BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu Cahyono (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Minuman Air Mineral Aqua (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)”, penelitian ini membahas permasalahan tentang (1) Apakah terdapat pengaruh harga, kualitas, merek, promosi dan distribusi secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian minuman air mineral Aqua. (2) Apakah terdapat pengaruh harga, kualitas, merek, promosi dan distribusi secara parsial terhadap keputusan pembelian minuman air mineral Aqua. (3) Diantara harga, kualitas, merek, promosi dan distribusi manakah yang berpengaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian minuman air mineral Aqua. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus di mana data diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada 100 responden. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang pernah membeli atau memakai Aqua. Sedangkan yang menjadi sampelnya adalah sebagian Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang pernah membeli atau memakai Aqua. Teknik dalam pengambilan sampel adalah non probability sampling dengan type convenience sampling.
Dari analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
(1) Faktor harga, kualitas, merek, promosi dan distribusi secara bersama-sama maupun secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian
Universitas Sumatera Utara
minuman air mineral Aqua. (2) Harga merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian minuman air mineral Aqua. Adapun saran yang dapat diberikan penulis adalah sebaiknya perusahaan Aqua berusaha untuk mempertahankan
atau
meningkatkan
faktor-faktor
tersebut
sehingga
lebih
berpengaruh atau dapat meningkatkan keputusan pembelian. Sitompul (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kemasan terhadap Keputusan Pembelian Minuman Fanta pada Siswa SMU ST. Thomas 1 Medan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variabel dari kemasan antara lain Portability, Memorable, Easy to Read dan Visual Protection terhadap keputusan pembelian minuman Fanta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel bebas yang memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap variabel terikat yaitu Memorable, Easy to Read dan Visual Protection. Sedangkan variabel Portability tidak mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian minuman Fanta. Darmawati (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor-faktor Marketing Mix terhadap Niat Pembelian Ulang Produk Soft Drink Tebs di Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor marketing mix yang terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi terhadap niat pembelian produk soft drink Tebs di Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor marketing
Universitas Sumatera Utara
mix yang terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap niat pembelian ulang. Kurniawan (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pesan Iklan terhadap Keputusan Pembelian Produk Frestea pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Malang”. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel isi pesan, struktur pesan, format pesan, sumber pesan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Malang, 2) untuk mengetahui diantara variabel isi pesan, struktur pesan, format pesan, sumber pesan, variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas format pesan mempunyai pengaruh dominan dibandingkan variabel bebas yang lain terhadap keputusan pembelian Produk Frestea.
2.2.
Pengertian dan Klasifikasi Produk Swastha (2002) menyatakan produk adalah sesuatu yang kompleks baik dapat
diraba maupun tidak diraba termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya. Sedangkan Kotler (2001) menyatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Sunu dalam Swastha (2002) menyatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dibeli atau dikonsumsi, ke dalam
Universitas Sumatera Utara
pengertian produk termasuk obyek fisik, jasa, tempat, tokoh tokoh, organisasi dan pikiran. Stanton dalam Tjiptono (2004) menyatakan bahwa produk adalah sekumpulan atribut yang nyata dan yang tidak nyata yang di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer dan pelayanan dari pihak pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang dapat memuaskan keinginannya. 2.2.1. Produk Kotler (2001), dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk dan jasa, pemasar mengembangkan beberapa klasifikasi produk, antara lain: 1. Penggolongan barang berdasarkan daya tahan dan wujud, sebagai berikut: a. Barang yang habis terpakai (nondurable goods). Barang yang habis terpakai adalah barang yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan, misal makanan, minuman, dan lainnya. b. Barang yang tahan lama (durable goods). Barang yang tahan lama adalah barang yang biasanya dapat digunakan beberapa kali, misal, pakaian, alat alat elektronik dan lainnya. c. Jasa. Jasa adalah barang yang tidak berwujud (intangible product), tidak dapat dipisahkan dan mudah habis, misal salon, reperasi dan lainnya. 2. Penggolongan barang menurut tujuan pemakaiannya oleh si pemakai: a. Barang konsumsi a.1. Barang nyaman (convenience goods), dibagi menjadi 3 bagian yaitu: a.1.1
Barang kebutuhan pokok.
Universitas Sumatera Utara
a.1.2. Barang dadakan (impulse goods). a.1.2. Barang darurat (emergency goods. a.2. Barang Belanjaan (shopping goods), dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: a.2.1. Barang homogen (homogenous). a.2.2. Barang heterogen (heterogenous). a.2.3. Barang khusus (specialty goods). b. Barang tidak dicari (unsought goods), dibagi menjadi 2 bagian yaitu: b.1. Barang baru tidak dicari. b.2 Barang tidak dicari secara reguler. c. Barang industri, barang industri adalah barang barang barang yang dibeli untuk diproses lagi atau untuk kepentingan dalam industri. Jadi pembeli barang industri ini adalah perusahaan, lembaga atau organisasi termasuk organisasi non laba, dalam hal ini menurut Swastha (2001) barang industri dibagi sebagai berikut: c.1.
Bahan baku ini merupakan bahan pokok untuk membuat barang lain, misalnya kapas untuk membuat benang.
c.2. Komponen dan barang setengah jadi merupakan barang barang yang sudah masuk dalam proses produksi dan diperlukan untuk melengkapi produk akhir misal, benang untuk membuat kain. c.3. Perlengkapan operasi adalah barang yang dapat digunakan untuk membantu lancarnya proses produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan, minyak pelumas untuk mesin.
