BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Babi Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong (Direktorat Budidaya Ternak, 2011). Menurut Deptan (2012), salah satu keunggulan ternak babi dibanding ayam adalah volume impornya dapat dikatakan nol, sedangkan impor ayam pada tahun 2000 mencapai 14.017,4 ton. Masyarakat Bali memiliki minat yang tinggi terhadap ternak babi, selain sebagai sumber protein hewani, ternak babi juga dipergunakan dalam upacaraupacara keagamaan sehingga ternak babi memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Masyarakat Bali banyak memanfaatkan ternak babi sebagai usaha sampingan yang cukup menjanjikan keuntungan. Selain rasa yang enak, protein daging babi mengandung asam amino esensial yang lengkap dan proporsinya lebih besar jika dibandingkan protein nabati. Sehingga kebutuhan akan daging babi makin bertambah seiring dengan pertambahan penduduk di pulau Bali. Tercatat peningkatan pemotongan ternak babi di Bali meningkat 5,4 % pertahun (Ahira, 2011).
7
8
Menurut Sihombing (1997), klasifikasi zoologis ternak babi termasuk ke dalam: Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artydactyla
Genus
: Sus
Species
: Sus Vitattus
Babi Bali merupakan babi asli Indonesia dengan ciri-ciri warna kulit mayoritas hitam dengan rambut agak kasar, perut buncit, postur tubuh pendek dan kecil, moncong runcing dengan telinga yang pendek dan tegak, serta perut yang hampir menyentuh tanah (Putri, 2012).
2.2 Protozoa Saluran Cerna yang Menginfeksi Anak Babi Protozoa adalah organisme satu sel (sel tunggal), tetapi telah memiliki fungsi: metabolisme, pergerakan, digesti, respirasi, sekresi, reproduksi, dan pertahanan hidup yang diselenggarakan oleh organela sel. Protozoa merupakan “eukaryotic” dimana intinya diselubungi oleh membran atau selaput, berbeda dengan “prokaryotic”, contohnya bakteri, dimana intinya tidak diselubungi oleh membran atau dengan kata lain tidak terpisah dengan sitoplasma (Soulsby,1982; Cook, 2004). Protozoa yang menginfeksi saluran cerna babi diantaranya Amoeba sp; Balantidium sp; Eimeria sp; dan Isospora sp. (Ismail dkk, 2010). 2.2.1 Amoeba spp. Subfilum Sarcodina memiliki ordo Amoebida, Famili: Endamoebidae (Amoeba), Vahlkampfiidae dan Hartmanellidae. Famili Endamoebidae terkenal
9
dengan Amoeba yang berpredileksi di dalam saluran cerna vertebrata dan invertebrata. Genus yang terpenting : (1) Entamoeba, (2) Endolimax, (3) Iodamoeba dan (4) Dientamoeba (Levine, 1994). Hampir semua amoeba memiliki bentuk tropozoit dan kista. Bentuk tropozoit adalah bentuk yang aktif bergerak, makan dan bereproduksi, namun tidak mampu bertahan diluar tubuh hospes. Bentuk kista atau dorman, tahan tanpa makan, dan bertanggung jawab dalam penularan penyakit (Yulfi, 2006). 1. Entamoeba sp. Entamoeba memiliki beberapa spesies yaitu: Entamoeba histolytica, E. Hartmanni, Entamoeba coli, E. Chattoni, E. Gingivalis, E. Polecki, E. Suis dan E. suigingivalis (Levine, 1994). Menurut Levine (1994), Entamoeba yang sering menginfeksi babi antara lain Entamoeba histolytica dengan empat inti kista, Entamoeba coli dengan delapan inti kista, Entamoeba suis dengan satu inti kista dan Entamoeba suigingivalis tanpa kista. a.
