BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.
Penelitian Terdahulu Pillay (2006) melakukan penelitian yang berjudul ” The Internal And External
Environment For Small Business Growth In Pietermaritzburg.”
Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti apakah faktor lingkungan internal yang terdiri dari tingkat pendidikan dan pelatihan pemilik, jenis kelamin, etnis, aktivitas bisnis, status usaha, dan sumber modal, perekrutan karyawan, kemampuan manajerial, dan pengetahuan keuangan dan faktor eksternal yang terdiri dari perkembangan ekonomi, pajak, hukum, teknologi, kompetisi, dukungan pemerintah, dan tingkat kejahatan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha kecil di Pietermaritzburg. Hasil penelitian Pillay (2006) menunjukkan faktor internal yang menghambat pertumbuhan usaha kecil adalah sumber modal, pengetahuan keuangan, perekrutan karyawan, dan kemampuan manajerial. Faktor eksternal yang menghambat pertumbuhan usaha kecil adalah keadaan ekonomi, pajak, peraturan dan hukum, teknologi, dan tingkat kejahatan. Munizu (2010) melakukan penelitian berjudul Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis faktor faktor eksternal (kebijakan pemerintah, sosial ekonomi, dan budaya) yang mempengaruhi faktor internal Usaha Mikro dan Kecil (UMK) (2) untuk menganalisis pengaruh faktor eksternal (kebijakan pemerintah, sosial ekonomi, dan
budaya) terhadap kinerja
Universitas Sumatera Utara
Usaha Mikro dan Kecil (UMK), (3) untuk menganalisis pengaruh faktor internal (SDM, Keuangan, teknik produksi, dan operasi, dan aspek pasar atau pemasaran) terhadap kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Makassar dan kota Pare-Pare. Total responden sebanyak 300 pengusaha dibagi atas secara proporsional kota Makassar 150 responden; dan kota Pare-Pare 150 responden. Tehnik pengambilan sampel digunakan simple random sampling. Data dianalisis secara deskriptif dengan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan (1) faktor eksternal (kebijakan pemerintah, sosial ekonomi, dan budaya) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap faktor internal Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan kontribusi 0,980 (98%); (2) faktor eksternal (kebijakan pemerintah, sosial ekonomi, dan
budaya) memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebesar 0,254 (25,4%); dan (3) Faktor Internal (SDM, Keuangan, teknik produksi, dan operasi, dan aspek pasar atau pemasaran) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 0,792 (79,2%) Berdasarkan hasil penelitian Pillay (2006) dan Munizu (2010) terdapat beberapa faktor baik internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan dari usaha
kecil
dan
menengah.
Faktor-faktor
tersebut
masih
secara
umum
pembahasannya, dalam tesis ini akan lebih spesifik pembahasan mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja usaha kecil. Faktor internal yang akan diteliti adalah Modal, Pemasaran dan SDM sedangkan faktor eksternal yaitu akses modal dan kebijakan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Lingkungan Bisnis Internal dan Eksternal Lingkungan bisnis merupakan lingkungan yang dihadapi organisasi dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan bisnis (perusahaan). Aktivitas keseharian organisasi mencakup interaksi dengan lingkungan kerja. Hal ini termasuk hubungannya dengan pelanggan, supliers, serikat dagang dan pemegang saham. Lingkungan bisnis berperan dalam mempengaruhi penetapan strategi organisasi. Lingkungan organisasi dapat dibedakan atas lingkungan internal (internal environment) dan lingkungan eksternal (external environment) (Wheleen dan Hunger, dalam Kuncoro, 2006). Lingkungan internal terdiri dari struktur (structure), budaya (culture), sumber daya (resources).
Lingkungan internal perlu dianalisis untuk
mengetahui kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) yang ada dalam perusahaan. Struktur adalah bagaimana perusahaan diorganisasikan yang berkenaan dengan komunikasi, wewenang dan arus kerja. Struktur sering juga disebut rantai perintah dan digambarkan secara grafis dengan menggunakan bagan organisasi. Budaya merupakan pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Norma-norma organisasi secara khusus memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima anggota dari manajemen puncak sampai karyawan operatif.
Sumber daya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi
produksi barang dan jasa organisasi. Aset ini dapat meliputi sumber modal, kemampuan manajerial, SDM, pengetahuan keuangan, produksi, teknologi, kemampuan, dan bakat manajerial seperti aset keuangan dan fasilitas perusahaan dalam wilayah fungsional.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar organisasi dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan (opportunities) dan ancaman (threath) yang
akan
dihadapi
perusahaan.
Terdapat
dua
perspektif
untuk
meng-
konseptualisasikan lingkungan eksternal. Heizer dan Render dalam Kuncoro, (2006) menyatakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan eksternal adalah kondisi perekonomian, budaya, , demografi, dan peraturan pemerintah. Lain halnya dengan Bourgeois (dalam Kuncoro, 2006) yang mengatakan bahwa lingkungan eksternal dipengaruhi oleh konsumen, pesaing, pemasok,dan peraturan pemerintah.
