BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Peranan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), peranan adalah
tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa. 2.2
Auditing Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonimi yang dilakukan seseorang yang komperen dan independen untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah memberikan laporan mengenai adanya tingkat perbedaan antara informasi kuantitatif dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 2.2.1
Definisi Auditing Ada beberapa pengertian mengenai auditing yang diberikan oleh beberapa
ahli di bidang akuntansi. Antara lain: Definisi auditing menurut Arrens et.al (2008:9), Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information ti determine and report on the degree of correspondence information and established criteria auditing should be done by competent independent person (Pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan
5
kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen) Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) auditing, Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tesebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada yang berkepentingan. Sedangkan menurut Sutan (2013:35) auditing, Inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga atas catatan akuntansi termasuk analisa, pengujian (test) konfirmasi dan pembuktian lainnya. Dari ketiga definisi diatas, dapat diambil kesimpulan beberapa hal penting menenai auditing, yaitu: 1. Dalam auditing yang diperiksa adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen
beserta
catatan-
catatan
pembukuan
dan
bukti-bukti
pendukungnya. 2. Auditing dilakukan secara kritis dan sistematis. 3. Auditing dilakukan oleh pihak yang independen. 4. Tujuan auditing adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. 2.2.2
Jenis-jenis Auditing Pengauditan dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pembagian ini dimaksud
untuk menentukan tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai dengan adanya
pengauditan tersebut.
6
Menurut Agoes (2012:10), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka audit dapat dibedakan atas: 1. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan. Jenis-jenis audit menurut Mulyadi (2002:30) yaitu: 1. Audit Operasional (operational Audit), merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk:
Mengevaluasi kinerja
Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
7
2. Audit Ketaatan (Compliance Audit), adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit), adalah suatu audit yang dilakukan auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Messier (2005:61) menambahkan suatu jenis audit lagi yaitu audit forensic. Tujuan audit forensic adalah untuk mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensic telah tumbuh dengan pesat. Beberapa contoh dimana audit forensic dapat dilaksanakan termasuk: a. Kecurangan dalam bisnis atau karyawan b. Investigasi criminal c. Perselisihan pemegang saham dan persekutuan d. Kerugian ekonomi dari suatu bisnis
8
2.2.3
Prosedur Audit Prosedur audit dilakukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti
(audit evidence) yang cukup untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan. Menurut Arrens et.al (2008:225) prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti audit yang harus diperoleh selama audit. Sedangkan menurut Agoes (2012:131), prosedur audit adalah langkahlangkah yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat
diperlukan
oleh
asisten
agar
tidak
melakukan
penyimpangan-
penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif. Prosedur audit menurut Sunarto (2003:94) adalah mencakup: 1. Prosedur analitik Prosedur analitik dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang memiliki hubungan. Prosedur ini mencakup perhitungan dan penggunaan rasio sederhana, analisis vertical atau laporan perbandingan, perbandingan antara sesungguhnya dengan data historis atau anggaran, dan penggunaan model matematik dan statistika seperti analisa regresi. Dalam prosedur ini selain digunakan data finansial, bisa juga digunakan data non finansial. Prosedur analitik menghasilkan bukti analitik. 2. Menginspeksi Menginspeksi
meliputi
kegiatan
pemeriksaan
secara
teliti
atau
pemeriksaan secara mendalam atas dokumen, catatan dan pemeriksaan 9
fisik atas sumber-sumber berwujud. Menginspeksi dokumen adalah cara untuk mengevaluasi dokumen. Auditor akan dapat menentukan keaslian suatu dokumen, atau mungkin juga mendeteksi adanya pengubahan isi dokumen
atau
adanya
hal-hal
yang
mengundang
pertanyaan.
Menginspeksi sumber-sumber berwujud akan dapat memberi pengetahuan langsung kepada auditor mengenai keberadaan dan kondisi fisik. Inspeksi juga merupakan cara untuk mengevaluasi bukti fisik. 3. Mengkonfirmasi Konfirmasi
adalah
suatu
bentuk
pengajuan
pertanyaan
yang
memungkinkan auditor untuk mendapatkan informasi langsung dari sumber independen di luar organisasi klien. Klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis tetapi auditor harus mengawasi pengirimannya. Permintaan tersebut berisi pula instruksi agar jawaban atas pernyataan yang diajukan, dikirim langsung kepada auditor. Prosedur audit ini menghasilkan bukti konfirmasi. 4. Mengajukan Pernyataan Mengajukan pernyataan bisa dilakukan seara lisan atau tertulis. Pengajuan pernyataan bisa dilakuakan kepada sumber-sumber internal perusahaan klien ataupun diajukan kepada pihak luar. Hasilnya bukti lisan maupun bukti pernyataan tertulis. 5. Menghitung Menghitung yang paling umum dilakukan adalah:
10
