BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Gurame merupakan ikan air tawar yang berada di perairan Indonesia dan
telah dibudidaya sebagai ikan konsumsi sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Budidaya ikan Gurame mempunyai nilai ekonomis yang tinggi bila dibandingkan dengan budidaya ikan konsumsi air tawar yang lain seperti ikan mas, ikan lele dan ikan nila. Permintaan pasar yang tinggi mendorong peternak ikan untuk menjaga kualitas dari Gurame. Selain faktor pemeliharaan yang baik, varietas dari Gurame yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi juga diperlukan sehingga para peternak dapat memenuhi kualitas Gurame menurut standar pasar (Bokau & Febriani, 2008). Permintaan varietas Gurame yang sesuai dengan standar yang diinginkan dapat ditempuh dengan cara menyilangkan antar varietas Gurame atau pemilihan bibit varietas unggul didasarkan atas pemilihan ikan untuk satu atau beberapa fenotip dari karakter yang menjadi target perbaikan. Karakter-karakter yang umumnya merupakan target seleksi antara lain mutu hasil,
kecepatan
pertumbuhan, ketahanan terhadap hama/penyakit dan toleransi terhadap lingkungan marginal. Proses persilangan antar varietas hanya terbatas pada pemijahan
konvensional
yang
dalam
kenyataannya
banyak
mengalami
keterbatasan. Oleh sebab itu, pemilihan varietas unggul yang hanya didasarkan atas penampakan morfologi atau fenotip ini memiliki kelemahan terutama apabila karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang disebut dengan
1
karakter yang memiliki heritabilitas rendah. Heritabilitas tinggi akan diperoleh bilamana faktor gen lebih berpengaruh daripada lingkungan (Suprapto & Kairudin, 2007). Seperti diketahui bahwa beberapa spesies hewan yang dalam keadaan simpatrik (daerah sebaran yang sama) maupun dalam keadaan alopatrik (daerah sebaran yang berbeda) mengalami pergeseran ciri dari satu spesies, berbedanya ciri morfologi memungkinkan berbedanya pola perilaku berbiak. Hal ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya hibridisasi alami diantara varietas spesies tersebut (Kramadibrata, 1995). Penemuan teknik perolehan gen yang mengendalikan suatu karakter sebagai penanda molekul sangat membantu proses seleksi dalam hal efektifitas maupun efisiensi dari pelaksanaan seleksi variasi hingga tingkat spesies (Çiftci & Okumu, 2002). Pada dasarnya setiap individu memiliki genotip yang berbeda dengan individu lain. Semakin tinggi keanekaragaman individu dalam spesies semakin tinggi pula tingkat keanekaragaman genetiknya. Informasi tersebut sangat diperlukan dalam pemilihan ikan yang digunakan sebelum dan sesudah persilangan untuk menghasilkan jenis ikan dengan sifat-sifat yang diinginkan atau menghasilkan varietas-varietas atau klon-klon unggul. Proses hibridisasi bertujuan untuk mendapatkan bibit unggul yang merupakan usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan potensi genetik melalui penambahan, pengurangan ataupun penggabungan bermacam-macam sifat genetik, sehingga menghasilkan bibit yang lebih unggul dengan karakter yang sesuai menurut selera dan tuntutan ekonomis. Salah satu bidang ilmu yang dapat menunjang program varietas bibit unggul adalah dengan genetika molekuler yang menggunakan penanda DNA dan variasi
2
antar genotip dalam spesies sebagai bahan dasar untuk analisis genom. Dari hal tersebut, suatu penanda genetik harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi variasi antar individu. Variasi ini dapat berada pada tingkat biologi yang berbeda, mulai dari perbedaan fenotip hingga perbedaan nukleotida. Penanda DNA adalah sebagian kecil daerah yang khas pada DNA yang menunjukan variasi pada urutannya antara individu di dalam spesies. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi atau memvisualisasikan variasi di sebagian kecil daerah pada DNA ialah dengan menggunakan penanda mikrosatelit. Mikrosatelit juga biasa disebut “simple sequence repeats” (SSRs) dan juga, “sequence-tagged microsatellite sites” (STMS) atau “simple sequence repeat polymorphisms”(SSRPs) (Hakki et al., 2007). Mikrosatelit saat ini telah menjadi sistem marka yang sering digunakan pada ikan (Beheregaray et al., 2005). Mikrosatelit atau Simple Sequence Repeats (SSRs) terdiri dari susunan DNA dengan motif 1-6 pasang basa, berulang sebanyak lima kali atau lebih secara tandem (Vigouroux et al., 2000). Penanda DNA ini mempunyai tingkat variabilitas yang tinggi, jumlah unit pengulangan tersebar luas di dalam organisme sebesar 50 kopi dari unit pengulangan. Polimorfisme ini dapat dikenali dengan cara membentuk primer pada daerah DNA yang mengapit lokus mikrosatelit. Daerah pengapit ini cenderung berada di daerah yang tetap (cenderung tidak berubah-ubah) dalam spesies (Hajeer et al., 2000). Pemanfaatan mikrosatelit, banyak digunakan dalam penelitian berbasis genetik, hal ini dikarenakan penanda mikrosatelit mempunyai kemampuan pembeda yang kuat diantara individu dalam satu spesies. Mikrosatelit banyak