Entamoeba histolytica Tropozoit berukuran besar. Pada spesies patogen berdiameter 20-30 µm, spesies yang tidak patogen berdiameter 12-15 µm. Mempunyai suatu lapisan ektoplasma tebal, terang dan endoplasma bergranul (Griffin, 1978). Bergerak cepat pada lingkungan yang hangat. (Dwyer, 1974). Kista berbentuk bulat berdiameter 10-20 µm (rata-rata 12 µm) memiliki 4 inti jika dewasa dan sering ditemukan benda-benda kromatoid seperti batang dengan ujung membulat (Griffin, 1978).
10
b.
Entamoeba hartmanni Tropozoit lebih bervariasi dalam susunannya dibanding Entamoeba histolytica dan terdapat granula - granula yang mempuyai ciri tersendiri dengan ruang-ruang lebar diantaranya. Bentuk seperti bulan sabit terdiri dari granula disalah satu inti atau suatu bentukan tunggal besar dari kromatin dengan beberapa granula di sekeliling selaput inti (Levine, 1995). Diameter kista 3,8-8,0 µm, inti kista yang berinti satu diameternya 1,8-3,0 µm, yang berinti dua 1,3 - 2,0 µm, yang berinti empat 0,7-1,7 µm (Singh, 1975). Kistanya jarang berisi benda-benda glikogen besar, tetapi hampir semua vakuola kecil. Rata-rata ukuran tropozoit 12 µm dan ratarata ukuran kista 12 µm dapat digunakan sebagai garis pemisah antara Entamoeba histolytica dan Entamoeba hartmanni (Dwyer, 1974).
c.
Entamoeba coli Tropozoit berdiameter 15-50 (biasanya 20-30) µm, sitoplasma berisi bakteri dan ektoplasma tipis (Singh.1975). Organisme ini bergerak lambat. Inti mempunyai endosoma eksentrik lebih besar daripada Entamoeba histolytica, dan sebaris granula kromatin tersebar antara endosoma dan selaput inti (Griffin, 1978). Kista yang berdiameter 10-33 µm mempunyai 8 inti ketika dewasa, berisi benda-benda kromatid langsing, dengan bentuk seperti serpihan, dengan ujung-ujung runcing, patah atau persegi. Kista muda dapat berisi gelembung glikogen yang terlihat jelas, biasanya menghilang sebelum kista dewasa (Levine,1995).
11
d.
Entamoeba chattoni Panjang tropozoit 25 µm, diameter kista 6-18 µm, inti sangat bervariasi dalam struktur (Singh, 1975). Inti dapat dibedakan dengan Entamoeba histolytica dan mempunyai kromatin endosoma sentral dan sebaris granula halus dipermukaan, tetapi endosoma dapat besar dan kecil, sentral atau eksentrik, padat atau difus, dan terdiri dari satu atau banyak granula (Levine, 1995). Kista hampir selalu berinti tunggal jika dewasa, kurang dari 1% berinti ganda (binuclear) (Dwyer, 1974).
e.
Entamoeba gingivalis Amoeba ini tidak mempunyai kista. Panjang tropozoit 3,5-5 µm (Dwyer, 1974). Sitoplasma terdiri dari suatu zone ektoplasma dan endoplasma berganul berisi vacuola-vakuola makanan. Amoeba biasanya memakan leukosit, sel-sel epitel dan kadang-kadang bakteri. Biasanya ada sejumlah kaki-kaki semu (Singh, 1975). Mempunyai endosoma cukup kecil, suatu lapisan permukaan terdiri dari granula-granula kromatin, dan beberapa untai aromatik yang halus (lembut) merentang dari kromatin di dalam selaput inti. Reproduksi secara pembelahan biner, ada 5 atau 6 kromosom (Levine, 1995).
f.
Entamoeba suis Panjang tropozoit 5-25 µm, inti kelihatan bervariasi, ada suatu cincin agak homogen terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Kista berbentuk bulat dengan diameter 4-17 µm, masing-masing mempunyai inti tunggal ketika dewasa (Levine, 1995).
12
g.