1) Melakukan perhitungan fisik atas barang berwujud seperti melakukan perhitungan pada atas kas atau persediaan yang ada di perusahaan, dan 2) Menghitung dokumen bernomor urut cetak Tindakan pertama dimaksudkan sebagai cara untuk mengevaluasi bukti fisik dari jumlah yang ada di tangan, sedangkan tindakan kedua merupakan cara untuk mengevaluasi bukti dokumen yang berkaitan dengan kelengkapan catatan akuntansi. 6. Menelusuri Pada saat menelusuri, auditor memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi terjadi, dan menentukan informasi dalam dokumen tersebut telah dicatat dengan tepat dalam catatan akuntansi. Arah pengujian dilakukan dari dokumen ke catatan akuntansi. Prosedur ini akan lebih efektif apabila klien menggunakan dokumen dengan nomor urut tercetak. 7. Mencocokkan ke Dokumen Mencocokkan ke dokumen meliputi kegiatan: 1) Memilih alat-alat jurnal tertentu dalam catatan akuntansi, dan 2) Mendapatkan dan menginspeksi dokumen yang menjadi dasar pembuatan ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian transaksi yang dicatat. Pencocokkan dokumen erat dengan bukti dokumen. 8. Mengamati Mengamati meliputi kegiatan melihat atau menyaksikan pelaksanaan sejumlah kegiatan atau proses. Aktivitasnya bisa meruakan proses rutin 11
dari suatu transaksi. Di satu sisi, auditor mengamati proses karyawan klien dalam melakukan perhitungan fisik persediaan, dan di sisi lain auditor juga menginspeksi atau memeriksa persediaan tertentu untuk dapat mengetahui kondisi persediaan. 9. Melakukan Ulang Melakukan ulang atau mengerjakan ulang perhitungan dan rekonsiliasi yang terlah dilakukan oleh klien. Prosedur ini menghasilkan bukti perhitungan. 10. Teknik Audit dengan Bantuan Komputer Teknik audit dengan bantuan computer untuk membantu dalam melakukan prosedur-prosedur yang telah diterangkan di atas. Contohnya, auditor dapat menggunakan perangkat lunak komputer untuk melakukan perhitungan dan membandingkan dalam prosedur analitik, melakukan pemilihan sampel piutang dagang untuk konfirmasi, membandingkan elemen-elemen data dalam file yang berbeda untuk memeriksa kecocokkan, dan melakukan ulang berbagai perhitungan. Dalam prosedur audit tertentu atau untuk keseluruhan audit disebut sebagai program audit. Program audit selalu memuat daftar prosedur audit dan biasanya mencakup ukuran sampel, item-item yang dipilih, dan penetapan waktu pengujian. Umumnya ada suatu program audit termasuk beberapa prosedur audit untuk setiap komponen audit.
12
2.2.4
Bukti Audit Bukti audit (audit evidence) adalah seluruh informasi yang digunakan oleh
auditor dalam mencapai kesimpulan yang menjadi dasar pendapat audit, dan mencakup informasi yang terdapat dalam catatan-catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan serta informasi lainnya (Messier, 2005:156). Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat yang tersedia bagi auditor. Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung pada keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Semakin efektif pengendalian internal, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan. Pengetahuan audit secara pribadi dan langsung diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi, lebih bersifat menyimpulkan (persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat meyakinkan (convincing evidence) (Sutan. 2013:40). Menurut Arrens et.al (2008:231) ada delapan jenis bukti, yaitu: 1. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination) Adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan auditor atas aktiva berwujud.
Pemeriksaan
fisik
adalah
cara
langsung
untuk
memverifikasi apakah suatu aktiva benar-benar ada dan pada tingkat tertentu apakah aktiva yang ada itu telah dicatat. 2. Konfirmasi (Confirmation)
13
Menggambarkan penerimaan respons tertulis atau lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi keakuratan informasi yang diajukan oleh auditor. Konfirmasi harus dilakukan agar tidak terjadi atau timbul kesalahpahaman mengenai masalah yang sedang diperiksa oleh auditor. Konfirmasi terbagi kedalam dua jenis, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif. 3. Dokumentasi (Documentation) Adalah inspeksi oleh auditor atas dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang tersaji, atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Dokumen diklasifikasikan sebagai dokumen internal dan dokumen eksternal. 4. Prosedur Analitis (Analytical Procedures) Menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar dibandingkan dengan harapan auditor. 5. Wawancara dengan Klien (Inquiries of the client) Adalah upaya untuk memperoleh informasi secara lisan maupun tertulis dari klien sebagai respons atas pernyataan yang diajukan auditor. 6. Rekalkulasi (Recalculation) Melibatkan pengecekan ulang atas sampel kalkulasi yang dilakukan oleh klien. 7. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)
14
Adalah pengujian independen yang dilakukan auditor atas prosedur atau pengendalian akuntansi klien, yang semula dilakukan sebagai bagian dari system akuntansi dan pengendalian internal klien. 8. Observasi (Observation) Adalah penggunaan indera untuk melihat aktivitas klien 2.2.5
Standar Auditing Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis (Arrens, 2008:42). Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan dan bukti. Pedoman paling luas yang tersedia adalah sepuluh standar auditing yang belaku umum (Generally Accepted Auditing Standar/ GAAS) yang dikembangkan oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) dan terakhir kali diperbaharui dengan Statement on Auditing Standards (SAS) 105 dan SAS 113, standar ini berisi: a) Standar Umum, diantaranya: 1) Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagaia seorang auditor. 2) Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
15
3) Auditor
harus
menerapkan
kemahiran
professional
dalam
melaksanakan audit dan menyusun laporan. b) Standar Pekerjaan Lapangan, diantaranya: 1) Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2) Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. 3) Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keungan yang diaudit. c) Standar Pelaporan, diantaranya: 1) Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor, apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2) Auditor
harus
mengidentifikasikan
dalam
laporan
auditor
mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya. 3) Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informative belum memadai, auditor harus menyatakan dalam laporan auditor.
