7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DESKRIPSI TEORI A. Ekosistem Perairan Tawar Ekosistem perairan tawar secara umum dibagi menjadi dua yaitu perairan mengalir (lotik water) dan perairan menggenang (lentik water). Perairan lotik dicirikan adanya arus yang terus menerus dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air berlangsung terus menerus, contohnya antara lain sungai, kali, kanal, parit dan lain lain. Perairan menggenang disebut juga perairan tenang yaitu perairan dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan massa air terakumulasi dalam periode waktu yang lama. Arus tidak menjadi faktor pembatas utama bagi biota yang hidup didalamnya. Contoh perairan lentik antara lain: waduk, danau, kolam, telaga, situ rawa dan dan lain (Barus, 2000). Berdasarkan proses pembentuknya, waduk dan kolam merupakan salah satu contoh ekosistem perairan menggenang buatan, sedangkan situ, telaga dan rawa merupakan contoh dari ekosistem alami. Perairan tawar menjadi habitat berbagai macam organisme perairan seperti ikan, plankton, kelompok crustacea, alga, bivalvia, gastropoda, amphibi dan lain lain. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor pembatas bagi kehidupan diekosistem perairan tawar antara lain adalah: arus, kedalaman,
8
substrat dasar, penetrasi cahaya matahari, kekeruhan, suhu, pH, COD, BOD, fosfat, nitrat, serta senyawa organik lain. B. Zonasi Perairan Air Tawar Menurut (Odum 1996) Zonasi perairan tawar dapat dibedakan berdasarkan letaknya dibagi menjadi 4 zona yaitu: 1. Zona litoral Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan daratan. Pada daerah ini terjadi percampuran sempurna antara berbagai faktor fisika kimiawi perairan. Organisme yang biasanya ditemukan antara lain adalah tumbuhan aquatik berakar atau mengapung, siput, kerang, crustacea, serangga, amfibi, ikan, perifiton dan lain-lain. 2. Zona limnetik Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zona litoral disatu sisi dan zona litoral disisi lain. Zona ini memiliki berbagai variasi secra fisik, kimiawi maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang hidup dan banyak ditemukan di daerah ini antara lain ikan, udang dan plankton. 3. Zona profundal Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit cahaya matahari dibandingkan daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organism terutama organism bentik karnivordan detrifor.
9
4. Zona sublitoral Merupakan daerah peralihan antara zona litoral dan zona profundal. Sebagai daerah peralihan zona ini banyak dihuni oleh banyak jenis organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk mencari makan. C. Perairan Telaga Telaga sebenarnya adalah istilah lokal yang dipergunakan untuk menamai cekungan daratan yang terisi air ketika musim penghujan dan menjadi ekosistem perairan yang menggenang. Berdasarkan prosesnya secara umum telaga terbentuk secara alamiah karena peristiwa vulkanik atau tektonik. Didaerah karst telaga terbentuk karena topografi daerah karst yang secara alamiah terdapat cekungan sehingga akan tergenang air ketika musim penghujan. Struktur perairan telaga dapat dibedakan berdasar wilayahnya, yaitu: horizontal dan vertikal. Zona horizontal dapat dibagi atas zona litoral dan zona intertidal. Zona litoral berfungsi menyuplai materi organik ke dalam telaga. Ciri utama zona litoral adalah berbatasan langsung dengan pinggiran, banyak ditumbuhi oleh tumbuhan air dan kedalamannya relatif dangkal (Smith dan Thomas, 2000). Zona limnetik merupakan daerah yang terletak di tengah perairan atau telaga yang merupakan badan air yang terpapar langsung cahaya tanpa terhalang Organisme yang terbanyak ditemukan di daerah ini adalah fitoplankton dan zooplankton (Odum, 1996). Berdasarkan pengamatan terhadap keberadaan airnya terdapat tiga tipe telaga di daerah karst gunung kidul yaitu telaga permanen, semi permanen dan
10
telaga temporal (Satino, 2009). Telaga permanen adalah telaga yang memiliki volume air cukup besar dan tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Telaga semi permanen pada musim kemarau panjang airnya kering, sedangkan telaga temporal adalah telaga yang airnya hanya ditemukan pada saat musim penghujan saja. Ekosistem telaga di Kabupaten Gunungkidul pada awalnya adalah ekosistem yang miskin hara. Hal ini dikarenakan substrat dasat berbatu kapur sehingga lambat dalam proses pelapukan secara alamiah. Namun dalam perjalanannya karena intensitas pemakaian oleh manusia yang begitu besar pengayaan bahan organik menjadi berlangsung lebih cepat. Sebagai sebuah ekosistem, telaga akan memfasilitasi berbagai jenis organisme untuk hidup didalamnya, baik permanen maupun temporal. Telaga juga menjadi daerah perburun bagi organisme terrestrial, tempat bertelur bagi beberapa insect, amphibia dan organism lain. Telaga juga dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam kepentingan seperti untuk sumber air bersih, MCK, minum, memandikan ternak, sumber air bagi tanaman pertanian, wisata dan aktifitas budaya. Proses alam dan akivitas manusia bisa menyebabkan telaga dapat mengalami perubahan. Perubahan yang umumnya terjadi biasanya mengarah pada penurunan kualitas telaga yang berupa pendangkalan, penyempitan luasan telaga, eutrofikasi yang tandanya berupa melimpahnya tumbuhan air dan melimpahnya alga biru yang akhirnya akan menurunkan kualitas air dan biota perairan. Selama hubungan timbal balik antara komponen ekosistem
11
dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem dalam keadaan stabil. Sebaliknya bila hubungan timbal balik antar komponen-komponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadilah gangguan secara ekologis. Gangguan ekologis pada dasarnya adalah gangguan pada arus materi, energi dan informasi antar komponen ekosistem yang tidak seimbang (Odum, 1972). Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatandan 144 desa, yang secara keseluruhan memiliki Telaga sebanyak 282. Telaga paling banyak dijumpai pada wilayah bagian selatan yang meliputi kecmatan Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Rongkop, Girisubu, Semanu bagian selatan dan Ponjong. Pada saat musim kemarau panjang hanya sekitar 30% dari total telaga yang masih terisi air. Dari 30% telaga permanen tersebut hampir semua dalam kondisi tercemar baik biologis maupun tercemar kimiawi. Pencemaran biologis umumnya terjadi karena pembusukan sampah organik dan hewan ternak saat dimandikan. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan detergen saat mencuci pakaian, sabun dan sampau, serta pupuk anorganik yang terlarut oleh air hujan dari aktivitas pertanian di sekitar telaga (Kompas; 8. 2008). D. Struktur Komunitas Komunitas adalah kumpulan dari popuulasi-populasi yang terdiri dari species berbeda yang menempati daerah tertentu. Menurut Odum (1994), komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti species dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional.
