BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Makna dan Simbolik Menurut Sastraprateja dalam Hariana (2008 :20), kata simbol berasal dari
Yunani Symbolan yang berarti tanda pengenal, lencana atau semboyan. Symbolan di Yunani dipakai sebagai bukti identitas. Berdasarkan Ensiklopedia Indonesia, kata simbol berasal dari Yunani Simbolos artinya tanda atau lambang. Tanda yang menyatakan suatu hal kepada orang yang melihat atau mendengarnya. Menurut Kamus ilmiah populer
Burhani Ms dan Hasbi Lawrens
(2008:617) simbol berarti lambang. Sedangkan simbolik adalah perlambangan, gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau lambang sedangkan simbolis yakni lambang. Sedangkan Simbolis menurut Indrawan WS dalam Kamus Ilmiah Modern (1999 :259 ) berasal dari kata simbol yang artinya lambang, sedangkan simbolis artinya yang berhubungan dengan lambang. Berdasarkan dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa simbol merupakan tanda pengenal atau lambang sesuatu yang menggambarkan atau melukiskan nilai pada suatu benda. Melalui simbol manusia dapat menangkap makna, karena setiap simbol mempunyai makna tersendiri. Simbol dan makna tersebut terdapat pada busana adat yang dikenakan pada upacara Molo’opu.
5
2.2
Pengertian Bentuk Menurut (Sadjiman, 2005:69) benda apa saja dialam ini tentu mempunyai
bentuk. Bentuk apa saja yang ada dialam dapat disedehanakan menjadi titik, garis, bidang, gempal, krikil, pasir, kelereng dan semacamnya yang menggambarkan kecil dan tidak berdimensi dapat dikategorikan sebagai titik. Kawat, tali, galah dan semacamnya yang
hanya berdimensi memanjang, dapat disederhanakan
menjadi garis. Pada umumya bentuk dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu bentuk yang beraturan dan tidak beraturan, yang beraturan adalah bentuk yang berhubungan satu sama lain tersusun secara rapi dan konsisten, pada umumya bentuk tersebut bersifat stabil dan simetris terhadap sumbu atau lebih seperti bola, silinder, kerucut, kubus dan piramida. Sedangkan
bentuk yang tidak
beraturan adalah bentuk dan bagian-bagiannya tidak serupa tapi berhubungan antar bagiannya tidak berkonsisten.. Jadi dalam penelitian ini, terdapat bentuk-bentuk yang beraturan dan tidak beraturan pada busana/pakaian adat Molo’opu ini seperti terlihat pada upiah tilambioo (songkok memakai hiasan) dan pada sunhti yang disematkan dikepala, Kecubu Lo duhelo (hiasan dada), Kecubu Lo’u (pembalut tangan) , bide alumbu yaitu bentuk-bentuk daun dan bunga. 2.3
Pengertian Busana Adat. Busana diambil dari bahasa sangsekerta yaitu bhusana, namun dalam
bahasa Indonesia terjadi pergeseran arti busana menjadi padanan pakaian. Busana / pakaian merupakan dua hal yang berbeda. Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, busana ini mencakup
6
busana pokok, pelengkap (mileneris dan aksesoris) sedangkan pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana pokok. Jadi pakaian merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh, (Anonim, 1983 : 2). Busana adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang mulai dari ujung rambut sampai keujung kaki, yang meliputi semua benda yang melekat dibadan yang dibuat dari bahan tekstil, ( Roesmini Ws, 1984 20). Dalam tulisan ini busana juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang berfungsi untuk menambah nilai estetika. Busana
disamping
sebagai syarat kesehatan juga
berfungsi sebagai penutup tubuh, melindungi tubuh, menambah nilai estetika, memiliki rasa keindahan, memenuhi syarat peradaban dan kesusilaan. Menurut (Palantaminang.wordpress.com/pakaian adat) Adat
adalah
aturan, kebiasaaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Selain itu juga Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sangsi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Sedangkan Pakaian adat adalah semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat dengan melihat pakaian tersebut sesorang akan mengatakan bahwa orang tersebut dari daerah tertentu.