Universitas Sumatera Utara
c.4. Instalasi yaitu alat utama dalam sebuah pabrik yang dapat dipakai untuk jangka panjang dengan kata lain merupakan tulang punggung dari pabrik atau perusahaan, misalnya mesin tenun pada perusahaan tekstil. c.5.
Peralatan ekstra yaitu alat-alat yang dipakai untuk membantu instalasi, misalnya alat angkut dalam pabrik.
2.2.2
Diferensiasi Produk Menurut Kotler (2001) pembeda produk utama, dibagi menjadi delapan
bagian, yaitu: 1. Keistimewaan adalah karakteristik yang melengkapi fungsi dasar produk. Titik awal dari diferensiasi keistimewaan adalah versi dasar atau kerangka produk, perusahaan dapat menciptakan versi tambahan dengan menambahkan keistimewaan ekstra. 2. Kualitas kinerja adalah mengacu pada tingkat di mana karakteristik produk itu beroperasi. Sebagian besar produk awalnya ditetapkan pada salah satu dari empat tingkat kinerja rendah, rata-rata, tinggi dan super. Strategic Planning Institute mempelajari dampak dari kualitas produk (yang relatif lebih tinggi merupakan substitusi untuk kinerja dan faktor penambah nilai lain) dan menemukan korelasi positif yang nyata antara kualitas produk dengan pengembalian atas investasi. 3. Kualitas kesesuaian adalah tingkat di mana semua unit yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Kesesuaian yang
Universitas Sumatera Utara
rendah membuat produk itu gagal memberikan apa yang dijanjikan kepada banyak pembeli, yang akan kecewa. 4. Daya tahan adalah suatu ukuran usia operasi produk yang diharapkan dalam kondisi normal dan atau berat. Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk produk yang memiliki daya tahan tinggi, namun aturan itu tergantung pada beberapa persyaratan yaitu harga ekstra itu tidak boleh berlebihan, produk tidak boleh terpengaruh oleh keusangan teknologi, karena jika demikian konsumen mungkin tidak mau membayar lebih untuk produk yang berusia lebih panjang. 5. Keandalan adalah ukuran kemungkinan suatu produk tidak akan rusak atau gagal dalam suatu periode waktu tertentu. Pembeli ingin menghindari biaya tinggi dari kegagalan produk dan waktu perbaiki. 6. Mudah diperbaiki adalah suatu ukuran kemudahan memperbaiki suatu produk yang rusak atau gagal. 7. Gaya adalah menggambarkan penampilan dan perasaan produk itu bagi pembeli. Gaya memiliki keunggulan menciptakan perbedaan produk yang sukar ditiru, karena itu mengherankan bahwa banyak perusahaan belum berinvestasi untuk gaya yang lebih baik. 8. Rancangan adalah totalitas dari keistimewaan yang mempengaruhi cara penampilan dan fungsi suatu produk dalam hal kebutuhan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Komponen Produk Produk dapat dibagi menjadi beberapa komponen yaitu: Komponen Produk
Produk Kualitas Rancangan Merek Kemasan
Pelayanan Konsumen Pelayanan Pembelian Pelayanan Pemakaian
Sumber: Kotler (2001) Gambar 2.1. Komponen Produk Kualitas adalah bagian dari komponen produk yang akan menggambarkan bagaimana suatu produk sebaiknya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh produk tersebut yang penilaiannya berasal dari konsumen itu sendiri. Meningkatkan kualitas produk yang berasal dari penilaian konsumen mungkin dapat secara efektif meningkatkan penjualan produk tersebut, seorang pemasar harus menyadari bahwa konsumen tidak selamanya memiliki persepsi yang sama terhadap kualitas produk tersebut. 2.2.4. Kualitas Produk Kotler (2001), kualitas produk adalah keseluruhan siri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Deming (2000), terdapat 4 definisi umum kualitas, beberapa diantaranya yang erat kaitannya dengan dunia usaha adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. the degree of excellence which a thing possesses. 2. Excellence superiority. 3. Rare position, no1. 4. High social position. Dari 4 definisi diata dapat disimpulkan bahwa kualitas mengisyaratkan satu kesempurnaan/suatu kedudukan yang tinggi dari yang lain. Kualitas produk adalah kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya. Menurut Kotler dan Amstrong (2003), pengertian dan definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya, banyak pakar di bidang kualitas mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing, diantaranya: 1.
Deming (2002), kualitas produk adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.
Crosby (2002), kualitas produk adalah nihil cacat, kesempurnaan, dan kesesuaian terhadap persyaratan.
3.
Iuran dalam Yamit (2002), kualitas produk sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
4.
Davis dalam Yamin (2002), kualitas produk merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan denga produk, jasa, proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan. Kualitas produk bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir yaitu produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. Perusahaan yang menghasilkan produk
Universitas Sumatera Utara
lebih menekankan pada hasil karena konsumen umumnya tidak terlibat secara langsung dalam prosesnya. 5.
Render dan Heizer (2001), kualitas produk adalah totalitas bentuk dan karakteristik
barang/jasa
yang
menunjukkan
kemampuannya
untuk
memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi. 6.
Crosby dalam Tjiptono (2000), kualitas produk adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan.