16
4) Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan suatu pendapat secara keseluruhan, auditor harus menyatakan alasan-alasan yang mendasari dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor itu harus dengan jelas menunjukkan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor. 2.3
Audit Investigatif Audit investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit). 2.3.1
Definisi Audit Investigatif Audit investigatif atau audit forensic berarti aplikasi disiplin akuntansi dan
audit pada masalah-masalah dalam legalisasi. Definisi menurut Jack Bologna dalam Tunggal (2004:37), akuntansi forensic, kadang-kadang disebut audit kecurangan atau akuntansi investigasi, adalah keahlian yang berada di atas bidang kecurangan korporat dan manajemen, penggelapan, atau penyuapan komersial. Sedangkan Association of Certified Fraud Examiner mendefinisikan fraud auditing,
17
An initial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of fraud preparation and concealment efforts. Dari definisi audit investigasi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit) 2.3.2
Jenis Audit Investigatif Ada dua macam audit investigasi (Tuanakotta, 2007:208), yaitu:
1. Audit Investigatif Proaktif Dilakukan pada entitas yang mempunyai risiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak diketahui oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan / kekayaan negara dan atau perekonomian negara. 2. Audit Investigatif Reaktif Audit investigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan / sangkaan
awal
tentang adanya
indikasi
penyimpangan
yang dapat
menimbulkan kerugian keuangan / kekayaan negara dan atau perekonomian negara. Berdasarkan siapa yang melakukan audit investigatif, menurut Karni (2000:7) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
18
1. Audit investigatif dilakukan atas inisiatif lembaga audit. Dasar pelaksanaan audit investigatif yang dilakukan atas inisiatif lembaga audit pada umumnya adalah: a) Pengembangan temuan audit sebelumnya b) Informasi atau pengaduan dari masyarakat Apabila audit bersumber dari pengaduan masyarakat sebelum melakukan audit, umumnya dilakukan dahulu penelitian awal untuk mengidentifikasi kasus yang akan diaudit. Apabila dari penelitian awal tersebut dapat disimpulkan bahwa dapat dilakukan audit investigatif baru dapat dibuat satu surat tugas khusus. Hal yang terpenting adalah sejauh mana kewenangan lembaga audit untuk melakukan audit investigatif terutama apabila hasil auditnya terbukti ada pelanggaran hukum formal atau material, kemungkinan akan diserahkan kepada jaksa untuk diselesaikan secara hukum. 2. Audit Investigatif dilakukan atas dasar permintaan penyidik. Sesuai pasal 120 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bila penyidik menganggap perlu, dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Terdapat kelemahan atau hambatan perundang-undangan yang dihadapi auditor karena tidak diatur lebih lanjut dalam KUHAP atau Undang-undak Tindak Pidana Korupsi. Auditor bekerja melaksanakan tugas atas nama penyidik (polisi atau jaksa) sesuai permohonan tertulis dari penegak hukum tersebut.
19
Pada audit yang dilaksanakan atas dasar permintaan penyidik, auditor bertanggung jawab atas nama pribadi yang ditunjuk. Oleh karena itu apabila pernyataan yang dikemukakan oleh auditor adalah pernyataan palsu, auditor tersebut dijerat hukum. 2.3.3
Tujuan Audit Investigatif Audit investigasi termasuk dalam audit ketaatan (compliance), walaupun
terkadang ada juga yang mengelompokkannya secara terpisah. Menurut pendapat Karni (2000:4) tentang audit investigasi adalah: Audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah seorang klien telah melaksankan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Dalam audit investigatif, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor invesigatif sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigatif tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum-hukum yang berlaku.
Seperti yang telah dikemukakan di muka, tujuan audit investigatif berdasarkan permintaan penyidik adalah untuk membantu penyidik membuat terang perkara pidana ekonomi yang sedang dihadapi penyidik. Auditor bertugas mengumpulkan bukti-bukti surat yang mendukung dakwaan jaksa. Tujuan audit investigatif berdasarkan pengaduan masyarakat adalah untuk mencari kebenaran dari pengaduan tersebut. Tujuan audit berdasarkan hasil temuan sebelumnya adalah untuk mengadakan audit lebih lanjut membuktikkan apakah kecurangan tersebut terbukti atau tidak.
20
Tujuan dari suatu investigasi harus sesuai dengan keadaan khusus yang dihadapi, dan ditentukkan sebelum investigasi dimulai. Berikut ini adalah berbagai alternatif mengenai tujuan investigasi menurut K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2007:201): 1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran karena bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung jawabkan kewajiban fidusiernya. Kewajiban fidusier ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan oleh karyawannya. 2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan ini akan menekankan dapat diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakin di pengadilan. 3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah. 4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. 5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi. 6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut. 7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak dapat lolos dari perbuatannya. 8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. 9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan. 10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. 11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman.