12
Komunitas menurut Odum (1994), dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dipelajari melalui komposisi, ukuran dan keanekaragaman species. Struktur komunitas juga terkait erat dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat akan berpengaruh terhadap struktur komunitas, karena perubahan habitat akan berpengaruh pada tingkat species sebagai komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk komunitas. E. Plankton Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengembara (Sulistyawati, 1982; Sachlan, 1987). Menurut Nontji (1987) plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup melayang diperairan, kemampuan geraknya sangat terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Dan Odum (1994) menyatakan bahwa plankton adalah organisme yang mengapung diperairan dan pergerakanya kurang lebih tergantung pada arus, secara keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawan arus. Sedangkan menurut Sachlan,(1982) Plankton adalah jasadjasad renik yang hidup melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus. Selanjutnya Sumich (1999) mengatakan bahwa plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu Fitoplankton (plankton nabati) dan Zooplankton (plankton hewani). Menurut Thurman (1984) dalam perairan Fitoplankton merupakan produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan
13
fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan (1982), Meadows and Campbell (1993) dan Sumich (1999) bahwa fitoplankton merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme aquatik lainnya sehingga populasi zooplankton maupun populasi konsumer dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi plankton. Disamping penggolongan di atas, menurut Nyabakken (1993) dan Meadows and Campbell (1993) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran maupun daur hidupnya. Menurut Nyabakken (1992 : 36) berdasarkan ukurannya plankton dapat digolongkan menjadi lima yaitu: 1) Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm. 2) Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm. 3) Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20 μm-200 μm. 4) Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm. 5) Ultra plankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μm Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan planktonet baku (No.25) tetapi menggunakan sentrifuse atau dengan filter milipor. Menurut Basmi (1995 : 23-25) bahwa plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yaitu: a. Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas:
14
1) Fitoplankton yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang mengandung klorofil yang mampu mensitesa nutrisi anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar matahari. 2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa organism lain yang telah mati. 3) Zooplankton,
yakni
plankton
hewani
yang
makanannya
sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun parikel-partikel sisa organisme seperti detritus, disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton. b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas : 1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar. 2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut. 3) Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidup diair payau. 4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam. c. Berdasarkan ada tidaknya sinar ditempat mereka hidup terdiri atas: 1) Hipoplankton yaitu plankton yang hiduplnay di zona afotik. 2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik. 3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar.
15
d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar yaitu terdiri atas: 1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. 2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari perairan lain. 1. Fitoplankton Fitoplankton adalah tumbuh-tumbuhan air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan hidup melayang dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peran tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen utama (primary producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain, fitoplankton membuat ikatan-ikatan organi kompleks dari bahan organik sederhana melalui proses fotosintesa (Hutabarat dan Evans, 1986) Menurut Sachlan (1982), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5 devisi yaitu: Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, , dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar) kecuali Euglenophyta semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air tawar dan air laut.
16
1.
Diatomae (Chrysophyta) Diatomae adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopik dan tidak memiliki alat gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup (epiteca) yang tersusun dari silica dioksida. Dinding sel diatomae biasa disebut cangkang (frustules). Diatomae tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar maupun air laut tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau membenuk koloni. Sel diatomae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning coklat yang mengandung klorofil–a, karotin, santofil dan korotinoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatomae tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit. Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae yang paling banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira, Synendra, Naviculla, Nazchia dan lain-lain (Gembong Tjitroseepomo, 2001)
2.
Alga hijau (Chlorophyta) Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Alga ini merupakan kelompok alga yang paling beragam karena ada yang bersel tunggal, koloni dan bersel banyak. Warna hijau karena
17
terdapat klorofil a dan b, karotine, zantofil, dimana klorofil a yang terdapat dalam jumlah banyak. Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam ukuran maupun dalam bentuk dan susunannya. Ada chlorophyta yang terdiri dari sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein. Perkembangbiakan kelompok alga hijau dapat secara aseksual dan juga secara seksual, perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan membelah diri dan spora. Sedangkan secara seksual dapat dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami. 3.
Alga biru (Cyanophyta) Alga biru atau ganggang belah atau ganggang lender (cynophyceae, schizophyceae, myxophyceae) adalah golongan ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru kehijauan, autotrof. Inti dan kromotora tidak ditemukan.