7
Seperti yang telah dikemukakan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa busana adat atau
pakaian adat
adalah busana
yang
dikenakan pada kebiasaan tertentu seperti pada upacara kebesaran yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri selain itu juga busana adat adalah semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkakan etos kebudayaan suatu masyarakat dan citra suatu daerah. Menurut Buloto Djakaria 2002 : 3 bahwa pakaian adat dibagi atas dua yaitu Pakaian Adat Liango merupakan pakaian adat yang dipakai pada suasana penuh kegembiraan dan kebahagiaan dan Pakaian Adat Baya Lo Bulilo merupakan pakaian adat yang dipakai pada suasana berduka cita. Adapun Pakaian Adat Liyango dibagi menjadi lima yaitu yang pertama Pakaian adat Liyanga Daa (Pohutu Daa) yakni Pakaian Kebesaran adat yang lengkap dipakai pada Upacara Kebesaran adat, yang kedua Pakaian adat Liyango ( Pohutu ) yakni Pakaian kebesaran adat dipakai pada upacara kebesaran adat yang ditentukan oleh Ketua adat (Tibate/Tiwuu) dan Kepala adat (Khalifah) yang ketiga Pakaian adat Pohu-Pohuli yaitu pakaian Adat tidak lengkap, yang keempat Pakaian Adat Ta Dadata yaitu pakaian adat orang kebanyakkan dan yang kelima yaitu Pakaian adat Lo Wato yakni Pakaian Adat budak dalam hal ini perbudakan di Gorontalo sudah dihapus sejak sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, (Buloto Djakaria 2002 :4).
8
2.4 Upacara Molo’opu. 2.4.1 Pengertian Upacara Molo’opu
merupakan salah satu kegiatan upacara adat yang
termasuk pada aspek penyambutan tamu (Pohutu motombulu) yaitu penjemputan atau penyambutan secara adat kepada pemimpin untuk menempati rumah jabatan (yiladia) yang diberlakukan kepada pejabat pemerintah daerah yang mempunyai wilayah tertentu ( Anonim 2010 :1). Upacara Molo’opu adalah salah satu adat Gorontalo mengukuhkan pembesar daerah. (Radar Gorontalo Edisi 14 Juni 2010). Menurut Wuqu Suwawa (Djumadi Botutihe, hasil wawancara tanggal 16 Juni 2011 ) Upacara Molo’opu adalah upacara penobatan atau pengukuhan bagi pemimpin baru yang telah dilantik baik Gubernur/ Bupati, Wakil Bupati /Sekda dan Camat. Selain itu juga dikatakan oleh Wu’u Suwawa bahwa
Moloopu sebagai sarana untuk
memberitahukan kepada seluruh rakyat diwilayah tersebut bahwa mereka sudah memiliki pemimpin baru.
Sedangkan menurut budayawan Rukmin Otaya
Molo’opu adalah upacara penobatan atau pengukuhan pada khalifah baru yang memimpin suatu daerah tertentu ( hasil wawancara mei 2011). Menurut Hi Medi Botutihe hasil wawancara tanggal 26 desember 2011 Moloopu adalah Upacara penjemputan secara adat dari rumah kediaman pribadi kerumah dinas yang akan ditempati (yiladia). Selain itu juga menurut informan Hasdin Danial pada tanggal
01 Juli 2012 Molo’opu
artinya Pangku atau
memangku, jadi Molo’opu adalah suatu upacara adat penobatan pada khalifah baru untuk memangku jabatan selama waktu yang telah ditentukan.. Dan apabila upacara molo’opu ini tidak dilaksanakan maka akan mendapat sangsi berat berupa
9
penyakit yang susah disembuhkan, kena musibah karena sudah melanggar adat yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut pendapat nara sumber
Karim Pateda
molo’opu
adalah upacara penjemputan secara adat dengan makna satu penghargaan kepada pejabat yang dinobatkan secara resmi dan
dinyatakan kepada khalayak atau
masyarakat yang ada diwilayah itu untuk
diterima dan diperkenankan
menjalankan tugas (hasil wawancara 12 Juli 2012). Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan diatas upacara adat Molo’opu dapat disimpulkan