21
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya. 13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil. 14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin. 15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai yang harus diambil. 16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam maupun orang luar perusahaan, baik lisan maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk menanggapi secara tepat. 17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. 18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. 19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due diligence dan klaim kepada pihak ketiga. 20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. 21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. 22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak terpuji. 23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggung jawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
22
24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. 25. Mengidenetifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan terhadap si pelaku. 26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat. Pemilihan diantara berbagai alternative tujuan investigasi, tergantung dari organisasi atau lembaganya serta mandate yang dipunyainya, jenis dan besarnya kecurangan, dan budaya di lembaga tersebut. Tanggung jawab untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu investigasi terletak pada pimpinan. 2.3.4
Program Audit Program audit dalam audit investigasi pada umumnya sulit ditetapkan
terlebih dahulu atau dibakukan karena kasus yang satu dengan yang lain berbeda modus operasinya. Dengan mengadakan penelitian awal terhadap informasi dimaksudkan agar auditor lebih tahu masalah yang dihadapi. Prosedur audit yang digunakan sesuai standar auditing hanya saja penekanannya berbeda sesuai keadaan. Di samping standar auditing, prosedur audit juga menggunakan wewenang penyidik yang sangat luas. Ruang lingkup
23
atau luas audit juga sangat luas sesuai dengan teknik audit laporan keuangan tetapi juga tergantung dari kasus yang dihadapi. Karni (2000:123) mengemukakan tentang program audit dalam investigatif, Secara umum program audit dalam audit investigatif adalah mengaudit. Setiap transaksi yang diduga ada kasus dari awal sampai akhir, baik sesuai ketetntuan yang umum atau ketentuan dari objek yang diperiksa. Setiap tahap pembelian atau pengadaan barang yang dicaru tindakan-tindakan yang menyimpang dari ketentuan, baik yang diterapkan perusahaan maupun ketentuan yang umum seperti Keppres.
2.3.5
Pembuktian dalam Audit Investigatif Tugas auditor investigatif adalah membuat terang perkara yang dihadapi
penyidik dengan cara mengumpulkan bukti-bukti pada audit investigatif sama dengan bukti yang ditetapkan dalam standar auditing bukti tersebut harus kompeten. 2.3.5.1 Bukti Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), bukti berarti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu hal atau peristiwa; keterangan nyata, dan hal yang menjadi tanda perbuatan jahat. Menurut Tuanakotta (2007:446), tindakan pendidikan yang berupaya menunjukkan kebenaran suatu hal atau peristiwa, merupakan pengumpulan bukti. Tindakan ini dapat berupa:
24
1) Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, dan Berita Acara Pemeriksaan Ahli. 2) Memperoleh laporan ahli. 3) Menyita surat dan barang bukti. Menurut Arrens et.al (2008:227), bukti yang diperoleh harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Relevansi bukti. Bukti audit harus berkaitan atau relevan dengan tujuan audit yang akan diuji oleh auditor sebelum bukti tersebut dianggap tepat.
Reliabilitas bukti/ Kompeten. Mengacu pada tingkat dimana bukti tersebut dianggap dipercaya atau layak dipercaya.
Kecukupan bukti Kecukupan bukti diukur terutama oleh ukuran sampel yang dipilih auditor.
2.3.5.2 Barang Bukti Selanjutnya Tuanakotta (2007:447) menjelaskan definisi barang bukti, Barang bukti adalah benda baik yang bergerak atau tidak bergerak, yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang mempunyai hubungan tindak pidana yang terjadi. Agar dapat dijadikan bukti maka benda itu harus disita terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri di dalam daerah
25
hukumnya dimana benda itu berada. Penyitaan yang dilakukan oleh KPK (Komisi Pemberatntasan Korupsi) tidak memerlukan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda-benda yang: 1) Seluruh atau sebagian diduga diperoleh merupakan hasil dari tindak pidana. 2) Dipergunakan secara langsung untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana. 3) Dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. 4) Khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. 2.3.5.3 Alat Bukti Alat Bukti yang sah diatur dalam pasal 184 KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana), yaitu: 1) Keterangan Saksi Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alam sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya itu. 2) Keterangan Ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli ini adalah apa yang seorang ahli nyatakan di siding pengadilan. 26
3) Surat Surat yang mempunyai nilai pembuktian sebagai alat bukti adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan. 4) Petunjuk Petunjuk
adalah
perbuatan,
kejadian,
atau
keadaan
yang
karena
penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. 5) Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan dalam siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau apa yang ia ketahui sendiri. 2.3.6
Metode Audit Investigatif Setiap pekerjaan mempunyai metodologi dan prosedur masing-masing.
Begitu pula audit investigatif. Untuk mencari jawaban suatu kecurangan tanpa bukti yang lengkap, auditor perlu membuat asumsi tertentu. Teori kecurangan mulai dengan asumsi auditor berdasarkan fakta yang diketahui tentang apa yang mungkin terjadi dan kemudian diuji untuk menentukan apakah asumsu tersebut dapat dibuktikan. Menurut Tunggal (2004:47) Teori Kecurangan mengcakup: 1. Menganalisis data yang tersedia. 2. Menciptakan suatu hipotesis.