2.2.4.1. Dimensi kualitas produk Garvin dalam Yamit (2002) ada 8 jenis dimensi yang dapat digunakan untuk perencanaan strategis bagi perusahaan yang menghasilkan barang, yaitu: 1. Kinerja, yaitu karakteristik pokok dari produk itu. 2. Feature, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan. 3. Kehandalan, yaitu kemungkinan tingkat kegagalan dalam pemakaian. 4. Kesesuaian, yaitu sejauhmana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Daya tahan, yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan. 6. Serviceability,
yaitu
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan. 7. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk. 8. Perceive, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Universitas Sumatera Utara
Garvin dalam Yamit (2002) mengidentifikasikan 4 pendekatan perspektif kualitas produk yang digunakan oleh praktisi bisnis: 1. Transcedemal Approach, kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu yang dapat dirasakan tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya ditetapkan dalam karya seni. Untuk produk dan jasa, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik). 2. Product-based approach, kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan prosuk yang berkualitas tinggi. Pandangan yang subyektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula. 3. Manufacturing-based Approach, kualitas dalam pendekatan ini bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai satuan sesuai dengan persyaratan dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan dan bukan konsumen yang menggunakan. 4. User-based Approach, kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandang, dan
Universitas Sumatera Utara
produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subyektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 2.2.4.2. Sistem produksi Perlunya mempelajari sistem produksi dan bagaimana memenejnya secara aktif karena semua perusahaan swasta atau pemerintah baik di bidang manufaktur atau jasa selalu melibatkan suatu sistem produksi, dalam industri manufaktur sistem produksi bahkan menduduki posisi yang sangat penting dalam keseluruhan perusahaan. Sistem produksi dan produk yang ditawarkan terkait menjadi satu dan tak tersisihkan. Buffa (2006), sistem produksi adalah wahana yang dipakai dalam mengubah masukan masukan (input) sumber daya untuk menciptakan barang dan jasa yang bermanfaat. Handoko (2001), sistem produksi adalah proses pengubahan masukan sumber daya menjadi barang dan jasa yang lebih berguna. 2.2.4.3. Macam-macam sistem produksi Buffa (2006) macam-macam sistem produksi dibagi 2 macam, antara lain: 1. Sistem yang berfokus pada proses, suatu sistem produksi untuk produk atau jasa pesanan harus fleksibel, sistem macam ini harus mempunyai kemampuan untuk memproduksi menurut spesifikasi yang diberikan pelanggan atau
Universitas Sumatera Utara
kliennya. Alat-alat maupun personalianya harus mampu memenuhi spesifikasi tiap komponen dan merakit komponen komponen itu membentuk produk yang dipesan. 2. Sistem yang berfokus pada produk, sifat permintaan pada sistem produksi penghasil produk atau jasa sangat standar memberikan pola pemakai kontiniu pada saran fisiknya. Proses disesuaikan sepenuhnya menurut produk dan jasa yang dihasilkan masing-masing proses juga disusun dalam urutan yang sesuai dengan kebutuhan produk atau jasanya dan seluruh sistem dipadukan untuk tujuan tunggal.
2.3.
Teori tentang Saluran Distribusi Definisi saluran distribusi menurut Kotler (1997) "Marketing Channels a re
sets o f interdependent organization involved in the process of making a product or service avaiiable for use or consumption". Saluran distribusi menurut Lamb. Hair dan McDaniel (2001) "Saluran pemasaran (channel of distribution) adalah serangkaian dari organisasi yang saling bergantung yang memudahkan pemindahan kepemilikan sebagaimana produk-produk bergerak dari produsen ke pengguna bisnis atau pelanggan". Dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan di bidang pemasaran, upaya penyaluran produk menjadi suatu hal yang sangat penting. Saluran pemasaran untuk memperlancar arus barang atau jasa kegiatan memasarkan produk, mempermudah perusahaan dalam usaha menjangkau pasar sasaran yang akan dituju.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Cakupan Saluran Distribusi 2.3.1.1. Tipe atau bentuk saluran distribusi Di dalam menentukan saluran pemasaran perusahaan harus mengadakan riset pasar untuk mengetahui bentuk saluran distribusi yang bagaimana yang akan dipakai dan dianggap paling tepat. Kotler (2004) mengajukan alternatif tipe saluran distribusi yang dapat digunakan untuk menyalurkan barang konsumsi, yaitu: 1. Saluran Tingkat Nol (disebut juga sebagai saluran pemasaran langsung) terdiri dari sebuah produsen yang menjual secara langsung ke pelanggan akhir. 2. Saluran Tingkat Satu terdiri dari satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen perantara ini adalah sejenis pengecer (retailer); dalam pasar industri perantara ini sering kali merupakan agen penjualan (sales agent) atau makelar (broker). 3. Saluran Tingkat Dua terdiri dari dua perantara. Dalam pasar konsumen mereka umumnya adalah pedagang besar (wholeseler) dan pengecer (retailer); dalam pasar industri mereka merupakan distributor industri (industrial distributor) dan dealer. 4. Saluran Tingkat Tiga terdiri dari perantara. Misalnya, industi kemasan daging, Distributor biasanya merupakan campur tangan antara pedagang-pedagang besar (wholeseler) dan pengecer-pengecer (retailer). Distributor membeli dari pedagang-pedagang besar dan menjualnya ke pengecer-pengecer yang umumnya tidak dilayani oleh pedagang-pedagang besar.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai gambaran dari apa yang dinyatakan Philip Kotler di atas, dapat dilihat pada gambar berikut ini: Saluran tingkat nol Produsen
