BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain-lain (Jas,2007). Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan maka akan menimbulkan keracunan, sedangkan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief,1991). Bahan baku obat adalah semua bahan,baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produkruahan (Siregar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dirjen POM(2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.
2.2 Tablet Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989). Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa: a. Bahan pengisi (diluent) Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet, bertujuan untuk penyesuaian bobot, ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Berikut ini beberapa zat pengisi yang sering digunakan: laktosa, laktosa anhidrat, laktosa semprot kering,
fast flo lactose (FFL), starch 1500, dan mikrokristalin selulosa
(Siregar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan pengikat (binder) Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk menambah kohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yang penting untuk membentuk granul yang dibawah pengempaan akan membentuk suatu massa kohesif atau kompak yang disebut tablet. Beberapa jenis pengikat yang sering digunakan: pati 5-10%, pati pragelatinisasi 0,5%, starch 1500, gelatin 2-10%, sukrosa 5075%, akasia 10-25%, polivinilpirolidon 3-15% (Siregar, 2010). c. Bahan penghancur (disintegrator) Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam saluran cerna. Zat-zat yang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat. d. Bahan pelicin (lubricant) Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Zat-zat yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat. Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi free flowing, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi capping (retak) (Anief, 1987).
2.3 Cara Pembuatan Tablet Kebanyakan serbuk tidak dapat dikempa langsung menjadi tablet karena: 1. Serbuk kurang memiliki karakteristik ikatan atau lekatan (kohesif dan adhesif) yang baik secara bersama-sama menjadi kesatuan padatan yang kompak.
Universitas Sumatera Utara
2. Serbuk biasanya tidak memiliki sifat lubrikasi dan dintegrasi yang dipersyaratkan untuk pentabletan. 3. Serbuk pada umumnya tidak atau kurang memiliki sifat mengalir bebas (Siregar, 2010). Untuk itu zat aktif mula-mula harus mengalami praperlakuan, baik tunggal ataupun dalam kombinasi dengan eksipien untuk membentuk granul yang memberi kemungkinan untuk dikempa. Proses ini disebut sebagai granulasi. Granulasi adalah setiap proses membesarkan ukuran partikel-partikel kecil dengan mengumpulkannya bersama-sama menjadi agregat yang lebih besar dan permanen untuk membuatnya mengalir bebas yang serupa dengan pasir kering (Siregar, 2010). Terdapat 3 metode pembuatan tablet kompresi yaitu: 1. Granulasi Basah Metode granulasi basah merupakan yang terluas digunakan orang dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan lembab menjadi granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran bahan pelicin, pembuatan tablet dengan kompresi. Penimbangan dan pencampuran: Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formula tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah tablet yang akan diproduksi
Universitas Sumatera Utara
dan dicampur, diaduk baik, biasanya dengan menggunakan mesin pencampur serbuk atau mikser. Pembuatan granulasi basah. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan cairan pengikat ke dalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang lembab melalui ayakan yang ukuran nya sesuai kebutuhan, granul yang dihasilkan melalui pengayakan ini dikeringkan, lalu diayak kembali dengan ayakan yang ukurannya lebih kecil supaya mengurangi ukuran granul berikut nya. Unsur pengikat dalam tablet juga membantu merekatkan granul satu dengan lainnya, menjaga kesatuan tablet setelah dikompresi. Bahan pengikat yang digunakan adalah 10-20% cairan dari tepung jagung, 25-50% larutan glukosa, molase, macam-macam gom alam (seperti akasia) derivat selulosa (metilselulosa, karboksimetilselulosa dan selulosa mikrokristal), gelatin, dan povidon. Bila diinginkan warna dan rasa dapat ditambahkan ke dalam bahan pengikat sehingga terjadi granulasi dengan warna dan rasa yang diinginkan. Penyaringan adonan lembab menjadi granul. Pada umumnya granulasi basah ditekan melalui ayakan nomor 6 atau 8. Dibuat granul dengan menekankan pada alat yang dibuat berlubang-lubang. Pengeringan granul. Kebanyakan granul dikeringkan dalam kabinet pengering dengan sistem sirkulasi udara dan pengendalian temperatur. Untuk metode terbaru untuk pengeringan sekarang ini yaitu fluidization disalurkan ke dalam fluid bed dryers. Pada metode ini granul dikeringkan dalam keadaan tertutup dan diputar-putar sambil dialirkan udara yang hangat.
