BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Corporate Governance
2.1.1 Pengertian Corporate Governance Menurut Sutojo dan John Aldridge (2005; 1), kata governance diambil dari kata latin, yaitu gubernance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance yang artinya sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi termasuk perusahaan. Cadbury Comitte dalam Daniri (2005; 7) menjelaskan corporate governance sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan korporasi dengan tujuan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan
dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada shareholders
khususnya dan stakeholders pada umumnya The Indonesia Institute for Corporate Governance – IICG (pengertian corporate governance sebagai: “Merupakan
serangkaian
mekanisme
yang
mengarahkan
dan
mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders) ”.
11
12
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001; 3), pengertian corporate governance adalah : “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan”. Price Waterhouse Coopers (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006; 27) mengemukakan mengenai corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibanding melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan stakeholders”. Pengertian governance menurut Azhar Kasim yang dikutip oleh Imam S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002; 5): “ Governance adalah proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya) dalam suatu negara serta penggunaan sumber daya (alam, keuangan, manusia) dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.” Menurut Bank Dunia (World Bank) yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002; 4), pengertian corporate governance adalah : “Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang, yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan”.
13
Pengertian corporate governance berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 adalah: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Menurut Organization for Economic Co 0peration and Development (OECD) yang dikutip oleh Sutojo dan Aldridge (2005; 2), pengertian corporate governance adalah : “Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participant in the corporation, such as the boards, manager, shareholders, and other stakeholders and spells out the rules and provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”. Menurut OECD pengertian Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
Good Corporate Governance yang baik dapat
memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham serta harus memfasilitasi pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya dengan lebih efisien. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance adalah suatu sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi
14
proses pengendalian usaha yang berjalan secara berkesinambungan (sustainable) untuk meningkatkan nilai perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholder, karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar.
2.1.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD bermaksud untuk membantu anggota dan non anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi, dan pihak lain yang mempuyai peranan dalam proses mengembangkan GCG. Prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002; 9) mencakup : 1. Perlindungan terhadap
hak-hak
pemegang
saham
(the
right
of
shareholders). Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
15
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). 3. Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan (the role of share holders) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. 4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and transparency). Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders) 5. Akuntabilitas dewan komisaris ( The responbilities of the board) Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
2.1.2.1 Transparansi (Transparancy) Menurut Sutedi (2011; 11) transparansi yaitu penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholders. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya.
16
Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas dasar apa keputusan-keputusan tertentu dibuat serta bagaimana suatu perusahaan dikelola. Menurut Iman dan Amin (2002; 16), dalam hal ini, kerangka kerja corporate governance harus memastikan pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Hal-hal yang harus dilaksanakan dalam prinsip transparansi adalah: 1. Pengungkapan mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi yang material : 1)
Hasil keuangan dan operasi.
2)
Tujuan perusahaan.
3)
Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara.
4)
Anggota dewan komisaris (board of directors) dan eksekutif kunci, dan remunerasi mereka.
5) 6)
Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan. Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholder yang lain.
17
2. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akutansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan audit yang bermutu tinggi. 3. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan keyakinan kepada pihak eksternal dan objektivitas atas cara laporan keuangan disusun dan disajikan. 4. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan untuk pemakai. Inti dari prinsip transparansi adalah bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Di samping itu, informasi yang harus diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga harus meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.
2.1.2.2
Akuntabilitas (Accountability) Menurut Sutedi (2011; 11), akuntabilitas yaitu pengelolaan perusahaan
didasarkan pembagian kekuasaan di antara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Menurut Imam S Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002; 7), akuntabilitas merupakan
penciptaan
sistem
pengawasan
yang
efektif
berdasarkan
18
keseimbangan pembagian kekuasaan antara board of commissioners, board of directors, shareholders, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang, treaceable, reseonable) Prinsip akuntabilitas menjelaskan kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan ekonomis. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan wajar dan transparan. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan steakeholder lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
2.1.2.3
Tanggung Jawab (Responsibility) Responsibilitity untuk memastikan perusahaan harus memenuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai perusahaan yang baik.