sebagai salah satu kegiatan upacara adat
penyambutan sekaligus penobatan atau pengukuhan secara adat di Gorontalo bagi pemimpin baru yang terpilih seperti Olongia, Jogugu/ huhhu, Wuleya Lolipu, untuk menjalankan tugas memimpin suatu wilayah tertentu. Pada upacara kebesaran adat Molo’opu (Penobatan ) ada beberapa tahapantahapan adat penyambutan yang harus dilalui pada proses penyambutan yang akan dinobatkan yaitu mopotupalo, mopodiambango, mopobotulo, mopotuwoto, mopohulogo, mopotilolo, mopeelu, meduga dan mengabi. Adati Molo’opu yang diawali dengan adati mopotolunggo adalah upacara adat yang dilakukan untuk mengantar pemimpin lama dari rumah dinas (yiladia) kerumah kediaman pribadi. Kemudian dilanjutkan dengan upacara prosesi adat Molo’opu yaitu penyambutan atau penobatan pemimpin baru dari rumah kediaman pribadi ke rumah dinas (yiladia). Sejumlah nasehat bijak sekaligus larangan disampaikan para pemangku adat dalam prosesi Molo’opu, nasehat-nasehat tersebut disampaikan secara bergantian dalam bahasa Gorontalo yang mengingatkan para pemimpin daerah itu
10
untuk bersikap
bijaksana serta merangkul dan membantu rakyatnya dalam
kesusahan 2.4.1 Golongan Dan Busana/Pakaian Adat Penyambut Dan Yang Disambut Pada Upacara Molo’opu 2.4.1.1 Golongan Penyambut Penyambut dalam upacara penyambutan adat terdiri dari tiga golongan yaitu, golongan pemangku adat, yang dikenal dengan golongan ’baate’ dan wuqu serta pembantunya. Mereka disebut Buatolo Aadati, Golongan Agama disebut Buatolo Saraqa, golongan Talenga Daqa dengan pembantunya (bagian keamanan upacara secara adat, di Suwawa disebut golongan Bakla dan Limboto disebut Buatulo Bala (Abdussamad 1985 : 7). A. Golongan Pemangku Adat. a. ’Baate’ dan ’Wuqu’ ’Baate’ dan ’Wuqu’ dahulu berbeda dalam kedudukan. Wuqu adalah pangkat yang timbul karena kebutuhan pada saat itu Suwawa bersifat nonstruktural. Baate merupakan istilah yang berasal dari Gowa (Bate-batena), kemudian dipakai dalam peradatan di Gorontalo. Tetapi sekarang kedua panggilan gelar itu dianggap sama, hanya wilayah panggilan yang berbeda. Baate dipakai di Limboto, sedangkan Wuqu dipakai di Suwawa.Diwilayah Gorontalo (Kota Gorontalo), Bulango (Tapa) dan Atinggola kedua panggilan itu (Wuqu dan Baate) dipergunakan sama. Seperti tertuang dalam sajak (Tujaqi), dalam masyarakat Gorontalo dikenal Ma pilopota yilalea, Di duulu hi lebe-lebea, Ma yilalea pilopota, Di duulu hi labo-labota. Yang artinya
11
Janur telah dipotong rata, tiada yang lebih dari yang lain, janur telah dipotong rata tiada yang tinggi dan rendah (Abdussamad 1985: 8). Dalam penyambutan maka Baate dan Wuqu ini menjadi pemimpin dan pengatur pada pelaksanaan upacara adat Molo’opu, serta memakai pakaian yang telah ditentukan seperti memakai kimono panjang dan celana panjang berwarna Ungu ( Ulito atao Hungo lo alata) , memakai Payungo atau destar yaitu kain batik yang berwarna coklat yang dililitkan dikepala, memakai Eluto semacam senjata tajam dengan ukuran sedang yang diselipkan dipinggang kemudian memakai sepatu berwarna hitam.
Gambar 1. Busana untuk Pemangku Adat Foto: Penulis Februari 2011
12
b Kimalaha Kimalah menurut Dr.S.R. Nur, SH
dalam buku (Empat Aspek Adat
Daerah Gorontalo 1985 : 9) berasal dari bahasa Tarnate yang berarti orang yang baik, Kimalaha ini menjadi pembantu Bate dan Wuqu pada saat Upacara adat Molo’opu dan pakaian yang dikenakan pada saat upacara yaitu memakai kimono berwarna polos, memakai celana panjang warna putih dan memakai Payunga atau destar yang berkain batik berwarna hitam coklat diatas kepala, dan memakai sepatu.