Universitas Sumatera Utara
Penyaringan kering. Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang lebih kecil daripada yang biasa dipakai untuk pengayakan granulasi asli. Ukuran granul dihaluskan tergantung pada ukuran punch yang akan dipakai dan tablet yang akan diproduksi. Semakin kecil tablet yang akan diproduksi semakin halus granul yang dipakai, biasa nya menggunakan ayakan ukuran 12-20. Pelinciriran atau lubrikasi. Jumlah pelincir yang dipakai pada pembuatan tablet mulai dari 0,1% berat granul sampai 5%. Manfaat pelincir dalam pembuatan tablet kompresi; mempercepat aliran granul dalam corong kedalam rongga cetakan, mencegah melekat nya granul pada punch dan cetakan, mengurangi gesekan antara tablet dan dinding cetakan ketika tablet dilemparkan dari mesin dan memberikan rupa yang bagus pada tablet yang sudah jadi. Pencetakan tablet. Mesin tablet berputar (rotary) dengan kecepatan tinggi mempunyai banyak punch dan die (cetakan) dapat menyisihkan mesin tablet tunggal, karena punch berputar secara terus menerus maka pencetakan tablet berlangsung secara terus menerus pula. Mesin tablet tunggal biasanya berkapasitas 100 tablet per menit sedangkan mesin tablet rotary dengan 16 tempat (16 set punch dan die) dapat memproduksi 1150 tablet per menit (Ansel, 1989). 2. Granulasi Kering Tujuan metode granulasi kering adalah untuk memperoleh granul yang dapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet. Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah, karena tidak stabil atau peka terhadap panas dan lembab atau tidak mungkin dikempa langsung menjadi tablet karena zat
Universitas Sumatera Utara
aktif tidak dapat mengalir bebas dan dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa langsung (Siregar, 2010). Dalam metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya masa yang jumlah nya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang tinggi (Ansel, 1989). 3. Kompresi Langsung Beberapa granul bahan kimia seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida, dan metenamin, memiliki sifat mudah mengalir sebagai mana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan metode granulasi basah atau kering. Pada waktu sekarang ini penggunaan pengencer yang dikeringkan dengan penyemprotan, meluas kepada formula-formula tablet tertentu daripada dengan serbuk pengisi biasa, kualitas yang diinginkan untuk tablet kompresi langsung dan sejumlah produk-produk lainnya banyak diproduksi dengan cara ini. Capping atau keretakan dari tablet disebabkan oleh beberapa faktor dan tidak terbatas pada tablet yang dibuat dengan pengkompresian langsung saja. Misalnya bila punch tidak bersih sekali dan tidak halus sekali dapat menghasilkan tablet yang terlepas bagian atasnya sebagaimana juga dengan cetakan (die) yang sudah tua dan tidak sempurna. Tekanan yang terlalu besar pada pengempaan dapat menyebabkan keretakan seperti yang terjadi bila granulat terlalu lunak. Pada umumnya ada bagian dari fines atau serbuk halus yang merupakan hasil waktu granulasi kering dengan ukuran dan jumlahnya biasanya 10-20% dari berat granul
Universitas Sumatera Utara
dan perlu supaya pengisian rongga cetakan wajar. Tetapi kelebihan dari serbuk halus ini dapat juga berperan menjadi capping bila sejumlah besar udara terperangkap dalam tablet, keadaan seperti ini disebut laminating (Ansel, 1989). 2.4 Syarat-Syarat Tablet Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: A. Keseragaman Bobot Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapi yang sama. B. Kekerasan Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester. Tablet diletakkan diantara alat penekan punch dan dijepit dengan memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah. Tekanan dapat ditunjukkan melalui skala yang tertera. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg. C. Kerenyahan Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, tablet yang rapuh dan rusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet.
Universitas Sumatera Utara
Uji ini menggunakan alat yang disebut Roche Friabilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar, kearah radial disambungkan sebuah bilah lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam drum tersebut, dihidupkan alat maka drum berputar dan tablet bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%. D. Waktu Hancur Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas diantara periode pelepasan tersebut. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5-30 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa. E. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan caracara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di Farmakope Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
F. Disolusi Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Uji ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi.