2.1.2.4 Kemandirian (Independency) Menurut Iman dan Amin (2002; 8), kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi
19
Menurut Zarkasyi (2008; 40), untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip ini memastikan bahwa masing-masing organ perusahaan melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif dan perusahaan dapat terhindar dari berbagai macam masalah dengan begitu aktivitas perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis.
2.1.2.5 Kewajaran ( Fairness) Menurut Daniri (2005; 12), secara sederhana kesetaraan kewajaran sebagai perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Prinsip fairness ini harus menjamin adanya perlakuan yang setara (adil) terhadap semua pihak terkait, terutama pemegang saham minoritas maupun asing.
2.1.3 Manfaat Good Corporate Governance Corporate Governance sebagai suatu sistem bagaimana suatu perusahaan dikelola dan diawasi, pelaksanaan Corporate Governance yang baik diakui dapat membantu mempertahankan perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak
20
menguntungkan. Penerapan Good Corporate Governance banyak memberikan manfaat baik perusahaan maupun pihak lain yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan perusahaan. Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia in Indonesia (FCGI:2001) manfaat dari penerapan good corporate governance adalah : 1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan
corporate
value. 3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan deviden. Khusus bagi BUMN akan dapat membantu bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Manfaat penerapan corporate governance, menurut Iman S Tunggal dan
Amin W Tunggal (2002; 9-10), yaitu: 1. Perbaikan dalam komunikasi. 2. Minimalisasi potensial benturan. 3. Fokus pada strategi-strategi utama. 4. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi. 5. Kesinambungan manfaat (suistanability of benefits).
21
6. Promosi citra korporat (corporate image). 7. Peningkatan kepuasan pelanggan. 8. Perolehan kepercayaan investor. 9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. Dengan pelaksanaan corporate governance yang baik, keputusankeputusan penting perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya Direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih accountable (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat mengembangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang.
2.1.4 Tujuan Good Corporate Governance Tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN berlandaskan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 pasal 4 adalah : 1. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
22
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ. 3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN. 4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional 5. Meningkatkan iklim investasi nasional. 6. Menyukseskan program privatisasi BUMN Tujuan lain dari Good Corporate Governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Secara teoritis, praktik corporate governance dapat meningkatkan nilai (valuation) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor (Emrinaldi, 2007).
2.1.5 Implementasi Good Corporate Governance Keberhasilan implementasi good corporate governance memiliki prasyarat sendiri. Terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, antara lain :
23
1. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya: 1) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamim berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif. 2) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Governance menuju Good Goverment Governance yang sebenarnya. 3) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam bencmark (acuan) 4) Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela. 5) Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan politik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perusahaan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
24
2. Faktor Internal Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain : 1) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan. 2) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG. 3) Manajemen pengendalian resiko perusahaan didasarkan pada kaidahkaidah standar GCG. 4) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu. Menurut IICG ( The Indonesian Institute for Corporate Governance) terdapat 7 dimensi konsep penerapan GCG, yang diambil dari panduan yang telah ditetapkan oleh OECD dan KNKCG. Tujuh dimensi tersebut yaitu: 1. Komitmen terhadap
tata kelola perusahaan-sistem manajemen yang
mendorong anggota perusahaan menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik.
25
2. Tata kelola dewan komisaris-sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi
peran
anggota
dewan
komisaris
dalam
membantu
penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik. 3. Komite-komite
fungsional-sistem
manajemen
yang
memungkinkan
optimalisasi peran komite-komite fungsional dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik. 4. Dewan direksi-sistem manajemen yang memungkikan optimalisasi peran anggota dewan direksi dalam penyelengaraan tata kelola perusahaan yang baik. 5. Transparansi dan akuntabilitas-sistem manajemen yang mendorong adanya pengungkapan informasi yang relevan, akurat, dan dapat dipercaya, tepat waktu, jelas, konsisten dan dapat diperbandingkan tentang kegiatan perusahaan. 6. Perlakuan terhadap pemegang saham-sistem manajemen yang menjamin perlakuan yang setara terhadap pemegang saham dan calon pemegang saham. 7. Peran pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder) sistem manajemen yang dapat meningkatkan peran pihak berkepentingan lainnya.