Pembeli Saluran tingkat satu, menggunakan satu perantara
Produsen
Pengecer
Pembeli
Saluran tingkat dua, menggunakan dua perantara Produsen
Grosir
Pengecer
Pembeli
Saluran tingkat tiga, menggunakan tiga perantara Produsen
Grosir
Agen
Pengecer
Pembeli
Sumber: Kotler dan Armstrong (2004)
Gambar 2.2. Alternatif Tipe Saluran Distribusi yang Dapat Digunakan untuk Menyalurkan Barang Konsumsi Gambar di atas berlaku untuk barang-barang yang bersifat 'consumers good' seperti barang konsumsi baik sandang, pangan maupun papan. Contohnya makanan, pakaian, perlengkapan telekomunikasi pribadi, semen, dan lain sebagainya. Gambar di atas tidak berlaku untuk barang-barang yang pembelinya terbatas seperti sarana transportasi umum, sarana telekomunikasi, dan lain sebagainya. 2.3.1.2. Cakupan Perusahaan harus memutuskan jumlah perantara yang digunakan pada setiap tingkat saluran pemasaran. Ada tiga strategi yang tersedia, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Distribusi Intensif Produsen barang kebutuhan sehari-hari dan barang berupa bahan mentah biasanya memerlukan distribusi intensif yakni menimbun produknya di toko-toko sebanyak mungkin. Barang ini harus mempunyai guna tempat (place utility). Misalnya rokok dijual kepada pengecer sebanyak-banyaknya untuk menciptakan pengenalan merk seluas mungkin dan mudah didapat. Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) “distribusi intensif adalah bentuk distribusi yang ditujukan agar suatu produk tersedia di setiap toko di mana target pelanggan mungkin menginginkannya”. 2. Distribusi Ekslusif Beberapa produsen sengaja membatasi perantara yang menangani produksi. Bentuk yang paling ekstrim adalah distribusi eklusif, di mana perusahaan melimpahkan wewenang untuk menyalurkan produknya di tempat-tempat tertentu kepada beberapa penyalur saja. Cara ini ditempuh karena perusahaan ingin agar penyalur tersebut tidak saling bersaing. Distribusi ekslusif ini bisa dilihat dari industri mobil, alat-alat penting, merk pakaian wanita. Lewat distribusi ekslusif produsen berharap bisa melakukan penjualan lebih agresif dengan terkendali sehingga bisa mengontrol kebijakan-kebijakan perantara dalam penentuan harga, promosi, kredit dan jasa lainnya. Distribusi ekslusif biasanya akan meningkatkan citra produk dan memberikan tingkat keuntungan yang tinggi. Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) "Distribusi eklusif adalah bentuk distribusi yang membentuk satu atau sedikit dealer dalam wilayah tertentu".
Universitas Sumatera Utara
3. Distribusi Selektif Diantara distribusi intensif dan distribusi ekslusif terdapat distribusi selektif (terbatas) yang menggunakan lebih dari satu perantara tetapi tidak semuanya mau menjalankan produk tertentu. Distribusi ini ditempuh baik oleh perusahaan yang telah mapan maupun perusahaan baru yang sedang mencari penyalur dengan cara menjanjikan distribusi selektif kepada penyalur tersebut. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk banyak toko, sehingga dapat diperoleh keuntungan lebih besar. Cara ini bisa pula menciptakan hubungan baik dengan perantara tertentu dan meningkatkan penjualan ke arah yang lebih baik. Distribusi selektif memungkinkan produsen memperoleh cakupan pasar yang cukup luas dengan pengawasan yang lebih baik dengan biaya lebih kecil dibandingkan dengan disribusi intensif Dari uraian di atas dapat diketahui sejauhmana liputan pasar atau ruang lingkup dari jumlah perantara yang digunakan pada masing-masing wilayah yang dianggap potensial. Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) "Distribusi selektif adalah bentuk distribusi yang dicapai dengan menyeleksi sejumlah dealer untuk menghilangkan seluruh kecuali sedikit dealer saja dalam satu wilayah". 2.3.1.3. Sarana transportasi Adanya sarana transportasi bertujuan untuk mendukung distribusi fisik yaitu mengangkut dan memindahkan barang ke tujuan yang dinginkan konsumen. Hal ini disebabkan lokasi produksi suatu produk jarang sekali sama dengan lokasi konsumsi. Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) "Transportasi khususnya diperhitungkan sekitar 5 sampai 10 persen dari harga barang. Bagian logistik rantai pasokan harus
Universitas Sumatera Utara
memutuskan jenis transportasi apakah yang akan digunakan untuk mengirimkan produk tersebut dari pemasok ke produsen dan dari produsen ke konsumen". Perusahaan perlu memperhatikan transportasi dan pemeliharaan sarana transportasi yang digunakan untuk menyalurkan produknya ke pelanggan. Pilihan sarana transportasi akan mempengaruhi penetapan harga produk, ketepatan waktu pengiriman dan mutu produk pada saat diterima pelanggan. Dalam pengiriman produk ke pelanggan, perusahaan dapat memilih lima jenis sarana transportasi yaitu kereta api, truk, angkutan udara, angkutan air, dan saluran pipa. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan sarana transportasi adalah kecepatan waktu pengiriman, frekuensi pengiriman, kehandalan dalam pengiriman, kemampuan pengiriman, ketersediaan dana transportasi dan biaya transportasi. Perusahaan dapat memutuskan untuk mengirimkan produk ke pelanggan dengan
menggunakan
sarana
transportasi
yang
dimiliki
perusahaan
atau