2.2.2
Kinerja Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996 dalam Srimindarti, 2004). Menurut Mulyadi (2001), kinerja adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan saat mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut. Pengukuran kinerja mempunyai tujuan pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi
Universitas Sumatera Utara
dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Menurut Mulyadi (2001), manfaat sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, pemberhentian dan mutasi. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Munculnya berbagai paradigma baru di mana bisnis harus digerakkan oleh konsumen-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono, 2002): 1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan; 2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, mengggunakan ukuran-ukuran kinerja yang konsumen-validated; 3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif;
Universitas Sumatera Utara
4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang mempunyai kemungkinan untuk diperbaiki.
2.2.3. Pengukuran Kinerja dengan menggunakan 4 (Empat) perspektif dalam Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton dalam Mulyadi (2001), Balanced Scorecard merupakan alat pengukur kinerja yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Sementara itu Anthony, Banker, Kaplan, dan Young dalam Yuwono (2002) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai: “a measurement and management system that views a business unit’s performance from four perspectives: financial, customer, internal business process, and learning and growth.” Balanced Scorecard merupakan suatu alat pengukur kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan. Adapun kinerja yang dilihat baik secara keuangan maupun nonkeuangan dengan menggunakan empat perspektif yaitu, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Pendekatan Balance Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok, yaitu (Kaplan dan Norton, dalam Mulyadi, 2001): 1. Bagaimana penampilan perusahaan ? (perspektif keuangan) 2. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan)
Universitas Sumatera Utara
3. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (perspektif bisnis internal) 4. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan? (perspektif pertumbuhan dan pembelajaran) Balanced Scorecard memberikan kerangka berpikir untuk menjabarkan strategi perusahaan ke dalam segi operasional. Kaplan dan Norton dalam Mulyadi (2001) mengatakan bahwa perusahaan menggunakan focus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen, meliputi : 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi 2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis 4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis Dengan Balanced Scorecard, tujuan suatu perusahaan tidak hanya dinyatakan dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran dimana perusahaan tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada pada saat ini dan akan datang, dan bagaimana perusahaan tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang. Dengan penggunaan Balanced Scorecard
diharapkan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan non
keuangan dapat menjadi bagian dari sistem informasi bagi seluruh pegawai dan tingkatan dalam organisasi. Saat ini Balance Scorecard tidak lagi dianggap sebagai pengukur kinerja, namun telah menjadi sebuah kerangka berpikir dalam pengembangan strategi.
Universitas Sumatera Utara
Balanced
Scorecard
memiliki
keunggulan
yang
menjadikan
sistem
manajemen strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam manajemen tradisional (Mulyadi, 2001). Manajemen strategik tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan berbagai sasaran strategik dalam sistem manajemen strategic kontemporer dirumuskan secara koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard menjadikan sistem manajemen strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan. Menurut Mulyadi (2001), keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategic adalah mampu menghasilkan rencana strategic yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Komprehensif. Balanced Scorecard menambahkan perspektif yang ada dalam perencanaan stratejik, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategis ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut: a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang, b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
2. Koheren.
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun
hubungan sebab akibat di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategis yang
menghasilkan sasaran
strategik
yang
koheren akan menjanjikan
pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kekoherenan sasaran strategis yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif. 3. Seimbang.
Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Jadi perlu diperlihatkan garis keseimbangan yang harus diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategic di keempat perspektif. 4. Terukur. Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Semua sasaran strategik ditentukan oleh ukurannya, baik untuk sasaran strategik di perspektif keuangan maupun sasaran strategik di
Universitas Sumatera Utara
perspektif nonkeuangan. Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran- sasaran strategik di perspektif nonkeuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
2.2.3.1 Mengukur Kinerja Perpektif Keuangan Pendekatan perspektitif keuangan dalam Balance Scorecard merupakan hal yang sangat penting, hal ini disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekwensi dari suatu keputusan ekonomi
yang diambil dari suatu tindakan
ekonomi. Ukuran keuangan ini menunjukan adanya perencanaan, implementasi, serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang diperoleh, seperti contohnya Profit margin, Return on investment, Economic value added. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategi-strategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif keuangan, terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan. Pertama, pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki suatu organisasi bisnis. Kedua, penurunan biaya dan peningkatan produktivitas. Ketiga adalah penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masingmasing tahap siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton, dalam Mulyadi (2001) dibedakan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
1. Growth (Perkembangan). Growth merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan
fasilitas
produksi,
menambah
kemampuan
operasi,
mengembangkan sistem infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global. Sasaran keuangan dari bisnis pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan revenue atau penjualan dalam pasar yang ditergetkan. 2. Sustain Stage (Bertahan), Sustain stage merupakan tahap kedua, yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan
berusaha
mempertahankan
pangsa
pasar
yang
ada
dan
mengembangkannya apabila mungkin. Secra konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi jangka panjang. Sasaran keuangan pada tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. 3. Harvest (Panen). Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.2 Mengukur Kinerja Perpektif Pelanggan Keberhasilan perusahaan tidak lepas dari pandangan dan persepsi pelanggan. Balance Scorecard mengidentifikasi tujuan dan faktor-faktor yang dibutuhkan pelanggan pada saat sekarang maupun antisipasi di masa yang akan datang. Dari aspek pelanggan perusahaan biasanya menggunakan dua set pengukur: core measurement dan performance drivers. Core measurement group, yaitu tolok ukur kinerja inti yang saling terkait, meliputi: 1. Pangsa pasar (market share). Pangsa pasar yang digunakan untuk mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh pelanggan. 2. Penarikan pelanggan baru (customer acquisition), digunakan untuk mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan baru. 3. Pertumbuhan bisnis dari pelanggan lama (retension), digunakan untuk mengukur kemampuan mempertahankan pelanggan lama. Customer retension yang mengukur seberapa banyak perusahaan mempertahankan pelanggan lama. 4. Kepuasan nasabah (customer satisfaction), digunakan untuk mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap pelayanan perusahaan. 5. Customer value proposition adalah tolok ukur penunjang (performance driven) yang berkaitan dengan (1) atribut-atribut dari produk dan jasa, seperti harga, tingkat kegunaan, mutu produk, tingkat penyampaian produk, (2) hubungan baik dengan pelanggan (customer relationship), misal tingkat fleksibilitas perusahaan, tingkat ketersediaan produk, penampilan fisik gedung dan pekerja, (3) citra/ image perusahaan di mata pelanggan dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan pelanggan akan menjadikan pelanggan loyal tehadap perusahaan dan tetap bertahan sebagai pelanggan. Di samping itu pelanggan yang puas merupakan sarana promosi untuk menarik pelanggan baru dan meningkatkan profitabilitas. Mempertahankan pelanggan lama dan penarikan pelanggan baru akan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan pangsa pasar.
2.2.3.3 Mengukur Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton dalam Mulyadi (2001), dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting, dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: 1. Inovasi (inovation). Inovasi yang dilakukan perusahaan biasanya dilaksanakan oleh bagian riset dan pengembangannya, dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. 2. Proses operasi (operation). Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan operasional adalah proses pembuatan produk/ jasa dan proses penyampaian produk/jasa kepada pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran dalam proses pembuatan produk/ jasa dengan mengukur kualitas hasil, efisiensi biaya dan efektivitas waktu. 3. Proses layanan pasca jual. Pada tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah membeli produknya dalam bentuk berbagai layanan pasca transaksi.
2.2.3.4. Mengukur Kinerja Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk di dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa, perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong
perusahaan
menjadi
sebuah
organisasi
pembelajar
(learning
organization). Menurut Kaplan dan Norton, learning lebih dari sekedar training karena pembelajaran meliputi pula proses mentoring dan tutoring, seperti kemudahan dalam komunikasi di segenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Dalam perspektif ini, perusahaan menggunakan tolok ukur:
Universitas Sumatera Utara
employee
capabilities,
information
system
capabilities,
dan
motivation,
empowerment, and alignment (Yuwono, 2003) dengan penjelasan : 1. Employee Capabilities. Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajemen selama lima belas tahun terakhir ini adalah peran para pegawai di organisasi. Faktanya, tak ada yang lebih baik bagi transformasi revolusioner dari pemikiran era industri ke era informasi daripada filosofi manajemen baru, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi re-skilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Information System Capabilities.