2.2 Teori Keagenan Menurut Sutedi (2012; 14) untuk memahami corporate governance jalan yang paling dekat adalah memahami teori agensi (agency theory). Teori ini memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agen dengan prinsipal atau prinsipal dengan prinsipal. Menurut Jensen dan Meckling
26
(1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dan investor. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Agency relationship adalah kontrak dimana satu atau lebih orang (disebut owners atau pemegang saham atau pemilik) menunjuk seorang lainnya (disebut agen atau pengurus/manajemen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama pemilik. Pekerjaan tersebut termasuk pendelegesian wewenang untuk mengambil keputusan, dalam hal ini manajemen diharapkan oleh pemilik untuk mampu mengoptimalkan sumber daya ada di bank tersebut secara maksimal. Bila kedua pihak memaksimalkan perannya (utility maxmiizers), cukup beralasan apabila manajemen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Hal ini sangat beralasan sekali karena pada umumnya pemilik memiliki welfare motives yang bersifat jangka panjang, sebaliknya manajemen lebih bersifat jangka pendek sehingga terkadang mereka cenderung memaksimalkan profit untuk jangka pendek dengan mengabaikan sustanability keuntungan dalam jangka panjang. Untuk membatasi atau mengurangi kemungkinan tersebut, pemilik dapat menetapkan insentif yang sesuai bagi manajemen, yaitu dengan mengeluarkan biaya monitoring dalam bentuk gaji. Dengan adanya monitoring cost tersebut manajemen akan senantiasa memaksimalkan kesejahteraan pemilik, walaupun
27
keputusan manajemen dalam praktik akan berbeda dengan keinginan pemilik (Jensen dan Mekling,1976). Corporate governance merupakan konsep didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana membuat para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh investor. Selain itu corporate governance juga berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer ( Shleifer dan Vishny,1997), dengan kata lain yakni corporate governance diharapkan berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan.
2.3 Bank 2.3.1 Pengertian Bank Menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang pokok-pokok Perbankan pasal 1 ayat 2 yaitu: “Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ”.
Menurut SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990 pengertian bank adalah :
28
“Suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”.
Pengertian bank menurut Kasmir (2006; 2) adalah : “Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta jasa-jasa lainnya”.
2.3.2 Jenis Bank Menurut Undang-Undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari : 1. Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank) 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di
29
sini kegiatan BPR jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya adalah sebagai berikut : 1. Bank milik pemerintah 2. Bank milik swasta nasional 3. Bank milik koperasi 4. Bank milik asing 5. Bank milik campuran
2.4 Kinerja Keuangan 2.4.1 Pengertian Kinerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kinerja yaitu : ”Kemampuan kerja atau sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Dalam bahasa Inggris sering diartikan dengan performance yang mempunyai arti pelaksanaan.” Kinerja perusahaan menurut Bastian (2001; 329) yaitu: ”Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasara, tujuan, misi, dan visi organisasiyang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam periode tertentu”. Menurut Mulyadi (2001; 415), pengertian kinerja adalah : ”Penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba”.
30
2.4.2 Pengertian Kinerja Keuangan Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan menurut IAI (2007) kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumber daya yang dimilikinya.
2.4.3 Penilaian Kinerja Keuangan Penilaian kinerja menurut Mulyadi (2001; 415) adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk tujuantujuan tersebut di bawah ini Darmawati (2004) dalam Putri (2006): 1. Untuk keperluan merger dan akuisisi. Perusahaan akan melakukan merger (penggabungan usaha) atau mengakuisisi perusahaan lain, jelas memerlukan kegiatan penilaian untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan. 2. Untuk kepentingan restrukturisasi dan kepentingan usaha. Perusahaan
bermasalah
seringkali
memerlukan
penilaian
untuk
mengimplementasikan program pemulihan usaha atau restrukturisasi, untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar dari pada nilai likuiditasnya. 3. Untuk keperluan divestasi sebagai saham perusahaan dari mitra strategis. 4. Untuk Initial Public Offering (IPO)
31
Perusahaan yang akan menjual sahamnya pada umum atau bursa, harus dinilai dengan menggunakan penilaian yang wajar untuk ditawarkan kepada masyarakat atau publik. 5. Untuk memperoleh pendapatan wajar atas penyertaan dalam suatu perusahaan atau menunjukan bahwa perusahaan bernilai lebih dari apa yang ada di dalam neraca. 6. Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal.