Entamoeba polecki E. polecki merupakan protozoa yang berpredileksi di lumen usus. Hewan yang berperan sebagai reservoar utama adalah babi dan monyet. Secara morfologi sulit membedakannya dengan E. histolitica (Smith, 2004). Penularan pada manusia terjadi akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kista E. polecki. Pada tahun 1985 telah ditemukan kista E. polecki pada feses manusia di Asia Tenggara. Namun belum diketahui secara pasti apakah penyakit yang ditimbulkan oleh E. polecki berdiri sendiri atau karena terdapat infeksi gabungan pada setiap pasien yang diperiksa (Gay dkk 1985).
2. Endolimax sp. Genus endolimax sp. merupakan amoeba kecil dengan inti vesiculer dan bentuknya berubah-ubah. Endolimax nana merupakan spesies yang berpredileksi di dalam caecum dan colon manusia, babi dan kera di seluruh dunia. Tropozoit memiliki ukuran 6-12 µm dan memiliki sitoplasma vacuolar dan bergranula. Ukuran kista 5-10 µm. Kista biasanya berbentuk oval dan ketika dewasa memiliki empat inti. Inti memiliki kromatin perifer nonvisibel dan karyosome yang besar dibandingkan dengan Entamoeba (Ortega, 2006). Diagnosis ditentukan oleh bentuk yang kecil dan pseudopodinya kecil seperti knop (Muslim, 2009).
13
3. Iodamoeba sp. Iodamoeba buetschlii merupakan spesies dari Genus iodamoeba yang berpredileksi di dalam usus besar manusia, monyet, kera dan babi. Tropozoit memiliki ukuran 8-20 µm. Sitoplasma terdapat vakuola dan bergranular. Kista berbentuk oval atau bulat dan ukuran 5-20 µm. Kista memiliki satu inti yang ditandai dengan tidak adanya kromatin perifer dan karyosome besar. Ini biasanya berisi vacuola glikogen besar yang berwarna cokelat apabila sampel diwarnai iodin. Iodamoeba dapat dibedakan dari amoeba lainnya oleh ukuran mereka, diikuti oleh inti inclusion dan ciri sitoplasik (Ortega, 2006).
4. Dientamoeba sp. Dientamoeba fragilis merupakan spesies penting dari genus ini. Tropozoit memiliki ukuran antara 5-15 µm dan memiliki pseupodia yang angular. Sitoplasma bergranul yang memiliki 1-2 inti tanpa kromatin perifer. Karyosome (endosoma) yang terdiri dari 4-8 butir kromatin yang dihubungkan dengan selaput inti oleh untaian yang halus. Tidak mempunyai bentuk kista atau tidak membentuk kista (Ortega, 2006; Muslim, 2009). Manusia merupakan reservoir infeksi hewan ternak (bersifat zoonosis dari manusia ke hewan), menginfeksi terutama primata dan secara experimental dapat menginfeksi: anjing, kucing, babi, tikus, mencit, marmot dan kelinci. Penularan amoeba dari manusia ke babi karena tertelannya kista bersama makanan atau minuman (Levine, 1995). Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vector serangga seperti lalat dan kecoa.
