itu (Kotler,2005:227). Menurut
Kotler (2004:204),
ada lima tahap
dalam
proses
keputusan
pembelian,yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusanpembelian, dan perilaku setelah pembelian. Berikut adalah gambar model prosespembelian lima tahap tersebut : Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku setelah pembelian
Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap
33
Sumber : Kotler(2004:204) Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan limatahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap diatas tidak selalu terjadi,khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggidalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannyatidak sesuai. 1. Pengenalan masalah Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembelimenyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaanyang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan daridalam diri pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normaladalah haus dan lapar akan meningkat hingga mencapai suatu ambangrangsang dan berubah menjadi suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Seseorang telah belajar bagaimana mengatasi doronganitu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akanmemuaskan dorongan itu. 2. Pencarian informasi Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasisehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencariinformasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan,
banyaknyainformasi
yang
dimiliki,
kemudahan
memperoleh informasi, tambahandan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanyajumlah kegiatan mencari
34
informasi meningkat tatkala konsumen bergerakdari keputusan situasi pemecahan
masalah
yang
terbatas
kepemecahanmasalah
yang
maksimal. 3. Evaluasi alternatif Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperolehgambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinyaserta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusahamemahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dansampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untukmembeli. 4. Keputusan pembelian Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiridalam
menangani
informasi
yang
diperolehnya
dengan
membatasialternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukanproduk mana yang akan dibeli. 5. Perilaku setelah pembelian Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan,maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebutmenjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan.Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinyamaka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderunguntuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidaksenang atau perasaan negatif terhadap suatu
35
produk dengan caramembantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan pilihankonsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yangbaru saja membeli produknya. 2.5.2. Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Keputusan Pembelian Menurut Kotler(2007:220), ada 5(lima) peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian: 1. Pencetus Orang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli suatu produk atau jasa. 2. Pemberi pengaruh Orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan. 3. Pengambil keputusan orang yang mengambil keputusan mengenai setiap komponen keputusan pembelian, apakah membeli, tidak membeli, bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli. 4. Pembeli Orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya. 5. Pemakai Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa tertentu.
2.5.3. Jenis-jenis Perilaku Keputusan Pembelian Perilaku keputusan pembelian sangat berbeda untuk masing-masing produk. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian
36
dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:177), perilaku keputusan pembelian terbagi menjadi empat jenis, yaitu : 1. Perilaku pembelian kompleks Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan ekspresi diri. Umumnya konsumen harus mempelajari banyak hal tentang kategori produk dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk mempelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Konsumen harus membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak dengan teks yang panjang. Konsumen harus memotivasi wiraniaga toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek akhir. 2. Perilaku pembelian pengurangan disonansi (ketidaknyamanan) Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antarmerek. Setelah pembelian,
konsumen
mungkin
mengalami
ketidaknyamanan
pascapembelian ketika konsumen mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang
37
merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi semacam itu, komunikasi
pascapenjualan
yang
dilakukan
pemasar
harus
memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merek. 3. Perilaku pembelian kebiasaan Perilaku
pembelian
kebiasaan
terjadi
ketika
dalam
keadaan
keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Konsumen hanya mempunyai sedikit keterlibatan dalam kategori produk ini, konsumen hanya pergi ke toko dan mengambil satu merek. Jika terus mengambil merek yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat terhadap sebuah merek. Konsumen seperti ini memiliki keterlibatan rendah dengansebagian besar produk murah yang sering dibeli. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan mempertimbangkan keputusan tentang merek yang akan dibeli. Sebagai gantinya, konsumen menerima informasi secara pasif ketika merek menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan akan suatu merek dan bukan keyakinan merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merek, memilih merek karena terbiasa dengan merek tersebut, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah melakukan pembelian. Oleh karena itu, proses pembelian melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh
38
perilaku pembelian, yang mungkin diikuti oleh evaluasi atau mungkin tidak. 4. Perilaku pembelian mencari keragaman Perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah, tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek. Pemimpin pasar akan mencoba mendorong perilaku pembeli kebiasaan dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin.Perusaahan penantang akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan harga yang lebih murah, kesepakatan kupon khusus, sampel gratis, dan iklan yang menampilkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru. 2.5.4. Dimensi Dan Indikator Keputusan Pembelian MenurutSumarwan (2002:125) dimensi dan indikator keputusan pembelian adalahsebagai berikut : 1. Manfaat Fungsional (Functional Consequences) Manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis. 2. Manfaat Psikososial (Psychosocial Consequences) Aspek psikologis (perasaan, emosi dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk.