2.4.4 Penilaian Kinerja Keuangan Perbankan Penilaian kinerja keuangan bank sangat penting untuk setiap stakeholder bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis, dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasnya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan regulasi bank dengan baik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Kinerja keuangan perbankan sendiri sering dinilai terkait erat dengan tingkat kesehatan bank. Analisis yang digunakan untuk penilaian tingkat kesehatan bank umum di Indonesia diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/2004 yaitu CAMELS :
32
1. C : Capital ( rasio kecukupan modal) 2. A : Asset (rasio kualitas aktiva) 3. M : Management (menilai kualitas manajemen) 4. E : Earnings(rasio –rasio rentabilitas) 5. L : Liquidity (rasio-rasio likuiditas) 6. S : Sensitivity to market Risk (sensitivitas resiko pasar)
2.4.5 Analisis Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja keuangan perusahaan diperlukan untuk menganalisa dan menilai posisi keuangan serta potensi atau kemajuan-kemajuan perusahaan. Pengukuran yang diadakan terhadap keuangan perusahaan dapat diintrepretasikan dengan rasio-rasio yang dapat digunakan sebagai alat ukur. Hasil pengukuran kinerja keuangan dapat dijadikan informasi kondisi keuangan suatu perusahaan. Dalam menganalisa kinerja keuangan, perusahaan dapat menggunakan suatu teknik analisis rasio menurut Munawir (2002; 37), yaitu: “Suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”. Menurut (Irawati, 2006) ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan sebagai informasi kondisi keuangan perusahaan yaitu: 1. Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
33
2. Rasio Leverage, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau seberapa jauh perusahaan menggunakan hutangnya untuk jangka panjang. 3. Rasio Aktivitas, merupakan rasio yang digunkan untuk mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. 4. Rasio Profitabilitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. 5. Rasio Penilaian, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profit). Rasio profitabilitas salah satu rasio yang dijadikan rujukan bagi para investor untuk melihat kondisi kinerja suatu perusahaan. Menurut Fahmi(2011; 116) mengatakan bahwa : “Rasio profitabilitas adalah bermanfaat untuk menunjukan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Investor yang potensial akan menganalisis dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk mendapatkan keuntugan (profitabilitas), rasio ini dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan dan efektivitas manajemen dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi ”. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan sebagai alat ukur kinerja keuangan yaitu Return On Asset (ROA) dan Return On Equity. Kedua rasio tersebut digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan merupakan sarana untuk mengetahui kemampuan pengembalian investasi
34
perusahaan dalam memberikan keuntungan dalam menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan dan menggunakan dana pemilik (modal). Menurut
Prastowo
dan
Julianty
(2002;
85)
mengukur
tingkat
pengembalian investasi yang dilakukan oleh perusahaan dapat menggunakan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan maupun menggunakan dana yang berasal dari pemilik (modal).
2.4.6
Return on Asset Rasio
ini
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan
perusahaan
menghasilkan keuntungan dalam memanfaatkan aktiva perusahaan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, semakin besar pula posisi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan atau pemanfaatan aset. Pengertian ROA menurut Fahmi (2011; 137) adalah : “Rasio ini untuk melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan asset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan.”
Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012; 158) Return On Asset (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut:
35
2.4.7 Return On Equity Rasio ini merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari perusahaan bersangkutan. Menurut Fahmi (2011; 137) pengertian ROE adalah : “Rasio yang mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas”. Sedangkan Menurut Sawir (2005; 20) : ROE adalah “ Return On Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan”.
