BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tinjuan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud disini adalah kajian terhadap hasil-hasil karya tulis yang relevan dengan penelitian ini. Dikarenakan penelitian ini mengacu kepada analisis faktor yang bersifat eksploratori, maka penelitian-penelitian sebelumnya dirasakan perlu untuk memberikan referensi variabel-variabel indenpen terhadap penelitian ini. Hasil – hasil dari penelitian tesebut akan diuraikan secara singkat, dan akan dijelaskan juga variabel yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut. Penelitian pertama adalah sebuah jurnal nasional oleh Wikartika Mulyaningrum (2010) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Impulse Buying pada Merk Super T-Shirt”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah 4 (empat) variabel independen yang sudah ditentukan oleh penulis berdasarkan kajian terdahulu berpengaruh terhadap variabel dependennya. Metode pengumpulan datanya adalah anlisis regresi linier berganda, uji t, uji parameter penduga, dan uji simultan (uji f anova). Variabel-variabel yang digunakan adalah shopping lifestyle, fashion involvement, pre-decision stage, dan post-decision stage. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa secara parsial variabel shopping lifestyle dan fashion involvement tidak berpengaruh terhadap impulse buying, sedangkan variabel pre-decision stage dan post-decision stage berpengaruh signifikan terhadap impulse buying. Secara simultan diperoleh hasil
9
10
bahwa variabel shopping lifestyle, fashion involvement, pre-decision stage, dan post-decision stage secara bersama-sama atau serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel impulse buying. Jurnal kedua adalah “Factors Affecting Impulse Buying Behavior of Consumers at Superstores in Bangladesh”, oleh Wahida Shahan Tinne (2011). Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying konsumen yang berkunjung ke Superstores di Bangladesh. Variabel-varibel yang digunakan adalah discount offer, various scheme, income level, superstore offer, display product, sales person, popularity of product, reference group, festival season, dan promotional activities. Penelitian ini menghasilkan empat (4) faktor yang mempengaruhi impulse buying konsumen superstores yang ada di Bangladesh. Faktor pertama (1) adalah discount offer, various sheme, income level, faktor kedua (2) adalah superstore offer, display product, sales person, faktor ketiga (3) adalah popularity of product, reference group, festival season, dan factor keempat (4) adalah promotional activities. Jurnal ketiga yang menjadi referensi berjudul “Factors Influencing Impulse Buying Behavior”, oleh Parmar Vishnu dan Ahmed Rizwan Raheem (2013).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi masyarakat di Karachi-India melakukan perilaku pembelian spontan terhadap produk-produk nyata didaerah tersebut. Variabel-variabel yang digunakan adalah store environment, window display, visual mrchandising, income level, dan credit card. Selain itu, penelitian ini juga melakukan penelitian berdasarkan keadaan demoghrapic dari sample-sample penelitiannya sehingga
11
pada akhirnya dapat diketahui keadaan demoghrapic yang seperti apa yang lebih dominan dalam masing-masing variabel. Jurnal yang keempat untuk referensi penelitian ini adalah “The Impact of Environmental Factors on Impulse Buying Behavior Using the Mehrabian adn Russel’s Framework” oleh Graa Amel, Dani-Elkebir Maachou, dan Mohamed Bensaid (2013). Penelitian didalam jurnal tersebut lebih memfokuskan pengaruh didalam lingkungan terhadap impulse buying behavior seseorang. Variabelvariabel yang digunakan adalah time pressure, atmospheric factors, dan presence of others. Dari 1357 subjek sampel dalam penelitian tersebut, didapati bahwa ketiga variabel yang disajikan berpengaruh signifikan dan secara simultan dalam impulse buying konsumen dilokasi dalam penelitian tersebut. Selanjutnya, jurnal kelima sebagai referensi untuk penelitian ini adalah “Impact of Cultural Values and Lifestyle on Impulse Buying Behavior: A Case Study of Pakistan”. Oleh Shahid Bashir, Muhammad Zeeshan, Sabbardahham Sabbar (2013). Dalam penelitian ini terdapat dua (2) faktor yang diangkat untuk diteliti yaitu cultural values dan lifestyle. Dimana dari kedua faktor tersebut dikembangkan lagi menjadi tujuh (7) variabel bebas. Variabel-variabel bebas dalam penelitian tersebut adalah life satisfaction, financial satisfaction, lifestyle, group influence, family orientation, gender roles, dan security and stability. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut adalah positif, dimana seluruh variabel bebas dalam penelitian tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
