BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (enpowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalah sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoadmojo, 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran anggota keluarga atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kegiatan kesehatan masyarakat. (Albar, 2003) 2.1.1 Tujuan, Manfaat dan Sasaran PHBS Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat agar hidup bersih dan sehat, serta
meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
7 Universitas Sumatera Utara
Sasaran PHBS meliputi tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan , tatanan tempat kerja, tatanan tempat-tempat umum dan tatanan institusi kesehatan (Albar, 2003). Menurut Albar, manfaat PHBS disekolah antara lain : 1. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindung dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit 2. Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik. 3. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat) 4. Meningkatkan citra pemerintah daerah dibidang pendidikan. 5. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain. Dari kelima sasaran PHBS tersebut dalam penelitian ini ditekankan pada tatanan institusi pendidikan dimana institusi pendidikan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintahan/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di institusi pendidikan merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah, yang ternyata umumnya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. PHBS disekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
Universitas Sumatera Utara
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Depkes, 2007). 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS Penerapan PHBS terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi. Lawrence Green dalam Notoatmojo (2007) membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non perilaku (non behavioral). Green menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama : 1. Faktor pemudah (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga faktor ini menjadi pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang yang tidak merokok. 2. Faktor pemungkin (enambling factor) Faktor ini merupakan pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi anak-anaknya seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan jamban, dan makanan yang bergizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat. 3. Faktor penguat ( reinforcing factor)
Universitas Sumatera Utara
Faktor ini merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak atau orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau dipanuti oleh anak-anak seperti pengasuh anak-anak memberikan keteladanan dengan melakukan mencuci tangan sebelum makan, atau selalu meminum air yang sudah dimasak. Maka hal ini akan menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-anak. Terdapat hal hal yang dapat mempengaruhi PHBS, sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri, yang disebut faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya yang disebut faktor eksternal (Dachroni, 2002). 1.
Faktor Internal Faktor internal seperti keturunan. Seseorang berprilaku tertentu karena memang sudah demikian diturunkan dari orang tuanya. Sifat – sifat yang dimiliki adalah sifat sifat yang diperoleh dari orang tua atau neneknya dan lain sebagainya. Faktor internal lainnya adalah motif. Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu. Motif atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya kebutuhan yang oleh Maslow dikelompokkan menjadi kebutuhan biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan rohani.
2.
Faktor Eksternal Faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi seseorang untuk berbuat sesuatu yang disebabkan karena adanya suatu dorongan
Universitas Sumatera Utara
atau unsur-unsur tertentu. Faktor eksternal juga merupakan faktor yang terdapat diluar diri individu. 2.1.3
Indikator PHBS Menurut Depkes RI (2011) menetapkan indikator yang ditetapkan pada
program PHBS berdasarkan area/wilayah, ada tiga bagian yaitu sebagai berikut : 1. Indikator Nasional Ditetapkan 3 indikator, yaitu : -
Persentase penduduk tidak merokok
-
Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan buahbuahan
-
Persentase penduduk melakukan aktifitas fisik/ oalahraga
2. Indikator Lokal Spesifik Indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Dengan demikian ada 16 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat. 3. Indikator PHBS di setiap tatanan Indikator sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan di 5 (lima) tatanan, yaitu : -
Indikator tatanan rumah tangga
-
Indikator tatanan tempat kerja
-
Indikator tatanan tempat umum
-
Indikator tatanan sarana kesehatan
-
Indikator tatanan sekolah
Universitas Sumatera Utara
2.2
PHBS di lingkungan Sekolah PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru,
danmasyarakat lingkungan sekolah agara tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dengan segala aktifitasnya direncanakan dengansengaja disusun yang disenut kurikulum (Ahmadi, 2003). PHBS di institusi pendidikan adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan. Indikator PHBS di institusi pendidikan/ sekolah meliputi (Depkes, 2008) : a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat d. Olahraga yang teratur dan terukur e. Memberantas jentik nyamuk f. Tidak merokok di sekolah g. Memimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan h. Membuang sampah pada tempatnya
2.2.1
Sasaran PHBS di Tatanan Sekolah Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam lima
tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat
Universitas Sumatera Utara
umum, institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di tatanan sekolah adalah seluruh warga tatanan sekolah yang terbagi dalam : a. Sasaran primer Sasaran utama dalam tatanan sekolah yang akan dirubah perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/ kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah) b. Sasaran sekunder Sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait c. Sasaran tersier Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di isntitusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid. Menurut Tarigan (2004) yang dikutip Rahmawati (2015), sasaran PHBS pada usia sekolah (6-10 tahun) yang kurang baik akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, sakit gigi, sakit kulit dan cacingan. Dengan demikian untuk mengurangi prevalensi dampak buruk tersebut maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Kebersihan Kulit Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan berikut ini : a. Mandi dua kali sehari
Universitas Sumatera Utara
b. Mandi pakai sabun c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihana lingkungan 2.