2.5 Batuk
Batuk merupakan gejala yang mungkin paling umum yang bisa timbul pada penyakit tenggorokan sampai penyakit cabang tenggorokan. Batuk bisa kering atau berlendir/berdahak (Irianto, 2004). Batuk adalah suatu refleks fisiologis protektif yang berfungsi untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat–zat perangsang asing dan unsur–unsur infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali, berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi, yang berfungsi
menggerakkan
dahak
keluar
dari
paru–paru
menuju
batang
tenggorokan. Cilia ini juga membantu menghindarkan masuknya zat–zat asing ke saluran napas (Tjay dan Raharjo, 2007). Batuk juga bisa dipicu oleh stimulasi reseptor–reseptor yang terdapat di mukosa dari seluruh saluran napas, termasuk tenggorokan, juga lambung. Bila reseptor yang peka ini oleh zat–zat perangsang distimulir, biasanya timbullah refleks batuk. Saraf–saraf tertentu menyalurkan isyarat–isyarat ke pusat batuk di
Universitas Sumatera Utara
sumsum lanjutan (medula oblogata), yang kemudian mengkoordinir serangkaian proses yang menjurus ke respon batuk (Tan dan Raharjo, 2007). Menurut Anif (2000), obat yang digunakan untuk mengobati penyakit batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: 1. Ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernapasan dan atau mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan. 2. Zat–zat pereda batuk (antitusif), yaitu zat–zat ini mengerem rangsangan batuk, dan titik kerjanya dapat sentral dan perifer. Bagi Mutschler (1991), jenis dua golongan besar di atas dibagi lagi. Ekspektoran dibagi atas: Sekretolitika (meniggikan sekresi bronchus dan dengan demikian mengencerkan lendir), Mukolitika (mengubah sifat fisikokimia sekret, terutama viskositasnya diturunkan), Sekretomotorika (menyebabkan gerakan secret dan batuk, untuk mengeluarkan sekret tersebut), sedangkan sifat kerja antitusif dibagi atas: penekanan pusat batuk (serabut sensorik /rangsang batuk) dan penekan reseptor batuk (serabut motorik/pendorong batuk).
2.6 Ekspektoran Pengertian ekspektoran menurut Sartono (2005) adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan jumlah cairan sehingga lendir menjadi encer, dan juga merangsang pengeluaran lendir dari saluran napas. Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Setiabudy (2007), yaitu ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris.
Universitas Sumatera Utara
Belum ada data yang membuktikan evektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.
2.7 Gliseril Guaiakolat (Dirjen POM, 1995) OH OCH2CHCH2 OCH3
3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1] Rumus molekul : C10H14O Berat molekul : 198,22 Pemerian
: serbuk hablur, putih sampai agak keabu–abu khas lemah, rasa pahit.
Kelarutan
: larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam propilen glikol, agak sukar larut dalam gliserin.
Syarat kadar
: mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%C10H14O4 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Indikasi Gliseril guaiakolat selain bekerja sebagai ekspektoran, juga meningkatkan pembersihan mukosilier (Sartono, 2005). Obat generik Gliseril guaiakolat termasuk dalam jenis obat batuk basah, yaitu obat batuk untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan, terasa ringan, dan tidak begitu sering intensitas batuknya. Khasiat obat ini adalah mengeluarkan lendir di kerongkongan agar jalan napas terbebas dari zat-zat asing (Widodo, 2004).
2.7.2 Farmakologi Guaifenesin (gliseril guaiakolat) adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk. Pada dosiss tinggi bekerja merelaksasi otot (Tan danRaharjo, 2007). Penggunaan gliseril guaiakolat ini hanya didasarkan tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah (Setiabudy, 2007).