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan
keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informast-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaikbaiknya. 3. Motivation, empowerment, and alignment. Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba untuk dikenali, tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Sudah tentu upaya itu perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentu, itu semua tetap dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan organisasi. Kaplan dan Norton dalam Mulyadi (2001) menyatakan bahwa ada tiga ukuran utama yang berlaku umum dalam tolok ukur kapabilitas pekerja (employee capabilities), yaitu kepuasan pekerja, retensi pekerja, dan produktivitas pekerja. Dalam hal ini, kepuasan pekerja dipandang sebagai pendorong bagi kedua pengukuran lainnya. Pengukuran atas tiga ukuran utama tersebut akan dapat memberikan kerangka kerja yang diperlukan perusahaan dalam mencapai hasil yang diinginkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menuju pencapaian tujuan strategis perusahaan. Mulyadi (2001) menyatakan bahwa ada dua sasaran strategis dalam perspektif ini yang perlu diwujudkan: kapabilitas karyawan dan komitmen karyawan. Untuk mengukur hasil pencapaiannya, terdapat berbagai ukuran hasil, yaitu: 1. Kapabilitas karyawan. Kapabilitas karyawan dapat diukur pada tingkat individual dan pada tingkat kelompok secara kuantitatif maupun kuantitatif: a. individual Assessment 1) Quantitative Individual Measures, dengan contohnya adalah indeks kinerja tertimbang (weighted performance index) dengan mengukur peringkat kapabilitas karyawan dengan menggunakan skala nilai. 2) Qualitative Individual Measures, contohnya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan secara kuaiitatif untuk mendapat jawaban secara
Universitas Sumatera Utara
kuaiitatif juga untuk mengukur kapabilitas karyawan dalam perusahaan, misalnya apakah perusahaan akan mengalami kerugian bila karyawan tersebut meninggalkan perusahaan, atau seberapa besar kemampuan karyawan untuk menghasilkan business results. b. Collective Assesment, terdiri atas: 1) Quantitative Collective Measures, contoh ukurannya adalah indeks kepuasan karyawan, persentase biaya pelatihan dan pengembangan karyawan, serta tahun pengalaman dalam profesi. 2) Qualitative Collective Measures, contohnya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: keterampilan karyawan apa yang dinilai tertinggi oleh pelanggan, keterampilan apa yang dicari dari calon karyawan, dan keterampilan apa yang karyawan peroleh dari manajer. 2. Komitmen karyawan, dalam membangun komitmen karyawan, ada tiga sasaran strategis yang harus diwujudkan, yaitu: work force productivity, iklim organisasi, dan retensi karyawan. Produktivitas Kerja adalah suatu ukuran hasil, adapun tujuannya adalah untuk membandingkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkannya.
Untuk mendukung produktivitas tersebut,
perusahaan perlu menilai kemampuan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan yang penting, serta memiliki informasi yang strategis bagi perusahaan. Ukuran atas kedua hal tersebut ditentukan dengan pengukuran rasio penyelesaian kerja strategis dan rasio ketersediaan informasi strategis (Muliadi 2001).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan retensi pekerja/karyawan adalah untuk mempertahankan selama mungkin para karyawan yang diminati perusahaan. Sementara kepuasan karyawan merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan. Untuk mendukung retensi karyawan dan kepuasan karyawan, perlu dilakukan proses perputaran karyawan atau jalur karir yang baik dan transparan, serta perlu dilakukan pengukuran atas kepuasan pelanggan.
2.2.4. Pengertian Umum Usaha Kecil di Indonesia Negara negara di dunia mengklasifikasikan jenis usaha untuk memudahkan statistik ekonomi, administrasi dan sistem perpajakan, serta bentuk dukungan dan promosi khusus (untuk usaha tertentu). Hingga saat ini tidak ada rumusan yang baku tentang usaha, kecil dan menengah sehingga definisi yang ada bervariasi menurut konteks dan tujuan penggunaan, akan tetapi secara umum didasarkan pada ukuran tenaga kerja, omset penjualan, nilai asset atau struktur kepemilikan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan: 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
Universitas Sumatera Utara
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Menurut Pasal 6 UU No 20 tahun 2008, kriteria UMKM adalah: 1. Usaha Mikro memiliki kriteria (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil adalah (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria Usaha Menengah adalah (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
Universitas Sumatera Utara
(dua
milyar
lima
ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Pasal 4 Undang-Undang No 20 tahun 2008 menjelaskan prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk: 1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri 2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan 3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 4. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
Pasal 5 Undang-undang No 20 Tahun 2008 menyebutkan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah: 1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan 2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri 3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
Definisi usaha kecil dan menengah berdasarkan jumlah pekerja (menurut Badan Pusat Statistik) yang diklasifikasikan menjadi: 1. Usaha kerajinan rumah tangga atau Industri dan Dagang Mikro (ID-Mikro) yang mempekerjakan antar 1 – 4 orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar) 2. Usaha Kecil atau Industri dan Dagang Kecil (ID-Kecil) yang menggunakan tenaga kerja antara 5 – 19 orang 3. Usaha Menengah atau Industri dan Dagang Menengah (ID-Menengah) yang menggunakan tenaga kerja antara 20 – 99 orang, dan 4. Usaha Besar atau Industri dan Dagang Besar (ID-Besar) yang menggunakan tenaga kerja lebih dari 100 orang Pendekatan yang berbeda dalam merumuskan Usaha Kecil dan Menengah tidak menggunakan ukuran ukuran kuantitatif (menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia) meliputi industri pangan (makanan, minuman, dan tembakau), industri kimia dan bahan bangunan (kertas, percetakan, penerbitan, produk karet dan plastik), dan industri logam (mesin, alat alat IPTEK, dan produk logam).