3
digunakan oleh para peneliti khususnya dalam bidang perikanan, diantaranya adalah analisis untuk melihat keanekaragaman genetis pada Oncorhynchus nerka (Beacham et al., 2000), mendeterminasi struktur populasi pada Pogonichthys macrolepidotus (Feyrer et al., 2007), dan melihat karakter spesies gadoid fish (Teleostei) yang tinggal pada dua habitat yang berbeda air laut dan air payau (Sanetra & Meyer. 2005). Penanda mikrosatelit sudah digunakan secara luas pada ikan untuk
“fingerprinting”, pemetaan gen, analisis genetik konstruksi dan
pemetaan keterpautan gen (Schrey, 2003). Penelitian yang mengarah pada isolasi dan karaterisasi pada ikan dalam suatu spesies dengan menggunakan penanda mikrosatelit
juga sudah banyak
dilakukan diantaranya adalah sebelas motif mikrosatelit yang ditemukan pada ikan laut koral Pterapogon kauderni (Hoffman, 2004), isolasi dan karaterisasi mikosatelit dari ikan arwana (Yue et al., 2000), serta isolasi dan karaterisasi mikosatelit dari jenis salmon air tawar di perairan hokaido jepang Hucho perryi (Hatakeyama, 2005). Ketiga penelitian tersebut mengarah pada pembuatan primer pada spesies masing-masing yang akan mendeterminasi karakter suatu spesies yang diteliti. Pada penelitian lainnya primer mikrosatelit yang telah dirancang dapat mengetahui variasi informasi genetik spesies Pimephales promelas dalam Familia Cyprinidae, bahkan
spesies lainnya yang masih dalam satu koheren
(Bessert & Orte., 2003). Proses mendapatkan primer mikosatelit dilakukan serangkain proses panjang (Gambar 3.2). Semua proses tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan investasi yang relatif besar, meskipun begitu penggunaan penanda
4
mikrosatelit
masih
merupakan
pilihan
dari
sebagian
peneliti
dalam
mengkarakterisasi gen suatu spesies, dikarenakan mikrosatelit merupakan penanda yang kuat dalam menentukan variasi dalam individu sehingga primer yang didapat nantinya akan sangat berguna untuk mengindentifikasi variasi fenotip secara genetik dilihat dari variasi genotip dari suatu individu, mengidentifikasi suatu penyakit genetik suatu individu dan manfaat lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak lokus-lokus mikrosatelit pada ikan gurame dengan cara membuat pustaka DNA gurame yang kaya akan lokus mikrosatelit. Dari penelitian sebelumnya diperoleh sekitar 70% plasmid rekombinan dari 10 plasmid rekombinan yang diambil secara acak yang mengandung motif mikrosatelit untuk dianalisis lebih lanjut dan berpotensi untuk dibuat primer mikrosatelit (Kusumawaty et al., 2005). Besarnya persentase plasmid rekombinan yang didapat dari penelitian sebelumnya mengindikasikan motif dan variasi dari motifmotif mikrosatelit berlimpah apabila pengambilan sampling plasmid rekombinan diperbanyak, pada penelitian lanjutan ini, diharapkan juga akan didapatkan motif motif mikrosatelit yang berbeda baik dalam jumlah pasangan basanya maupun dalam variasi motif, yang hasilnya dapat berpotensi untuk dijadikan primer.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
5
“Bagaimanakah karakteristik
pustaka genom mikrosatelit dari Gurame
(Osphronemus gouramy Lac.)?” Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Adakah lokus motif mikrosatelit pada pustaka DNA mikrosatelit Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) ?
2.
Berapa macam lokus motif mikrosatelit pada pustaka DNA mikrosatelit Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) ?
3.
Adakah motif mikrosatelit pada Pustaka DNA mikrosatelit Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) yang berpotensi dibuat primer ?
4.
Bagaimanakah
urutan
oligonukleotida
primer
yang
dapat
dibentuk
berdasarkan sikuen DNA yang diperoleh (Osphronemus gouramy Lac.)?
C.
Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Hasil elusi hibridisasi yang digunakan merupakan hasil dari penelitian sebelumnya (Kusumawaty et al., 2005).
2.
Plasmid hasil isolasi berisi DNA sisipan dipilih secara acak untuk dianalisis urutan DNA sisipannya.
6
D. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi pustaka genom mikrosatelit dari Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) dan untuk merancang primer mikrosatelit berdasarkan motif mikrosatelit yang didapat.
E. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakterisasi pustaka genom mikrosatelit DNA Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) dan rancangan primer dari urutan unik mikrosatelit Gurame yang dapat digunakan dalam berbagai aspek penelitian genetik dengan menggunakan penanda DNA pada Gurame (Osphronemus gouramy Lac.).
7