Kebersihan rambut Menurut Potter dan Perri (2005) untuk selalu memelihara rambut dan kulit
kepala dan kesan cantik serta tidak berbau apek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Memerhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang kurangnya dua kali seminggu b. Mencuci rambut dengan shampo/ bahan pencuci rambut lain c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri 3.
Kebersihan gigi Menurut Irianto (2007), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga
kebersihan gigi adalah sebagai berikut : a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dan dianjurkan setiap habis makan b. Memakai sikat gigi sendiri c. Menghindari makanan yang merusak gigi d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi e. Memeriksakan gigi secara rutin 4.
Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku Menurut Potter dan Perri (2005), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memelihara kebersihan tangan, kaki, dan kuku yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Mencuci tangan sebelum makan b. Memotong kuku secara teratur c. Kebersihan lingkungan 5.
Kebiasaan olahraga Olahraga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti
dan frekuensi yang digunakan untuk berolahraga. Dengan demikian akan menentukan status kesehatan seseorang khusunya anak-anak pada masa pertumbuhan (Notoatmojo, 2007). 6.
Kebiasaan Tidur yang cukup Tidur yang cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesheatan fisik,
tetapi juga untuk kesehatan mental. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, mengacu orang untuk meningkatkan kehidupannya di bidang sosial dan ekonomi, yang akhirnya mendorong orang bersangkutan untuk bekerja keras tanpa menghiraukan beban fisik dan mentalnya. Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya (Notoatmojo, 2010). Tubuh yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga. Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan meningkat sebab susunan saraf serta tubuh terpelihara agar tetap segar dan sehat. Tidur yang sehat merupakan kebutuhan yang pentin gyang dibutuhkan setiap hari. Tidur yang sehat apabila lingkungan tempat tidur udaranya bersih, suasana tenang dan cahaya lampu remang-remang (tidak silau), serta kondisi tubuh yang nyaman seperti
Universitas Sumatera Utara
tungkai diletakkan agak tinggi agar memperlancar peredaran darah pada anggota gerak bawah (Irianto, 2007). 7.
Gizi dan menu seimbang Keadaan gizi setiap individu adalah faktor yang sangat penting sebab zat gizi
zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang merupakan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dans erat sesuai dengan proporsi yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan serta pola makan yang teratur yaitu tiga kali sehari pada pagi, siang, dan malam hari (Tarigan, 2004). 2.2.2
Fasilitas Penunjang PHBS Salah satu faktor penting yang berpengaruh pada praktek PHBS adalah
fasilitas sanitasi yang tercermin dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentasi rumah yang memiliki yang mempunyai akses terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50% dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5% (RPJPK, 2005 yang dikutip Adisasmito W., 2008). Fasilitas PHBS merupakan sarana yang dipergunakan sebagai pendukung perilaku hidup bersih dan sehat. Fasilitas yang harus tersedia sebagai faktor pendukung untuk PHBS pada murid sekolah adalah sebagai berikut (Depkes,2012 : 1.
Fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Universitas Sumatera Utara
Penyediaan tempat cuci tangan di sekolah minimal satu tempat cuci tangan untuk dua kelas yang dilengkapi dengan :
2.
