5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Paku Tumbuhan paku disebut Pteridophyta yang berasal dari bahasa Yunani. Pteridophyta diambil dari kata pteron yang berarti sayap, bulu dan phyta yang berarti tumbuhan. Di Indonesia tumbuhan ini lebih dikenal sebagai tumbuhan paku. Tumbuhan paku termasuk tumbuhan kormus berspora, artinya dapat dibedakan antara akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku belum dihasilkan biji. Sehingga itu alat perkembang biakannya masih berupa spora. Tumbuhan paku tergolong tumbuhan yang heterogen, baik ditinjau dari segi habitus (Tjitrosoepomo, 1994). Tumbuhan paku merupakan golongan tumbuhan yang mempunyai ciri khas yang tidak dijumpai pada golongan tumbuhan lain. Ciri utama yang membedakannya adalah adanya daun-daun muda yang berbentuk seperti satu gulungan tali. Ciri lain yang sangat nyata adalah semua jenis tumbuhan ini menghasilkan spora yang terbentuk dalam sporangium. 2.1.1
Morfologi tumbuhan paku Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berpembuluh yang tidak berbiji,
memiliki susunan tubuh khas yang membedakannya dengan tumbuhan yang lain. Tumbuhan paku disebut sebagai Tracheophyta berspora, yaitu kelompok tumbuhan yang berpembuluh dan berkembang biak dengan spora. Bagian-bagian tubuh berupa akar, batang, dan daun dapat dibedakan dengan jelas.
6
1) Akar Akar tumbuh dari pangkal batang, membentuk akar serabut, sehingga itu sistem perakaran paku merupakan akar serabut. Berdasarkan poros bujurnya, embrio tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan kutub bawah. Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan bagian kutub bawah membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh dari rimpang. (Holtum, 1959; Smith, 1971) dalam Hariyadi (2000). 2) Batang Umumnya batang tumbuhan paku tumbuh di tanah disebut akar batang atau rizoma (rimpang). Batang tumbuhan paku dapat berbentuk panjang, merambat atau memanjat. Rimpang dan daun yang masih muda sering tertutup oleh rambut atau sisik sebagai pelindungnya (Holtum ; Satrapadja dalam Hariyadi, 2000). Beberapa tumbuhan paku memiliki batang yang muncul di atas tanah, misalnya pada genus Alsophyla, Cyathea, Psilotum. 3) Daun Berdasarkan bentuk dan sifat daunnya tumbuhan paku dapat dibedakan atas dua golongan menurut Smith dalam Lubis (2009) yaitu: a) Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah dibedakan atas batang dan daun , misalnya pada Asplenium. b) Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa sisik sehingga sukar dibedakan bagian-bagiannya, misalnya pada genus Lycopodium.
7
Berdasarkan fungsinya daun paku Megaphyllus dibagi atas 2 kelompok yaitu tropofil dan sporofil (Tjitrosoepomo, 1994). a) Tropofil, yaitu daun yang berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyelenggara asimilasi. b) Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora.
Gambar 1. Struktur tubuh paku (sumber : Anonim, 2012) 2.1.2
Klasifikasi tumbuhan paku Tumbuhan paku dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran
spora yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun. Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae, Lycopodinae dan Filicinae (Tjitrosoepomo, 2011) yang diuraikan sebagai berikut: 1.
Kelas Psilophytinae (Paku purba) Kelompok tumbuhan paku ini dinamakan paku purba karena sebagian
besar telah punah. Anggota paku purba ada yang merupakan paku telanjang (tidak berdaun) dan ada yang berdaun kecil (mikrofil) yang belum terdiferensiasi (Gambar 2). Paku yang tergolong kelas ini hanya memilki satu ordo yaitu Psilophytales.
8
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Psilophytinae : Psilophytales : Psilophytiaceae : Psilotum : Psilotum nudum Gambar 2. Psilotum nudum (Sumber : www.plantthis.com.au)
2.
Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda) Anggota paku ekor kuda sebagian sudah banyak yang punah. Umumnya
paku ekor kuda memiliki batang berupa rhizoma. Cabang-cabang batangnya beruas-ruas. Pada ujung cabang batang sering ditemukan badan bulat disebut elatern. Badan ini merupakan penghasil spora (Gambar 3). Paku ini terdiri memilki tiga ordo yaitu Equisetales, Sphenophyllales, dan Protoarticulatales. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Equisetinae : Equisetales : Equisetaceae : Equisetum : Equisetum arvanse
Gambar 3. Equisetum arvanse (Sumber : www.plantthis.com.au) 3.
Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat) Paku kelompok ini batang dan akarnya bercabang-cabang menggarpu.
Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
9
a. Ordo Selaginellales Spesies dari ordo ini mempunyai batang berbaring dan sebagian berdiri tegak, bercabang menggarpu. Tumbuh membentuk rumput, ada yang memanjat dan tunasnya dapat mencapai sampai beberapa meter. Pada batang terdapat daundaun kecil yang berhadapan dan tesusun dalam empat baris (Gambar 4). Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Lycopodinae : Selaginellales : Selaginellaceae : Selaginella : Selaginella wildenowii Gambar 4. Selaginella wildenowii (Sumber : rimba.um.edu.my)
b. Ordo Lycopodiales Ordo ini terdiri kurang lebih atas 200 jenis tumbuhan yang hampir semua tergolong dalam family Lycopodiaceae dari genus Lycopodium. Lycopodium kebanyakan berupa terna kecil, batangnya mempunyai berkas pengangkut yang masih sederhana, tumbuh tegak atau berbaring dengan cabang-cabang yang menjulang ke atas. Daun-daun berambut, berbentuk garis atau jarum (Gambar 5). Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Lycopodinae : Lycopodiales : Lycopodiaceae : Lycopodium : Lycopodium clavatum Gambar 5. Lycopodium clavatum (Sumber : www.plantthis.com.au)
10
4.
Kelas Filicinae (Paku sejati) Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat,
air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu: a. Sub kelas Eusporangiatae Tumbuhan yang tergolang dalam anak kelas ini kebanyakan berupa terna. Protalium di bawah tanah dan tidak berwarna, atau di atas atanah dan berwarna hijau. Protalium selalu mempunyai cendawan endofitik. Sub kelas ini dibedakan atas dua ordo yaitu Ophioglossales dan Marattiales. Salah satu ordo pada sub kelas ini adalah ordo Marattiales, ordo ini hanya terdiri dari satu family yaitu Marattiaceae. Daunnya amat besar, menyirip ganda sampai beberapa kali (Gambar 6). Sporangium pada sisi bawah daun. Kebanyakan paku ini berupa paku tanah yang isopor. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Eusporangiatae : Marattiales : Marattiaceae : Marattia : Marattia fraxinea Gambar 6. Marattia fraxinea (Sumber : www.plantthis.com.au)
b.
Sub kelas Hydropterides Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan
hidrofit. Tumbuhan ini selalu heterospor. Terbagi atas dua family, yaitu:
11
1) Family Salviniaceae Family ini merupakan tumbuhan paku air yang mengapung dengan bebas pada permukaan air, hanya sedikit bercabang-cabang. Daunnya berkarang, pada tiap-tiap buku terdapat daun. Dari ketiga daun itu dua terdapat di atas, berhadapan dan merupakan alat pengapung, yang ketiga terdapat di dalam air terbagi-bagi merupakan badan-badan yang bentuk maupun fungsinya menyerupai akar (Gambar 7). Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Ptridophyta : Filicinae : Hydropterides : Hydropteridiales : Salviniaceae : Salvinia : Salvinia natans Gambar 7. Salvinia natans (Sumber : www.aquaticquotient.com)
2) Family Marciliaceae Family ini hidup di paya-paya atau di air yang dangkal, berakar dalam tanah, jarang berupa tumbuhan darat sejati. Jika hidup di darat berbentuk seperti umbi, batangnya menyerupai rimpang yang merayap ke atas membentuk daundaun, ke bawah membentuk akar-akar. Daun pada jenis-jenis tertentu bersifat polimorf. Daun mempunyai helaian yang berbelah empat atau dua, jarang utuh. Daun yang masih muda mengulung.
12
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Hydropterides : Hydropteridiales : Marsileaceae : Marcillea : Marcillea crenata Gambar 8. Marcillea crenata (Sumber : www.plantthis.com.au
c. Sub kelas Leptosporangiatae Sub kelas ini terdiri atas beranekaragam paku-pakuan. Tumbuhan ini paling banyak terdapat di daerah tropika, meliputi jenis-jenis paku dari yang terkecil (hanya beberapa mm saja) sampai yang besar (berupa pohon). 1) Family Schyzaeceae Pada suku ini sporangium tidak bertangkai atau hampir tidak bertangkai, terpisah-pisah, paku ini terdapat rambut-rambut atau sisik-sisk Pada suku ini terdapat dua genus yaitu Schizae (Gambar 9) dan Lygodium (Gambar 10). Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Schizaeaceae : Schizae : Schizae bifida
Gambar 9. Schizae bifida (Sumber : www.noosanativeplants.com.au)
13
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Schizaeaceae : Lygodium : Lygodiun circinnatum Gambar 10. Lygodiun circinnatum (Sumber : www.flickriver.com)
2) Family Hymenophyllaceae Kebanyakan yang tergolong dalam suku ini berupa tumbuhan paku yang kecil, dan seringkali hanya terdiri atas satu lapis sel saja. Sorus terdapat pada tepi daun, indisium berbentuk piala (Gambar 11), paku ini bayak terdapat di daerah tropika. Family ini terdiri atas dua genus yaitu Trichomanes dan Hymenophyllum. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Hymenophyllaceae : Hymenophyllum : Hymenophyllum australe Gambar 11. Hymenophyllum australe (Sumber : www.andydownunder.com) 3) Family Cyatheacae Suku ini sorusnya mengandung banyak sporangium yang terdapat di bagian permukaan bawah daun, berbentuk bola, indisium tidak ada atau jika ada berbentuk bola, piala atau mangkuk yang amat kecil. Daun tersusun sebagai rozet batang, menyirip ganda (Gambar 12).