Gambar 2. Busana untuk Pemangku Adat Foto: Meri Ngaju Februari 2011
c. Olowala Lo Pulangga dan Oloihi Lo Pulangga Disamping Kimalaha, menurut (Abdussamad 1985 : 9-10 ) Baate dibantu oleh dua perangkat pemangku adat lain yang sudah mendapat gelar. Mereka terbagi dua sesuai posisi dalam penyambutan yaitu Bubato Olowala
13
dan bubato Oloihi. Bubato Olowala pembuat undang- undang dan Bubato Oloihi pelaksana pemerintahan dan upacara. Olowala Lo Pulangga adalah pemangku-pemangku adat yang berada pada posisi sebelah kanan. Mereka biasanya dimintai pendapat oleh Baate pada setiap upacara adat, mereka masing-masing : Molowahu
:
bertugas mengamat-amati segala pelaksanaan upacara adat dan melaporkan kepada Baate
Limehe
:
Bertugas melaksanakan acara tilolo dan dudelo.
Biqu
:
Bertugas mempersiapkan bahan-bahan diluar halaman istana (Yiladia)
Bubode
:
Bertugas mempersiapkan perlengkapan bagian dalam istana (Yiladia)
Buhu
:
Bertugas
mempersiapkan
peradatan
yang
akan
di
persembahkan kepada tamu. Lamu
:
Bertugas mengatur tamu dan tempat duduk mereka.
Lolodato
:
Bertugas
mengadakan
musyawarah
(dulohupa)
dan
mengundang. Bionga
: Bertugas melayani tamu secara adat, menyuguhkan tilolo, dudelo, pemama dan hukede (tempat ludah)
Bulota
:
Bertugas melayani tamu pada saat tiba acara mopeelu (memberi minuman)
Luwadu
:
Hampir sama dengan biqu dan menyiapkan santapan.
14
Oloiho LoPulangga adalah pemangku-pemangku adat yang berada pada posisi
sebelah
kiri,
mereka
sebagai
pelaksana
apa
yang
telah
dimusyawarahkan Baate dan olowala Lo pulangga, mereka masing-masing : Pentadio
: Bertugas memandang jauh segala pelaksnaan adat (sebagai pengawas)
Wontipo
: Bertugas mengembalikan alat-alat peradatan seperti tilolo, dudelo, pomama dan hukede ketempatnya semula,
Dumoqoto
: Bertugas mengembalikan tempat minum setelah selesai acara mopeelu.
Motoduto
: Bertugas mengatur adat sebelum dilaksanakan, seperti mengatur tilolo, dudelo, pomama dan hukede.
Boqungo
: Bertugas sama dengan motoduto.
Timbuqu
: Bertugas menerima dan mangatur tamu
Baangio
: Bertugas memprsiapkan alat tempat duduk, permadani tikar dan lain-lain di yiladia
Buqudu
: Bertugas mempersiapkan tempat duduk, meja pada bagian depan yiladia.
Tilalohe
: Bertugas sama seperti Buqudu
Helingo
: Bertugas mengatur urusan belakang.
Pakaian kedua puluh orang pemangku adat itu adalah - Kimono dengan celana panjang dengan warna yang bermacam-macam tetapi tidak boleh sama dengan Baate dan Kimalaha. - Sarung yang tergulung dan dikatkan dipinggang yang ujungnya menuju keatas dan kebawah, kekiri dan kekanan. Keatas dan kebawah artinya penanda pelaksana
15
hukum (butoqo), kekiri dan kekanan penanda tertib, patuh dan disiplin. Kedudukan oloihi lo pulangga dan olowala lo pulangga mempunyai jenjang anggota oloihi lo pulangga dapat diangkat menjadi olowala lo pulangga setelah memenuhi persyaratan yaitu bersikap dan bertingkah laku yang baik dan memiliki keterampilan yang makin meningkat dalam hal peradatan.
Gambar 3 Busana untuk Pemangku Adat Foto: Sukri September 2011
d. Golongan Agama - Kadli Kadli mengepalai golongan agama ( butoqo saraqa) pada saat upacara penyambutan memakai busana jumba hitam atau gamis kopiah yang diberi serban berbintik emas.