-
Tersedianya air bersih yang mengalir
-
Tersedianya sabun cair/ batang
-
Tersedianya tisu / lap tangan
Kantin Sekolah Pengelolaan kantin dan makanan sehat harus memperhatikan beberapa aspek
yang mengacu pada Keputusan Kementrian Kesehatan Nomor 1429/ Menkes/ SK/ XII/ 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah yaitu : -
Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup
-
Makanan jajanan yang disajikan dalam kemasan harus dalam keadaan baik dan tidak kadaluarsa
-
Tempat penyimpanan makanan harus bersih dan memenuhi persyaratan kesehatan
-
Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih yang mengalir atau dalam 2 wadah yang berbeda dan dengan menggunakan sabun
-
Peralatan yang sudah bersih harus disimpan di tempat yang bebas pencemaran
-
Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya
Universitas Sumatera Utara
-
Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai
-
Penyaji makanan di sekolah harus selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan sebelum memasak dan dari toilet
3.
Jamban Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi
syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup) dan terjaga kebersihannya. Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah disekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan, terpisah antara laki-laki dan perempuan. 4.
Sarana atau tempat olahraga Tersedianya tempat berolahraga dan bermain bagi murid sekolah. Harus
dalam keadaan bersih, tidak becek dan tidak membahayakan murid. 5.
Pengendalian jentik nyamuk -
Kepadatan jentik nyamuk Aedes Aegypti yang diamati melalui indeks container di dalam lingkungan sekolah harus nol.
6.
Tersedianya poster tentang 3 M (menguras, menutup dan mengubur)
Peraturan dilarang merokok -
Tersedianya atau adanya ketentuan dilarang merokok berupa poster dan peraturan tertulis.
7.
Alat penimbang berat dan pengukur tinggi badan -
Tersedianya alat penimbang berat dan pengukur tinggi badan
Universitas Sumatera Utara
8.
Tempat sampah -
Di setiap ruangan harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan tutup
-
Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) dari seluruh ruangan untuk memudahkan pengangkutan atau pemusnahan sampah
-
Peletakan tempat pembuangan/ pengumpulan sampah sementara dengan ruang kelas berjarak minimal 10 m.
2.2.3 Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah sangat diperlukan seiring dengan banyaknya penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah yang umumnya berhubungan dengan PHBS. Indikator PHBS di sekolah akan memberikan indikasi keberhasilan atau pencapaian kegiatan PHBS di sekolah. Indikator yang dikembangkan meliputi indikator yang terkait dengan perilaku siswa di sekolah dan indikator yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan sekolah sebagai bentuk dukungan kebijakan. Agar indikator PHBS memenuhi persyaratan tersebut, perlu dilakukan kajian dengan pemilihan responden atau informan masyarakat sekolah terutama siswa sekolah. Dengan diketahuinya perkembangan pelaksanaan PHBS di sekolah maka dapat dilakukan upaya promosi kesehatan lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan jumlah sekolah sehat di Indonesia (Ismoyowati, 2007). Beberapa indikator PHBS di sekolah dasar (Depkes, 2011), meliputi : 1. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun ketika berada di sekolah
Universitas Sumatera Utara
2. Menggunakan jamban jika buang air kecil dan buang air besar ketika di sekolah 3. Membuang sampah pada tempatnya 4. Mengikuti kegiatan olahraga 5. Jajan di kantin sekolah 6. Memberantas jentik nyamuk 7. Mengukur berat badan dan tinggi badan setiap bulan 8. Tidak merokok di sekolah 2.2.3.1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), ada 2 teknik dalam melakukan cuci tangan yaitu : (1) mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, (2) mencuci tangan dengan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol. Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir yaitu: 1. Basuh tangan dengan air 2. Tuangkan sabun secukupnya 3. Ratakan dengan kedua telapak tangan 4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya 5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari 6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci 7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
8. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak
tangan kiri dan sebaliknya 9. Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan
lakukan sebaliknya 10. Bilas kedua tangan dengan air 11. Keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering 12. Gunakan handuk tersebut untuk menutup kran 13. Kedua tangan telah aman
Pada langkah nomor 3 sampai dengan nomor 9 merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan sabun sedangkan langkah nomor 2 sampai nomor 8 merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan berbahan dasar alkohol yang dikenal sebagai 7 langkah hygiene tangan dan menjadi dasar pedoman prosedur tetap mencuci tangan rumah sakit di Indonesia. Menurut Depkes RI (2008), seluruh anggota masyarakat (siswa, guru, staf sekolah) harus mencuci tangan sebelum makan, sesudah buang air kecil/besar, sesudah beraktifitas atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan sehingga tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit diare, demam tifoid, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, dan flu burung. Menurut penelitian Quintero (2009) , terdapat sekitar 33,6 % siswa SD dan SMP yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir dan
Universitas Sumatera Utara