12
Jurnal selanjutnya, yaitu jurnal keenam adalah “Evaluating Effective Factors on Consumer Impulse Buying Behavior”, oleh Alireza Karbasivar dan Hasti Yarahmadi (2011). Penelitian tersebut menggunakan dua (2) faktor utama dalam penelitiannya mengenai faktor berpengaruh terhadap impulse buying behavior yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dikembangkan menjadi beberapa variabel dan peneliti memutuskan menggunakan empat (4) variabel diantaranya sebagai variabel terikat dalam penelitian tersebut. Variabel-variabel bebas dalam penelitian tersebut adalah credit card, cash discount, free products, dan window display. Hasil yang didapati adalah keempat variabel tersebut secara simultan berpengaruh positif terhadap impulse buying behavior konsumen. Selain itu dalam penelitian ini juga menetapkan impulse buying behavior sebagai variabel independen, sehingga memiliki beberapa indikator. Berdasarkan keenam jurnal di atas, terdapat persamaan variabel-variabel independen dengan penelitian ini, yang dianggap relevan. Selain itu juga terdapat persamaan pada variabel dependennya yaitu impulse buying. Dimana penelitian ini hanya menggunakan satu variabel dependen yaitu impulse buying. Selain itu, keenam penelitian diatas memiliki perbedaan dalam teknik menganalisis datanya yaitu teknik analisis faktor konfrimatori pada penelitian yang dilakukan oleh Wikartika Mulyaningrum, Wahida Shahan Tinne, Parmar Vishnu, Shahid bashir, dan Alireza Karbasivar. Teknik analisis regresi linier berganda pada penelitian yang dilakukan oleh Graa Amel, sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis faktor eksploratori yang akan dipadukan dengan pendekatan emik.
13
Kemudian jurnal ketujuh atau yang terakhir adalah jurnal “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Kerja Pegawai”. Oleh Made Wahyu Darmawan dan I Gede Riana (2011). Dalam jurnal tersebut, metode yang digunakan akan sama dengan penelitian ini dikarenakan sama-sama menggunakan analisis faktor eksploratori, hipotesis belum diketahui dan secara otomatis faktorfaktor dan variabelnya belum ditentukan sehingga harus ditentukan sendiri. Dalam buku “Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran” (Supranto, 2012) menyebutkan ada tiga (3) cara untuk menentukan hipotesis dalam analisis faktor eksploratori, yaitu: (1) Mempelajari sumber-sumber data sekunder (jurnal sebelumnya, publikasi biro pusat statistik, buku-buku, majalah, dan lain-lain), (2) Mencari individu-individu yang mungkin mempunyai ide-ide terhadap persoalan yang dihadapi (para ahli dalam bidangnya), dan (3) Menganalisis beberapa kasus yang telah dipilih. Dalam penelitian tersebut penulisnya menggunakan prinsip kerja yang nomor satu, yakni mempelajari sumber-sumber data sekunder, sama dengan penelitian ini. Selain itu, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa ada lima (5) langkah yang harus ditempuh dalam menggunakan analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi variabel dependennya. Penelitian ini juga akan menggunakan tahap-tahap penelitian yang sama, karena model kasus yang diteliti hampir sama, hanya saja berbeda bidang kajian.
14
2.2 Tinjauan Konsep 2.2.1
Tinjauan Tentang Analisis Faktor Eksploratori Analisis faktor adalah nama umum yang menyatakan sebuah kelas
prosedur yang digunakan terutama untuk reduksi data dan perangkuman data. Dalam riset pemasaran, mungkin terdapat banyak variabel, kebanyakan diantaranya saling berkorelasi dan harus direduksi sampai pada tingkatan yang dapat dikelola. Hubungan antara himpunan-himpunan banyak variabel yang saling terkait diuji dan disajikan menurut beberapa faktor dasar (Malhotra, 2006:289). Lebih lanjut penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) yaitu: 1.
