BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui berbagai macam program. Menurut PP Nomor 105 Tahun 2000, pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran kas negara yang menjadi beban negara dalam satu periode anggaran. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Sadono Sukirno (2011), pengeluaran pemerintah adalah keseluruhan pengeluaran yang dilakukan yaitu pengeluaran yang meliputi konsumsi dan investasi. Sedangkan menurut Hera Susanti (2000), Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Pengeluaran pemerintah dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin adalah pengeluaran pemerintah untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, yang meliputi belanja
8 Universitas Sumatera Utara
pegawai, belanja barang, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang pemerintah, dan pengeluaran rutin lainnya. Menurut Mangkoesoebroto (1994), melalui pengeluaran rutin pemerintah dapat
menjalankan
misinya
dalam
rangka
menjaga
kelancaran
penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara,
pemenuhan
kewajiban
pemerintah
kepada
pihakketiga,
perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu sertamenjaga stabilitas perekonomian. Besarnya pengeluaran rutin yang dikeluarkan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
dalam
pengelolaan
keuangan
negara
dan
stabilitas
perekonomian. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dikarenakan oleh kenaikan belanja pegawai dan pembayaran hutang pemerintah. Selain itu, pemerintah juga banyak mengeluarkan anggaran pada berbagai macam subsidi. Pemerintah harus melakukan penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin, supaya dapat menambah tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Dumairy, 1997).
9 Universitas Sumatera Utara
2. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran pemerintah yang besifat menambah modal masyarakat baik dalam bentuk prasarana fisik maupun non fisik, misalnya pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah menunjukkan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Anggaran pembangunan bertujuan untuk menciptakan kondisi yang stabil dan kondusif bagi proses pemulihan ekonomi dan memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pengeluaran pembangunan dibedakan menjadi pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan dengan rupiah berasal dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasukdepartemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah (Basri, 2005). Pada tahun 2006, struktur pengeluaran pemerintah mengalami perubahan menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menjadi: 1. Belanja tidak langsung Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secaralangsung dengan pelaksanaan program, sepertibelanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang telah ditetapkan Undang-Undang, belanja
10 Universitas Sumatera Utara
bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagihasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. 2. Belanja langsung Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program, sepertibelanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah menunjukkan perannya dalam perekonomian yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Menurut Mangkoesoebroto (1993:2) pemerintah memiliki tiga peran dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut. •
Peran alokasi, yaitu peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
•
Peran distribusi, yaitu peran pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan wajar.
• Peran stabilitatif, yaitu peran pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam equilibrium. Dalam upaya pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat, terkadang juga dapat terjadi kegagalan pemerintah yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
11 Universitas Sumatera Utara
a. Campur tangan pemerintah terkadang menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan terlebih dahulu. Misalnya, kebijakan pemerintah dalam mengatur tata niaga cengkeh agar penghasilan petani cengkeh naik, tetapi ternyata membawa dampak permintaan tembakau menurun sehingga pendapatan petani tembakau juga turun. b. Campur tangan pemerintah memerlukan biaya yang tidak murah, oleh karena itu maka campur tangan pemerintah harus dipertimbangkan manfaat dan biayanya secara cermat agar tidak lebih besar daripada biaya masyarakat tanpa adanya campur tangan pemerintah. c. Adanya kegagalan dalam pelaksanaan program pemerintah, dimana pelaksanaan program pemerintah memerlukan tender dan sistem yang kompleks. d. Perilaku pemegang kebijakan pemerintah yang bersifat mengejar keuntungan pribadi atau rent seeking behavior. 2.2
Teori Pengeluaran Pemerintah
2.2.1 Teori Rostow dan Musgrave Rostow dan Musgrave mengembangkan model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan menjadi tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, karena pada tahap ini pemerintah harus
12 Universitas Sumatera Utara
menyediakan sarana dan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Namun, peranan investasi swasta sudah semakin membesar, tetapi banyak menimbulkan kegagalan pasar. Sehingga peranan pemerintah juga tetap besarkarena harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit.Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Pada tahap lanjut, Rostow berpendapat bahwa dalam pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pendidikan, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Sementara itu, Dalam suatu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP semakin besar. Tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil (Mangkoesoebroto, 1993).
13 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Teori Wagner Menurut pengamatan empiris oleh AdolfWagner terhadap negara – negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19 menunjukan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dengan mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.Wagner mendasarkan teorinya pada teori yang disebut organic theory of state, yang menganggap pemerintah adalah individu yang bebas bertindak, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar dibawah ini yang menunjukkan bahwa peranan pemerintah secara relatif semakin meningkat. Hukum Wagner ditunjukkan dalam gambar 2.1 dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1, dan bukan seperti ditunjukan oleh kurva 2.