Ciri utama klasifikasi ini adalah agar usaha kecil dapat memperoleh
kesempatan pemerataan teknologi menengah dan sederhana serta dapat menyerap tenaga kerja yang besardalam bentuk kegiatan industri industri yang bersifat padat karya. Sedangkan kelompok usaha lainnya adalah: 1. Industri dasar, misalnya industri mesin pertanian, elektronik, kereta api, kapal terbang, kenderaan bermotor, baja, aluminium, tembaga, industri kimia dasar, semen, pupuk, dan batubara)
Universitas Sumatera Utara
2. Industri hilir (aneka industri), misalnya industri pertambangan dan aneka produk hasil pengelolaan sumber daya alam dan pertanian. Dua kelompok terakhir ini dibedakan dengan kelompok Industri Kecil, khususnya dalam penyerapan tenaga kerja, permodalan dan penggunaan teknologi sekaligus lebih bersifat padat modal dan teknologi tinggi dengan serapan tenaga kerja yang relatif amat sedikit, karena pada umunya memerlukan keahlian yang tinggi dibanding dengan Industri Kecil Asian Development Bank, GFA Management, Swiss Contact (2001) dalam rekomendasinya kepada pemerintah RI menyarankan definisi tentang usaha mikro, kecil dan menengah didasarkan kepada kriteri jumlah tenaga kerja dan omset penjualan, antara lain: 1. Usaha Mikro memiliki 1 – 9 pekerja 2. Usaha Kecil memiliki 10 – 50 pekerja dan omset hingga Rp 3.000.000.000 3. Usaha Menengah memiliki 51 – 250 pekerja dengan omset hingga 15.000.000.000. Usulan tersebut tidak memasukkan aset sebagai kriteria karena masalah praktis dalam soal penafsirannya.
2.2.5. Pembiayaan Ventura Perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal pada suatu Perusahaan Pasangan Usaha (PPU/Investee company) untuk jangka waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Pembiayaan oleh Modal Ventura (MV) adalah pembiayaan dalam bentuk penyertan modal (investasi) ke dalam Perusahan Pasangan Usaha (PPU) untuk jangka waktu tertentu, tidak permanen. Munculnya konsep pembiayaan dengan modal ventura diawali antara tahun 1920-1930 pada saat keluarga keluarga kaya di Amerika Serikat seperti Ford, Rockefeller, Payson dan lain lain membentuk suatu pendanaan. Pendanaan ini diarahkan untuk menolong usaha-usaha individu yang sedang mengalami kesulitan modal dalam suatu kegiatan investasi, yang potensial, dan kegiatan ini terus menerus berkembang ke seluruh dunia termasuk di Indonesia yang dikenal sebagai usaha modal ventura. Penyertaan modal sudah dikenal serta dilakukan oleh investor sejak zaman dahulu, Georges Doriot dikenal sebagai penemu dari industri modal ventura. Pada tahun 1946, Doriot mendirikan American Research and Development Corporation (AR&D), dimana investasinya pada perusahaan Digital Equipment Corporation adalah merupakan sukses terbesar. Pada Tahun 1968 sewaktu Digital Equipment melakukan penawaran sahamnya kepada publik, dan ini memberikan imbal hasil investasi (return on investment-ROI) sebesar 101% kepada AR&D. Investasi ARD's yang senilai $70.000 USD pada Digital Equipment Corporation pada tahun 1957 tersebut telah bertumbuh nilainya menjadi $355 juta USD. Modal ventura yang pertama kali adalah investasi yang dilakukan pada tahun 1959 oleh Venrock Associates pada perusahaan Fairchild Semiconductor. Awal mula tumbuhnya industri modal ventura ini adalah dengan diterbitkannya Undangundang investasi usaha kecil (Small Business Investment Act) di Amerika pada tahun 1958 dimana secara resmi diperbolehkannya Kantor Pendaftaran Usaha Kecil (Small
Universitas Sumatera Utara
Business Administration (SBA)) untuk mendaftarkan perusahaan modal kecil untuk membantu pembiayaan dan permodalan dari usaha wiraswasta di Amerika. Modal ventura merupakan suatu investasi dalam bentuk pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta sebagai pasangan usaha untuk jangka waktu tertentu.(wikipedia.org, 2011) Pada umumnya investasi ini dilakukan dalam bentuk penyerahan modal secara tunai yang ditujukan dengan sejumlah saham pada perusahaan pasangan usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi namun memberikan imbal hasil yang tinggi pula. Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura. Modal ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi tersebut.
Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal
ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan modal ventura pada dasarnya merupakan perusahaan yang menjalankan usaha untuk mencari keuntungan dengan cara melakukan penyertaan modal kedalam perusahaan lain. Dalam melakukan penyertaan modal tersebut, perusahaan modal ventura turut serta secara aktif dalam mengelola manajemen perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan cara pemberian pinjaman yang diberikan, Modal Ventura dapat dibedakan menjadi: 1. Single tier approach.
