BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi dan mekanisme kulit tidak saja harus menghilangkan pengaruh panas matahari, tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh sinr matahari. (Rostamailis, 2005). Kulit terdiri dari tiga lapisan utama : epidermis, dermis, dan subkutan jaringan. Setiap lapisan memiliki karakteristik dan fungsi spesifik. Meskipun penelitian mengenai lapisan masih berlangsung, banyak yang sudah diketahui tentang struktur dari setiap komponen. Penemuan terbaru tentang komponenkomponen ini sudah mengarah ke diagnosis pralahir banyak mewarisi penyakit dan untuk meningkatkan terapi. Di masa depan, studi komponen ini memungkinkan penyempurnaan pemahaman tentang penuaan kulit dan efek dari produk topikal pada fungsi biologis kulit. Epidermis adalah lapisan kulit paling dangkal. Hal ini sangat penting dari segi kosmetik, karena lapisan ini yang memberikan tekstur kulit dan kelembaban, dan menyumbang pada warna kulit. Jika permukaan epidermis adalah kering atau kasar, kulit tampak tua. Pengetahuan tentang struktur dasar epidermis yang baik memungkinkan seorang praktisi untuk meningkatkan penampilan kulit pasien (Baumann, Leslie., 2009).
2.2. Fungsi Kulit
Universitas Sumatera Utara
Kulit terdiri dari tiga lapisan: epidermis, termasuk lapisan korneum, dermis, dan hipodermis. Dermis mengandung melanosit yang menghasilkan pigmen melanin yang bertanggung jawab atas warna kulit. Paparan sinar dengan panjang gelombang dalam UV-A wilayah akan merangsang pembentukan melanin, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung pada kulit. Kulit ditampilkan bersama dengan jumlah radiasi UV yang menembus setiap lapisan. Radiasi UV dekat 300 nm (UV-B) menembus dengan baik stratum corneum dan epidermis yang energik cukup parah menyebabkan pembakaran (erythema) kulit, terutama pada individu berkulit putih. Radiasi dengan panjang gelombang lebih panjang dari 350 nm mulai menembus dermis sehingga merangsang pembentukan melanin dan menghasilkan (tanning) pencokelatan yang melindungi kulit dari terbakar langsung akibat paparan sinar matahari. Meskipun sinar UV-A merupakan energi yang lebih rendah daripada sinar UV-B, yang kenyataannya bahwa mereka dapat menembus lebih jauh ke dalam hypodermis, menyebabkan elastosis (kekurangan dukungan struktural dan elastisitas kulit) dan kerusakan kulit lainnya, yang berpotensi mengarah ke kanker kulit (Shaat, Nadim, A., 2005) Di samping efek menguntungkan, pemaparan sinar matahari yang berlebihan juga dapat berdampak buruk karena sinar matahari mengandung sinar ultra violet (UV). Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologisnya, sinar UV dibagi atas tiga kelompok, yaitu : UV A, UV B, dan UV C. UV A memiliki panjang gelombang 320-400 nm yang menyebabkan warna coklat pada kulit tanpa terjadi inflamasi sehingga disebut daerah pigmentasi. UV B memiliki panjang gelombang 290-320 nm sehingga dapat menimbulkan terjadinya iritasi pada kulit. Hal ini menyebabkan rentang panjang gelombang UV B disebut daerah eritema.