menggunakan jasa perusahaan ekspedisi. Pilihan ini tergantung pada keinginan dan kemampuan perusahaan itu sendiri. Perlu ditambahkan bahwa perusahaan-perusahaan yang membantu dalam proses pemindahan fisik disebut sebagai facilitator atau facility agencies. Facilitator ini dapat meliputi perusahaan transportasi, perusahaan asuransi, perusahaan yang menyewakan gudang (public & private warehouse), perusahaan pembiayaan, perusahaan anjak piutang/factor, dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa facilitator bukanlah anggota di dalam saluran distribusi.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan model transportasi menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: a. Biaya (Cost). b. Waktu transit (transit time). c. Keterandalan (reliability). d. Kemampuan (capability). e. Jangkauan (Accesibility). f. Penelusuran (Tracebility). 2.3.1.4. Lokasi Seorang produsen dapat memilih pedagang besar atau eceran dalam memasarkan produknya. Produsen lain bisa saja menggunakan kombinasi jasa agen perusahaan dan gudang umum. Agen-agen diharapkan dapat mencari order dan mempromosikan secara giat, sedangkan produk-produk yang dipasarkan secara fisik didistribusikan dari gudang-gudang umum. Namun demikian, jarang sekali saluran distribusi dipilih khusus atas dasar pertimbangan distribusi fisik. Sebaliknya logistik hanyalah salah satu dari pelbagai faktor lain yang perlu diperhatikan. 2.3.1.5. Pemeliharaan persediaan Perusahaan memerlukan pemeliharaan persediaan didasarkan pada dua alasan berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan Sistem produksi perusahaan pada umumnya tidak dapat dirancang untuk mengantisipasi permintaan mendadak dari pelanggan. Dengan memelihara persediaan maka kebutuhan mendadak dari pelanggan akan terpenuhi oleh perusahaan. 2. Mengurangi biaya Meskipun pemeliharaan persediaan memerlukan biaya, tetapi secara tidak langsung dapat mengurangi biaya operasi dan kegiatan lain seperti biaya produksi, biaya pembelian bahan baku dan biaya transportasi. Selain itu dengan pemeliharaan persediaan dapat mengantisipasi hal-hal yang tak terduga seperti pemogokan tenaga kerja, bencana alam, kenaikan permintaan dan keterlambatan dalam proses produksi. Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001: 45-46), dalam saluran distribusi: keputusan persediaan, baik bahan baku maupun barang jadi mempunyai pengaruh yang besar terhadap biaya rantai pasokan dan tingkat penyediaan jasa. Jika terlalu banyak produk yang disimpan dalam persediaan, biaya meningkat,- sebagaimana juga risiko produk usang, pencurian dan kerusakan. Jika terlalu sedikit produk yang disimpan, kemudian perusahaan mengalami risiko kekurangan produk dan pelanggan akan marah, dan akhirnya kehilangan penjualan". Oleh karena itu untuk mengatasi hal di atas, perusahan perlu mengelola persediaan dengan cara menetapkan jumlah persediaan besi, persediaan normal dan persediaan spekulatif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.6. Penyortiran Fungsi lainnya dalam saluran distribusi adalah menyortir. Tujuan menyortir menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) adalah mengatasi perbedaan kuantitas dan keragaman produk dengan cara: Shorting out : Memilah suatu pasokan heterogen ke dalam persediaan homogen yang terpisah. Akumulasi : Menggabungkan persediaan yang serupa kedalam suatu pasokan homogen yang lebih besar. Alokasi
: Memecahkan pasokan yang homogen ke dalam lot yang lebih kecil lagi (breaking bulk).
Keragaman : Mengkombinasikan produk ke dalam kumpulan atau keragaman yang diinginkan pembeli tersedia di satu tempat. Shorting out dan akumulasi lebih banyak digunakan produk-produk pertanian dan produk-produk bahan baku. Sedangkan alokasi dan keragaman banyak digunakan dalam pemasaran barang jadi. Menurut Swastha (1999): "Penyortiran dilakukan oleh penyalur dengan cara menggolong-golongkan, memeriksa dan menentukan jenis barang yang disalurkan. Jadi harus diperoleh jenis dan mutu barangnya. Jenis barang konsumsi akan mempunyai saluran distribusi yang berbeda dengan barang industri. Dalam hal mutu barang, penyalur perlu menentukan apakah akan mengambil barang dalam satu tingkatan mutu, ataukah hanya membeli satu atau sebagian saja. Biasanya kualitas barang dapat digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. kualitas tinggi/baik/super. 2. kualitas sedang. 3. kualitas rendah/buruk. 2.3.2. Fungsi Saluran Distribusi Peranan perantara eceran dan grosir dalam saluran distribusi menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001) dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi dasar, yaitu: 1. Fungsi transaksi yang meliputi menghubungi dan mengkomunikasikan dengan calon pembeli untuk membuat mereka sadar atas produk yang telah ada (existing products) dan menjelaskan fitur produk, keunggulan dan manfaatnya. 2. Fungsi
logistik
meliputi
mengangkut,
menyimpan,
menyortir
dan
mengakumulasikan, mengalokasikan, dan menganekaragamkan produk dalam kumpulan yang homogen dan heterogen. Misalnya memperingkat produk pertanian menunjukkan proses penyortiran dengan melakukan konsolidasi atas beberapa lot peringkat telor A dari sumber yang berbeda ke dalam satu lot menggambarkan proses akumulasi. Pasar swalayan dan pengecer lain melaksanakan fungsi penyortiran dengan mengumpulkan ribuan item yang berbeda yang sesuai dengan keinginan pelanggan. 3. Fungsi penyediaan fasilitas meliputi penelitian dan pembiayaan. Dari pendapat di atas dapat diketahui beberapa manfaat adanya saluran distribusi yaitu: 1. Penghematan besar dalam biaya pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertimbangan kebutuhan dana & tenaga penjualan. 3. Keadaan infrastruktur daerah pemasaran setempat. 4. Pengetahuan & pengalaman menangani daerah setempat. Di dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan di bidang pemasaran, upaya penyaluran produk menjadi suatu hal yang sangat penting. Saluran pemasaran untuk memperlancar arus barang atau jasa kegiatan memasarkan produk, mempermudah perusahaan dalam usaha menjangkau pasar sasaran yang akan dituju.