18
Dinding sel mengandung pectin, hemisellulosa dan sellulosa yang kadang-kadang berupa lender. Pada bagian plasmanya terkandung zat warna klorofil–a, karotenoid dan dua macam kromporitein yang larut dalam air, yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna merah. Habitatnya adalah di air tawar, air laut, tentang yang lembeb, batu-batuan yang basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di kolam yang banyak mengandung bahan organik (nitrogen) disumber air panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan yang tercemar. Ganggang hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok (koloni). Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan rikom (abung), dan memiliki selubung. Cyanophyceae umumnya tidak bergerak dianara jenis-jenis yang berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas yang basah, idak erdapa bulu cambuk, gerakan mungkin karena adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lender. Cyanophyta merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup pentis adalah makhluk hidup pertama yang memberi kemungkinan hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang sulit dijadikan tempat hidup. Perkembangbiakan selalu vegetative
19
dengan membelah dan perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Gembong Tjitrosoepomo, 2001). 4.
Dinoflagellata (Euglonophyta) Phylum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak bahan organik. Beberapa genera dari euglenaceae, dapa membenuk kita yang menutupi selruh permukaan perairan yang berwarna merah hijau dan kuning mempunyai titik merah bagian anterior dalam tubuhnya yang sensitive terhadap sinar dan dianggap sebagai matanya (Sachlan, 1978; 73). Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang digunakan sebagai alat gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak mempunyai kerangka luar yang terbuat dari silicon, tetapi memiliki dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata hidup secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata berreproduksi dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken, 1988:8) Hasil asimilasi berupa tepung atau minyak. Kromatofora banyak dan berwarna kuning coklat, mengandung karotenoid dan klorofil. Kelompok Dinoflagellata menyebabkan warna merah kecoklaan pada suat perairan, sementara pada ekosistem laut digunakan rid ride apabila terjadi ledakan populasi dari jenis ini (Gembong Tjitrosoepomo, 2001)
20
Menurut Nontji (1993), fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar (no. 25) adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 μm. Fitoplankton yang bisa tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok yakni Diatom, Dinoflagellata dan alga biru (Cyanophyceae) 2. Zooplankton Zooplankton adalah plankton hewani. Dia mempunyai kemampuan bergerak dengan cara berenang (migrasi vertikal). Pada siang hari zooplankton bermigrasi ke bawah menuju dasar perairan. Migrasi dapat juga terjadi karena faktor pemangsaan (grazing) yaitu mendekati fitoplankton sebagai mangsa (Sumich, 1999). Sama halnya menurut Nybakken (1992), gerakan tersebut dimaksudkan untuk mencari makanan yaitu fitoplankton. Gerakan pada malam hari lebih banyak dilakukan karena adanya variasi makanan yaitu fitoplankton lebih banyak, selain itu dimungkinkan karena zooplankton menghindari sinar matahari langsung (Nontji, 1993). Berdasarkan siklus hidupnya zooplankton terdiri dari Holoplankton (zooplankton sejati)
dan Meroplankton (zooplankton sementara).
Holoplankton adalah hewan yang selamanya hidup sebagai plankton seperti: Filum Artrhopoda terutama Subkelas Copepoda, Chaetognata, Chordata kelas Appendiculata, Ctenophora, Protozoa, Annelida Ordo Tomopteridae dan sebagian Molusca (Newell dan Newell, 1977; Raymont, 1983; Omori dan Ikeda, 1984). Meroplankton yaitu hewan yang hidup
21
sebagai plankton hanya pada stadia-stadia tertentu, seperti larva atau juvenil
dari
Crustacea,
Coelenterata,
Molusca,
Annelida
dan
Echinodermata (Sachlan, 1982). Arinardi (1994) mengatakan bahwa beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok zooplankton. Zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan antara lain : filum Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea, Mollusca, Echinodermata, dan Chordata. 1. Protozoa Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada yang hidup sebagai plankton karena semuanya merupakan plankton seperti Plasmodium dan Nyzobulus yang hidup dalam tubuh manusia dan ikan. Mengenai Flagellata, dalam hal ini ”Zooflagellata” yang hidup sebagai plankton (freeliving) sebetulnya semuanya merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti Pyrrophyta (Sachlan, 1982). Beberapa flagellata diklasifikasikan sebagai Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam golongan zooplankton. Jenis ini paling banyak terdapat dalam peridinia dan paling banyak diketahui adalah Nocticula miliaris dengan ciri – ciri memiliki diameter 200 – 1200 µm dan ditandai dengan flagelum yang panjangnya sama dengan tubuhnya, jenis ini dapat melakukan bioluminisense (Bougis, 1976).
22
Cilliata sebagian besar hidup bebas di air tawar, dan ada hanya beberapa golongan yang hidup di laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ini merupakan zooplankton sejati di air tawar, tetapi banyak hidup diantara Periphyton atau di dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak detritus yang membusuk (Sachlan, 1982). Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan bagi ikan dan hewan Avertebrata. Rhizopoda memiliki arti kaki- kaki yang bentuknya seperti akar tumbuh- tumbuhan yang tidak teratur. Rhizopoda dianggap berasal dari genera-genera alga dari Saprophytictype
seperti
Chloramoeba,
Gametamoeba,
dan
Chrysamoeba.
Rhizopoda terdiri dari beberapa ordo: Amoebina, Foraminifera, Radiolaria dan Heliozoa (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus, Dinoclonium, dan Rabdonella ( Hutabarat dan Evans, 1986). 2. Cnidaria Cnidaria terdiri dari klas Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil yang hidup sebagai plankton (Sachlan, 1982). Bentuk morfologi Cnidaria terkadang sangat rumit walaupun memiliki struktur yang sederhana. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu external dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan gelatin
23
non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan venum yang dapat melumpuhkan mangsanya (Bougis, 1976). Termasuk dalam filum Cnidaria yang holoplanktonik ialah ubur-ubur dari kelas Hydrozoa dan Scypozoa, serta koloni-koloni yang kompleks dan aneh dikenal dengan nama sifonofora. Ubur-ubur dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan kadangkadang terdapat dalam jumlah besar (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Cnidaria antara lain : Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes ( Hutabarat dan Evans, 1986). 3. Ctenophora Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya dengan tentakeltentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan deretan- deretan silia yang besar yang disebut stenes (Nybakken, 1992). Perbedaan Ctenophora dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts) pada Ctebophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya (Bougis, 1976). Ctenophora dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di pisahkan, karena tidak mempunyai nematokis dan hanya mempunyai
struktur-struktur seperti sisir (cteno). Spesies ini
24
sangat transparan dan tidak berwarna (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Ctenophora antara lain : Pleurobrachia, Velamen, Beroe ( Hutabarat dan Evans, 1986). 4. Annelida Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar jenis Annelida ini hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat di pantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama trochophore larva, jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, besilia dan mempunyai tractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan nanoplankton dan detritus yang halus ( Sachlan, 1982). 5. Arthropoda Menurut Nybakken (1992) bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum arthropoda. Dari phylum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian
25
besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan. Entomostracea yang terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan Cirripedia,
tidak
mempunyai
stadium
zoea
seperti
halnya
Malocostracea. Entomostracea yang merupakan zooplankton ialah Cladocera, Ostracoda dan Copepoda, sedangkan dari Malacostracea hanya Mycidacea dan Euphausiacea yang merupakan zooplankton kasar atau makrozooplankton (Sachlan, 1982). Salah satu subkelas Crustacea yang penting bagi perairan adalah
Copepoda.
Copepoda
adalah
crustacea
holoplanktonik
berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera. Pada umumnya copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan beberapa milimeter. Kedua antenanya yang paling besar berguna untuk menghambat laju tenggelamnya.
Copepoda
makan
fitoplankton
dengan
cara
menyaringnya melalui rambut–rambut (setae) halus yang tumbuh di appendiks tertentu yang mengelilingi mulut (maxillae), atau langsung menangkap fitoplankton dengan apendiksnya (Nybakken, 1992). Bougis (1974) menjelaskan bahwa copepoda merupakan biota plankton yang mendominasi jumlah tangkapan zooplankton yang berukuran besar (2500 µm) pada suatu perairan dengan kelimpahan mencapai 30% atau lebih sepanjang tahun dan dapat meningkat sewaktu-waktu selama masa reproduksi.
26
Copepoda
merupakan
zooplankton
yang
mendominasi
ekosistem perairan, dengan populasi dapat mencapai 70 – 90%. Copepoda juga bersifat selektif dalam konsumenan (Meadows and Campbell (1993). Beberapa diantaranya bersifat herbivor (pemakan fitoplankton) dan membentuk rantai makanan antara fitoplankton dan ikan. Copepoda merupakan organisme perairan yang sangat beragam dan melimpah, dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam rantai makanan dan ekonomi perairan (Wickstead 1976).
Contoh
genus dari Arthropoda antara lain Paracalanus, Pseudocalanus, Acartia, Euchaeta, Calanus, Oithona, Microsetella (Hutabarat dan Evans, 1986). 6. Moluska Moluska terdiri dari klas Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvea) dan Cephalopoda. Di periran air tawar, meroplankton dari Gastropoda dan Bivalvea tidak begitu berperan penting (Sachlan, 1982). Filum Moluska biasanya terdiri dari hewan-hewan bentik yang lambat. Namun, terdapat pula bermacam moluska yang telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai holoplankton. Moluska planktonik
yang
telah
mengalami
ialah ptepropoda dan heteropoda.
modifikasi
tertinggi
Kedua kelompok ini secara
taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas Gastropoda. Ada dua tipe pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang telanjang (ordo Gymnosomata). Pteropoda bercangkang adalah
27
pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap. Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria, Squid ( Hutabarat dan Evans, 1986). 7. Echinodermata Phylum Echinodermata hanya larva-larva dari beberapa ordo yang termasuk meroplankton. Ada larva yang bentuknya seperti larva Chordata, sehingga ada anggapan bahwa Chordata adalah keturunan Echinodermata. Genus-genus Echinodermata yang larva-larvanya merupakan
meroplankton
ialah
Bipinaria,
Brachiolarva
dan
Auricularia, yang ada pada waktunya akan mengendap semua pada dasar laut sebagai benthal-fauna (Sachlan, 1982). Semua Echinodermata melalui fase larva pelagik dalam perkembangannya. Sama seperi hewan lainnya lamanya menjadi larva pelagik tergantung pada telurnya, kurang baik atau sudah bagus (Newell dan Newell, 1977). Contoh genus dari filum Echinodermata antara lain : Echinopluteus, Ophiopluteus, dan Auricularia (Hutabarat dan Evans, 1986).
28
8. Chordata Chordata termasuk dalam ordo mamalia, menurut evolusi merupakan keturunan dari spesies-spesies yang hidup sebagai zooplankton dan bentuknya mirip dengan larva-larva Echinodermata. Dari 4 subfilum dari Chordata hanya ada 2 yang hidup sebagai zooplankton yaitu Enteropneusta dan Urochordata. Larva-larva dari Enteropneusta inilah yang bentuknya seperti larva Echinodermata, seperti Tornaria-larva (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Chordata antara lain : Thalia, Oikopleura, dan Fritillaria (Hutabarat dan Evans, 1986). Zooplankton merupakan produsen sekunder sehingga penting dalam jaring-jaring makanan di suatu perairan. Zooplankton memangsa fitoplankton dimana fitoplankton itu sendiri memanfaatkan nutrient melalui proses fotosintesis (Kaswadji dkk., 1993). Pada proses selanjutnya zooplankton merupakan makanan alami bagi larva ikan dan mampu mengantarkan energi ke jenjang tropik yang lebih tinggi. Dalam hubungan dengan rantai makanan zooplankton berperan sebagai penghubung produsen primer dengan tingkat pakan yang lebih tinggi, sehinnga kelimpahan zooplankton sering dikaitkan dengan kesuburan peraiaran (Arinardi dkk., 1994). Dari berbagai jenis zooplankton hanya ada satu golongan saja yang sangat penting menurut sudut ekologis yaitu subklas Copepoda (klas Crustacea, filum Arthropoda). Hewan- hewan kecil ini
29
sangat penting artinya bagi ekonomi ekosistem- ekosistem bahari karena merupakan herbivora primer dalam laut ( Nyabakken, 1992). F. Keanekaragaman Zooplankton di Perairan Air Tawar atau Telaga Keanekaragaman adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis (Desmukh, 1992). Keanekaragaman jenis mempunyai dua komponen utama yaitu kekayaan jenis dan kemerataan atau equitabilitas. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Kemerataan atau equitabilitas adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Kemerataan menjadi maksimum apabila semua spesies mempunyai jumlah individu yang sama atau rata. (Odum,1993:258) Keanekaragaman jenis merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengetahui status suatu ekosistem. Parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu ekosistem, dimana semakin tinggi keanekaragaman jenis yang terbentuk menyebabkan keseimbangan ekosistem stabil begitupun sebaliknya. Ekosistem dengan keanekaragaman rendah menyebabkan ekosistem tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang mempunyai keanekaragaman tinggi (Boyd,1999:179). Keanekaragaman adalah suatu keragaman atau perbedaan di antara anggota suatu kelompok. Keanekaragaman umumnya berpengaruh ke spesies, pengukuranya melalui jumlah individu dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya. Keanekaragaman dapat menggambarkan struktur masyarakat
30
organisme dari suatu perairan. Zooplankton adalah hewan mikroskopis yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan dan tapi tidak ampu berfotosintesis. Keanekaragaman jenis zooplankton dapat menunjukkan tingkat kompleksitas dari struktur komunitas perairan. keanekaragaman jenis zooplankton dapat menunjukkan dua elemen fungsi yaitu menunjukkan jumlah jenis atau kelimpahan jenis dan menunjukkan keseimbangan komunitas. (Mc Naughton,1998:342) Zooplankton merupakan organisme penting dalam proses pemanfaatan dan transfer energi karena merupakan penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat tropik di atasnya. Densitas kelompok zooplankton yang terdapat pada ekosistem perairan adalah dari jenis Crustaceae/Copepoda dan Cladocera, serta Rotifera. Sesuai dengan tingkatan tropik kepadatan zooplankton jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus (Marshall, 1985).
Berbeda dengan fitoplankton, zooplankton mempunyai alat gerak berupa kaki atau bulu halus meskipun pergerakannya terbatas. Pergerakan zooplankton lebih dipengaruhi oleh arus air. Jenis dan densitas zooplankton sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Jenis yang mempunyai daya adaptasi yang baik akan mendominasi perairan tersebut. Dalam rantai makanan zooplankton menduduki konsumen I sehingga perannya tidak dapat diabaikan. Patterson (1998) mengatakan bahwa zooplankton sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Perubahan dalam struktur ekologi (keragaman, kelimpahan, dominasi maupun
31
keseragaman) mengindikasikan bahwa perairan tersebur telah mengalami penurunan.
Ada beberapa filum protozoa yang mendominasi di perairan tawar, yaitu: 1. Rotifera Rotifera termasuk ke dalam filum invertebrata. Ada tiga kelas Rotifera
yaitu
Seisionidea,
Bdelloidea
dan
Monogononta.
Kelas
Monogononta memiliki sirklus hidup partenogenetik yang terdiri dari fase seksual dan aseksual. Sebagian masa hidupnya berada dalam fase aseksual namun pada lingkungan khusus kelompok ini mampu melakukan reproduksi seksual dan aseksual secara bersamaan. Faktor yang menentukan jenis kelamin masih belum dipahami namun faktor makanan, tidak adanya stres fisiologis dan juga genetik memainkan peranan yang penting dalam hal ini. Rotifera dalam kelas monogononta memiliki susunan morfologi tubuh yang sederhana. Tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, badan, dan kaki. Pergerakannya dilakukan dengan sekumpulan silia yang terdapat di sekitar bagian kepala yang disebut corona. Kista Rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam sirklus hidupnya. Kista rotifera melindungi embrio dengan menekan proses metabolisme sehingga mampu bertahan selam beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar telur yang dihasilkan melalui fase seksual. Perbedaannya hanya ditutupi oleh cangkang yang keras serta dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim. Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia 24 atau 48 jam pada suhu 25◦C dengan intensitas cahaya yang cukup.
32
2. Arthropoda Filum arthropoda mencakup semua jenis hewan berbuku-buku. Arthropoda yang sering dikategorikan zooplankton adalah yang tercakup dalam kelas crustacea. Crustacea dibagi menjadi 2 sub-kelas, yaitu Entomostraca (udang-udangan mikro) dan Malacostrata (udang-udangan makro). Entomostraca umumnya berukuran kecil dan merupakan zooplankton yang banyak ditemukan di perairan laut atau air tawar. Dalam tingkatan tropik golongan hewan ini biasanya di sebagai makanan hewan bentos terutama ikan, contohnya adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan Amphipoda. Copepoda adalah jenis zooplankton yang sering ditemukan di perairan tawar maupun laut. 3. Protozoa Protozoa termasuk kelompok organisme protista. Seluruh kegiatan metabolismenya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organelorganel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria. Ciri-ciri umum organisme protozoa adalah organisme uniseluler (bersel tunggal), eukariotik (memiliki membran nukleus), hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok), dapat membentuk sista untuk bertahan hidup, alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela. Protozoa dapat dibagi atas beberapa kelas yaitu: a. Rhizopoda Bergerak dengan kaki semu (pseudopodia) yang merupakan penjuluran protoplasma sel. Hidup di air tawar, air laut, tempat-tempat basah, dan sebagian ada yang hidup dalam tubuh hewan atau manusia.
33
Jenis yang paling mudah diamati adalah Amoeba. Amoeba ada dua jenis yaitu Ektoamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di luar tubuh organisme lain (hidup bebas), contohnya Ameoba proteus, Foraminifera, Arcella, Radiolaria. Entamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di dalam tubuh organisme, contohnya : Entamoeba histolityca, Entamoeba coli. b. Flagellata Bergerak dengan flagel (bulu cambuk) yang digunakan juga sebagai alat indera dan alat bantu untuk menangkap makanan. Flagellata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Flagellata autotrofik (berkloroplas), dapat berfotosintesis. Contohnya : Euglena viridis, Noctiluca milliaris, Volvox globator. Zooflagellata dan Flagellata heterotrofik (Tidak berkloroplas). Contohnya: Trypanosoma gambiens, Leishmania c. Cillliata Anggota Ciliata ditandai dengan adanya silia (bulu getar) pada suatu fase hidupnya, yang digunakan sebagai alat gerak dan mencari makanan. Ukuran silia lebih pendek dari flagel. Memiliki 2 inti sel (nukleus), yaitu makronukleus (inti besar) yang mengendalikan fungsi hidup sehari-hari dengan cara mensisntesis RNA, juga penting untuk reproduksi aseksual, dan mikronukleus (inti kecil) yang dipertukarkan pada saat konjugasi untuk proses reproduksi seksual. Ditemukan vakuola kontraktil yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuhnya. Banyak ditemukan hidup di laut maupun di air tawar. Contoh : Paramaecium caudatum, Stentor, Didinium, Vorticella, Balantidium coli.
34
d.
Sporozoa Tidak memiliki alat gerak khusus, menghasilkan spora (sporozoid) sebagai cara perkembangbiakannya. Sporozoid memiliki organel-organel kompleks pada salah satu ujung (apex) selnya yang dikhususkan untuk menembus sel dan jaringan inang. Hidupnya parasit pada manusia dan hewan. Contoh : Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, Gregarina. Sebagian besar Protozoa berkembang biak secara aseksual (vegetatif) dengan cara :
4. Gastrotrichs
Gastrotrichs sering disebut punggung berbulu, adalah sebuah divisi dari mikroskopis (0,06-3,0 mm) hewan melimpah di air tawar dan lingkungan laut. Gastrotrichs adalah bilateral simetris , dengan tubuh transparan dan bawah datar. Banyak spesies memiliki sepasang proyeksi pendek pada bagian belakang. Tubuh ditutupi dengan silia , terutama mulut dan pada permukaan ventral, memiliki proyeksi terminal dua dengan kelenjar semen yang berfungsi dalam adhesi. Ini adalah sistem ganda di mana satu kelenjar kelenjar mengeluarkan lem dan lain mengeluarkan de-perekat untuk memutuskan sambungan. Seperti hewan mikroskopis banyak, penggerak mereka terutama didukung oleh hidrostatik. G. Faktor yang Mempengaruhi Kelimpahan Zooplankton Kelimpahan zooplankton pada suatu perairan dipengaruhi oleh faktorfaktor abiotik yaitu : suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, pH, DO (Kennish, 1990; Sumich, 1992; Romimohtarto dan Juwana, 1999). Sedangkan
35
faktor biotik yang dapat mempengaruhi distribusi zooplankton adalah bahan nutrien dan ketersedian makanan (Kennish, 1990; Sumich, 1992). Menurut Davis (1955), kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh adanya
fitoplankton,
karena
fitoplankton
merupakan
makanan
bagi
zooplankton. Silvania (1990) mengemukakan bahwa di perairan fitoplankton mempunyai peranan sebagai produsen yang merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme lainnya. Hal ini juga didukung oleh Arinardi (1977) yang menyatakan bahwa kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan
fitoplankton,
karena
fitoplankton
adalah
makanan
bagi
zooplankton, dengan demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi
di
perairan
yang
tinggi
kandungan
fitoplanktonnya.
Zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya. Zooplankton merupakan organisme penting dalam proses pemanfaatan dan pemindahan energi karena merupakan penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Dengan demikian populasi yang tinggi dari zooplankton hanya mungkin dicapai bila jumlah fitoplankton tinggi. Namun dalam kenyataannya tidak selalu benar dimana seringkali dijumpai kandungan zooplankton yang rendah meskipun kandungan fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya “The Theory of Differential Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh) yang dikemukakan oleh Steeman dan Nielsen (1973) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat dari fitoplankton maka populasi maksimum
36
zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah populasi maksimum fitoplankton berlalu. Selain itu terdapat pula teori yang menerangkan terjadinya hubungan terbalik antara zooplankton dan fitoplankton, teori ini dikenal dengan “Theory of Grazing” yaitu dimakannya fitoplankton oleh zooplankton yang dikemukakan oleh Harvey et. al (1935). Bila populasi zooplankton meningkat, pemangsaan fitoplankton akan sedemikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak sempat membelah diri, jika jumlah zooplankton menurun dan menjadi sedikit maka hal ini memberi kesempatan kepada fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan konsentrasi yang tinggi (Davis, 1955. Sinegar ,2010). H. Bioindikator Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan. Jenis ideal yang dapat digunakan sebagai bioindikator adalah organisme akuatik yang tidak memiliki tulang
belakang,
salah
satunya
adalah
plankton
(fitoplankton
dan
zooplankton). Komunitas plankton dapat digunakan dalam pemantauan kualitas air karena memenuhi beberapa kriteria di bawah ini : 1. Sifat hidupnya yang relatif menetap/tidak berpindah-pindah
37
2. Dapat dijumpai pada beberapa zona habitat akuatik, dengan berbagai kondisi kualitas air 3. Masa
hidupnya
cukup
lama,
sehingga
keberadaannya
memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan di sekitarnya 4. Terdiri atas beberapa jenis yang memberi respon berbeda terhadap kualitas air 5. Mudah
dalam
pengumpulan/pengambilannya,
karean
hanya
dibuthkan alat yang sederhana Sebagai bioindikator, plankton dapat memenuhi tujuan pemantauan kualitas air yang hakiki, yaitu : (1). Dapat memberikan petunjuk telah terjadi penurunan
kualitas
air,
(2).