Universitas Sumatera Utara
UV C memiliki panjang gelombang 200-290 nm dan tidak dapat mencapai permukaan bumi karena sebagian besar telah terserap oleh lapisan ozon. 2.3. Tabir Surya Tabir surya merupakan sediaan topikal yang dapat mengurangi dampak radiasi ultraviolet dengan cara menyerap, memantulkan atau menghamburkan radiasi ultraviolet. Dampak radiasi ultraviolet dapat dicegah dengan menggunakan tabir surya sebelum terpapar sinar matahari (Shaat, Nadim, A., 2005). Mekanisme Kerja Tabir Surya Berdasarkan mekanisme kerjanya, tabir surya digolongkan menjadi pemblok fisik dan penyerap kimia (Shaath, 2005). a. Pemblok fisik (Physical blockers) Tabir surya yang merupakan pemblok fisik bekerja dengan memantulkan atau menghamburkan radiasi ultraviolet. Contoh tabir surya yang bersifat pemblok fisik adalah petrolatum, senyawa anorganik seperti zink oksida dan titanium oksida. Senyawa-senyawa ini apabila terdapat dalam jumlah yang mencukupi dapat memantulkan semua spektrum ultraviolet, visibel, dan sinar infra merah. Ukuran partikel dari logam oksida dengan diameter kurang dari 300 amstrong dinyatakan mempunyai tingkat perlindungan terhadap sinar matahari yang lebih tinggi tanpa menimbulkan opasitas yang secara estetika mengganggu penampilan dan pembentukan aglomerat yang dapat mengurangi efektivitas tabir surya. Pemblok fisik efektif untuk melindungi kulit terhadap pemaparan radiasi UV A maupun UV B. Dua senyawa pemblok fisik yang paling umum digunakan adalah zink oksida dan titanium oksida dimana keduanya inert secara kimia, tidak bersifat iritan dan memberikan perlindungan sempurna terhadap seluruh spektrum
Universitas Sumatera Utara
UV (Shaat, Nadim, A., 2005).
b. Penyerap kimia (Chemical absorber) Tabir surya yang merupakan penyerap kimia bekerja dengan menyerap secara spesifik radiasi UV. Contoh tabir surya yang bersifat sebagai penyerap kimia adalah turunan para aminobenzoat (PABA), turunan sinamat, dan turunan salisilat. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang tersusun atas struktur aromatik yang terkonjugasi dengan gugus karbonil dan dengan gugus pelepas elektron (amin atau metoksi) yang berada pada posisi para atau orto terhadap gugus karbonil dalam cincin aromatik. Senyawa kimia dengan konfigurasi tersebut dapat menyerap radiasi UV berenergi tinggi dengan panjang gelombang pendek yaitu 250 – 340 nm dan merubah energi yang tersisa menjadi radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (energi rendah) yaitu380 nm yang relatif tidak berbahaya. Energi yang diabsorbsi dari radiasi UV A dan UV B besarnya sama dengan energi resonansi yang dibutuhkan untuk delokalisasi elektron pada komponen aromatik (Shaat, Nadim, A., 2005).
2.4. AHA (Alpha Hydroxy Acids) Hydroxy acids mewakili kelompok zat yang menarik yang termasuk dalam kategori kosmetika. Dalam dua dekade terakhir mereka telah digunakan secara luas ke berbagai produk perawatan kulit untuk melembabkan, dan efek antipenuaan. Golongan yang termasuk asam hidroksi α-hydroxy acids (AHA), βhydroxy acids, kombinasi hydroxy acids, dan asam polyhydroxy. AHA adalah
Universitas Sumatera Utara
organik asam karboksilat ditandai oleh sebuah kelompok hidroksi pada posisi alfa. Mereka hidrofilik karena struktur alifatik dan linier. Berdasarkan jumlah hidroksi kelompok, AHA dapat dibagi menjadi tiga subkategori: asam monokarboksilat (asam glikolat), asam dikarboksilat (asam malat), dan asam trikarboksilat (asam sitrat) (Barel, A. O., 2006). Alpha-hydroxyacid disebut juga sebagai asam buah karena kebanyakan dari mereka secara umum terdapat dalam buah ( asam sitrat dalam buah jeruk, asam malat dalam apel, asam tartarat dalam anggur). Tetapi tidak semua AHA merupakan komponen dari buah dimana asam glikolat dari sugar cane, dan asam laktat berasal dari susu (Rawlings, Anthony V., 2002)
2.5. Gel Menurut definsi USP gel adalah sistem semisolid baik anorganik maupun organik besar yang berinterpenetrasi dengan cairan. Dalam partikel anorganik membentuk sistem tiga dimensi dalam keseluruhan (Lieberman, 1998). Gel memiliki sifat yang khas: 1. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi larutan yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume. 2. Sineresis, yaitu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi didalam masa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada diatas permukaan gel. 3. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel (Lieberman, 1998). Beberapa dari polimer telah digunakan sebagai pembentuk struktur dalam
Universitas Sumatera Utara
sistem gel. Terdapat gum alam, turunan selulosa dan karbomer. Gel dibedakan ke dalam anorganik dan organik gel dalam basis fase koloid. Turunan selulosa telah disintetis
dan
efektif
karboksimetilselulosa,
pembuat hidroksietil
gel.