16
Gambar 4 Busana untuk Golongan Agama (Kadli) Foto: Penulis Februari 2011
- Moputi ( mufti). Tugasnya dalam upacara ialah mengawasi pelaksanaan syariat bersamasama Kadli. Pakaiannya sama denga Kadli tetapi selendang pada bahu dibuat menjadi bentuk segitiga, ujungnya terkulai kebawah didepan dada, memakai celana putih dan sepatu berwarna hitam. - Imam. Imam termasuk pembantu Kadli dam Moputi. Pakaianya jumba yang berwarna, tetapi tidak boleh sama dengan Kadli dan Moputi, memakai gamis, kopiah yang dililit dengan serban putih, selendang yang tergulung diatas bahu yang ujungnya terkulai kebawah berbentuk segi empat, celana panjang putih, sarung diikatkan dipinggang dan memakai sepatu.
17
Gambar 5. Busana untuk Golongan Agama (Imam) Foto: Sukri September 2011
- Saradaqa. Saradaqa biasanya sebagai pemegang ketertiban dalam mesjid dan dalam Upacara adat. Pejabat ini bertugas menjaga tegaknya syariat kalau perlu dengan kekerasan yakni mencambuk pelanggar. Dahulu untuk menjadi saradaqa harus memenuhi
syarat
yaitu
keturuan
sekurang-kurangnya
waliwali
mowali,
berpendidikan agama dan menguasai dunia persilatan. Pakaianya kameja putih lengan panjang, games sampai lutut, diluar gamisi ada sadariah semacam kaus yang tidak berlengan, memakai kopiah Turki (sumu) warna merah, selendang terlipat dipegang ditangan kiri, memakai celana panjang putih, cemeti yang panjangnya kira-kira 60 cm dan memakai sepatu. -Bilale Bilale mempunyai tugas mengumandangkan adzan dimesjid . Setiap waktu ia bertugas memanggil jemah menuju kemesjid untuk sholat dan mecari kemenangan, pakainnya gamisi yang berwarna putih hanya sampai dilutut,
18
memakai kopiah karanji khas Gorontalo, dan dililit dengan kain putih (dutungo) dan memakai sepatu. - Khatibi Khatibi bertugas untuk membacakan khotbah pada waktu sholat Jumat. Pakaiannya gamisi sampai diatas lutut, kopiah dan dutongo seperti pada Bilale, memakai celana panjang putih dan sepatu. -Kasisi Kasisi bertugas dalam bidang agama didesa-desa. Tugasnya itu bersifat umum. Pakaiannya yaitu Boqo kiki, semacam baju kin berwarna putih, kain sarung yang terurai sampai kebawah didalam boqo kiki, kopiah keranjang dengan dutongo putih, selendang yang disandang pada bahu kanan memakai celana panjang berwarna putih dan sepatu. e. Golongan Talenga Daqa ( Bala) dan Pembantunya. -Apitalau Apitalau biasa disebut denga Kapten Laut. Ia bertugas sebagai kepala keamana secara keseluruhan dalam peradatan. Pakaiannya Apitalau adalah jas tutup yang berwarna hitam, celana panjang hitam memakai payungo atau destar yang berwarna kemerah-merahan dikepala, keris terselip dipinggang, tongkat ditangan kiri dan memakai sepatu. -Talenga atau Mayulu Talenga atau Mayulu adalah pembantu Apitalau. Talenga terdiri dari Talenga Lo Kadato bertugas menjaga keamanan lembaga, Talenga Lo Lahuwa, bertugas menjaga keamanan kerajaan, Talenga Lo Hungia bertugas menjagan keamanan wilayah, Talenga Lo Yiladia bertugas menjaga kemanan istana,
19
Talenga Lo Hua, yang bertugas menjaga keamanan didepan pintu gerbang. Pakaiannya sama dengan Apitalau tetapi tidak memakai keris. - Taquwa Lo Pobua Taquwa Lo Pobua adalah komondan regu penjaga keamanan . Pakaiannya baju kin hitam, celana panjang berwarna hitam, payungo atau destar, pentung ditangan kanan dan memakai sepatu. -Pobuwa