Adapun rumus return on equity (ROE) menurut Sutrisno (2009; 223) adalah :
36
2.5
Kerangka Pemikiran Krisis perbankan di Indonesia yang di mulai akhir tahun 1997 bukan
semata-mata diakibatkan krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restruktrurisasi dan rekapitulasi hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang dan mendasar apabila diserti tiga tindakan penting lain yaitu: (1) Ketaatan terhadap prinsip kehati-hatian, (2) Pelaksanaan good corporate governance, dan (3) Pengawasan yang efektif dari Otoritas Pengawas Bank (Zarkasyi, 2008; 112). Pelaksanaan good corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. BankBank konvensional berkewajiban memelihara dan mengembangkan praktik good corporate governance untuk melindungi bukan hanya hak para pemegang saham tetapi juga hak-hak para stakeholder lainnya. Good Corporate Governance suatu sistem yang mengatur hak dan kewajiban pada pihak yang berperan dan terkait dalam pengelolaan sebuah perusahaan, seperti yang terdapat dalam
pedoman dan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006), good corporate governance adalah: “Salah satu pilar dari system ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhdap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong tercipntanya persaingan yang sehat dan iklim kondusif”.
37
Sedangkan pengertian corporate governance
menurut fórum for
Corporate Governance in Indonesia ( FCGI) (2001:3) adalah : “Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Corporate Governance timbul karena kepentingan perusahaan untuk memastikan kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang ditanamkan digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan corporate governance, perusahaan memberikan kepastian bahwa manajemen (agent) bertindak yang terbaik demi kepentingan perusahaan. Penerapan Corporate governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2001; 4), yaitu : 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah (karena faktor kepercayaan) yang ada pada akhirnya akan meningkatkan corporate value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s values dan dividen. Pelaksanaan GCG, harus dipenuhi prinsip-prinsip dasarnya. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 terdapat
38
lima prinsip good corporate governance, yang harus dilaksanakan industri perbankan yaitu sebagai berikut: 1. Transparancy
(transparency),
yaitu
keterbukaan
dan
mengemukakan
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank, sehingga pengelolaannya terlaksana secara efektif. 3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip pengelolaan bank yang sehat. 4. Kemandirian (independency) yaitu pengelolaan bank secara professional tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak manapun. 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder, lainnya yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku Secara teoritis, praktik good corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri dan umunya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang berdampak terhadap kinerjanya Meningkatnya kinerja perusahaan dalam hal ini bank, harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank. Kinerja
39
perusahaan dapat dilihat dari aspek keuangan dan juga aspek non keuangan. Kinerja keuangan yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi investor dalam pengambilan keputusan masyarakat untuk menanamkan modalnya di bank. Dalam mengevaluasi kinerja manajemen, para pemegang saham harus dapat memutuskan efektivitas dan efisiensi manajemen dalam hal mengelola sumber daya yang terpakai untuk kegiatan organisasi. Ini berarti, mereka menginginkan informasi yang menunjukan apakah tujuan organisasi telah tercapai (efektivitas) dan dihubungkan dengan pemakaian sumber daya yang minimum dalam menyediakan barang dan jasa (efisiensi). Pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan tersebut didukung oleh beberapa penelitian. Cornett et al (2005) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam S&P 100. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (2004) di Georgia, menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate perfomance) yang signifikan. Selanjutnya Brown dan Caylor (2004) menunjukan bahwa penerapan good corporate governance secara signifikan dapat meningkatkan return on equity, net profit margin. Selain itu penelitian sebelumnya, Klapper dan love (2002) di dalam Darmawati dkk (2005) menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on asset (ROA)
40
dan Tobin’Q. hasil ini konsisten dengan Gompers dkk (2001) didalam sayidah (2007) yang menemukan bahwa di amerika serikat perusahaan dengan corporate governance yang lebih lemah secara relative mempunyai laba yang rendah. Secara teori praktik good corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri, umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya. Dari beberapa penelitian dan penjelasan di atas telah memberikan penjelasan di atas telah memberikan indikasi bahwa good corporate governance berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Good CorporateGovernance
2.6
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran
Kinerja Keuangan ROA ROE
(Y)
yang diuraikan di atas, penulis
merumuskan hipotesis penelitian untuk dikaji kebenarannya, yaitu: H : Penerapan Good Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
41