27
3. Menguji hipotesis. 4. Memperbaiki dan mengubah hipotesis. Metodologi tersebut bisa dikatakan sebagai pendekatan yang sistematik yaitu audit dimulai dengan informasi umum dan diteruskan dengan informasi khusus yang lebih banyak. Pada umumnya audit akan dimulai dengan audit sumber dokumentasi. a. Pengujian dokumen Sebagai aturan umum, dokumen harus diperiksa sebelum wawancara dilakukan. Prosedur ini memungkinkan auditor memperoleh pemahaman tentang nilai bukti potesial dari suatu kasus dan juga untuk melindungi keamanan dokumen. b. Saksi pihak ketiga yang netral Setelah melakukan pemeriksaan dokumen yang cukup, saksi harus diwawancarai dengan cara yang logis, mulai dengan orang yang paing kecil kemungkinan terlibat dan memuncak sampai kepada orang yang paling mungkin mempunyai keterlibatan. c. Saksi koroboratif (corroborative witness) yang menguatkan. Wawancara dengan saksi yang menguatkan fakta yang harus dilakukan setelah wawancara dengan saksi pihak ketiga yang netral. Saksi ini mungkin kooperatif dan tidak kooperatif. d. Co-Inspirators Pihak-pihak yang dicurigai terlibat harus diwawancarai kemudian, mulai dengan pihak yang paling tidak begitu bersalah dan meningkat pada pihak 28
yang paling bersalah. Apabila memungkinkan, penegakan dan penuntun sering menjanjikan kelonggaran sebagai imbalan kerjasama. e. Target/sasaran Biasanya target/sasaran akan diperiksa paling akhir. Wawancara dan interogasi biasanya dijadwal, meskipun dirasakan bahwa target tidak akan memberikan pengakuan. Dalam banyak contoh, pengakuan dapat digunakan untuk pendakwaan atau penuduhan (impeachment). Menurut Tuanakotta (2007:227), teknik-teknik audit memadai untuk dipergunakan dalam audit investigasi. Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh teknik, yaitu: 1) Memeriksa fisik (physical examination) 2) Meminta konfirmasi (confirmation) 3) Memeriksa dokumen (documentation) 4) Review analitik (analytic review atau analytical review) 5) Meminta informasi lisan dan tertulis dari auditan (inquiries of the auditee) 6) Menghitung kembali (reperformance) 7) Mengamati (observation) Jika teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang berhasial dihimpun akan mendukung pendapat auditor independen. Dalam audit investigatif, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif. 2.3.7
Pelaksanaan Audit Investigatif
29
Menurut Karni (2000:154) tahapan dalam pelaksanaan bantuan ahli adalah sebagai berikut: a. Penunjukan tim audit untuk melaksanakan penelitian awal. b. Penelitian awal terhadap kasus yang diaudit. c. Pembentukan tim audit. d. Pelaksanaan audit. e. Keterangan ahli. f. Auditor di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) g. Auditor sebagai saksi ahli di persidangan. Untuk kasus yang berasal dari lembaga audit sebaiknya dilaksanakan oleh tim atau salah satu anggota yang melaksanakan Audit Investigatif untuk kasus yang bersangkutan. Sehingga tim sudah mengetahui tentang kasus yang dihadapi. Sedangkan untuk kasus yang baru dan merupakan hasil penyelidikan jaksa atau polisi sendiri, tim dipilih terutama mereka yang pernah melaksanakan bantuan kepada penyidik untuk kasus yang relative sama. Tim harus menguasai accounting, auditing dan mengetahui hukum atau perundang-undangan yang berlaku. Agar pekerjaan bantuan audit tersebut dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat sebaiknya untuk kasus-kasus yang merupakan hasil penyelidikan jaksa atau polisi dapat ditempuh dengan dua cara: 1. Penyidik memaparkan kasus tersebut dihadapan auditor.
30
2. Lembaga audit menugaskan tim untuk memperoleh gambaran kasus dengan mendatangi kantor penyidik. Apabila ternyata kedua yang dipilih, tim audit dalam penelitian awal harus melakukan hal-hal berikut: 1. Menanyakan kepada penyidik mengenai perintah penyidikan. 2. Apabila dalam menanyakan kasus diperlukan surat izin misalnya kasus kredit bank. Auditor menanyakan apakah sudah mendapatkan izin dari bank Indonesia. 3. Apakah terdakwa ditahan atau tidak. 4. Bukti-bukti surat apa saja yang telah disita. 5. Auditor memperlajari BAP terdakwa dan BAP para saksi. 6. Setelah memperoleh gambaran kasus yang dihadapi, bisa memperkirakan bukti-bukti surat apa yang masih diperlukan. Dalam setiap kasus umumnya berbeda, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian awal umumnya juga berbeda-beda. 3. Pembentukan tim audit Tim yang melaksanakan audit sebaiknya sama dengan tim yang melaksanakan penelitian awal. Dari penelitian awal, auditor sudah mengetahui gambaran kasus yang dihadapi, sehingga petunjuk tim audit lebih sesuai dengan kasus yang dihadapi. Diusahakan salah satu anggota tim pernah menangani kasus yang relative sama. Dari sekian kasus, yang sulit dan memakan tenaga adalah memanipulasi keuangan dengan memanipulasi pembukuan, pengerjaan
31
pembukuan tidak sesuai dengan akuntansi yang berlaku umum, dan buku besar laporan keuangan yang belum dibuat. 4. Pelaksanaan audit Dalam melaksanaan audit sebaiknya auditor memfokuskan pada bukti surat. Apabila tindak pidana khusus terbuat merupakan satu kasus, setiap kasus diaudit dari awal sampai akhir transaksi tersebut. Sebagai acuannya adalah kebijakan perusahaan. Kepres dan ketentuan lain yang ada hubungannya dengan kasus yang dihadapi. Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dar aturan atau ketentuan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum material auditor harus mengumpulkan bukti-bukti tersebut. 5. Keterangan ahli Apabila perkara sudah tenang dan telah ada kesesuaian dengan penyidik auditor membuat keterangan ahli. Keterangan ahli di tandatangani ketua tim audit, bukan kepala lembaga audit. 6. Auditor di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Auditor yang akan menjadi saksi ahli disidang pengadilan di BAP oleh penyidik. Tetapi kadang kala justru auditor yang mempersiapkan BAP karena BAP harus sejalan dengan keterangan ahli. Hal ini dapat di maklumi karena untuk kasus tertentu yang tahu benar dengan kasus tersebut adalah auditor. Pernyataan dan jawaban dalam BAP dibuat sedemikian rupa sehingga mencerminkan BAP saksi ahli.