14
Siklus hidup dari seluruh amoeba usus hampir sama. Bentuk yang infektif adalah kista. Setelah tertelan, kista akan mengalami eksistasi di ilium bagian bawah dan menjadi tropozoit kembali. Tropozoit kemudian memperbanyak diri secara pembelahan biner (Yulfi, 2006). Dalam daur hidupnya amoeba mempunyai 3 stadium yaitu bentuk histolitika, minuta dan kista (Gandahusada dkk, 2002). Bentuk histolitika dan minuta adalah bentuk tropozoit. Perbedaan antara kedua bentuk tropozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan hati, paru-paru, usus besar, kulit, otak, dan vagina. Bentuk ini bereproduksi dengan pembelahan biner di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam feses, berinti 1-4 dan tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia (Korman dan Deckelbaumn, 1993; Zadiman, 1993). Bentuk kista umumnya bulat dengan dinding kista dari hialin, berukuran 10-20 µm dengan rata-rata 12 µm. Ada yang berukuran kecil disebut (minutaform) berukuran antara 6-9 µm dan bentuk besar disebut (magnaform) berukuran antara 10-15 µm. Pada awal kista, sitoplasma mengandung 1-4 buah badan kromatoid, juga dapat dijumpai adanya masa glikogen yang pada pewarnaan Iodine berwarna coklat. Pada kista matang kedua bentuk tersebut tidak dijumpai lagi. Inti kista muda berjumlah 1-2, dan
15
yang sudah matang berjumlah antara 1-4 buah (Soulsby, 1982). Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista tahan terhadap asam lambung (Feldman, 1998). Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala (Gandahusada dkk, 2002). Tanda klinis amoebiosis antara lain feses encer berwarna kuning pucat atau keputihan, dehidrasi, penurunan berat badan, nafsu makan menurun yang umumnya ditunjukkan oleh babi muda (Buddle, 1987). Dalam klinik dikenal amoebiosis intestinal dan amoebiosis ekstraintestinal. Amoebiosis intestinal dapat dibedakan atas amoebiosis akut dan amoebiosis kronis. Amoebiosis kolon akut/ disentri amoeba, mempunyai gejala yang jelas yaitu sindroma disentri yang merupakan kumpulan gejala diare dengan tinja yang berlendir serta tendesmus ani (nyeri anus pada waktu buang air besar). Amoebiosis yang kronis adalah amoebiosis dengan gejala diare yang berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala diare yang ringan diikuti oleh reativitas gejala akut secara periodik. Awal penyakit adalah radang kolon dengan ulkus-ulkus yang disebut colitis ulsera amebik. Amoebiosis ekstra intestinal umumnya merupakan penyulit amoebiosis intestinal, penyebaran terjadi secara metastatis melalui aliran darah, tetapi kadang-kadang terjadi penyebaran secara langsung yaitu berupa amoebiosis hati, amoebiosis paru-paru, amoebiosis kulit,
16
amoebiosis alat kelamin, amoebiosis otak dan lain-lain (Rasad dan Adjung, 1993). Menurut Levine (1995) diagnose amoebiosis dapat dilakukan dengan cara: pemerikasaan sediaan mikroskopis ulas feses yang difixasi dengan larutan Schaudinn dan diwarnai dengan Heidenhein’s Iron Haematoxylin, kista dikonsentrasi apungkan dengan seng sulfat, sedangkan garam dan gula tidak dapat digunakan karena menyebabkan parasit keriput, dan konsentrasi sedimentasi. 2.2.2
Balantidium sp. Genus Balantidium dengan spesies terpenting yaitu Balantidium coli
digolongkan dalam Phylum Ciliophora, Class Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Family Balantidiidae. Tropozoit Balantidium coli berbentuk lonjong dengan panjang 60-70 µm dan lebar 40-50 µm, berbentuk ovoid 30-150 µm x 25-125 µm dan berbentuk ellipsoid. Seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh deretan silia longitudinal yang berfungsi sebagai alat pergerakan (lokomosi). Pada bagian anterior tubuhnya ditemukan cekungan yang disebut “peristom” sebagai tempat bermuaranya mulut “sitostom”. Mempunyai dua inti yaitu makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus terletak di sub terminal, berbentuk seperti ginjal dan mikronukleus berbentuk bintik-bintik kecil yang terletak di cekungan, makronukleus yang bertanggung jawab dalam proses reproduksi. Reproduksi dilakukan secara binary fission atau konjugasi (Soulsby, 1982). Sitoplasma Balantidium coli ini mengandung banyak vacuola makanan dan dua vacuola kontraktil. Protozoa ini aktif