2.4.
Teori tentang Keputusan Pembelian Menurut Schiffman & Kanuk (2000), keputusan didefinisikan sebagai sebuah
pilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Ditinjau dari perilaku konsumen, maka ketika seseorang telah memilih antara membeli atau tidak membeli, pilihan antara merek satu dengan merek yang lain, atau pilihan menghabiskan waktu dengan melakukan A atau B, orang itu berada dalam posisi membuat keputusan (Schiffman & Kanuk, 2000). Sebuah keputusan membeli terjadi melalui proses perilaku yang terdiri dari lima tahap, yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif-alternatif, keputusan membeli, dan kemudian hasil atau perilaku purna beli. Kelima tahap ini menunjukan bahwa proses pembelian dimulai jauh dari sebelum saat dilaksanakannya pembelian dan memiliki konsekuensi jauh setelah pembelian (Kotler, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli dapat didefinisikan sebagai perilaku yang diambil oleh konsumen dari beberapa alternatif pilihan melalui lima tahap pada keputusan membeli, sehingga didapat keputusan yang sesuai. 2.4.1. Aspek-aspek Keputusan Membeli Menurut Assael (2008) dikatakan dalam typology keputusan pembelian konsumen didasarkan pada 2 dimensi, yaitu: a. Seberapa
jauh
pembuatan
keputusan
tersebut.
Dimensi
pertama
ini
menggambarkan rangkaian dari pengambilan keputusan untuk yang bersifat habit/ kebiasaan. Konsumen dapat mendasarkan keputusannya pada proses kognitif (berfikir) dari pencarian informasi dan evaluasi alternatif-alternatif merek. Pada sisi ini konsumen hanya akan melakukan pembelian pada satu merek saja atau selalu terjadi pembelian yang konsisten. b. Derajat keterlibatan di dalam pembelian itu sendiri. Pada dimensi kedua ini menggambarkan rangkaian keterlibatan pembelian dari tinggi ke rendah. Pembelian dengan keterlibatan tinggi sangat penting bagi konsumen. Seperti beberapa pembelian yang didasarkan pada ego dari image sendiri. Dalam pembelian demikian konsumen akan melibatkan beberapa resiko, seperti financial risk yaitu pada produk-produk yang tergolong mahal, social risk yaitu pada produk-produk yang dianggap penting dalam kelompoknya, atau psychological risk yaitu pengambilan keputusan yang salah pada konsumen dapat berakibat fatal atau lebih serius. Sedangkan pada produk-produk dengan keterlibatan rendah
Universitas Sumatera Utara
kurang begitu penting bagi konsumen, karena resiko financial, social, dan psychological tidaklah cukup besar. Lebih lanjut Sambandan (Mujiasih dan Rizal, 2007) mengungkapkan dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan keterlibatan yang tinggi, terdapat empat faktor di dalam perangkat pertimbangan yaitu: pengalaman sebelumnya, pengetahuan tentang produk, kepuasan dimodel sebagai prior dan variabel pencarian media. Yang dimaksud dengan pengalaman sebelumnya adalah pengalaman konsumen di dalam pembelian ponsel sebelumnya. Pengetahuan tentang produk adalah pengetahuan konsumen tentang produk yang digambarkan dengan pemahaman konsumen tentang ponsel yang sudah pernah dibeli, pengetahuan tentang produk mencakup keseluruhan informasi akurat yang termemori oleh konsumen sebagai hasil persepsinya terhadap sebuah ponsel, kepuasan, variabel kepuasan ini menggambarkan tanggapan sesudah pembelian dari seorang konsumen terhadap sebuah produk yang diyakini atau ada kecocokan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dengan kinerja produk yang dipilihnya. Dan pencarian media adalah pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen melalui sumber-sumber di luar dirinya, seperti majalah surat kabar dan brosur-brosur. Kedua dimensi yang telah disebutkan di atas nantinya akan menggolongkan keputusan membeli dalam empat tipe pengambilan keputusan. Keempat tipe tersebut adalah, pengambilan keputusan yang komplek, pembuatan keputusan terbatas, loyalitas merek dan inersia. Keempat tipe ini merupakan perpaduan tinggi rendahnya dua dimensi di atas. Pada tipe pertama, yaitu pengambilan keputusan komplek
Universitas Sumatera Utara
dicirikan dengan perpaduan adanya keterlibatan yang tinggi dan adanya pembuatan keputusan. Pada pembuatan keputusan rendah, konsumen hanya memiliki keterlibatan rendah namun ada pengambilan keputusan. Pada tipe loyalitas merek, konsumen memiliki keterlibatan yang tinggi namun seberapa jauh ia membuat keputusan hanya bersifat kebiasaan. Pada tipe terakhir inersia konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dan pembuatan keputusan sebatas kebiasaan. Pembuatan keputusan terlihat dari adanya proses pencarian informasi yang banyak dan adanya evaluasi terhadap merek. Dan pada pengambilan keputusan yang berdasar kebiasaan, konsumen tidak terlalu memikirkan proses pencarian informasi dan evaluasi terhadap merek. 2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Membeli Menurut Basu dan Irawan (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli adalah berbeda-beda untuk masing-masing individu. Faktor-faktor tersebut adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi kecil, keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan, dan konsep diri. Sedangkan menurut Kotler (1996) faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian adalah faktor budaya, sosial, personal, dan psikologis. a. Budaya Konsumen Budaya merupakan karakter sosial konsumen yang membedakannya dari kelompok kultur yang lainnya (nilai, bahasa, mitos, adat, ritual, dan hukum) yang telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari. Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, konsumen tidak dilahirkan untuk secara spontan mengerti tentang
Universitas Sumatera Utara