Pendekatan ini menempatkan sebuah Perusahaan Modal
Ventura dalam dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai pemberi bantuan pembiayaan (fund company) dan juga sebagai pemberi bantuan manajemen atau pengelolaan dana (management company). 2. Two tier approach. Pendekatan ini memungkinkan sebuah Perusahaan Pasangan Usaha untuk menerima bantuan pembiayaan dan bantuan manajeman dari Perusahaan Modal Ventura yang berbeda. Berdasarkan cara Penghimpunan dan Jika ditinjau dari cara penghimpunan dananya modal ventura dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Leverage Venture Capital. Modal ventura yang bersumber dari suatu Perusahaan Modal Ventura dengan sebagian besar penghimpunan dananya dalam bentuk pinjaman dari berbagai macam pihak disebut leverage venture capital. 2. Equity Venture Capital Modal Ventura yang bersumber dari suatu Perusahaan Modal Ventura dengan sebagian besar penghimpunan dananya dalam bentuk modal sendiri dalam berbagai bentuk disebut equity venture capital.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria pembiayaan yang dilakukan perusahaan ventura adalah sebagai berikut (SK Men Keu, No : 125/KMK.013/1988 Jo. SK No : 468/KMK.017/1995): 1. Perusahaan yang berusaha dalam pasar yang sedang tumbuh dan bersifat inovatif, serta mempunyai potensi untuk berkembang dimasa akan datang. 2. Perusahaan yang ingin melakukan ekspansi usaha, namun karena beberapa keterbatasannya belum dapat menghimpun dana/melakukan pinjaman kepada perbankan 3. Perusahaan yang telah memiliki pangsa pasar yang baik, namun perlu mengganti fasilitas produksi agar menjadi lebih canggih untuk memenuhi tuntutan kualitas yang lebih baik, namun perlu mengganti kualitas yang lebih baik 4. Perusahaan yang ingin melakukan restrukturisasi hutang-hutangnya dan posisinya sudah sangat mengganggu tingkat kesehatan perusahaan tersebut.
2.2.6. Modal Pengertian modal menurut Schwiedland dalam Riyanto (2001) “ Modal itu meliputi baik modal dalam bentuk uang (geld capital), maupun dalam bentuk barang (sach capital), misalnya mesin, barang-barang dagangan, dan lain lain” Meij dalam Riyanto (2001) mengartikan modal sebagai “kolektivitas dari barang-barang modal” yang terdapat dalam neraca sebelah debet, sedang yang dimaksud barang-barang modal adalah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifnya untuk membentuk pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
Polak dalam Riyanto (2001) mengartikan modal sebagai kekuasaan untuk menggunakan barang-barang modal, dengan demikian modal adalah yang terdapat dalam neraca sebelah kredit. Adapun yang dimaksud barang-barang modal adalah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan, jadi yang terdapat di neraca sebelah debet. Pada neraca terdapat 2 gambaran modal, yaitu modal yang menunjukkan bentuknya yaitu modal aktif dan modal yang menunjukkan sumbernya, yaitu modal pasif. Dalam modal aktif, berdasarkan cara dan lamanya perputaran modal aktif dapat dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar ialah aktiva yang habis dalam satu kali berputar dalam proses produksi, dan proses perputarannya adalah dalam jangka waktu yang pendek. Aktiva lancar dapat merupakan modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan usahanya sehari-hari. Sedangkan aktiva tetap ialah aktiva yang tahan lama yang tidak atau secara berangsur-angsur habis turut serta dalam proses produksi. Berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan, dapatlah modal aktif dibedakan menjadi modal kerja (working capital assets) dan modal tetap (fixed capital assets). Pengertian modal kerja dimaksudkan sebagai jumlah keseluruhan aktiva lancar. Perbedaan fungsional antara modal kerja dengan modal tetap, ialah dalam artian bahwa. (Riyanto, 2001) 1. Jumlah modal kerja adalah lebih flexibel. Jumlah modal kerja dapat lebih mudah diperbesar atau diperkecil, disesuaikan dengan kebutuhannya. Sedangkan modal tetap, sekali dibeli tidak mudah dikurangi atau diperkecil.
Universitas Sumatera Utara
2. Susunan modal kerja adalah relatif variabel. Elemen-elemen modal kerja akan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan, sedangkan modal tetap adalah relatif permanen dalam jangka waktu tertentu, karena elemen-elemen dari modal tetap tidak segera mengalami perubahan-perubahan. 3. Modal kerja mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan modal tetap mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang panjang. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya sehari-hari, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam jangka waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya.