Gambar 6. Busana untuk Golongan Talenga (Penari Longgo) Foto: Penulis Februari 2011
Pobuwa bisa disebut juga dengan Paaha. Tugas Pobuwa adalah menarikan tari perang yang disebut dengan tari longgo. Caranya seorang penyerang dan yang lain menagkis, lalu bergantian terus menerus. Mereka biasanya terdiri dari dua atau tiga pasang. Pakaiannya baju kin berwarna putih, celana panjang berwarna hitam, kain sarung berwarna hitam yang dililitkan tergulung dipinggang, memakai destar merah, aliyawo, semacam perisai yang berukuran panjang 1meter
20
dan lebar 15 cm,
huwangga atau kalumbi semacam keris yang berukuran
menengah, dipegang dengan tangan kanan serta memakai sepatu. - Ta to Hantalo
Gambar 7 : Towohu Hanthalo Repro : Penulis 2009 Sumber : Bandhayo Poboide
Ta to Hantalo biasa juga disebut Wombuwa. Dahulu sebelum penganutan islam adalah Ketua upacara-upacara mistik. Tugasnya adalah menabuh atau memukul genderang kebesaran adat yang disebut dengan Hantalo. Ada empat macam Hantalo do Gorontalo yaitu Towohu Hantalo ( Genderang kebesaran), Towohu tihi (genderang mesjid), Towahu tuita ( Genderang mistik)dan Towohu tihuqo ( genderang perang ). Pakaiannya baju kin berwarna hitam, celana panjang putih, memakai destar dari batik dan sepatu.
21
f. Wali-wali Mowali Wali-wali Mowali adalah termasuk keluarga Olongia atau Jogugu yang juga berhak menjadi Olongia/jogugu apabila ada kesempatan. Mereka bertugas membantu memberi petunjuk dan juga memberi pertimbangan dalam upacara penyambutan secara adat. Pakaiannya adalah kemeja lengan panjang, celana panjang, memakai jas, sarung yang dililitkan secara lipat dua diluar jas dan memakai kopiah berwarna hitam serta memakai sepatu. g. Golongan para undangan. Pada acara upacara adat Molo’opu, sesuai aturan yang berlaku para undangan diwajibkan memakai boo takowa daa, takowa kiki dan bide ngoputu (sarung yang dilipat dua dililit didalam baju koko) untuk laki-laki seperti terlihat pada gambar 9 , sedangkan untuk undangan wanita memakai busana galenggo (Boo tunggohu) dan rok bide (tidak memakai celana panjang) dengan jenis warna yang telah ditentukan pula, biasanya warna yang boleh dipakai adalah pada acara ini warna merah, kuning, hijau, ungu ( warna tilabatalia). Pada acara Molo’opu ini tidak dibenarkan memakai baju berwarna putih, biru karena kedua warna ini termasuk pada warna suasana duka (baya lo bulilo). Tetapi pada kenyataannya busana yang dikenakan oleh para undangan khususnya ibu-ibu masih banyak yang memakai busana yang berwarna duka (warna Baya Lo bulilo) seperti terlihat pada gambar 8
22
Gambar 8. Busana untuk para undangan Foto : Penulis Februari 2011
Gambar 9 : Busana para undangan Foto : Penulis Februari 2011
2.4.1.2 Golongan Yang Disambut a. Tamu yang disambut. Apabila tamu yang disambut berasal dari luar daerah Gorontalo, maka persyaratan pakaian sebagai berikut :
23
-
Apabila pejabat-pejabat yang disambut sebagai tamu itu memakai pakaian dinas, maka kepadanya dipakaikan kopiah saja.
-
Apabila tamu yang disambut itu tidak memakai pakaian dinas maka kepadanya ditawarkan pakaian adat. Tamu diundang ke tempat khusus oleh wali-wali Mowali untuk mengenakan pakaian adat.
-
Apabila tamu tidak bersedia, maka tamu itu minimal memakai kopiah hitam dengan baju atau kemeja lengan panjang. Kepadanya hanya dikenakan Tinepo atau penghargaan bukan adat .