nilai dan norma atas kehidupan sosial, melainkan mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan lingkungannya. Masing-masing budaya terdiri atas sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Sub-budaya tersebut akan membentuk suatu segmen pasar dan memerlukan strategi bauran pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. b. Kelas Sosial Pada dasarnya masyarakat memiliki kelas sosial. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Irawan dan Basu (2000) membagi masyarakat kedalam tiga golongan kelas sosial, yaitu: (1) golongan atas (pengusahapengusaha kaya, pejabat tinggi), (2) golongan menengah (kelas pekerja/karyawan), (3) golongan bawah (pekerja buruh, pegawai rendah) pembagian kelas ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang berbeda dalam tingkah laku pembelian. Pada produk ponsel pun terdapat jenis yang berbeda-beda seperti produk high-end untuk kalangan kelas atas, mid-end untuk kalangan menengah, dan low-end untuk kalangan biasa. Juga terdapat pilihan antara produk bergaransi dan tidak bergaransi. Yang nantinya akan dipilih konsumen sesuai dengan tingkat kebutuhannya
Universitas Sumatera Utara
c. Faktor Personal/Karakteristik Individu Keputusan pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi atau individu. Karakteristik tersebut meliputi usia dan siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup dan konsep diri. Usia dan tahapan siklus hidup konsumen mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku konsumen. Seberapa usia konsumen biasanya menunjukkan produk apa yang menarik baginya untuk dibeli. Selera konsumen pada makanan, pakaian, mobil, mebel, dan rekreasi sering dihubungkan dengan usia. Dihubungkan dengan usia seorang konsumen akan menempatkan diri pada siklus hidup keluarga (family life cycle). Siklus hidup keluaga (family life cycle) adalah suatu urutan yang teratur dari tahapan di mana sikap dan perilaku konsumen cenderung berkembang melalui kedewasaan, pengalaman, dan perubahan pendapatan serta status. Perilaku konsumen sebagian besar tergantung pada konsep diri, karena konsumen ingin menjaga identitas mereka sebagai individu. Hal ini tergambar pada produk dan merek yang mereka beli, tempat pembelian, dan kartu kredit yang digunakan akan memberikan gambaran image diri konsumen. Pengaruh persepsi konsumen terhadap suatu produk, pemasar dapat mempengaruhi motivasi konsumen untuk belajar tentang bagaimana berbelanja, dan membeli suatu merek yang tepat. Kepribadian dan konsep diri ini mencerminkan gaya hidup (life style). Gaya hidup (life style) adalah cara hidup, yang diidentifikasikan melalui aktivitas seseorang, minat, dan pendapat.
Universitas Sumatera Utara
d. Faktor Psikologis Pilihan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian (Kotler, 1996). Motivasi, konsumen memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu, beberapa kebutuhan bersifat biogenis. Persepsi, seseorang konsumen yang termotivasi akan siap untuk bertindak, bagaimana seorang konsumen yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Menurut Kotler (2003), persepsi
adalah
proses
yang
digunakan
oleh
konsumen
untuk
memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan-masukan informasi. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Pembelajaran meliputi perubahan perilaku konsumen yang timbul dari pengalamannya, sehingga saat konsumen bertindak pengetahuannya pun akan bertambah. Teori pembelajaran mengajarkan bahwa para pemasar dapat membangun permintaan sebuah produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang kuat, dan memberikan penguatan yang positif. Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut konsumen tentang suatu hal. Melalui tindakan dan belajar konsumen mendapatkan keyakinan dan sikap, keduanya mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Keyakinan mungkin berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan (faith). Keyakinan konsumen akan membentuk citra produk dan merek, serta konsumen akan bertindak berdasarkan citra tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Sebaiknya perusahaan menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada dari pada berusaha untuk mengubah sikap konsumen, karena untuk merubah sikap dibutuhkan biaya yang besar (Kotler, 2003). Selain faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, faktor bauran pemasaran (marketing mix) juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian oleh konsumen. Hal ini sependapat dengan Sudarmo (1994), bahwa proses pemasaran adalah proses tentang bagaimana pengusaha dapat mempengaruhi konsumen agar para konsumen tersebut tahu, senang lalu membeli produk mereka. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan tindakan-tindakan yang terdiri dari 4 macam, yaitu tindakan mengenai: produk, harga, promosi, dan distribusi. Hal ini lebih dikenal sebagi bauran pemasaran atau marketing mix. Yang oleh Santon (Swastha dan Handoko, 2000) didefinisikan sebagai kombinasi dari empat variabel atau kegiatan. Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh berbagai stimulus sebagai rangsangan pemasaran dari empat P: product, price, place and promotion. Rangsangan alain mencakup kekuatan dan peristiwa besar dalam lingkungan pembeli: teknologi, politik dan Budaya. Selain itu pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Dalam kegiatan membeli seorang konsumen akan memandang suatu produk dari beberapa sudut. Pandangan konsumen terhadap suatu produk tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
keadaan konsumen. Inilah yang disebut dengan tahap tahap proses membeli. Pada umumnya tahap tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli adalah sebagai berikut (Kotler dan Amstrong, 2001): Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan membeli