39
3. Segmentasi Manfaat (Benefit Segmentation) Pengetahuan tentang manfaat apa yang diketahui konsumen atau yang dicari oleh konsumen dari suatu produk memberikan implikasi penting bagi strategi pemasar. Manfaat suatu produk bisa dijadikan dasar untuk melakukan segmentasi pasar. 4. Persepsi Resiko (Perceived Risk) Manfaat negatif yang dirasakan oleh konsumen akibat mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu produk. Konsumen sering sekali merasakan manfaat negatif tersebut berdasarkan kepada persepsinya mengenai manfaat tersebut. Persepsi resiko dapat dibagi dalam tujuh macam : (1) Resiko fungsi, (2) Resiko keuangan, (3) Resiko fisik, (4) Resiko psikologis, (5) Resiko sosial, (6) Resiko waktu, (7) Resiko hilangnya kesempatan. Menurut Nitisusatro (2012:195) adalah sebagai berikut: 1. Proses Masuknya Informasi Konsumen dipengaruhi oleh faktor eksternal yang di dalamnya terdapat dua sub-faktor, meliputi sub-faktor upaya para pemasar perusahaan dan sub-faktor sosial budaya. a. Upaya Para Pemasar -Produk (Product) -Harga (Price) -Saluran Distribusi (Channel of Distribution) -Promosi (Promotion)
40
Pada produk jasa, instrumen bauran pemasaran masih perlu diperluas dengan: -Proses (Process) -Pendukung Fisik (Physical Evidents) -Orang (Peoples) b. Lingkungan Sosial-Budaya -Budaya (Culture) -Demografi (Demography) -Kelas Sosial (Social Class) -Referensi Kelompok (Referrence Group) -Keluarga (Family) 2. Proses Pertimbangan Konsumen dalam Membeli Terdapat tiga sub proses yaitu: a. Pengenalan Kebutuhan (Need Recognition) Pengenalan
kebutuhan
permasalahan
yang
merupakan
dihadapi
awal
konsumen
dari yang
adanya harus
diselesaikan. Dalam mempertimbangkan tingkat pemenuhan kebutuhan
dan
keinginan
tersebut,
secara
psikologis
konsumen dipengaruhi persepsinya. b. Pencaharian Informasi Sebelum Membeli (Pre-Purchase Search)
41
Pencarian informasi jika dilakukan oleh konsumen yang baru saja memasuki sebuah kota, biasanya menggunakan logikanya untuk menilai suatu usaha berdasarkan penampilannya. c. Pemilihan Alternatif (Evaluation of Alternatives) Memilih alternatif merupakan pekerjaan yang memerlukan pertimbangan secara relatif atas ketersediaan beberapa pilihan. Apabila tidak banyak pilihan yang tersedia, maka akan terbatas pula pilihan alternatif yang dapat dilakukan dan seseorang harus menerima apa yang ada. Analog dengan pencaharian informasi, maka semakin banyak informasi yang dapat diperoleh semakin banyak pula pilihan alternatif. 3. Proses Pengambilan Keputusan oleh Konsumen a. Keputusan Konsumen, Beli/Tidak Beli Keputusan konsumen bisa beberapa kemungkinan, yakni membeli, menunda membeli atau tidak membeli. Menunda membeli mungkin disebabkan oleh beberapa pertimbangan, antara lain belum merasa yakin terhadap barang yang akan dibeli atau ada faktor-faktor lainnya. b. Evaluasi Pascabeli Keputusan konsumen untuk membeli membawa implikasi yang sangat dinantikan oleh para penjual. Konsumen yang membeli sebuah produk akan memberikan pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga bagi seorang konsumen.
42
Menurut Zeithaml, et al, dalam Lupiyoadi (2001:161-162) dimensi perilaku pelanggan purna penggunaan jasa yang disebut Behavioral-Intension Battery yaitu: Tabel 2.3 Behavioral-Intension Battery Behavioral Intension *Item Item Wording Dimension Label Loyalty Membicarakan hal-hal positif 1 kualitas jasa XYZ Merekomendasikan jasa XYZ 2 kepada orang lain Mendorong teman atau relasi untuk 3 berbisnis dengan XYZ Mempertimbangkan XYZ sebagai 4 pilihan pertama Melakukan bisnis lebih banyak di 5 waktu mendatang Switch Melakukan bisnis lebih sedikit di 6 waktu mendatang Mengalihkan bisnis kepada 6 kompetitor Pay more Melanjutkan hubungan bisnis 8 dengan XYZ walaupun terjadi kenaikan harga Membayar dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan 9 kompetitor karena manfaat yang diberikan XYZ External response Beralih ke kompetitor jika 10 mengalami masalah dengan pelayanan XYZ Mengeluh kepada pelanggan lain 11 jika mengalami pengalaman dengan pelayanan XYZ Mengeluh/Mengadukan kepada lembaga eksternal, misalnya LBH, 12 YLKI, media masa apabila mengalami masalah dengan pelayanan XYZ Internal response Mengadukan kepada pegawai XYZ 13 jika mengalami pengalaman bermasalah dengan pelayanan XYZ
43
*Items label dikelompokkan dalam kategorisasi faktor pendorong awal: word-of-mouth communication (1,2,3); Purchase Intension (4,5,6); Price Sensitivity (7,8,9); Complaining behavior (10,11,12,13). Sumber : Zeithaml, et al, dalam Lupiyoadi (2001:161-162) 2.6.