-
Dalam situasi tertentu dapat diadakan penyesuaian, asal saja pakaian itu masih dalam batas wajar untuk disambut.
b. Olongia, Jogugu, Wuleya Lo Lipu Yang di sambut. Busana yang dikenakan oleh orang yang akan
disambut/ dinobatkan
(Olongia, Jogugu, Wuleya Lo Lipu) yaitu memakai alapiah atau kopiah hitam ditengah-tengah dihiasi dengan pita warna kuning keemasan. Antali adalah Boo takowa, yang diberi hiasan pita warna kuning keemasan, melilit
pada leher
dengan dua buah tali, Antali memiliki kancing dua buah ukuran kecil pada bagian leher, lima buah ukuran besar diatas baju dan tiga buah ukuran sedang dibagian pergelangan tangan. Lipa-lipa ( sarung ) yaitu bide ngoputu, dipakai dibahagian dalam antali, kelihatan diluar hanya selebar tapak tangan. Tapi untuk penelitian ini hanya memfokuskan pada busana yang dikenakan oleh jogugu/sekda selaku orang yang akan disambut
yaitu memakai bo’o takowa daa, upiah tilambio
(songkok memakai pita kuning emas), palipa bide( sarung), salupa (sepatu), untuk
Mbui ( isteri sekda), memakai boo tongguhu (galenggo). Diatas baju
tersebut dihiasi dengan selapis hiasan dada yang disebut kecubu toduhelo,kecubu
24
lo olu’u biasa disebut petu serta memakai hiasan dikepala yaitu sunthi serta memakai rok bide yang terdapat hiasan kepingan emas yang berbentuk bunga dan daun yang berderet teratur kebawah. Seperti terlihat pada gambar 10 dibawah ini:
Gambar 10. Busana untuk orang yang akan dinobatkan. Repro : Penulis Agustus 2012
c. Bagian-bagian Busana adat Molo’opu yang disambut 1. Busana bagian atas Busana bagian atas yang dikenakan untuk wanita seperti terlihat pada gambar
10 adalah konde yang dibalut oleh jilbab dan sunthi, Sunthi
25
berbentuk setangkai bunga pecah piring ( bunga krisan ) yang disematkan pada sanggul bagian belakang. Untuk laki-laki hanya memakai upiah tilambio (songkok memakai pita kuning emas). 2. Busana bagian tengah Busana bagian tengah untuk wanita terdiri dari bo’o galenggo atau baju kurung, yang berwarna kuning , kecubu lo duhelo (penutup dada), kecubu lo ulu’u (pembalut lengan),
petu dan pateda (gelang) dan rok bide
alumbu. Sedangkan untuk laki-laki hanya memakai boo takowa daa berwarna kuning memakai kancing 6 buah . 3. Busana bagian bawah Seperti terlihat pada gambar 10 diatas, busana bagian bawah untuk wanita hanya memakai rok bide berbentuk siluet H, terdapat hiasan yang berderet teratur kebawah, penempatan hiasan ini mengikuti pengaturan tempat duduk para pejabat kerajaan biasa disebut dengan bulita. Untuk pria hanya memakai celana panjang dan bide ngoputu ( sarung) yang dililit dipinggang didalam baju koko dan memakai salupa (sepatu) 2.5.
Pengertian Olongia, Jogugu, Wuleya lo Lipu. Olongia adalah Raja, Jogugu adalah Pembantu Raja, Wuleya Lolipu
adalah Camat. atau orang yang memangku kedudukan sebagai kepala pemerintahan disalah satu wilayah di daerah Gorontalo( Abdussamad 1985:14). Menurut informan Rukmin Otaya wawancara mei 2011 (Olongia adalah Kalifah atau Gubernur/Bupati
yang memimpin suatu wilayah, jogugu/huhuhu adalah
wedana atau pembantu Gubernur/Bupati yang menggantikan atau mewakili posisi Olongia disaat berhalangan didalam menjalankan tugas pemerintahan disuatu
26
wilayah/daerah,
sedangkan Wuleya Lolipu adalah camat yang memimpin
sebagian kecil daerah/wilayah tertentu. Dengan adanya perubahan struktur pemerintahan setelah Indonesia merdeka, kerajaan-kerajaan didaerah ini berubah statusnya, maka jabatan Olongia dihapus dan diganti dengan jabatan lain sesuai dengan UUD 1945. Dengan terhapusnya jabatan Olongia dan diganti
jabatan Gubernur/Bupati, Jogugu
diganti wakil Gubernur/Wakil Bupati atau Sekda dan Wuleya Lolipu
adalah
camat yang memimpin suatu wilayah tertentu (Abdussamad 1985: 36).
27