32
7. Auditor menjadi saksi ahli di sidang pengadilan Auditor sebagai saksi ahli yang terjun ke pokok perkara sehingga sering dipermasalahkan untuk penasehat hukum. Diusahakan jawaban dari saksi ahli tidak menimbulkan pernyataan baru dan auditor harus berusaha sedemikian rupa sehingga tidak dapat ditarik ke masalah hukum atau yang diluar keahlian auaditor atau kasus menjadi kasus perdata. Audit investigatif yang efektif menurut Tunggal (2004:43) harus dapat melakukan berikut ini dengan kemampuan yang cukup: 1. Mempelajari pengendalian intern 2. Menilai kebaikan dan kelemahan pengadilan itu 3. Scenario desain dari kerugian kecurangan yang potensial berdasarkan kelemahan yang diidentifikasi dan pengendalian internal 4. Mengidentifikasi akun yang dipertanyakan, saldo akun dan hubungan antara akun, untuk perbedaan dari yang diperkirakan sekarang dan hubungan masa lalu (rasio masa lalu) 5. Mengidentifikasi transaksi yangdi pertanyakan 6. Membedakan kesalahan manusia yang sederhana dan penghilangan masukan dari ayat jurnal yang curang 7. Mengikuti arus dokumen yang mendukung transaksi 8. Mengikuti arus dana ke dalam dan keluar dari akun organisasi 9. Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan 10. Memperlajari dokumen itu untuk keanehan
33
11. Mengkontruksi kembali data pendapatan dan pengeluaran melalui sumbersumber di luar dan independen 12. Mengkonfirmasi nilai aktiva dan hutang melalui sumber di luar dan independen 13. Mengumpulkan bukti untuk memperkuat kerugian akun, kecurangan transaksi dan laporan keuangan yang salah 14. Mendokumentasikan dan melaporkan kerugian kecurangan untuk tujuan criminal, sipil atau asuransi. Tim yang melaksanakan audit sebaiknya sama dengan tim yang melaksanakan penelitian awal. Dari penelitian awal, auditor sudah mengetahui gambaran kasus yang dihadapi, diusahakan salah satu anggota tim pernah menangani kasus yang relative sama. Dari sekian kasus yang sulit dan menyita banyak waktu adalah manipulasi keuangan dengan manipulasi pembukuan, pengerjaan pembukuan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan buku besar maupun laporan keuangan yang belum dibuat. 2.3.8
Laporan Audit Investigatif Seperti halnya dengan audit laporan keuangan, audit investigatif juga
menyusun kertas kerja audit. Kertas kerja audit investigatif sulit dibukukan karena tergantung kepada kasus yang dihadapi. Dan biasanya antara kasus yang satu dengan kasus yang lainnya akan berbeda, begitu pula hasil auditnya. Menurut Karni (2000:146) susunan kertas kerja audit investigatif, yaitu: a. Kertas kerja audit umum 34
Kertas kerja ini menyangkut data umum objek atau kejadian yang diaudit termasuk ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi. b. Kertas kerja audit tiap orang yang diduga terlibat Kertas kerja ini disusun per orang yang terlibat berisi perbuatan melanggar hukum dan akibatnya. Sedangkan kertas kerja audit utuk tersangka termasuk pula kerugian negara akibat perbuatan melanggar hukum. Bukti surat mengenai ketentuan yang ada dan pelanggarannya difotokopi untuk masingmasing yang telibat. Karni (2000:147) juga memberikan pendapatnya tentang manfaat dari kertas kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Memudahkan penyusunan keterangan ahli di BAP. 2. Memudahkan bagi penyidik dalam membuat surat dakwaan. 3. Memudahkan saksi ahli disidang pengadilan. Laporan investigatif menurut Karni (2000:133) berisi: 1. Dasar audit investigatif 2. Temuan audit invesigatif 3. Tindak lanjut, dan 4. Saran-saran perbaikan. Untuk laporan audit investigatif yang akan diserahkan kepda kejaksaan, temuan audit memuat: a. Modus operandi
35
b. Sebab-sebab terjadinya penyimpangan c. Bukti yang diperoleh d. Kerugian yang ditimbulkan. Dalam laporan audit, harus digunakan kata “diduga”, karena dalam audit invetsigatif harus diterpkan asas praduga tidak bersalah. Seorang dinyatakan telah melakukan tindak pidana korupsi setelah ada vonis dari hakim. 2.3.9
Perbedaan Financial Auditing dengan Audit Investigatif Perbedaan antara audit umum (general audit atau opinion audit) dan
pemeriksaan atas fraud menurut Association of Certified Fraud Examiners yang terdapat dalam Tuanakotta (2007:181) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Auditing dan Fraud Examination Issue
Auditing
Fraud Examination
Timing
Recurring:
Non Recurring:
Audit dilakukan secara teratur, Pemeriksaan berkala, dan berulang kembali.
fraud
tidak
berulang kembali, dilakukan setelah ada cukup indikasi.