Penyelidikan untuk penemuan (eksploratori). Analisis ini digunakan untuk menyelidiki dan mendeteksi suatu pola dari variabel-variabel yang ada dengan tujuan untuk menemukan suatu konsep baru dan kemungkinan pengurangan data dari data dasar.
2.
Penegasan suatu hipotesa (konfrimatori). Analisis faktor ini digunakan untuk mengadakan pengujian terhadap suatu hipotesa mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan dengan sejumlah faktor yang signifikan dan sejumlah faktor loading yang diharapkan.
3.
Alat pengukur (measuring devices). Analisis faktor digunakan untuk membentuk variabel-variabel untuk digunakan sebagai variabel baru dalam penelitian berikutnya. (Wibisono, 2007:268) Analisis faktor eksploratori merupakan suatu teknik untuk menganalisis
tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan
15
tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti. Hal ini berarti, analisis faktor dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian (Suliyanto, 2005:125). Tujuan dari analisis faktor eksploratori adalah: 1.
Mengidentifikasi dimensi dasar atau faktor yang menjelaskan korelasi diantara himpunan variabel-variabel. Misalnya, sehimpunan pernyataan gaya hidup bisa digunakan untuk mengukur profil-profil psikografis konsumen. Analisis ini kemudian bisa dilakukan atas pernyataan-pernyataan tersebut untuk mengidentifikasi faktor-faktor psikografis dasar.
2.
Mengidentifikasi suatu himpunan yang lebih kecil dari variabel-variabel yang tidak saling berkorelasi untuk menggantikan himpunan asal variabel-variabel yang saling berkorelasi dalam analisis banyak variabel berikutnya (analisis regresi ataupun analisis dekriminan).
3.
Mengidentifikasi suatu himpunan variabel-variabel penting yang lebih besar untuk digunakan dalam analisis variabel banyak berikutnya (Malhotra, 2006:288).
16
2.2.2
Tinjauan Tentang Impulse Buying
2.2.2.1 Definisi Impulse Buying “Impulsive buying or unplanned purchasing is another consumer purchasing pattern. As the term implies, the purchase that consumers do not specifically planned” (Loudon dan Bitta dalam Diba, 2014:316). Impulse buying merupakan salah satu jenis perilaku konsumen, dimana terlihat dari pembelian konsumen yang tidak terencana secara khusus. Terencana atau tidaknya pembelian oleh konsumen telah menjadi perhatian peneliti dan praktisi sejak dua puluhan tahun yang lalu. Point of Purchase Advertising Institude (POPAI) melaporkan bahwa, sekitar 75% pembelian di supermarket dilakukan secara tidak terencana. Para ahli menyatakan pembelian tidak terencana telah berkembang secara signifikan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, konsumen seringkali melakukan pembelian berdasarkan hasrat, mood, atau emosi yang mereka rasakan saat itu. (Verplanken dan Herabadi dalam Diba, 2014:316). Impulse buying sebagai pembelian yang tak rasional dan digolongkan kedalam pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, dengan adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut menyangkut adanya perasaan intens yang ditunjukan dengan melakukan pembelian, karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, sehingga mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Verplanken dan Herabadi dalam Diba, 2014:317). Impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan.
17
Kecenderungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa tindakan tersebut adalah yang wajar. Kemudian pula suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merk tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko (Cobb dan Hayer dalam Semuel, 2007:34).
2.2.2.2 Elemen Impulse Buying Verplanken & Herabadi (dalam Setiawan, 2014:8) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam impulse buying yaitu: 1.
Kognitif
Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi: a.
Tidak ada pertimbangan harga dan kegunaan suatu produk.
b.
Tidak ada tahap pengevaluasian terhadap suatu pembelian produk
c.
Tidak membandingkan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.
2.
Emosional
Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi: a.
Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian.
b.
Timbulnya perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian. Menurut Loudon dan Bitta (Kharis, 2011:35) menyatakan tipe impulse
buying dalam pembelian terdiri dari: a.
Pure Impulse (pembelian Impulsif murni)
b.
Suggestion Impulse (Pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)
18
c.
Reminder Impulse (pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)
d.
Planned Impulse (Pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan).
2.2.2.3 Karakteristik Impulse Buying Menurut Engel (dalam Japarianto et al, 2011:7), impulse buying memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut: 1. Spontanitas Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan. 2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika. 3. Kegairahan dan stimulasi Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan, atau liar. 4. Ketidakpedulian akan akibat Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolakm, sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
19
2.2.3
Tinjauan Tentang Produk Pariwisata Menurut Scanton (dalam Alma, 2007:139) produk adalah seperangkat
atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik atau perusahaan, nama baik toko yang menjual, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya. Sementara menurut Kotler (dalam Alma, 2007:139) produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk dapat merupakan barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, dan ide. Sementara itu dalam dunia pariwisata khususnya biro perjalanan wisata, ruang lingkup produk yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata adalah: 1.
Membuat dan menjual, dan menyelenggarakan paket wisata
2.
Mengurus dan melayani kebutuhan jasa angkutan bagi perorangan dan atas kelompok orang yang diurusnya
3.
Melayani pemesanan akomodasi, restoran, dan sarana wisata lainnya
4.
Mengurus dokumen perjalanan
5.
Menyelenggarakan panduan perjalanan wisata
6.
Melayani penyelenggaraan konvensi (MICE) (Musanef, 1996:138)
Mason (2006:201) telah membuat rumusan tentang komponen-komponen produk pariwisata yaitu : 1.
Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas seni.
20
2.
Aksesbilitas, yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti organisasi kepariwisataan (travel agent).
3.
Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan.
4.
Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional. Selain itu Bukart dan Medlik (1974:44) mendeskripsikan produk
pariwisata sebagai susunan produk yang terpadu, yang terdiri dari obyek wisata, atraksi wisata, transportasi (jasa angkutan), akomodasi dan hiburan sehingga tiap unsur dipersiapkan oleh masing-masing perusahaan dan ditawarkan secara terpisah (single) ataupun ditawarkan bersama dalam bentuk paket.
2.2.4
Tinjauan Tentang Wisatawan Domestik Definisi wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1989) adalah setiap orang
yang datang dari suatu Negara yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja ditempat itu secara teratur, dan yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat. Sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan domestik adalah pengunjung di kota/daerah masih di Negara asalnya yang dikunjungi setidak-tidaknya tinggal 24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi: 1. Mengisi waktu senggang atau untuk bersenang-senabg, berlibur, untuk alasan kesehatan, studi, keluarga, dan sebagainya. 2. Melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis.
21
3. Melakukan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan atau sebagai utusan (ilmiah, administrative, diplomatik, keagamaan, olahraga dan sebagainya). 4. Dalam rangka pelayaran pesiar, jika kalau ia tinggal kurang dari 24 jam.
Sementara itu, Musanef (16:1996) mengatakan bahwa wisatawn nusantara/wisatawan domestik adalah seorang penduduk yang melakukan perjalanan ke tempat selain di mana Ia tinggal menetap. Perjalanan dimaksud dilakukan dalam ruang lingkup antardaerah di Indonesia, di mana yang bersangkutan masa tinggal, dengan lama perjalanan minimal 24 jam dengan tujuan tidak untuk memperoleh upah atau nafkah.
2.2.5
Tinjauan Tentang Biro Perjalanan Wisata Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996, dijelaskan secara
khusus tentang pengertian Usaha Pariwisata yaitu kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dengan bidangbidang tersebut, yang terdiri dari biro perjalanan wisata dan agen perjalanan wisata. Namun, dalam peraturan ini tidak dijelaskan mengenai definisi dari masing-masing usaha perjalanan jasa tersebut. Menurut A. J. Burkart (dalam Musanef, 1996:135) biro perjalanan wisata adalah sebuah perusahaan distribusi didalam industri pariwisata yang melayani permintaan, mengatur transportasi, akomodasi, dan jasa-jasa lain yang diperlukan
22
wisatawan didaerah tujuan wisata (excursion, hiburan), menjual paket-paket wisata melalui agen-agen atau melalui kantornya sendiri pada perorangan atau group dalam harga tertentu. Lebih lanjut tour operator atau biro perjalanan wisata adalah suatu perusahaan yang usaha kegiatannya merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan orang-orang untuk tujuan pariwisata (tour), atas inisiatif dan resiko sendiri dengan tujuan mengambil keuntungan dari penyelenggaraan perjalanan tersebut (Yoeti dalam Musanef, 1996:135). Sebenarnya yang penting dan merupakan prinsip bagi suatu tour operator atau wholesaler adalah bahwa ia merencanakan perjalanan wisata (tours) yang dapat segera dijual. Sedangkan penjual paket wisata tersebut dilaksanakan melalui agen perjalanan pengecer (retail travel agent) atau agen lain yang ditunjuk sendiri. Karena setiap ada paket wisata yang terjual maka tour operator berkewajiban untuk menyelenggarakan tours bagi pembelinya sesuai dengan tour itinerary yang telah disetujui atau disesuaikan dengan harga yang telah disepakati. Namun menurut Nyoman S. Pendit (Musanef, 1996:136) mengatakan bahwa perusahaan biro perjalanan wisata mempunyai dwi fungsi yaitu keagenan pariwisata dan pengaturan perjalanan. Tugasnya adalah membawa subjek pariwisata ke objek wisata, dengan cara menyajikan objek tersebut bagi kebutuhan wisatawan sebagai objek (dalam hal fungsinya adalah pengaturan perjalanan atau dengan jalan mengatur objek pariwisata yang dikehendaki oleh subjek pariwisata), disini fungsinya sebagai agen pariwisata atau agen perjalanan.
23
Fungsi usaha biro perjalan adalah mempersiapkan paket tour dan mengorganisasi orang-orang (wisatawan) untuk melakukan perjalanan wisata dengan memberikan: 1. Pelayanan sewaktu akan berangkat, antara lain meliputi kegiatan-kegiatan: a. Memberikan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan perjalanan. b. Memberikan saran kepada wisatawan. c. Menyediakan dan menyelesaikan dokumen perjalanan serta kebutuhankebutuhan lainnya bagi wisatawan 2. Pelayanan ditempat tujuan antara lain meliputi kegiatan-kegiatan: a. Membantu reservation (pemesanan) b. Mengatur dan merencanakan sightseeing, tour atau excursion c. Mengurus tiket-tiket dan hiburan d. Mengurus transfer hotel-airport, dan sebagainya (Musanef, 1996:137).
2.2.6
Tinjauan Tentang Pendekatan Emik Emik biasa ditemukan pada bidang ilmu antropologi dan khususnya
berhubungan dengan alat pada metode kualitatif di etnograpi. Etnograpi sendiri adalah seni atau ilmu yang menjelaskan tentang sebuah budaya atau grup yang berkembang (komunitas) yang dalam hal ini adalah komunitas orang-orang yang melakukan impulse buying. Emik adalah sebuah metode pendekatan untuk mengungkapkan masalah yang segala macam informasinya didapat melalui sudut
24
pandang insider atau orang yang berada dalam komunitas yang sedang diteliti tersebut (Jennings, 2001). Istilah emik pertama kali diungkapkan oleh Kenneth Pike, seorang ahli linguis. Pendekatan melalui sudut pandang emik adalah pengkategorian fenomena budaya menurut warga setempat atau si pemilik budaya (Kaplan dan Manners dalam Endraswara, 2006). Pendekatan emik merupakan esensi yang sah untuk fenomena kebudayaan pada suatu waktu tertentu, pendekatan ini cocok sebagai usaha untuk mengungkap pola kebudayaan menurut persepsi si pemilik budaya yang terkait dan emik akan terkait dengan keseluruhan unsur budaya (Endraswara, 2006).