Di
selulosa
antaranya dan
adalah
hidroksimetil
natrium selulosa.
Penggunaan gel dan pembuat gel adalah di farmasetik digunakan sebagai bahan kosmetik. Dalam bidang kosmetik gel telah digunakan secara luas dalam berbagai produk, di antaranya sampo, produk pengharum, preparat kulit dan rambut. (Lieberman, 1998). Selulosa sebagai bahan dasar penggunaannya harus disesuaikan dengan konsentrasi maksimum (2 – 3%) untuk memperoleh struktur gel yang diinginkan. Pada tingkat konsentrasi didapatkan bentuk ideal pada pemakaian (Shaat, Nadim, A., 2005). Konsistensi gel dapat menunjukkan sifat tiksotropi atau tidak. Konsistensi gel dikatakan menunjukkan sifat tiksotropi jika massa gel menjadi kenatal pekat pada waktu didiamkan dan menjadi cair kembali setelah dikocok, dan tidak segera mengental ssewaktu didiamkan. Ciri sifat konsistensi ini sangat penting untuk sediaan kosmetika, karena dengan demikian gel akan mudah merata jika dioleskan pada rambut atau kulit, sekalipun tanpa penekanan yang berarti (Ditjen POM, 1985).
2.6. Proteksi Terhadap Ultraviolet Perlindungan dari paparan radiasi UV menyebabkan penurunan risiko untuk perkembangkan kanker kulit. Oleh karena itu, fotoproteksi optimal secara teratur menggunakan tabir surya,mengenakan pakaian pelindung, termasuk
Universitas Sumatera Utara
menghindari paparan UV jika dimungkinkan. Rekomendasi untuk fotoproteksi yang mencakup ketiga pendekatan ini paling efektif dalam mengurangi resiko kanker kulit. Tabir surya bekerja terutama melalui dua mekanisme: (i) menghamburkan dan refleksi energi UV, dan (ii) penyerapan energi UV. Banyak tabir surya saat ini mengandung bahan-bahan yang bekerja melalui kedua mekanisme baik dalam hal perlindungan UV. Assay yang paling penting untuk menentukan efektivitas tabir surya adalah Sun Protection Factor (SPF). pengukuran SPF menunjukkan kemampuan tabir surya untuk mencegah terjadinya eritema pada paparan radiasi UV, terutama UVB. Nilai SPF didefinisikan sebagai perbandingan energi UV yang dibutuhkan untuk menghasilkan eritema minimal pada kulit yang dilindungi dengan eritema yang sama pada kulit yang tidak dilindungi dalam individu yang sama. Untuk contoh, seorang individu menggunakan tabir surya SPF 4 akan mengambil empat kali lebih lama untuk mengalamai eritema pada kutan ketika terpapar radiasi UVB, dibandingkan dengan ketika individu tidak memiliki perlindungan. Food and Drug Administration (FDA), yang mengawasi pemasaran dan distribusi produk-produk tabir surya di Amerika Serikat, menyarankan
bahwa tabir surya harus
menyediakan setidaknya nilai SPF 2. Kebanyakan di pasaran tersedia produk tabir surya memiliki nilai SPF yang melebihi perlindungan minimum. Meskipun upaya oleh FDA untuk mendidik konsumen dan mempromosikan sesuai merek oleh produsen, tabir surya pelabelan memiliki keterbatasan. Nilai SPF tabir surya terutama mengukur kemampuan untuk melindungi terhadap radiasi UVB dan tidak cukup mengatasi efek UVA. (Draelos, Zoe. D., 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.7. Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) Sinonim : HPMC, Hypromellosum, Methocel, Metolose, Pharmacoat. Merupakan selulosa yang mengalami O-metilasi dan O-(-2-) hidroksiprolisasi. Dengan berat molekul kira – kira 10.000 – 1.500.000. Hidroksipropil metilselulosa berfungsi sebagai penyalut, polimer untuk sediaan lepas lambat, penstabil, pensuspensi, pengikat tablet dan peningkat viskositas. Dan digunakan secara luas untuk kosmetik (Rowe, 2009). Menurut Shaat (2005) penggunaan dasar selulosa dapat disesuaikan sampai pada konsentrsi tertinggi (2 – 3 %) untuk menghasilkan struktur gel yang diharapkan. Pada tingkat penggunaan ini mereka dapat mudah digerakkan /tidak kaku pada saat pembuatan. Hidroksipropil metilselulosa merupakan serbuk berwarna putih-krem, tidak berbau, dan tidak berasa. Larutan hidroksipropil