Pasca pembelian
Sumber: Kotler dan Amstrong, 2001 Gambar 2.3. Proses Keputusan Pembelian a. Pengenalan Kebutuhan (Need Recognition) Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan, di mana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal kalau kebutuhan normal sekarang (misalnya: lapar, haus, seks) muncul ketingkat yang cukup tinggi (dominan) untuk menjadi dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan eksternal seperti pengaruh iklan, promosi, hiasan, etalase toko, dan program program pemasaran lainnya. b. Pencarian Informasi (Information Search) Pada tahap ini, seorang konsumen akan mengalami perhatian yang meningkat sepert menjadi semakin peka terhadap informasi secara aktif, yaitu dengan mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengumpulkan informasi dengan cara lain. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber, sumber ini termasuk: (a) sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan, (b) sumber komersil: iklan wiraniaga, agen, kemasan, pajangan, (c) sumber publik: media massa, organisasi
Universitas Sumatera Utara
penilai konsumen, (d) sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan, menggunakan produk. c. Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternatives) Terdapat lima konsep dasar tertentu yang menjelaskan proses evaluasi konsumen, yaitu: (a) sifat sifat produk, apa yang menjadi ciri-ciri khusus dan perhatian konsumen terhadap produk tersebut, (b) Tingkat arti penting dari ciri-ciri produk yang diberikan oleh konsumen menurut kebutuhan dan keinginan unit masing-masing, (c) keyakinan konsumen terhadap sebuah merek, (d) fungsi kemanfaatan, yaitu bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan yang diperoleh dari produk dengan tingkat alternatif yang berbeda-beda, (e) bagaimana prosedur penilaian yang dilakukan konsumen dari banyaknya ciri produk. d. Keputusan Membeli (Purchase Decision) Penilaian terhadap keputusan membeli didahului oleh maksud keputusan membeli, artinya apa yang menyebabkan maksud untuk membeli tersebut. Ada dua faktor penyebab, yaitu: (a) sikap orang lain: keputusan membeli itu banyak dipengaruhi oleh teman teman, tetangga, atau orang yang ia percayai, (b) faktorfaktor situasi yang tidak terduga seperti faktor harga, pendapatan keluarga, dan keuntungan yang diharapkan dari produk tersebut. e. Pasca Pembelian Keputusan pasca pembelian ialah keputusan pembeli setelah ia membeli produk tersebut, tindakan tindakan pasca pembelian, bagaimana tindak lanjut yang akan dilakukan konsumen atas tingkat kepuasan atau ketidakpuasannya terhadap
Universitas Sumatera Utara
suatu produk, penggunaan dan pembuangan pasca pembelian, pemasar akan selalu memonitor bagaimana pembeli menggunakan dan memanfaatkan suatu produk. Jika konsumen mempertimbangkan penggunaan produk baru, maka pemasar harus segera meresponnya dengan cepat. Teori tentang Kebutuhan Konsumen terhadap Layanan Saluran Distribusi Titik tolak yang penting dipahami dalam mendisain sistem saluran distribusi adalah target pasar yang ingin dilayani, apakah pasar industrial, pelanggan, lembaga, rumah tangga, atau pasar pelanggan tertentu. Disain saluran dan seleksi anggaota saluran tidak akan berarti jika mereka tidak didudukkan sesuai layanan yang diinginkan target pasar. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai apa yang dibutuhkan pembeli, di mana mereka membeli, mengapa mereka membeli dari outlet tertentu, kapan mereka membeli, dan bagaimana mereka membeli adalah sangat penting dalam menentukan cara yang paling efektif dan paling menguntungkan untuk menjangkau mereka, dengan kata lain, ragam layanan yang diinginkan target pasar dan layanan macam apa yang mampu ditawarkan oleh lembaga-lembaga saluran merupakan dua hal penting dalam merancang sistem saluran distribusi. Menurut Stern (2005), terdapat empat hasil layanan yang diberikan saluran distribusi yaitu locational convenience, lot size, Delivery Time, product variety, dan Supporting Services. 1. locational
convenience
(kenyamanan
tempat).
Kenyamanan
tempat
menyatakan tentang tingkat kemudahan yang disediakan saluran distribusi
Universitas Sumatera Utara
bagi pelanggan untuk membeli produk, termasuk kemudahan untuk memperbaiki produk jika diperlukan. 2. Lot size (ukuran lot), Ukuran lot menyatakan tentang jumlah unit yang diperkenankan, saluran distribusi bagi pelanggan untuk membeli setiap kali pembelian. Dalam hal ini perlu disediakan saluran distribusi yang berbeda untuk membeli setiap kali pembelian, dalam hal ini perlu disediakan saluran distribusi yang berbeda untuk pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga, hendaknya juga diingat bahwa semakin kecil ukuran lot, semakin besar tingkat pelayanan yang harus disediakan oleh suatu saluran distribusi 3. Waiting time (waktu menunggu). Waktu menunggu menyatakan tentang berapa lama waktu tunggu pelanggan saluran distribusi untuk menerima produk yang dibeli, biasanya pelanggan menginginkan pengiriman yang cepat, dan tentunya hal ini akan membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih besar. 4. Product variety (variasi produk). Variasi produk mengemukakan tentang luasnya keanekaragaman pilihan produk yang disediakan saluran pemasaran supaya pelanggan dapat lebih memenuhi kebutuhannya, hal ini didorong oleh adanya kebiasaan bahwa pembeli lebih suka membeli dari penjual yang menyediakan variasi produk yang lebih luas. 5. Supporting services (layanan pendukung). Pelayanan pendukung menyatakan tentang tambahan pelayanan yang disediakan oleh saluran pemasaran untuk pelanggan, seperti: kredit, pengangkutan, informasi, instalasi, perbaikan dll.
Universitas Sumatera Utara