Scope
General: Lingkup
Specific: audit
adalah Pemeriksaan fraud diarahkan
pemeriksaan umum atas data pada dugaan, tuduhan atau keuangan.
sangkaan yanga spesifik.
36
Objective
Opinion:
Affix Blame:
Tujuan audit adalah untuk Tujuan
pemeriksaan
memberikan
untuk
pendapat
atas adalah
kewajaran laporan keuangan.
fraud
memastikan
apakah fraud memang terjadi, dan untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Relationship
Non Adversarial:
Adversarial:
Sifat pekerjaan audit adalah Karena tidak bermusuhan
pada
akhirnya,
pemeriksaan menentukan
harus siapa
yang
bersalah, sifat pemeriksaan fraud adalah bermusuhan Methodology
Audit Techniques: Audit
dilakukan
dengan
Fraud
Examination
terutama Techniques:
pemeriksaan
keuangan.
data Pemeriksaan fraud dilakukan dengan memeriksa dokumen, telaah
data
eksternal
dan
wawancara Presumption
Professional Skepticism: Auditor
Proof:
melaksanakan Pemeriksaan fraud berupaya
tugasnya dengan professional mengumpulkan bukti untuk skepticism
mendukung atau membantah dengan
37
tuduhan
atau
serangkaian terjadinya fraud.
2.3.10 Wewenang Audit Berdasarkan siapa yang melakukan audit investigasi menurut Karni (2000:7) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Dilakukan atas inisiatif lembaga audit 2. Dilakukan atas dasar permintaan penyidikan Dapat dijelaskan mengenai keterangan tersebut: 1. Audit investigatif yang dilakukan atas inisiatif lembaga audit Dasar pelaksanaan audit investigatif yang dilakukan atas inisiatif lemabaga audit pada umumnya adalah: a. Pengembangan temuan audit sebelumnya b. Informasi atau pengaduan dari masyarakat Apabila audit bersumber pada pengaduan masyarakat, sebelumnya melakukan audit umumnya dilakukan dahulu penelitian awal untuk mengidentifikasikan kasus yang akan diaudit. Apabila dari penelitian awal dapat disimpulkan bahwa dapat dilakukan audit investigatif, baru dibuat surat tugas khusus. Hal yang terpenting adalah sejauh mana kewenangan lembaga audit untuk melakukan audit investigatif terutama apabila hasil auditnya terbukti ada pelanggaran hukum formal atau material. Kemungkinan akan diserahkan kepada kejaksaan untuk diselesaikan secara hukum.
38
2. Audit investigatif atas dasar permintaan penyidik Sesuai Pasal 120 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), bila penyidik menganggap perlu dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Terdapat kelemahan atau hambatan perundang-undangan yang dihadapi auditor karena tidak di atur lebih lanjut dalam KUHP atau Undang-Undang Tindak PidanaKorupsi. Auditor bekerja atau melaksanakan tugas atas nama penyidik (Polisi atau Jaksa). Pada audit yang dilakukan atas dasar permintaan penyidik, auditor bertanggung jawab atas nama pribadi yang di tunjuk. Oleh sebab itu, apabila pernyataan yang dikemukakan oleh auditor adalah pernyataan palsu, auditor tersebut dapat di jerat hukum. 2.4
Definisi Mengungkapkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Mengungkapkan adalah menunjukkan, membuktikan, menyingkapkan tentang sesuatu yang tadinya masih menjadi rahasia atau tidak banyak diketahui orang.
2.5
Kecurangan (Fraud) Kecurangan menurut Sunarto (2003:57), Kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dilakukan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesatkan seringkali disebut kecurangan manajemen (Management Fraud). Karni (2000:43) juga mengemukakan tentang unsur-unsur kecurngan, Kecurangan terdiri dari tujuh unsur penting. Apabila tidak terdapat salah satu unsur tersebut maka tidak ada kecurangan yang dapat dilakukan.