17
bergerak dan berpindah jika dilihat secara mikroskopis dan jika lingkungan tidak optimum akan berubah membentuk kista. Kista berbentuk bulat sampai lonjong dengan diameter 55 µm, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sitoplasma berbutir-butir atau granuler (Noble and Noble, 1989). Balantidium coli hidup secara komensal pada usus besar dan caecum babi, namun dapat menjadi patogen dalam keadaan tertentu. Balantidium coli dapat menginfeksi manusia dan bersifat patogen serta menimbulkan penyakit disentri Balantidiosis. Kista adalah tahap parasit yang bertanggung jawab terhadap transmisi Balantidiosis. Host paling sering memperoleh kista melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Setelah tertelan, eksistasi terjadi di usus halus, dan tropozoit menjelajah usus besar. Tropozoit berada dalam lumen usus besar manusia dan hewan. Tropozoit mengalami eksistasi untuk menghasilkan kista infektif. Beberapa tropozoit menyerang dinding usus besar dan berkembang biak sehingga menimbulkan luka-luka ulseratif yang hebat. Kista matang keluar bersama feses dan akan mengkontaminasi lingkungan (Ghaffar, 2010). Diare merupakan gejala Balantidiosis pada babi namun gejalanya tidak terlalu jelas, bersifat reservoar yang penting bagi manusia. Insiden tertinggi pada masyarakat yang tinggal di dekat kandang babi (Giarratana, 2012). Gejala infeksi pada manusia terdiri dari diare, sakit perut, mual, muntah, lemah dan penurunan berat badan. Diagnosa diteguhkan dengan penemuan kista dalam feses (Noble and Noble, 1989).
18
2.2.3
Eimeria sp. dan Isospora sp. Eimeria dan Isospora termasuk dalam sub ordo Eimeriina, ordo
Eucoccidia, subkelas Coccidia, dan kelas Telosporea. Eimeria ditandai dengan adanya empat sporokista ditiap-tiap ookista dan dua sporozoit dalam sporokista. Kebanyakan spesies dari genus ini berada di dalam sel-sel intestinum vertebrata, tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel hati, dan saluran empedu. Isospora ditandai dengan adanya dua sporokista ditiap-tiap ookista dan empat sporozoit di dalam sporokista (Noble and Noble, (1989). Coccidia yang umum ditemukan pada babi terutama yang berpredileksi pada saluran cerna antara lain: Eimeria debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria cerdonis, Eimeria guevarai, Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci, Eimeria scabra, Eimeria scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais, Eimeria suisnoller, Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994). a.
Eimeria debliecki Penyebaran protozoa ini terjadi di seluruh dunia. Berpredileksi pada usus halus bagian anterior. Ookista berbentuk elips, berukuran 20-30 µm x 14-20 µm, dinding ookistanya lembut tidak memiliki mikrofilia (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
b.
Eimeria polita Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar di Hongaria dan USA (Albama). Ookista berbentuk bulat panjang sampai oval dengan ukuran 23-27 µm. Dinding ookista lembut, berwarna cokelat
19
kekuningan sampai cokelat kemerahan, tidak memiliki mikrofilia dan masa sporulasinya 8-9 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994). c.
Eimeria spinosa Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di USA, Hawaii, dan Uni Soviet. Jenis ini jarang ditemukan, ookista berbentuk elips sampai oval berukuran 16-22,4 µm, dinding berwarna cokelat, gelap, tidak memiliki mikrofilia dan masa sporulasinya 15 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
d.
Eimeria cerdonis Teridentifikasi menginfeksi babi di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk elips berukuran 26-32 µm, dinding ookista besar, berwarna kuning cerah, tidak memiliki mikrofilia, periode prepaten 8 hari dan periode paten 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
e.
Eimeria guevarai Teridentifikasi menginfeksi babi di Spanyol. Ookista berbentuk pyriformis berukuran 26-32 µm dan tidak memiliki mikrofilia. Sporulasi lebih dari 10 hari pada suhu 20ºC dengan periode prepaten 9-10 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
f.
Eimeria neodeblecki Teridentifikasi dari babi lokal dan babi liar yang terdapat di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk elips berukuran 17-26 µm, tidak memiliki mikrofilia, masa sporulasi 13 hari. Periode prepaten 10 hari dan periode patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
20
g.
Eimeria perminuta Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk ovoid kadang bulat, dengan ukuran 11,2-16 µm. Dinding ookista kasar, berwarna kuning, tidak memiliki mikrofilia dengan masa sporulasi 11 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
h.
Eimeria porci Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk ovoid berukuran 18-27 µm, lembut, dan mikrofilia tidak jelas. Periode prepaten 7 hari dan periode patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
i.
Eimeria scabra Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar diseluruh dunia. Ookista berbentuk panjang a, elips sampai ovoid berukuran 2535,5 µm, dinding ookista berwarna cokelat kekuningan dan kasar, terdapat mikrofilia yang menyempit pada ujungnya dengan masa sporulasi 9-12 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
j.
Eimeria scrofae Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan yang terdapat di Lousanne Switzerland. Ookista berbentuk silindris berukuran 24 µm dengan mikrofilia (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
k.
Eimeria suis Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk elip sampai bulat dengan ukuran 13-20 µm, dinding lembut, berwarna cerah dan tidak
21
memiliki mikrofilia. Periode prepaten 10 hari dan periode selama patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994). l.
Isospora almataensis Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Uni Soviet. Ookista berbentuk oval dengan diameter 26-34 µm, dinding licin berwarna cokelat tua, sporokista berukuran 6x4 µm dengan waktu sporulasi selama 5 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
m.
Isospora neyrai Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Spanyol. Ookista berbentuk ovoid atau elips berukuran 45 µm, dinding berlapis dua, tidak memiliki mikrofilia. Sporokista berbentuk ovoid berukuran 8-64 µm. Sporozoit berbentuk ovoid memanjang dan mempunyai suatu bulat terang (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
n.
Isospora suis Spesies ini mudah ditemukan dalam usus halus dan kolon babi piaraan. Ookista berbentuk agak bulat dengan ukuran 16-21 µm, berdinding halus, tidak berwarna, berlapis satu, tebal 0,5-0,7µm dan tidak memiliki mikrofilia. Sporokista elips berukuran 13-14 x 8-11 µm dan sporozoit berbentuk sosis berukuran 9-11 x 3-4 µm. Waktu sporulasi 3-5 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994). Siklus hidup eimeria dimulai dari keluarnya ookista bersama tinja
yang terdiri dari satu sel sporon. Pertumbuhan ookista membutuhkan oksigen. Sporon membagi menjadi empat sporoblast yang kemudian menjadi satu
22
sporokista
yang
mengandung
dua
sporozoit
di
dalamnya.
Proses
sporogoni/sporulasi berlangsung selama beberapa hari yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan spesies Coccidia. Infeksi terjadi dengan menelan ookista, setelah sampai diusus ookista pecah dan sporokista terbebaskan hingga sporozoit keluar (Schwartz, 2002). Sporozoit memasuki vilii epitel usus, kemudian membulat menjadi meron generasi pertama, tumbuh dan membelah membentuk ± 900 merozoit generasi pertama dengan panjang 2-4 µm. Merozoit ini memecahkan sel host dan masuk ke sel yang baru yang disebut meron generasi ke dua dengan panjang 16 µm. Meron generasi ke tiga menghasilkan 4-30 merozoit dan sebagian besar merozoit melaksanakan siklus hidup seksual. Merozoit membulat membentuk gamon, kebanyakan gamon adalah makrogamon yang berubah menjadi makrogamet sedangkan mikrogamon membelah secara skizogoni membentuk mikrogamet yang berflagela. Mikrogamet membuahi makrogamet dan menyatu menjadi ookista. (Levine, 1994). Eksistasi di dalam tubuh hospes yang baru memerlukan rangsangan berupa karbondioksida, tripsin dan cairan empedu. Kebanyakan ookista memiliki mikrofilia, dengan adanya karbondioksida tutup mikrofilia terangkat dan terjadi permeabilitas dinding kista yang juga didukung oleh suhu tubuh hospes. Setiap sporokista memiliki sumbat yang disebut benda stidea yang dapat dicerna oleh tripsin dan cairan empedu akan masuk untuk memulai gerakan sporozoit. Sporozoit memasuki sel hospes dan sisa amilopektin digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya (Noble and Noble, 1989).
23
Coccidiosis pada babi belum sapih dapat menyebabkan diare. Diare dapat muncul sejak usia tiga hari, dalam banyak kasus menjadi jelas antara 7 sampai 10 hari. Feses encer, berwarna kuning keabu-abuan dan bertahan 4 sampai 7 hari. Gejala lainnya yaitu penurunan berat badan, demam dan tidak ada respons terhadap terapi antibiotik. Keparahan penyakit dan jumlah dehidrasi tergantung pada jumlah ookista tertelan dan kehadiran potensial patogen enterik lainnya. Dalam kasus yang parah, dehidrasi dapat terjadi dengan kemungkinan kematian 10 %-50 %. Coccidiosis jarang terjadi pada babi lepas sapih karena Eimeria spp. Babi disapih ke dalam pembibitan sehat dengan kontaminasi ookista sebelumnya dapat menyebabkan diare ringan (Schwartz, 2002). Hewan yang sembuh dari infeksi Coccidia akan membentuk imunitas terhadap spesies yang menginfeksinya. Hewan dewasa yang sembuh seringkali terinfeksi ulang secara terus menerus. Hewan yang terinfeksi ringan tidak menimbulkan gejala klinis, tetapi menjadi sumber infeksi bagi hewan muda. Kondisi stres dapat menurunkan imunitas hewan, sehingga hewan dapat terinfeksi kembali. Diagnosis ditegakan dengan menemukan keberadaan ookista dalam feses (Levine, 1995).
2.3 Tipe Pemeliharaan Ternak Babi Tipe pemeliharaan ternak babi dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: tipe tradisional, tipe semi intensif dan intensif (Kanisius, 1981). Tipe pemeliharaan tradisional adalah tipe pemeliharaan yang dilakukan secara
24
sederhana. Dalam pengelolaan peternakan babi tradisional pemberian pakan babi pada umumnya berasal dari limbah pertanian dan industri turunan dari pertanian serta limbah rumah tangga diantaranya : dedak padi batang pisang, ampas tahu, nasi aking, umbi-umbian, dedaunan yang disebut dag-dag dan reroban. Babi yang dipelihara secara tradisional biasanya di ikat di areal belakang pekarangan rumah. Pemberian pakan tidak teratur dan biasanya ditempatkan pada palung atau tempat pakan yang mudah dipindah-pindahkan serta kurang terjaga kebersihannya. Pada sistem pemeliharaan dengan tipe tradisional peternak tidak memperhatikan kesehatan ternaknya, yaitu tidak ada pemberian vitamin, obat-obatan dan vaksin. Tipe pemeliharaan semi intensif ternak dikandangkan pada kandang permanen dengan lantai dan dinding kandang yang terbuat dari semen dan atapnya dari seng atau asbes. Cara pemeliharaan dan ransum pakan yang diberikan belum tersusun dengan baik dalam pemenuhan gizi serta tidak adanya pemberian obat cacing dan vaksin. Pada peternakan dengan tipe pemeliharaan intensif, manajemen yang diterapkan lebih baik dari tipe semi intensif. Dalam peternakan tipe intensif dasar kandang terbuat dari semen sehingga tidak mudah dibongkar oleh babi, ventilasi dan sinar matahari yang cukup, atap genteng yang tidak mudah bocor, luas kandang dan tempat makan atau minum disesuaikan dengan jumlah ternak. Pemberian obat cacing dan vaksinasi dilakukan secara teratur serta menggunakan pertimbangan ekonomi (Kanisius, 1981).