Penelitian Terdahulu Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Tomi Kurniawan (2013)
Bayu Rapliansyah (2012)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Layanan, Dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Motor Matic Suzuki Di Raharjo Motor Jepara.
Variabel Independen: 1. Kualitas produk 2. Kualitas layanan 3. Lokasi Variabel Dependen : 1. Keputusan pembelian
Pengaruh Pelaksanaan Diferensiasi Produk Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen di PT. Indri Cipta Aditama Bandung
Variabel Independen: 1. Bentuk 2. Rancangan 3. Gaya/Model 4. Daya tahan 5. Keunikan Variabel Dependen: 1. Keputusan pembelian
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa variabel kualitas produk, kualitas layanan, dan lokasi yang semua memiliki efek positif pada keputusan pembelian di Raharjo motor di mana kualitas produk merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap keputusan pembelian, diikuti dengan kualitas pelayanan dan, lokasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa diferensiasi produk berpengaruh signifikan dan positif terhadap proses keputusan pembelian. Besarnya pengaruh bauran pemasaran terhadap proses keputusan pembelian konsumen adalah sebesar 75,1% dan secara parsial bentuk produk mempunyai pengaruh yang relatif lebih tinggi terhadap proses keputusan pembelian konsumen dibandingkan dengan variabel bebas
44
Irma Renatha Ginting (2012)
Rully Priyamitra (2012)
Dimas Surya Wijaya (2011)
Pengaruh Diferensiasi Produk Terhadap Brand Image Sikat Gigi Oral-B Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Pengaruh Motivasi Konsumen, Persepsi Kualitas Dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Toyota Avanza Di Semarang
Variabel Independen: 1. Bentuk 2. Keistimewaan 3. Kualitas Variabel Dependen: 1. Brand Image
lainnya, kemudian diikuti oleh variabel daya tahan produk yang mencapai 24,8% sedangkan yang terendah pengaruhnya adalah gaya dari produk tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji signifikansi secara parsial (Uji-T) menunjukkan variabel diferensiasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap brand image
Variabel Independen : 1. Motivasi konsumen 2. Persepsi kualitas 3. Sikap Dependen : 1. Keputusan pembelian
Hasilpenelitian menunjukkan Motivasi dengan didapat uji – t sebesar 2,121 dengan sig. 0,038 < α = 0,05. Persepsi dengan didapat uji – t sebesar 2,735 dengan sig. 0,008 < α = 0,05. Sikap dengan didapat uji – t sebesar 3,652 dengan sig. 0,001 < α = 0,05. Hal ini berarti Motivasi, Persepsi dan Sikap berpengaruh signifikan terhadap peningkatan keputusan pembelian terhadap Toyota Avanza. Analisis Pengaruh Variabel Variabel independen yang EkuitasMerek Independen : mempunyai pengaruh paling Terhadap 1. Kesadaran besar terhadap keputusan Keputusan merek PembelianHandp 2. Asosiasi merek pembelian yaitu variabel honeBlackberry 3. Persepsi kualitas kesadaran merek (X1) yang 4. Loyalitas merek mempunyai koefisien Variabel sebesar 0,341. Untuk urutan Dependen : kedua diikuti oleh variabel 1. Keputusan asosiasi merek (X2) dengan pembelian koefisien sebesar 0,261.
45
Frendy Prasetya (2011)
Analisis Pengaruh Diferensiasi, Promosi Dan Positioning Terhadap Keputusan Pembelian
Variabel Independen: 1. Diferensiasi 2. Promosi 3. Positioning Variabel Dependen: 1. Keputusan pembelian
Muhammad Ari Irawan (2011)
Pengaruh Diferensiasi Produk Terhadap Brand ImageNokia Nseries Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Variabel Independen: 1. Bentuk 2. Keistimewaan 3. Kualitas Kinerja 4. Daya Tahan Variabel Dependen: 1. Brand Image
Selanjutnya diikuti oleh variabel loyalitas merek (X4) dengan koefisien sebesar 0,215. Untuk variabel independen yang mempunyai pengaruh paling kecil adalah variabel persepsi kualitas (X3) dengan koefisien sebesar 0,136. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial berdasarkan hasil uji t variabel-variabel dalam penelitian iniberpengaruh positif dan signifikan dimana promosi memiliki pengaruh terbesarterhadap keputusan pembelian dibanding variabel lain dalam penelitian ini,sedangkan variabel positioning memiliki pengaruh paling kecil terhadapkeputusan pembelian. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa secarasimultan atau bersama-sama, variabel diferensiasi, promosi, dan positioning berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa variabel bentuk, keistimewaan, kualitas kinerja, dan daya tahan secara serempak/simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand image
46
2.7.