hanya sekitar 7% saja siswa yang rutin setiap harinya yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Kurang nya fasilitas disekolah terkait dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir menyebabkan penerapan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir masih tergolong rendah. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa perilaku siswa yang melakukan cuci tangan pakai sabun dan air yang mengalir menurunkan prevalensi penyakit pencernaan sebesar 0,8% dan menunurunkan absensi siswa karena sakit sebesar 0,7 kali. Menurut penelitian Wati (2011), terdapat sekitar 33 orang siswa (70,2%) memiliki pengetahuan yang baik dalam melakukan cuci tangan sebelum diberi penyuluhan dan meningkat menjadi
44 orang siswa (93,6%) setalah diberi
penyuluhan. Menurut penelitian Salasa (2013) membuktikan bahwa metode diskusi menunjukkan metode penyuluhan yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang PHBS. Hal ini diketahui perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun metode diskusi dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode diskusi yaitu 22,47 dan 14,00 lebih besar nilainya dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode ceramah yaitu 21,74 dan 13,47. 2.2.3.2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah Menurut Evayanti (2012), sekolah sebaiknya menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi
Universitas Sumatera Utara
sehingga membuat tubuh siswa yang mengkonsumsi makanan/jajanan tersebut menjadi sehat dan kuat sehingga angka ketidakhadiran siswa menjadi menurun dan proses belajar berjalan dengan baik. Menurut penelitian yang di lakukan Hermina, (2000) bahwa frekuensi konsumsi makanan jajanan di sekolah selama seminggu terakhir tampak bahwa sebagian siswa (50%) mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang beragam jenis zat gizinya. Mereka umumnya membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat gizinya hanya satu atau dua jenis sumber zat gizi, yakni hanya mengandung karbohidrat dan lemak saja sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2005) tentang makanan jajanan di SDN 1 Pamijen Sukaraja, menunjukkan bahwa sebagian besar makanan jajanan yang dijual belum memenuhi nilai gizi yang diharapkan. Makanan yang dianggap sebagai makanan berat, seperti: bubur nasi dan bubur sum-sum, berat perporsi hanya 20-40 gram, dengan nilai energi 32-59 kkal, dan protein 0.3-0.98, sedangkan makanan semi basah seperti: cilok, mendoan, bakwan, timus goreng, dan sosis goreng, berat per porsi hanya 5-30 gram, dengan nilai energi 0-95 kkal, dan protein 0- 3.2 gram. Menurut penelitian Kristianto (2009), menunjukkan bahwa pada makanan jajanan pada anak sekolah dasar yang dijual dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah tidak memenuhi syarat syarat keamanan karena penggunaan bahan berbahaya yang dilarang seperti formalin (71,4%), boraks (23,5%), dan rhodamin B (18,5%).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup) dan terjaga kebersihannya. Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah di sekitarnya, mudah dibersihakan dan aman digunakan. Penggunaan jamban yang bersih dan sehat setiap buang air besar dan buang air kecil dapat menjaga lingkungan sekolah disekitar sekolah menjadi bersih , sehat serta tidak berbau. Penggunaan jamban yang bersih dan sehat dapat juga mencegah terjadinya pencemaran air yang ada dilingkungan sekolah serta juga dapat menghindari adanya lalat dan serangga yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit diare, demam tifoid, serta kecacingan (Evayanti, 2012). 2.2.3.4. Olahraga yang teratur dan terukur Olahraga yang teratur dan terukur dapat memelihara kesehatan fisik dan mental pada diri siswa serta dapat meningkatkan kebugaran tubuh siswa sehingga siswa tidak mudah jatuh sakit. Olahraga yang teratur dan terukur dapat dilakukan dilingkungan sekolah yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat yang berada dilingkungan sekolah seperti karyawan sekolah, komite, penjaga kantin, serta satpam (Evayanti, 2012). 2.2.3.5. Memberantas jentik nyamuk Menurut Evayanti (2012), kegiatan ini dilakukan untuk memberantas penyakit yang disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam
Universitas Sumatera Utara
berdarah. Memberantas jentik nyamuk di lingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras, menutup dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak mandi, drum, tempayan, ban bekas, tempat air minum dan lain-lain) minimal seminggu sekali. Hasil yang di dapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudia di sosialisasikan kepada seluruh warga sekolah. 2.2.3.6. Tidak merokok di sekolah Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang sekitarnya merokok. Di sekolah murid dapat merokok dikarenakan mencontoh dari teman, guru maupun masyarakat di sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak dianjurkan karena rokok mengandung zat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan murid sekolah. Menurut Proverawati (2012), dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (C0). Nikotin dapat menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah. Tar dapat menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker sedangkan gas CO dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen yang akan membuat sel-sel dalam tubuh akan mati. Menurut Riset Dasar Kesehatan (2007), sebagian besar perokok mulai merokok ketika mereka masih anak-anak atau remaja yaitu pada usia 10-14 tahun sebesar 13,6% dan angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 27,7%. Menurut penelitian Rahmadi (2013), sekitar 32,3% siswa pernah merokok dan umumnya mereka mempunyai pengetahuan yang kurang tentang
Universitas Sumatera Utara
efek negatif dari rokok terhadap kesehatan. Kebiasaan meokok pada siswa tersebut dipengaruhi
oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian, dan media
inforrmasi yang mengiklankan rokok. 2.2.3.7.
Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan Kegiatan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan pada
siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengamati tingkat pertumbuhan pada siswa. Hasil pengukuran dan penimbangan berat badan pada siswa tersebut dibandingkan dengan standar berat badan dan tinggi badan yang telah ditetapkan sehingga guru mengetahui pertumbuhan siswanya normal atau tidak normal (Evayanti, 2012). 2.2.3.8. Membuang sampah pada tempatnya Menurut Evayanti (2012), siswa dan masyarakat sekolah wajib membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan. Siswa diharapkan tahu dalam memilih jenis sampah seperti sampah organik maupun sampah non organik. Sampah yang berserakan dilingkungan sekolah dapat menimbulkalkan penyakit dan tidak indah dipandang oleh mata. 2.2.4 Masalah Kesehatan yang Dapat Dikurangi dengan PHBS di Sekolah Masalah kesehatan pada anak usia sekolah yangdapat dicegah dan dikurangi dengan melaksanakan PHBS di sekolah antara lain diare, karies gigi, gizi buruk, penyakit kulit dan kecacingan. Masalah terbanyak yang ditemui pada anak usia sekolah akibat memiliki Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang tidak baik adalah diare, karies gigi serta kecacingan (Masita, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Jika sebahagian murid SD memahami PHBS bukan tidak mungkin dapat menekan tingginya angka kesakitan seperti, penyakit diare, DBD dan penyakit ISPA yang kerap kali datang pada musim panca roba (Eurika Indonesia, 2004). 2.3
Pendidikan Kesehatan
2.3.1
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indraa penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu : 1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan dan mendefinisikan. 2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
3. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain. 4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.3.2
Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu selalu ada objeknya, biasanya bersifat evaluatif, relatif mantap, dapat dirubah. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap mempunyai
Universitas Sumatera Utara
tiga
komponen
pokok
yaitu
kepercayaan,
kehidupan
emosional
serta
kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam penetuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : 1. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon, diartikan bahwa subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikator dari sikap. 3. Menghargai, diartikan bahwa subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikator dari sikap. 4. Menghargai, diartikan bahwa subjek mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 5. Bertanggung jawab, diartikan bahwa subjek bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Sikap dibedakan menjadi dua, yaitu : 1.
Sikap negatif, sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada
2.
Sikap positif, sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudia dinyatakan sebagai responden (Ahmadi, 2003). Tindakan adalah gerakkan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis (Notoatmodjo, 2007). Tindakan terdiri dari beberapa tindakan yaitu : 1. Persepsi, mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2. Respon terpimpin, melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar 3. Mekanisme, bila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis sesudah kebiasaan 4. Adaptasi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Fasilitas 1. Cuci Tangan Pakai sabun 2. Kantin Sekolah 3. Jamban 4. Tempat olahraga 5. Pengendalian jentik nyamuk 6. peraturan tertulis larangan merokok
tentang
7. Alat penimbang berat dan pengukur tinggi badan 8. Tempat sampah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada sekolah yang mempunyai dan tidak mempunyai UKS
1. Pengetahuan 2. Sikap
Universitas Sumatera Utara