14
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Cyatheacae : Cyathea : Cyathea contaminans Gambar 12. Cyathea contaminans (Sumber : http://toptropicals.com)
4) Family Gleicheinaceae Suku ini sorusnya hanya mengandung sedikit sporangium tanpa tangkai dan membuka dengan suatu celah membujur, paku ini mempunyai sisik-sisik (Gambar 13), pada suku ini yang terkenal adalah genus Gleichenia. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Gleicheinaceae : Gleichenia : Gleichenia linearis Gambar 13. Gleichenia linearis (Sumber : gunungonline.com)
5) Family Davalliaceae Suku ini bentuk sorus dengan indisium berbentuk piala atau sisik pada tepi daun. Terdapat di daerah Palaeotropis, daunnya menyirip ganda dua atau lebih, dengan urat-urat yang bebas. Rimpang merayap denga ruas-ruas yang panjang, bersisik rapat. Sisik berwarna pirang (Gambar 14).
15
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Davalliaceae : Davallia : Davallia trichomanoides Gambar 14. Davallia trichomanoides (Sumber : phytoimages.siu.edu)
6) Family Aspleniaceae Suku ini bentuk sorusnya bangun garis atau sempit memanjang, terletak disamping tulang cabang, daun tidak dapat lepas dari rimpang, meyirip, atau menyirip ganda (Gambar 15). Paku tanah atau epifit. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Aspleniaceae : Asplenium : Asplenium nidus
Gambar 15. Asplenium nidus (Sumber : www2.hawaii.edu) 7) Family Pteridaceae Pada suku ini bentuk sorusnya sejajar dengan tepi daun atau dekat dengan tepi daun, ditutup oleh tepi daun itu. Suku ini terdiri atas beberapa genus yaitu Pteridium (Gambar 16), Pteris (Gambar 17) dan Adiantum (Gambar 18).
16
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Pteridaceae : Pteridium : Pteridium esculentum Gmbar 16. Pteridium esculentum (Sumber : www2.hawaii.edu)
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Pteridaceae : Pteris : Pteris vittata Gambar 17. Pteris vittata (Sumber : www2.hawaii.edu)
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Pteridaceae : Adiantum : Adiantum peruvianum Gmbar 18. Adiantum peruvianum (Sumber : http://toptropicals.com)
8) Family Polypodiaceae Family ini bentuk sorusnya bermacam-macam. Letaknya pada tepi atau dekat dengan tepi daun, dapat pula pada urat-urat berbentuk garis, memanjang bulat (Gambar 19). Salah satu genus dari family ini adalah Draymoglosum.
17
Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Polypodiaceae : Draymoglosum : Draymoglosum phaseolides Gambar 19. D. phaseolides (Sumber : http://toptropicals.com)
9) Family Acrostichaceae Suku ini sorusnya tanpa indisium, menutupi sebagian atau seluruh sisi daun. Suku ini terdiri atas beberapa genus yaitu : Elaphoglossum, Platycerium (Gambar 20) dan Acrostichum. Klasifikasi Regnum Devisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies
: Plantae : Pteridophyta : Filicinae : Leptosporangiatae : Leptosporangiales : Acrostichaceae : Platycerium : Platycerium bifurcatum Gambar 20. Platycerium bifurcatum (Sumber : www.tropicalplantbook.com)
2.1.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Paku Keberadaan tumbuhan paku di suatu tempat selalu dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor biotik maupun abiotik. Secara umum tumbuhan paku tidak dapat tumbuh pada habitat yang kering, kebanyakan hidup pada tempat yang kelembabannya tinggi, dan teduh. Jika dikaji secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kebanyakan tumbuhan paku
18
mempunyai kisaran ekelogi yang agak sempit dan terbatas sehingga tumbuhan paku mempunyai nilai penting yang cukup besar sebagi indikator habitat tertentu. Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan paku adalah menyangkut masalah kompetisi antara tumbuhan paku itu sendiri. Baik untuk mendapatkan makanan
maupun
untuk
tempat
hidupnya.