Beberapa konsep pengertian modal kerja dibedakan menjadi : 1. Konsep Kuantitatif. Modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital). 2. Konsep Kualitatif. Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas utang lancarnya (net working capital). 3. Konsep Fungsional. Dalam konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Pemasaran Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi. Banyak ahli yang telah memberikan definisi atas pemasaran ini. Definisi yang diberikan sering berbeda antara ahli yang satu dengan ahli yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan para ahli tersebut dalam memandang dan meninjau pemasaran. Dalam kegiatan pemasaran ini, aktivitas pertukaran merupakan hal sentral. Pertukaran merupakan kegiatan pemasaran dimana seseorang berusaha menawarkan sejumlah barang atau jasa dengan sejumlah nilai keberbagai macam kelompok social untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasaran sebagai kegiatan manusia diarahkan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Definisi yangpaling sesuai dengan tujuan tersebut adalah : Pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan prosuk yang bernilai kepada pihak lain (Kotler, 2003) Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands). Manusia harus menemukan kebutuhannya terlebih dahulu, sebelum ia memenuhinya. Usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
cara mengadakan suatu hubungan. Dengan demikian pemasaran bia juga diartikan suatu usaha untuk memuaskan kebutuhan pembeli dan penjual Ada tiga ketetapan pokok yang mendasari konsep pemasaran (Stanton, 2002): 1. Semua operasi dan perencanaan perusahaan harus berorientasi kepada konsumen. 2. Sasaran perusahaan harus volume penjualan yang menghasilkan laba. Jadi bukan demi kepentingan volume itu sendiri. 3. Semua kegiatan pemasaran di sebuah perusahaan harus dikoordinasi secara organisatoris.
2.2.8. Sumber Daya Manusia (SDM) Menurut Hasibuan (2007) SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. SDM dalam sebuah organisasi merupakan asset penting yang sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Untuk menghasilkan SDM yang efektif dan tepat guna, maka diperlukan satuan kerja yang mempunyai fungsi khusus dalam melaksanakan berbagai kerja dan mengambil berbagai langkah dalam manajemen SDM. Perencanaan SDM yang baik akan memberikan enam manfaat bagi organisasi yaitu: pertama, organisasi dapat memanfaatkan SDM yang sudah ada dalam organisasi secara lebih baik. Kedua, meningkatkan produktivitaas kerja tenaga yang ada, ketiga, penentuan kebutuhan akan tenaga kerja dimasa depan, baik jumlah dan
Universitas Sumatera Utara
kualifikasinya,
keempat,
menangani
informasi
ketenaga
kerjaan,
kelima,
menimbulkan pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja, keenam, rencana SDM merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang dapat menangani SDM dalam organisasi. SDM atau tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi penting dalam perusahaan. Dalam menjalankan suatu kegiatan industri, tenaga kerja menjadi faktor yang penting agar suatu industri dapat tumbuh dan berkembang. Dari segi jumlah, semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi biasanya akan semakin tinggi pula produksi dari kegiatan tersebut.
2.2.9. Akses modal Akses modal yang dimiliki oleh pengusaha usaha kecil dikota Medan pada penelitian ini adalah berupa
akses untuk mendapatkan tambahan modal guna
menjalankan usahanya. Akses modal dapat berupa pemberian kredit dari pihak lembaga keuangan perbankan mapun lembaga keuangan non-perbankan.
Akses
modal ini merupakan kemudahan yang didapat bagi usaha kecil untuk mendapatkan pinjaman kepada lembaga keuangan. 1. Manfaat kredit bagi usaha kecil, yaitu; a. Sebagai sumber permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dengan kredit, debitur dapat meningkatkan pengadaan barang dagangannya. b. Dengan memperoleh kredit dari lembaga keuangan, maka secara tidak langsung akan meningkatkan keuntungan usaha dengan adanya tambahan
Universitas Sumatera Utara
modal, sehingga debitur dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pelayanan fasilitas lembaga keuangan yang lainnya. c. Lembaga keuangan akan menjaga privasi atau kerahasiaan nasabah. d. Dalam meningkatkan usahanya, maka jangka waktu kedit dapat disesuaiakan dengan kebutuhan. e. Mengurangi tingkat penggunaan kredit rentenir oleh para pengusaha kecil 2. Manfaat kredit bagi lembaga keuangan, antara lain: a. Lembaga keuangan memperoleh pendapatan berupa bunga yang diterima dari debitur, sehingga akan meningkatkan laba bank. b. Dengan menyalurkan kredit, lembaga keuangan sekaligus dapat memasarkan produk-produk pelayanan yang lainnya. c. Lembaga keuangan memperoleh keuntungan dibidang sumber daya manusia khususnya dalam penyaluran pinjaman, sehingga dimasa yang akan datang akan memiliki tenaga – tenaga perkreditan yang berkualitas. 3. Manfaat kredit bagi pemerintah atau negara, antara lain; a. Kredit dari lembaga keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk mendorong laju perekonomian nasional b. Kredit dapat dijadikan alat pengendali moneter. c. Kredit dapat meningktkan lapangan usaha atau pekerjaan. d. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. e. Dapat meningkatkan pendapatan negara malalui pajak dari bunga.
Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat kredit bagi masyarakat luas, antara lain; a. Dengan adanya kredit akan meningkatkan perluasan lapangan kerja sehingga akan mengurangi penganguran. b. Untuk kelompok masyarakat yang memiliki keahlian dan profesi tertentu dapat terlibat dalam proses pemberian kredit, misalnya sebagai konsultan kredit dan lain- lain.