metilselulosa 2 % (b/b) memiliki pH sebesar 5,5-8. Hidroksipropil metilselulosa larut dalam air dingin, praktis larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol-diklormetan, metanol- diklormetan dan air-alkohol, campuran diklormetan dan propanol-2. Hidroksipropil metilselulosa merupakan serbuk yang stabil, meskipun bersifat higroskopis setelah pengeringan. Larutan hidroksipropil metilselulosa stabil pada pH 3-11. Peningkatan temperatur dapat menurunkan viskositas larutan. Larutan hidroksipropil metilselulosa dalam air sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme, maka perlu diberi pengawet. Hidroksipropil metilselulosa tidak sesuai dengan zat-zat pengoksidasi. Penyimpanan HMPC dalam wadah tertutup rapat, tidak lembab, tempat kering (Rowe, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Asam Tartrat Asam tartarat berbentuk kristal monosiklik, atau putih umumnya berbentuk serbuk kristal putih, tidak berwarna dan memunyai rasa asam yang tinggi. Penyimpanan dalam wadah yang tertutup rapat dan kering. Asam tartarat sangat larut dalam kloroform; 2,5 bagian dalam etanol 95 %; larut dalam gliserin; 10,5 bagian dalam air. Asam tartarat secara luas digunakan dalam produk makanan dan oral, topikal dan formulasi parental farmasetk. Secara umum tidak toksik dan tidak mengiritasi. Keberadaan asam tartarat di alam terdapat dalam buah – buahan sebagai asam bebas. Penggunaannya sebagai (Rowe, 2009). 2.9. Metil paraben Metil paraben merupakan serbuk kristal tidak berwarna sampai putih dan tidak berbau dan digunakan sebagai pengawet. Metil paraben larut dalam 3 bagian etanol 90 %, 5 bagian propilenglikol, 60 bagian gliserin dan 400 bagian air. Metil paraben aktif pada rentang pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas. Konsentrasi metil paraben yang biasa digunakan pada sediaan topikal adalah 0,02-0,3 %. Aktivitas antimikroba efektif pada pH 4 - 8 dan aktivitas berkurang dengan bertambahnya pH disertai pembentukan anion fenolat. Larutan metil paraben dalam air dengan pH 3 - 6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Metil paraben inkompatibel dengan surfaktan anionik, bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, dan sorbitol (Rowe, 2009).
2.10. Propil Paraben
Universitas Sumatera Utara
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01 - 0,6 %. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4 - 8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton, 1 bagian dalam etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3 - 6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel dengan surfaktan nonionik. Plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan pewarna ultramarine blue dapat mengabsorpsi propil paraben sehingga mengurangi efek antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Rowe, 2009).
2.11. Propilenglikol Propilenglikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstraksi, dan bahan pembawa pada parental dan non parental formulasi farmasetik, sebagai antiseptik namun kurang efektif dibandingkan dengan etanol. Di industri kosmetik dan makanan sebagai emollient, humektan, merupakan cairan jernih kental, tidak berwarna, tidak berbau dan memiki rasa manis. Propilenglikol dapat bercampur dengan etanol, gliserin, dan air, serta tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi bercampur dengan minyak esensial. Pada suhu rendah, propilenglikol tetap stabil dalam wadah tertutup rapat, tetapi pada suhu tinggi dan di tempat terbuka, propilenglikol akan teroksidasi.
Universitas Sumatera Utara
Propilenglikol bersifat higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya, serta di tempat sejuk dan kering. Propilenglikol inkompatibel dengan zat-zat pengoksidasi seperti kalium permanganat dan bersifat lebih iritan terhadap kulit dari pada gliserin (Rowe, 2009).
Universitas Sumatera Utara