14 Universitas Sumatera Utara
Waktu Sumber:Mangkoesoebroto, 1994
Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner Menurut Wagner ada 5 penyebab pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan
tingkat
pendapatan
masyarakat,
urbanisasi
yang
mengiringi
pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah. 2.2.3 Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman merupakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori ini menggunakan analisis penerimaan dan pengeluaran pemerintah, dimana pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dan memperbesar penerimaan yang berasal dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukainya. Peacock dan Wiseman menyatakan bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana
15 Universitas Sumatera Utara
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Peacock dan Wiseman, pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.Jadi dalam keadaan normal, kenaikan Product Domestic Bruto (PDB) menyebabkan penerimaandan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Apabila keadaan normal terganggu, misalnya akibat perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidakcukup bila hanya dibiayai dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena Gross National Product (GNP) bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut.Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir.Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect).Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke
16 Universitas Sumatera Utara
tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect).Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali.Jadi, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman berbentuk tangga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
Sumber: Mangkoesoebroto, 1994
Gambar 2.2 Kurva Teori Peacock dan Wiseman Dari gambar diatas, dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukkan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G, karena setelah perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi
17 Universitas Sumatera Utara
olehmasyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.Secara grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave. Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber: Dumairy, 1997
Gambar 2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah 2.3
Pengertian Kemiskinan Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk
menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan adalah suatu konsep integrasi
yang
memiliki
lima
dimensi,
yaitu
kemiskinan
(proper),
ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis (Chambers, dalam Chriswardani Suryawati, 2005).
18 Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan
adalah
gejala
penurunan
kemampuan
seseorang
atausekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher,2011). Menurut World Bank (2002), kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS per hari. Menurut Emil Salim (1972) ada lima karakteristik kemiskinan, yaitu: a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor – faktor produksi sendiri. b. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi jika dengan kekuatan sendiri. c. Penduduk miskin pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. d. Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak layak. e. Diantara penduduk miskin terdapat kelompok dengan usia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 2.4
Indikator Kemiskinan Indikator kemiskinan adalah ukuran dimana seseorang atau masyarakat
dinyatakan miskin atau tidak. Salah satu indikator ini dapat diukur dengan penentuan garis kemiskinan, yaitu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran
19 Universitas Sumatera Utara
untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan bukan makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi.Garis kemiskinan makananmerupakan nilai pengeluaran
kebutuhan
minimum
makanan
yang
disetarakan
dengan
2100kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jeniskomoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan,buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Menurut
Sayogyo,tingkat
kemiskinan
didasarkan
jumlah
rupiah
pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi menjadi wilayah pedesaan dan perkotaan. Ukuran kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat desa yaitu: •
Miskin
•
Miskin sekali : 240 kg
•
Paling miskin : 180 kg
: 320 kg
Sedangkan indikator kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat kota yaitu: • Miskin
: 480 kg
•
Miskin sekali : 360 kg
•
Paling miskin : 270 kg
20 Universitas Sumatera Utara
Bank Dunia menetapkan indikator kemiskinan berdasarkan pendapatan, yaitu sebesar US$ 2 per hari per orang. Bank Dunia menegaskan adalah benar – benar miskin jika pendapatan US$ 1 per hari per orang (The World Bank, 2010). BPS menetapkan bahwa manusia hanya akan hidup layak jika mengkonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita per hari. Dengan demikian, seseorang dapat dikategorikan miskin bila jumlah uang yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita per hari (Kristanto, Ibid). 2.5
Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Sharp dalam Kuncoro (1997),terdapat tiga faktor penyebab
kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi, yaitu sebagai berikut: a. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. b. Sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, dan adanya diskriminasi. c. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal. Menurut Paul Spicker (2002), penyebab kemiskinan dibagi menjadi empat mazhab, yaitu sebagai berikut:
21 Universitas Sumatera Utara
•
Individual explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri, seperti malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, dan cacat bawaan.
•
Family explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
•
Subcultural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
•
Structural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan ketidakseimbangan di dalam masyarakat dengan pembedaan status atau hak.
2.6
Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Kemiskinan Upaya pengentasan kemiskinan sangat membutuhkan peran pemerintah,
sesuai dengan peranannya yaitu peran alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Peran tersebut harus dilaksanakan dengan baik jika ingin masalah kemiskinan terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk kemiskinan bisa menjadi stimulus dalam menurunkan jumlah penduduk miskin. Hasibuan (2005) melakukan penelitian tentang peranan anggaran pendapatan terhadap pengentasan kemiskinan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anggaran pendapatan memiliki hubungan negatif dengan jumlah penduduk miskin. Maksudnya, semakin tinggi anggaran pendapatan, maka jumlah penduduk miskin
semakin
menurun.
Anggaran
pendapatan
tersebut
dialokasikan
untukmembuat program pengentasan kemiskinan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.Penelitian Hasibuan semakin diperkuat oleh
22 Universitas Sumatera Utara
Alawi (2006), dimana alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masyarakat memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat keparahan kemiskinan. Artinya, semakin tinggi alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masayarakat maka akan menurunkan tingkat keparahan kemiskinan. Dua penelitian diatas menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Todaro(2001) yang menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan
pendapatannya
maka
rata-rata potensi
daerah untuk
tersebut.
Semakin
mengalokasikan
tinggi anggaran
tingkat guna
menyelesaikan masalah kemiskinan akan semakin besar. Namun alokasi tersebut tentu harus tepat sasaran, jika tidak justru akan menyebabkan kemiskinan akan semakin memburuk dan akan menghasilkan kekacauan social. Selain dua penelitian diatas, ada dua penelitian lain yang mempertegas beberapa hasil penelitian diatas, yaitu hasil penelitian dari Fan (2004). Iamembuktikan bahwa pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur dan jasa di daerah pedesaan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian yang menjadi sektor terbesar terjadinya kemiskinan di negara berkembang. Selain itu pengeluaran pembangunan untuk teknologi dan modal manusia juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan di negara berkembang, khususnya negara-negara di Afrika.Dalam penelitian sebelumnya, Fan (1999) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah memiliki dampak secara langsung dan dampak tidak langsung terhadap penduduk miskin.Ia mengatakan dampak langsung pengeluaran pemerintah adalah manfaat yang diterima penduduk miskin dari berbagai program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pekerja, serta
23 Universitas Sumatera Utara
skema bantuan dengan target penduduk miskin. Dampak tidak langsung berasal dari investasi pemerintah dalam infrastruktur, riset, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk, yang secara simultan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh sektor dan menciptakan lapangan kerja. Menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (2006), bahwa di samping pertumbuhan ekonomi danlayanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal. Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki
indikator-indikator
pembangunan
manusia,
sehingga
dapat
mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Tetapi, dalam beberapa hasil penelitian juga menunjukkan kelemahan dari pengeluaran pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan pada sisi implementasi program. Penelitian yang fokus pada implementasi program pengentasan kemiskinan memberikan hasil yang berbeda yang menunjukkan bahwa tidak mutlak pengeluaran pemerintah dapat menurunkan kemiskinan. Agus Purbathin Hadi (2008) meneliti terkait implementasi program PPK menemukan bahwa terdapat kekurangan dalam proses implementasi program pengentasan kemiskinan yaitu lemahnya pembekalan fasilitator. Tugas dan peran
24 Universitas Sumatera Utara
fasilitator dalam pendampinganmasyarakat membutuhkan lebih dari sekedar kecakapan teknik dan penguasaanmetodologi, namun juga empati dan keberpihakan dari para fasilitator. Empatisemacam itu tidak bisa ditumbuhkan hanya dengan seminggu pelatihan fasilitator.Pengalaman di Desa Aik Berik, fasilitator tidak tinggal di desa yang didampingi,padahal empati dan keberpihakan yang otentik hanya bisa tumbuh jika fasilitator tinggal bersama masyarakat yang didampingi. Penelitian lain yang menunjukkan kelemahan pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan juga dilakukan oleh Iskana (2009) danRudiningtyas (2010). Mereka menemukan bahwa pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008. Hal ini dikarenakan salah satu sumber pendapatan nasional berasal dari rakyat dalam bentuk pajak. 2.7
Penelitian Terdahulu 1. Rashid Mehmood dan Sara Sadiq (2010) yang berjudul “The relationship between government expenditure and poverty: a cointegration analysis”. Penelitian ini menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dengan kemiskinan di Romania dengan menggunakan metode analisis ECM dan kointegrasi Johnson. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan jangka panjang dan pendek antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.
25 Universitas Sumatera Utara
2. Vera Wilhelm dan Ignacio Fiestas (2005) yang berjudul “Exploring the link between public spendingand poverty reduction: lessons from the 90s”. Penelitian ini mencari hubungan antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan
dengan
menganalisis
9
negara
–
negara
OPPG
(Operationalizing Pro-Poor Growth), dengan menggunakan metode OLS. Kesimpulan penelitian ini adalah alokasi anggaran pemerintah adalah kunci pemerintah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan absolut. 3. Tejo Birowo (2011) yang berjudul “Relationship between government expenditure and poverty rate in Indonesia”. Penelitian ini mencari hubungan antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Indonesia dengan melihat kelompok pengeluaran pemerintah sebelum dan sesudah reformasi anggaran pada tahun 2004. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui alokasi belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan menggunakan regresi OLS (Ordinary Least Square). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah secara keseluruhan tidak memiliki hubungannegatif dengan tingkat
kemiskinan.
Sebelum
reformasi
anggaran,
dari
8
sektor,pengeluaranpemerintah di bidang pendidikan dan di sektor industri memiliki hubungan negatif yang signifikandengan tingkat kemiskinan. Reformasi anggaran, dari 9 fungsi, pengeluaran pemerintah dalam pelayanan umum, ketertiban dan keamanan fungsimenunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan tingkat kemiskinan.Selain itu, pengeluaran
26 Universitas Sumatera Utara
pendidikan adalah satu-satunya pengeluaran yang memilikihubungan negatif yang stabil dengan tingkat kemiskinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel kontrol yang memiliki hubungan negatif yang kuat dengan tingkat kemiskinan karena hubungan mereka selalu signifikan. 2.8
Kerangka Konseptual Pengeluaran Pemerintah
Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung
Kemiskinan Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.9
Hipotesis 1. Terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara. 2. Tidak terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara.
27 Universitas Sumatera Utara