2.2.10. Kebijakan Pemerintah Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum.[1] Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting. Pembahasan mengenai hukum dapat meliputi dua aspek: Aspek keadilan menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak dinamika dan konflik di tengah masyarakat dan Aspek legalitas ini menyangkut apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan Negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama hukum.[2] Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya.
Universitas Sumatera Utara
Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas (board) maupun secara sempit (narrow). Dari kepustakaan kita dapat mengetaui bahwa policy dalam arti luas (board) merupakan, “…a general pattern of decision and action by governmental authorities that are tied together by a common and general goal to which all of the decisions and action are directed”. Sedangkan “policy“ dalam arti sempit (“narrow”) merupakan, “…is a body of principles to guide action. It consists of decisions about the future. It is an authoritative declarations of prescription consisting of: Statutes, An appropriation, A set of rule, An executive order, or A judicial decision reacted by political process. Di samping itu, kebijaksanaan atau kebijakan (“policy”) secara praktikal erat kaitannya dengan hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat (Negara) tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut). Kebijakan pemerintah disini ditinjau dari keberadaan kebijakan pemerintah Indonesia secara umum, maupun Kota Medan secara khusus terhadap kemudahan kepada para pelaku usaha kecil. Beberapa kebijakan pemerintah tersebut diharapkan mampu memberdayakan kemampuan dari usaha kecil yang ada di kota Medan khususnya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Konseptual Pada penelitian ini
faktor-faktor yang diteliti dibatasi pada lingkungan
internal dan lingkungan eksternal, dimana lingkungan internal terdiri dari modal, pemasaran dan SDM, sedangkan lingkungan eksternal terdiri dari akses modal dan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pertumbuhan usaha kecil. Berdasarkan observasi awal terhadap para pelaku usaha kecil khususnya yang menjadi binaan Sumut Ventura di kota Medan, hambatan yang terbesar dialami para pelaku usaha kecil di kota Medan adalah faktor modal kerja. Faktor modal dinilai menjadi faktor yang berpengaruh paling dominan dalam kinerja usaha kecil, karena tidak selamanya modal yang tersedia cukup untuk membiayai usaha perusahaan. Kemudian hambatan berikutnya adalah pemasaran, kualitas SDM, akses permodalan dan bunga murah. Berbagai faktor yang kemungkinan besar mempengaruhi kinerja usaha kecil ini yang akan diteliti di Sumut Ventura. Diharapkan dengan pemberian pinjaman modal dan dampingan yang diberikan oleh Sumut Ventura akan meningkatkan kinerja dari usaha kecil. Kinerja tersebut dapat dilihat dari hasil penjualan, peningkatan pelanggan, peningkatan SDM berkualitas dan peningkatan aset dari usaha kecil setelah menerima pinjaman modal dan dampingan yang diberikan oleh Sumut Ventura dibandingkan dengan hasil sebelum menerima pinjaman dan dampingan. Menurut Wahyudi (2001) ada dua faktor yang membuat analisis lingkungan penting dan harus dilakukan oleh perusahaan : 1. Bahwa perusahaan tidak berdiri sendiri, tetapi berinteraksi dengan bagian bagian dari lingkungannya dan lingkungan itu sendiri berubah setiap saat.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengaruh lingkungan dapat mempengaruhi kinerja dalam sebuah perusahaan. Analisis lingkungan internal dilakukan agar dapat diketahui dan di identifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada di perusahaan, sedangkan dengan dilakukannya analisis lingkungan eksternal perusahaan, dapat digali dan di identifikasikan peluang yang dapat dikembangkan serta ancaman pesaing yang harus disikapi. Dari hasil analisis ini akhirnya dapat digunakan sebagai dasar menyusun perencanaan dan menentukan strategi perusahaan, sehingga perusahaan dapat menempatkan diri pada posisi yang menguntungkan. Posisi ini akan menjadikan perusahaan mampu bersaing dan meningkatkan kinerjanya serta mengembangkan usahanya. Kerangka penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 1.1 dibawah : Gambar 2.1. Kerangka Penelitian LINGKUNGAN INTERNAL: 1. MODAL 2. PEMASARAN 3. SDM KINERJA USAHA KECIL: 1. KEUANGAN 2. PELANGGAN 3. BISNIS INTERNAL 4. PERTUMBUHAN & PEMBELAJARAN LINGKUNGAN EKSTERNAL: 1. AKSES MODAL 2. KEBIJAKAN PEMERINTAH
Sumber: Penelitian Pillay (2006) disesuaikan dengan kondisi Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka Konseptual, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Lingkungan internal usaha kecil terdiri dari modal, pemasaran, SDM, berpengaruh terhadap kinerja usaha kecil di kota Medan. 2. Lingkungan eksternal usaha kecil terdiri dari akses modal, dan kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap kinerja usaha kecil di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara