BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus. 2004: 21). Perairan air tawar menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan dan daratan namun ekosistem air tawar merupakan sumber air rumah tangga dan industri. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok dan penetrasi cahaya kurang. Cuaca akan sangat mempengaruhi lingkungan air tawar karena sumber airnya hanya dari air hujan. Berbagai perubahan akan terjadi pada tiap musim. Saat musim penghujan, kandungan nutrisi yang diperlukan oleh organisme di perairan air tawar akan lebih banyak daripada saat musim kemarau sebagai dampak positif dari air limpasan. Air limpasan adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai, danau, telaga atau perairan lainnya karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan maupun
1
dari subpermukaan (sub surface). Selain dampak positif, air limpasan juga membawa dampak negatif bagi perairan air tawar yaitu meningkatnya nilai kekeruhan perairan. Tidak hanya nutrisi yang terbawa oleh air limpasan namun sampah yang berada di permukaan tanah juga turut terbawa sehingga menambah kekeruhan perairan. Meningkatnya kekeruhan perairan akan mengurangi tingkat penetrasi cahaya yang akan berdampak pada proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme air (Luthfiana, N.F,dkk. 2013:1-3). Sebagian besar wilayah kabupaten Gunungkidul merupakan bentangan karst dari Gunung Sewu. Wilayah karst secara alami menjadi daerah yang tandus dan kering. Ketiadaan aliran permukaan menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting di kawasan karst. Telaga adalah ledokanledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan karbonat yang terisi baik secara permanen (terisi air sepanjang tahun) ataupun tidak permanen (terisi air hanya pada musim penghujan) (Darmakusuma dan Ahmad. 2013: 94). Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, di Gunungkidul terdapat 280 telaga. Dari jumlah tersebut, hanya ada 70 telaga yang dimanfaatkan, sementara 210 telaga lainnya mengalami kekeringan. Mayoritas kekeringan
disebabkan
karena
adanya
proses
sedimentasi
(http://harianjogja.bisnis.com/telaga-di-gunungkidul-mulai-mengering). Salah satu telaga di Gunungkidul yang masih dimanfaatkan masyarakat adalah Telaga Bromo yang terletak di perbatasan desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan. Telaga ini sulit ditemukan
2
karena tempatnya tidak berada dekat jalan besar bahkan jalanan menuju ke sana belum beraspal. Telaga yang memiliki luas 1,014 Ha ini digunakan oleh masyarakat untuk mencuci pakaian, mandi dan memancing. Kondisi ekosistem perairan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan manusia. Peningkatan kebutuhan manusia memacu meningkatnya degradasi lingkungan perairan yang akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya hayati perairan. Kondisi lingkungan yang berubah mempengaruhi organisme dan biota yang ada di dalam perairan, salah satunya adalah plankton. Keberadaan plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia perairan. Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang pergerakannya relatif pasif (Suin. 2002: 118). Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup mengapung, mengambang atau melayang di dalam air yang pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6). Perubahan yang terjadi akibat kegiatan warga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas air telaga. Keberadaan plankton di suatu perairan dapat memberikan
informasi
mengenai
kondisi
perairan.
Plankton
sangat
mempengaruhi kehidupan perairan karena berperan sebagai produsen dan konsumen primer. Oleh karenanya, data dasar komponen biotik serta abiotik yang mempengaruhi ekosistem telaga pada musim penghujan sangat penting diketahui sebagai landasan pengelolaan telaga di masa datang.
3
B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo ? 2. Bagaimana status ekosistem Telaga Bromo pada musim penghujan? 3. Bagaimana kondisi fisik-kimia perairan di Telaga Bromo ? 4. Apakah kawasan karst berpengaruh terhadap kondisi ekosistem Telaga Bromo ? 5. Bagaimana kualitas perairan Telaga Bromo ? 6. Apakah kondisi perairan Telaga Bromo sesuai dengan baku mutu untuk pengairan tanaman? C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini masalah akan dibatasi pada: 1. Struktur komunitas plankton berupa densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks dominansi. 2. Kondisi fisik kimiawi perairan berupa intensitas cahaya, kekeruhan, kedalaman, suhu, pH, DO, COD, BOD, nitrat, fosfat, sulfat dan kalsium. 3. Data fisik kimiawi yang diperoleh merupakan data pendukung untuk struktur komunitas plankton. 4. Pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan. D. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada musim penghujan ?
2.
Bagaimana kondisi fisik dan kimia perairan di Telaga Bromo pada musim penghujan ?
4
E. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada musim penghujan.
2.
Untuk mengetahui kondisi fisik dan kimia perairan di Telaga Bromo pada musim penghujan.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat a. Sebagai media informasi tentang adanya komunitas organisme mikro di perairan air tawar. b. Sebagai media informasi tentang kondisi perairan Telaga Bromo berdasarkan struktur komunitas plankton ada musim penghujan. c. Sebagai media informasi tentang pemanfaatan telaga sesuai dengan kondisi perairan Telaga Bromo. 2. Bagi Akademisi a. Sebagai bahan diskusi tentang struktur komunitas plankton di ekosistem perairan air tawar terutama Telaga Bromo pada awal musim penghujan. b. Sebagai bahan informasi dan referensi baru tentang penelitian organisme plankton di perairan air tawar Gunungkidul saat awal musim penghujan.
5
G. Definisi Operasional 1. Struktur komunitas plankton adalah kumpulan plankton dilihat dari densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks dominansi. 2. Plankton merupakan organisme berukuran mikro yang jumlahnya sangat banyak dan tidak cukup kuat menahan gerakan air yang besar (Hutabarat, Sahala dan Stewart, M.E. 1985: 106). 3. Telaga adalah ledokan-ledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan karbonat yang terisi baik secara permanen (terisi air sepanjang tahun) ataupun tidak permanen (terisi air hanya pada musim penghujan). 4. Kualitas perairan adalah karakter fisik air (intensitas cahaya, kekeruhan, kedalaman dan suhu) dan kimiawi air (pH, COD, DO, BOD, nitrat, fosfat, sulfat dan kalsium).
6