Kerangka Konseptual Lingkungan pasar selalu berubah-ubah menuntut wirausahawan untuk
cermat dalam memahami kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen serta menyiapkan
strategiuntuk
dapat
memenangkan
persaingan
dalam
dunia
bisnis.Zeithaml, et al, dalam Lupiyoadi (2001:160) menyatakan sikap seorang pelanggan kerap terbentuk sebagai alat dari kontak langsung dengan objek sikap. Pelanggan yang menikmati jasa mungkin akan mengembangkan sikap yang mendukung perusahaan jasa tersebut (favourable), misalnya dengan berkata positif tentang produk. Sebaliknya produk yang gagal memenuhi fungsi sebagaimana diharapkan dapat mudah menimbulkan sikap negatif (unfavourable), misalnya dengan berkata negatif tentang produk. Pengetahuan tentang perilaku konsumen memang sangat sejalan dengan pengetahuan tentang kewirausahaan. Wirausahawan yang sukses adalah yang memahami, mengetahui, dan menghayati bagaimana langkah-langkah konsumen dalam mengambil keputusan membeli. Selain itu wirausahawan harus menerapkan diferensiasi yang baik di dalam usahanya agar sebagai pembeda, keunggulan bersaing dari para pesaingnya dan tentunya dapat memberikan alternatif pilihan terbaik untuk konsumen. Menurut Kartajaya dalam Syafrizal (2007:183) diferensiasi adalah semua upaya yang dilakukan untuk membedakan diri dari pesaing lain baik konten (what to offer), konteks (how to offer), dan infrastruktur (enabler). Sehingga tidak mudah ditiru oleh pesaing. Diferensiasi konten adalah dimensi diferensiasi yang menunjuk pada “value” apa yang ditawarkan kepada konsumen. Konteks
47
merupakan dimensi yang menunjuk pada “cara” menawarkan value kepada konsumen.
Infrastruktur
adalah
faktor-faktor
pemungkin
(enabler)
terealisasikannya diferensiasi konten maupun konteks Pada dasarnya, diferensiasi pada penelitian ini dirumuskan sebagai upaya wirausahawan dalam menciptakan keunggulan usahanya dibandingkan dengan pesaingnya. Jelas terlihat bahwa diferensiasi merupakan hal yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan jika ingin menciptakan daya saing khusus, dan dapat memahami dengan baik keinginan konsumen. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2001:146) diferensiasi jasa terdiri dari : Kinerja (Performance), Fitur (Feature), Keandalan(Reliability), Kesesuaian (Conformance), Daya tahan (Durability), Kemampuan pelayanan (Serviceability), Estetika (Style), dan Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality). Menurut Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001:148) diferensiasi jasa terdiri dari Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Emphaty), Bukti Fisik (Tangibles). Peneliti meneliti sebagian unsur dari diferensiasi yang sesuai dengan keadaan di Karls Kost. Fitur (Feature) menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2001:146), adalah dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Feature suatu produk biasanya diukur secara subjektif oleh masing-masing pelanggan yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk dan jasa. Dengan demikian, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.
48
Keandalan (Reliability)menurut Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001:148), adalahkemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan dengan akurasi yang tinggi.. Bukti Fisik (Tangibles) menurut Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001:148)
adalah
kemampuan
suatu
perusahaan
dalam
menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan. Meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyusun 3 (tiga) variabelyang menurut peneliti paling sesuai dan mempengaruhi keputusan penyewaan, dapatdigambarkan sebagai berikut: Fitur (Feature)X1
Keandalan (Reliability)X2
Keputusan Penyewaan (Y)
Bukti Fisik (Tangibles)X3
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Sumber : Sviokla dalam Lupiyoadi (2001:146), Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001:148)
49
2.8.
Hipotesis Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka penulis menarik hipotesis
pada penelitian ini adalahdiferensiasi yang terdiri dari Fitur (Feature), Keandalan (Reliability), dan Bukti Fisik (Tangibles), berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan penyewaan pada usaha keluarga Karls Kost di Batam.
50