Faktor-faktor
abiotik
yang
mempengaruhi tumbuhan paku adalah sebagai berikut : 1. Temperatur Di daerah tropis biasanya tumbuhan paku ditemui di bawah penutupan tajuk pohon yang rapat. Tumbuhan paku menyukai temperatur sejuk dan kelembaban yang tinggi untuk pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999). Tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran 21-27 o C untuk pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001). Dengan keadaan temperatur yang sesuai menyebabkan banyak jenis tumbuhan paku yang hidup di kawasan hutan tropis. 2. Kelembaban Kelembaban adalah salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan paku. Tanpa adanya kelembaban udara yang tinggi, umumnya tumbuhan paku tumbuh tidak sehat. Menurut Thomas dan Garber (1999) tingkat kelembaban 30% ialah persentase
terendah
yang
masih
pertumbuhannya. Kelembaban relatif
dapat
ditoleransi
oleh
paku
untuk
yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan
paku pada umumnya berkisar antara 60-80 % (Hoshizaki dan Moran, 2001).
19
3. Intensitas cahaya Tumbuhan paku
tumbuh baik pada kondisi yang ternaungi. Intensitas
cahaya yang baik bagi pertumbuhan paku berkisar antara 200-600 f.c (footcandles) (Hoshizaki and Moran, 2001). Tumbuhan Paku pada stadia dewasa membutuhkan cahaya yang lebih banyak dibandingkan tumbuhan paku pada stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang rapat kurang cocok bagi pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond memanjang dan kurus, memperlambat siklus produksinya, serta cenderung menguning dan mati lebih cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah namun cukup biasanya berukuran besar dan tumbuh subur. Pada kondisi cahaya tinggi, frond tumbuhan paku menjadi lebih keras, lebih tebal, lebih banyak memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan. Sedangkan tumbuhan paku yang kelebihan cahaya biasanya berukuran lebih kecil, kurang subur, daunnya hijau menguning serta bagian tepi daunnya berwarna cokelat. 4. Ketinggian atau topografi Faktor ketinggian sangat berpengaruh pada pertumbuhan suatu tumbuhan. Hal ini karena faktor ketinggian sangat berhubungan erat dengan faktor lingkungan yang lain. Ketinggian suatu tempat sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan dan suhu udara. Curah hujan sangat berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkolerasi negatif dengan ketinggian.
20
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran Tumbahan Paku Tumbuhan paku paling banyak ditemukan di daerah beriklim basah. Keanekaragaman jenisnya paling banayak ditemukan di hutan hujan tropis dibandingkan dengan hutan lainnya. Menurut Loveles dalam Sunarmi (2004), penyebaran tumbuhan paku di dunia sangat khas tapi yang banyak tumbuh adalah di daerah tropis yang lembab. Di muka bumi ini tumbuh sekitar 10.000 jenis tumbuhan paku, 800 jenis di antaranya termasuk kelas Pteropsida (Haupt dalam Sunarmi, 2004). Dari jumlah tersebut kawasan Malesia yang sebagian besar terdiri atas kepulauan Indonesia diperkirakan memiliki lebih kurang 1.300 jenis (Sastrapradja dalam Suryana, 2007). Hutan hujan tropis sebagai habitat tumbuhan paku dikelompokkan mulai dari hutan dataran rendah, hutan ketinggian sedang, sampai hutan dataran tinggi. Di hutan hujan tropis beberapa jenis tumbuhan paku ditemukan di lantai hutan tetapi sebagian besar lainnya ditemukan sebagai epifit pada batang atau percabangan yang menghiasi kanopi (Jones dalam Hariyadi, 2000). Dengan demikian tumbuhan paku dapat memperoleh cahaya, akarnya melilit di batang untuk menyerap nutrien dan kelembaban dari permukaan sekitarnya akan tetapi tidak sebagai parasit. Tumbuhan paku umumnya lebih beragam di daerah pegunungan dari pada di dataran rendah. Beberapa faktor lingkungan seperti kelembaban yang tinggi, aliran air yang banyak, adanya kabut dan curah hujan yang tinggi mempengaruhi jumlah tumbuhan paku yang tumbuh (Sastrapradja et al., 1980 dalam Ichlas, 2009).