Dapat
mengukur
efektivitas
tindakan
penanggunalangan pencemaran, dapat menunjukkan kecenderungan untuk memprediksi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang. Rasanya belum terlambat bila kini kita mulai ikut mengamati telaga-telaga di Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mengembangkan self purification. I. Baku mutu Kualitas Perairan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang standar kualitas air di perairan umum, menyatakan bahwa kualitas air di perairan umum dibagi menjadi empat kategori berdasarkan pada pemanfaatannya. Empat kategori tersebut adalah: −
Golongan A dahulu
: air untuk air minum tanpa pengolahan terlebih
38
−
Golongan B
: air yang dipakai sebagai bahan baku air minum
melalui suatu pengolahan −
Golongan C
: air untuk perikanan dan peternakan
−
Golongan D
: air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri
dan PLTA. Penggolongan tersebut didasarkan pada parameter fisik yang meliputi: bau, jumlah zat terlarut, kekeruhan, rasa, warna, suhu, dan daya hantar listrik. Parameter kimiawi yang meliputi: bahan kimia organik dan anorganik, sedangkan parameter biologi ditinjau dari mikrobiologik, dan radioaktivitas. Standar kualitas perairan umum untuk berbagai peruntukan yang ditentukan oleh pemerintah tersebut dalam aplikasinya memiliki beberapa kelemahan antara lain: a. Apabila kegiatan pemantauan kualitas fisik-kimia dilakukan oleh lebih dari satu instansi dengan menggunakan metode, labolatorium, dan peralatan yang berbeda maka data yang diperoleh akan berbeda dan tentu akan membinggungkan masyarakat, b. Mahal, pemeriksaan parameter hasilnya akan diakui oleh pemerintah apabila diperiksakan pada labolatorium yang ditunjuk oleh pemerintah, padahal dalam PP No. 20/1990 banyaknya variabel fisik-kimia dalam baku mutu air berjumlah 20 variabel (dalam satu lokasi penelitian harus diambil beberapa sampel air). c. Terbatas, hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih, peralatan, bahan-bahan kimia yang memadai. Dan dalam upaya pembuktian
39
di pengadilan data-data kualitas fisik-kimia yang diakui adalah yang dilakukan oleh laboratoriun Forensik (Labfor Kepolisian) d. Memiliki keterbatasan untuk menggambarkan kualitas air yang sesungguhnya, teknik ini kurang memungkinkan untuk memantau fluktuasi seluruh variabel yang berkaitan dengan kualitas kehidupan akuatik dan kondisi ekologik perairan. Permasalahan tersebut di atas dapat diatasi dengan pemanfaatan biota perairan sebagai penanda terhadap kualitas air, sehingga monitoring terhadap kualitas perairan dapat dilakukan tanpa biaya yang terlalu mahal. J. Beberapa Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Perairan 1. Suhu dan cahaya Sinar matahari merupakan faktor vital yang menentukan baik buruknya perairan. Sinar matahari mendukung pertumbuhan produsen yaitu fitoplankton dan tumbuhan air serta organisme yang bergantung pada kedua hal tersebut. Struktur komunitas danau sangat dipengaruhi oleh penetrasi cahaya dan aktivitas fotosintesis (Smith dan Thomas,2000). Payne (1986) menyebutkan bahwa danau-danau dangkal dengan kedalaman 4-5 meter mengalami pengadukan atau perubahan suhu dalam tempo 24 jam. Pada danau yang dangkal umumnya cahaya dapat menjangkau hingga ke semua bagian perairan (Wetzel, 2001). Cahaya merupakan faktor vital yang mendukung pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air serta organime lain yang bergantung pada keduanya. Kondisi tersebut membuat danau-danau atau telaga menjadi subur dan produktif.
40
Keadaan temperatur sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan organisme yang hidup di dalamnya. Suhu lingkungan yang terlampau tinggi akan menyebabkan kemampuan air mengikat oksigen menjadi menurun, sehingga kandungan oksigen dalam air menjadi berkurang, padahal kebutuhan organisme terhadap oksigen justru akan semakin meningkat (Affrianto, 1988). Temperatur yang ideal perairan yang subur ditempat yang beriklim tropis adalah berkisar antara 25º-32ºC (Affrianto, 1988) 2. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen sangat diperlukan untuk metabolisme dan pernafasan bagi organisme perairan. Pada danau dangkal yang fluktuasi suhunya cepat jarang ditemukan kondisi anaerobik di bagian bawah perairan. Kondisi aerob mendukung terjadinya proses-proses yang terjadi di substrat dasar seperti nitrifikasi yang merupakan rangkaian siklus hara dalam perairan. Pada musim hujan suhu telaga kemungkinan akan mengalami penurunan pada bagian atas dan tengah dan mengalami kenaikan pada bagian bawah perairan. Fenomena seperti ini diakibatkan oleh masuknya air hujan dan material suspensi yang mempunyai kepadatan tinggi dari aliran air akan meningkatkan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dan akan mengurangi kandungan oksigen terlarut (DO) pada kedalaman tersebut (Hartoto,1989). Sumber oksigen terlarut di perairan yang utama adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis fitoplankton. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland,
41
1987). Transfer oksigen dari udara ke air terjadi melalui dua cara yaitu: difisi langsung ke permukaan air atau melalui berbagai bentuk agitasi air permukaan, seperti gelombang, air terjun, turbulensi (Welch,1952). Nilai oksigen terlarut dalam perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l. Sanusi (2004), menyatakan bahwa DO yang berkisar antara 5,457,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Semakin rendah nilai DO suatu perairan, maka semakin tinggi pencemaran dalam suatu ekosistem. Tabel 1. Penggolongan kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (Sachmitz 1971 dalam Lumbantobing 1996). Golongan
Kandungan O2 terlarut (ppm)
I
> 8 atau perubahan terjadi dalam waktu Sangat baik
Kualitas air
pendek II
6,0
Baik
III
4,0
kritis
IV
2,0
Buruk
V
< 2,0
Sangat buruk
3. Unsur Hara (Nutrien) Unsur hara terkait dengan produktivitas perairan. Pada telaga dengan kandungan unsur hara yang melimpah dan seimbang jumlah fitoplanktonnya juga banyak sehingga akan berkorelasi juga dengan jumlah zooplankton. Unsur karbon diperlukan untuk fotosintesis, unsur
42
nitrogen diperlukan untuk pembentukan protein dan asam amino sedangkan unsur fosfor diperlukan untuk pertumbuhan. Unsur belerang jarang dijadikan faktor pembatas organism perairan air tawar karena kelimpahannya sangat banyak di alam (Harris, 1986). Telaga mendapat limpahan atau akumulasi bahan organik atau anorganik dari aliran sungai disekitarnya. Unsur fosfor dan nitrogen merupakan faktor penting dalam penyuburan suatu perairan. Apabila konsentrasinya berlebih maka dapat terjadi eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan ledakan populasi dari organism tertentu seperti eceng gondok (Eichornia crassipes). Eutrofikasi menyebabkan pendangkalan, penurunan kualitas air, atau berkurangnya biodiversitas ikan air tawar sehingga bersifat merugikan. 4. pH Perairan Nilai pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air (Sary,2006). Nilai pH yang rendah mengindikasikan bahwa perairan asam, sedangkan pH yang tinggi mengindikasikan perairan basa. pH yang ideal bagi kestabilan perairan air tawar adalah 7,8-8,3 (Affrianto, 1988). Derajat keasaman suatu perairan sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Nilai pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua
43
organisme mampu bertahan terhadap perubahan nilai pH. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsetrasi amoniak yang bersifat sangat toksik bagi organisme 5. Turbiditas (Kekeruhan) Turbiditas (kekeruhan) adalah jumlah dari butir-butir zat yang tergenang dalam air. Kekeruhan pada air yang tergenang (lentik), misalnya telaga, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa
koloid
dan
partikel-partikel
halus. Turbiditas
(kekeruhan)
mengandung bahan organik maupun anorganik yang terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya, pernafasan dan daya lihat organism akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya kedalaman air. K. Hubungan
antara
Faktor
Lingkungan
Perairan
dengan
Keanekaragaman Jenis Zooplankton Kandungan oksigen terlarut dalam perairan mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya, sehingga dapat menimbulkan kompetisi untuk memperoleh oksigen yang berguna untuk memenuhi kebutuhan proses
44
respirasi (Hammer, 1996). Kompetisi umumnya terjadi antara makhluk hidup atau biota yang berada dalam sistem interaksi, bagi organisme yang lemah akan punah, sebaliknya yang menang akan berkembang. Kompetisi akan menimbulkan toleransi yang merupakan interaksi antara biota dengan faktor lingkungan (Odum,1993). Selanjutnya toleransi akan terjadi proses untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Turbiditas atau kekeruhan dapat mempengaruhi penentrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga akan membatasi kelangsungan fotosintesis bagi fitoplankton. Jika turbiditas suatu perairan memiliki angka yang tinggi maka perairan itu sangat keruh sekali. Kekeruhan bisa terjadi karena kandungan sedimen yang tinggi pada air yang akan mempercepat pendangkalan sumber mata air. Kekeruhan didalam air terdiri dari lempung, bahan organik dan mikroorganisme. Alga dalam jumlah besar juga dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna air. (Suripin,2002:113) 2. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS Telaga jongge merupakan satu telaga di Kabupaten Gunungkidul yang airnya tidak dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Pada saat ini perairan Telaga Jongge digunakan oleh masyarakat sebagai tempat untuk mandi, mencuci rekreasi, aktifitas perikanan dan untuk memenuhi kebutuhan domsetik lainnya. Aktifitas tersebut akan mempengaruhi kondisi perairan. Kondisi perairan yang tidak stabil akan mengakibatkan terganggunya organisme di dalam perairan tersebut, salah satunya adalah zooplankton.
45
Zooplankton adalah salah satu biota air yang dapat merespon setiap perubahan kondisi perairan yang terjadi. Keberadaan organisme tersebut di dalam badan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan khemis perairan karena memiliki batasan toleransi tertentu untuk setiap individu sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi lingkungan yang berbeda pula. Hal ini memungkinkan zooplankton dijadikan sebagai bioindikator perubahan kualitas perairan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu penelitian mengenai interaksi antara keanekaragman jenis zooplankton dengan kondisi lingkungan perairan di Telaga Jongge Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Untuk lebih lengkap alur kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
46
Aktivitas masyarakat memanfaatkan perairan Telaga Jongge
Ekosistem telaga jongge Biota perairan 1. Fitoplankton – produsen 2. Zooplankton, bentos, perifiton, ikan konsumen
Faktor abiotik (fisik-khemis) Suhu air, pH air, intensitas cahaya, DO, kekeruhan
Gambar 1. Skema alur kerangka berfikir
Identifikasi Observasi Keanekaragaman Jenis Zooplankton
Status perairan Telaga Jongge