2.8 Metode Penetapan Kadar Secara Spektroforometri Ultra Violet (UV) Spektroforometer UV-Vis adalah pengukuran intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai daerah yang lebar dan
Universitas Sumatera Utara
hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari senyawa (analit) di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm(Dachriyanus, 2004). Penggunaan utama spektrofotometri UV-Vis adalah dalam analisis kuantitatif, yaitu dengan cara membandingkan absorban sampel terhadap absorban larutan standar yang konsentrasinya diketahui, diukur pada kondisi yang sama (Satiadarma, 2004). Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan konsentrasi zat yang mengabsorpsi radiasi. Penentuan kadar senyawa organik yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10-20 μg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah (Satiadarma, 2004). Instrumen Spektrofotometer UV pada dasarnya terdiri atas lima komponen pokok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Sumber energi radiasi Sumber energi radiasi yang biasa digunakan adalah sebuah lampu pijar dengan kawat terbuat dari wolfram (Day dan Underwood, 2002). Lampu deuterium, lampu pijar tugsten dan lampu halogen yang biasa dipakai sebagai sumber radiasi untuk daerah ultraviolet (Satiadarma, 2004). 2. Monokromator Cara kerjanya seperti prinsip prisma yaitu bila seberkas cahaya menembus antar muka antara dua media yang berbeda misalnya udara dan kaca, terjadilah pembengkokan, yang disebut pembiasan (refraksi), jauhnya pembengkokan ini bergantung pada indeks bias kaca. Indeks bias ini berbeda–beda menurut panjang gelombang cahaya. Akibat bervariasinya indeks bias dengan panjang gelombang itu, prisma mampu mendispersikan atau menebarkan berkas cahaya putih menjadi suatu spektrum warna (Day dan Underwood, 2002). Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah (Khopkar, 1990). Bahan prisma untuk instrumen spektrofotometer visibel adalah dari prisma kaca,
sedangkan
kuarsa
merupakan
bahan
prisma
untuk
instrumen
spektrofotometer ultraviolet, inframerah dekat, dan visibel (Day dan Underwood, 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Sel (wadah sampel/kuvet) Sel haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektral yang diinginkan, jadi digunakan sel kaca untuk visibel, sedangkan sel kuarsa atau kaca silika untuk daerah ultraviolet (Day dan Underwood, 2002). Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan. Kuvet/sel yang tertutup harus digunakan untuk pelarut organik (Khopkar, 1990). 4. Detektor Peran detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990). Detektor adalah alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi elektromagnetik, mengubah dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik kerangkaian sistem penguat elektronika. Dengan demikian sinyal radiasi yang terdeteksi itu dapat diukur kekuatannya (Satiadarma, 2004). Secara umum, detektor fotolistrik digunakan dalam daerah tampak dan ultraviolet, detektor fotolistrik yang paling sederhana adalah tabung foto (Day dan Underwood, 2002). 5. Penguat dan pembacaan Sebuah resistor beban yang besar yang seri dengan sebuah tabung foto diberi daya radiasi yang disuplai ke katoda mengalir arus sebesar 1μA (10-6 A) dalam rangkaian, jika resistor mempunyai nilai sebesar 1 MΩ (106), menurut hukum ohm, voltase yang melintasi resistor E = iR, adalah 10-6 x 106 = 1V. Meskipun 1V adalah voltase yang sedang, voltase itu tidak dapat diukur dengan menghubungkan voltmeter biasa melintasi resistor, disebakan
Universitas Sumatera Utara
voltmeter itu akan menjadi bagian dari rangkaian, dengan membangun suatu cabang pararel terhadap resistor, karena resistansi sebuah voltmeter yang khas sangat rendah bila dibandingkan 106 ohm, maka sebagian besar sekali dari arus itu akan mengabaikan resistansi yang besar dan mengalir lewat voltmeter, dan voltase melintasi resistor, meskipun diukur dengan benar, adanya tidak lagi 1V, tetapi barangkali hanya beberapa milivolt, sehingga spektrofotometer UV menggunakan sebuah penguat (amplifier) dengan resistansi masukan yang tinggi sehingga rangkaian tabung foto tidak terserap habis. Voltase pada tahanan beban digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang menarik dayanya dari suatu sumber bebas yang mempunyai suatu keluaran yang cukup besar untuk menjalankan suatu alat pengukur atau piranti baca lain (berupa recorder dan komputer) (Day dan Underwood, 2002).
Universitas Sumatera Utara