21
Jenis-jenis tumbuhan paku ada yang hidup di lingkungan terbuka (sunfern) dan ada pula yang di bawah naungan atau terlindung (shadefern). Dari dua kategori ini dapat dikelompokkan sebagai paku tanah, merambat, epifit, paku karang, dan paku air (Hidayat dalam Dayat, 2000). Berdasarkan uraian di atas tumbuhan paku lebih beragam di dataran tinggi daripada di dataran rendah. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan paku. Tumbuhan paku lebih menyukai tempat dengan kelembaban yang tinggi. Selain itu, habitat tumbuhan paku tidak hanya di tempat yang ternaung dengan intenasitas cahaya yang rendah tetapi ada juga beberapa yang hidup di tempat terbuka yang terkena cahaya matahari langsung, tapi kisaran intensitas cahaya yang masuk masih bisa di toleransi oleh tumbuhan paku. 2.2
Pola Penyebaran Tumbuhan Menurut
Indriyanto
(2008)
penyebaran
adalah
parameter
yang
menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang habitatnya, dan individu yang ada dalam populasi mengalami pola penyebaran di dalam habitat lingkunganya. Pola penyebaran merupakan salah satu ciri khas dari setiap organisme di suatu habitat. Pola penyebaran tergantung pada faktor lingkungan maupun keistimewaan biologis itu sendiri. Organisme dalam populasi dapat tersebar dalam tiga bentuk pola penyebaran yaitu pola penyebaran acak, seragam dan berkelompok.
22
1. Pola penyebaran acak (Random) Penyebaran acak terjadi apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi, dan masing-masing individu memilki kecenderungan untuk memisahkan diri.
Gambar 21. Pola Penyebaran Acak 2. Pola penyebaran seragam Penyebaran seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di seluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi. Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian ruang yang sama.
Gambar 22. Pola Penyebaran Seragam 3. Pola penyebaran berkelompok Penyebaran berkelompok pada suatu populasi merupakan penyebaran yang umum terjadi di alam. Dimana individu-indvidu selalu ada dalam kelompokkelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Pengelompokan ini disebabkan oleh berbagai hal:
23
a. Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal b. Respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman akibat dari cara atau proses reproduksi atau regenerasi.
Gambar 23. Pola Penyebaran Berkelompok Untuk mengetahui pola penyebaran digunakan rumus indeks Morista dengan rumus sebagai berikut : = Ket : Id n
∑ −∑ (∑ ) − ∑
= Index penyebaran Morista = Jumlah petak ukur
Σx = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas Σx2 = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas (Krebs, 1989) 975 = 13.1 ∑
= =
0,25 = 40.6
∑ ,
∑ ∑
= 0,5 + 0,5 Ket :
= =
( (
) )
Selanjutnya diuraikan dalam (Krebs, 1989) untuk mengetahui ketiga pola distribusi di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan rumus indeks morista
24
standar dispersi, apabila hasil analisis datanya mendapat nilai 0, maka pola penyebarannya terjadi secara acak (random), tetapi jika mendapatkan nilai di atas 0 maka pola penyebarannya bergerombol (clumped), sedangkan pola seragam (uniform) dapat diketahui apabila nilai didapatkan di bawah 0. 2.3
Cagar Alam Gunung Ambang Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UUD No 5 tahun1990). Cagar Alam Gunung Ambang merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Sulawesi bagian Utara yang terletak pada koordinat antara 0º 40’ – 0º 45’ LU dan 124º20’ – 124º 45’ BT dan berbatasan dengan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di sebelah Utara, kecamatan Modayag di sebelah Selatan, di sebelah Timur dengan kecamatan Passi Timur, Modoinding dan Tompaso Baru dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Poopoh dan Manembo (Arini, 2009). Kawasan ini ditetapkan menjadi cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.359/Kpts/ Um/6/1978 dengan luas kawasan sebesar 8.638 ha (Arini, 2009). Namun, setelah dilakukan rekonstruksi dan pemancangan, tata batas mengalami perubahan menjadi 18.765,4 ha berdasarkan SK. Menhutbun No. 452/Kpts-II/1999 Tgl. 17 Juni 1999 (Basuki, 2011). Secara administratif kawasan ini terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Induk dan Minahasa Selatan.
25
Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang memiliki topografi bergelombang, berbukit sampai bergunung dan sebagian kecil landai, mulai dari dataran rendah hingga berbukit dan ketinggian mulai dari 700 sampai dengan 1.869 m dpl. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Cagar Alam Gunung Ambang termasuk iklim tipe A dengan curah hujan rata-rata 2.023 – 2.688 mm/tahun (Basuki, 2011).