39
Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harus terdapat penyajian yang keliru (missaprepriation) 2. Dari suatu masa lampau atau sekarang 3. Faktanya material 4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan 5. Dengan maksud untuk menyebabkan pihak lain bereaksi 6. Pihak yang teluka harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian 7. Mengakibatkan kerugian.” Menurut Sunarto (2003:57), kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesuaikan, seringkali disebut kecurangan manajemen (manajement fraud). Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) seperti yang dikutip oleh Tuanakotta (2007:95) menyebutkan pasal-pasal yang mengcakup pengertian fraud yaitu: a. Pasal 362 : Pencurian, yaitu mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. b. Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman, yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekuasaan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
40
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapus piutang. c. Pasal 372: Penggelapan, yaitu dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya adalah kepunyan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. d. Pasal 378: Perbuatan Curang, yaitu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melanggar hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu barang kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang. e. Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit. f. Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang, yaitu dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya milik orang lain. Dapat disimpulkan bahwa fraud atau kecurngan meliputi berbagai tindakan melawan hukum. 2.5.1
Klasifikasi Kecurangan Kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut Karni
(2000:35) yaitu: a. Management Fraud
41
Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime (kejahatan kerah putih). Kecurangan manajemen ada dua tipe yaitu kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan dan menyalahgunakan akan jabatan itu. Kecurangan korporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan demi memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut. Misalnya manipulasi pajak. b. Non Management (employee) Fraud Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kadangkadang merupakan pencurian atau manipulasi. Dibandingkan dengan karyawan para manajemen, kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai wewenang karena pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk kecurangan. c. Computer Fraud Tujuan pengadaan komputer antara lain digunakan untuk pencatatan operasional atau pembukuan suatu perusahaan. Kejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer diluar. Peruntukan yang sah dan perusakkan atau pencurian fisik atau sumber daya komputer itu sendiri. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Tuanakotta (2007:96) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Yang pada umumnya terbagi kedalam ketiga hal, yaitu: 42
1. Corruption, yang terdiri dari: Conflict of Interest, Bribery, Illegal Gratuities, dan Economic Extortion. 2. Asset missapropriation, yang terdiri dari: a. Cash, seperti: Larceny, Fraudulent Disbursement, dan Skimming. b. Inventory and all Other Assets, seperti: Misuse, dan Larceny. 3. Fraudulent Statement, yang terdiri dari: Financial dan Non Financial. 2.5.2
Faktor Pendukung Terjadinya Kecurangan Faktor pendukung terjadinya kecurangan menurut Arrens et.al (2008:432)
tiga kondisi kecurangan yang berasal dari laporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316). Ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle) Gambar 2.1 INCENTIVE / PRESSURE
OPPORTUNITY
RATIONALISATION
Fraud Triangle
1. Insentif/Tekanan/Pressure. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. 43
2. Kesempatan/Opportunity. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan. 3. Sikap/Rasionalisation. Ada sikap, karakter atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur. Tunggal (2004:10), mengemukakan bahwa kecurangan paling sering terjadi jika: 1. Pengendalian internal tidak ada, lemah, atau dilakukan dengan longgar. 2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. 3. Pegawai diatur dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan. 4. Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien atau tidak cakap. 5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, atau kecanduan alcohol, obat terlarang, judi, atau selera yang mahal. 6. Industry dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi korupsi. 7. Perusahaan jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya kehilangan uang atau saham, produk atau pelayanannya menjadi kuno.
44
2.5.3
Kecurangan Menurut Akuntansi dan Auditing Menurut Jack Bologna dalam Tunggal (2004:9) kecurangan adalah
penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau dalam laporan keuangan, bisa juga kecurangan yang ditujukan kepada pihak luar misalnya penjual, pemasok, kontraktor konsultan dan pelanggan dengan cara penagihan yang berlebihan. 2.5.4
Kecurangan Menurut Perspektif Hukum Menurut Jack Bologna dalam Tunggal (2004:9) kecurangan dalam arti
hukum adalah penggambaran kenyataan materi yang salah yang disengaja untuk tujuan membohongi orang lain sehingga orang lain mengalami kerugian ekonomi. Hukum dapat memberi sanksi sipil dan criminal untuk perilaku tersebut. Sanksi sipil dapat termasuk penggantian kerusakkan untuk kerugian yang dialaminya. Kecurangan dalam hukum criminal dapat disebut dengan berbagai nama. Misalnya penipuan, kebohongan, pencurian dengan akal, kupon palsu, dan masukan yang salah, menipu dan lain sebagainya. 2.6
Kerangka Pemikiran Menurut Tuanakotta (2007: 165) salah satu upaya untuk mencegah fraud,
yaitu dilihat dari pengendalian internnya terlebih dahulu. Untuk audit investigasi, kita memerlukan pengendalian intern yang khusus ditujukan untuk mencegah fraud (fraud specific internal control). Pengendalian Intern Aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling banyak diterapkan. Ia seperti
45
pagar-pagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman rumah orang. Pagarpagar ini membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon pelaku fraud. Seperti pagar, bagaimanapun kokoh kelihatannya, tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang cerdik dan mempunyai ketegaran untuk melakukannya. Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan. Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai predication. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa dan pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan pengungkapan kasusnya; ia membangun teori fraud (fraud theory) (Tuanakotta, 2007: 207). Tujuan audit investigasi adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat.
46
Pola Fraud di Bidang Keuangan Gambar 2.2 Pola Fraud di Bidang Keuangan
FRAUD KEUANGAN
UNTUK KEUNTUNGAN PRIBADI
UNTUK KEUNTUNGAN ORGANISASI
DI SEMBUNYIKAN DALAM ATAU MELALUI REKAYASA CATATAN AKUNTANSI
DUKUNGAN DOKUMEN PERTANGGUNGJAWABAN FIKTIF, PALSU ATAU HASIL KORUPSI
Sumber: Tuanakotta (2007:217)
Pola Fraud di bidang keuangan diatas merupakan pola yang biasa terjadi dibanyak organisasi. Sesuai dengan kepentingan yang G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan JosephT.Wells mendifinisikan kecurangan dalam Tuanakotta (2007:222) yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu: (1) Tindakan / the act,
47
(2) Penyembunyian / theconcealment dan (3) Konversi / the conversion Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif.
Berikut ini adalah skema kerangka pemikiran: Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Tekanan Mencuri asset secara illegal
rasionalisasi
Korupsi
Penggelapan
kesempatan
Kecuranga n Dugaan
Terbukti Tidak terbukti
Audit Investigatif
Dari uraian di atas, ketertarikan penulis akan audit investigasi dan keinginan mengalisis lebih lanjut kecurangan menghantarkan penulis sampai pada hipotesis bahwa “ Audit investigatif berperan dalam mengungkapkan kecurangan (fraud)”
48